Oleh:
Fahrul Razi
NIM 17230014
FAKULTAS SYARIAH
2019
A. Latar Belakang
1. Ilmu Dogmatik Hukum, yaitu ilmu yang membahas isi hukum yang
berlaku, makna ketentuan hukum, serta tingkatan ketentuan hukum
tersebut berdasarkan asas hukum yang berlaku dan sistem hukum
yang dianut.
4. Ajaran Hukum, yaitu ilmu yang membahas hukum itu sendiri berupa
makna, arti atau maksud yang pengkajiannya terlepas dari ikatan
waktu dan tempat.
1
Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 4.
2
Soehino, Politik Hukum di Indonesia (Yogyakarta: BPDE-YOGYAKARTA, 2010), hlm. 5-6.
2
Dalam pembagian tersebut tidak dimasukkan filsafat hukum dan
sosiologi hukum karena keduanya lebih cenderung merupakan kajian
filsafat dalam hukum dan kajian sosiologi dalam hukum. Oleh karena itu,
baik filsafat hukum maupun sosiologi hukum tidak dimasukkan dalam
bagian dari ilmu pengetahuan hukum, melainkan keduanya merupakan ilmu
pembantu dalam mempelajari hukum3.
3
Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, hlm. 4.
4
Mohamad Nur Yasin, Politik Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Malang: UIN-MALIKI
Press, 2018), hlm. 94-95.
5
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012), hlm. 397-399.
6
Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2010),
hlm. 3.
3
hukum yang mengkaji perubahan ius constitutum menjadi ius
constituendum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang senantiasa
berubah dan berkembang7.
7
Soehino, Politik Hukum di Indonesia, hlm. 3.
8
I Gede A. B. Wiranata, Hukum Adat Indonesia: Perkembangannya dari Masa ke Masa (Bandung:
PT Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 291.
9
A. Suriyaman Mustari Pide, Hukum Adat: Dahulu, Kini, dan Akan Datang (Makassar: Kencana,
2014), hlm. 5.
4
tidak diakui keberadaannya. Peradilan adat dan desa adat kemudian sirna
dengan sempurna ketika pemerintah menyeragamkan desa lewat UU No.5
tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Sejak itu masyarakat hukum adat
(MHA) kehilangan saluran ekspresi. Mereka kemudian terpaksa
menerimaperadilan negara dengan sistem dan tata cara yang berbeda dengan
hukum adat. Hukum adat kemudian melemah lantas tertinggal dari
perkembangan pembangunan hukum nasional. MHA yang masih
mempertahankan hukum adatnya akan merasakan betapa panjang, berlarut,
dan tak kunjung usai tiap perkara hukum yang harus diselesaikan di meja
peradilan negara. Sengketa tanah (perdata) pun akhirnya menumpuk di
MA10. MHA menemukan kembali peluang menyalurkan hukum adat ketika
UU No.6/2013 tentang Desa lahir di akhir 2013 yang menjamin hak asal
usul Desa Adat yang meliputi juga menyelesaikan sengketa melalui
Peradilan Adat11. Undang-undang Desa inilah yang menjadi dasar
diterbitkannya Perda Nagari di Sumatera Barat yang salah satunya mengatur
terkait Peradilan Adat Nagari.
10
Nurul Firmansyah, Sinkronisasi Hukum untuk Implementasi Peradilan Desa Adat, The
Initiative, 2014, hlm. 1.
11
Undang-undang No. 6 Tahun 2013 tentang Desa
5
Adat Nagari mengadopsi kedua sistem ini dengan menghadirkan Penghulu
Pucuk dan Penghulu Andiko sekaligus12.
a. Pasal 15:
12
Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan (Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2008), hlm. 387.
13
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 tahun 2018 tentang Nagari.
6
c) memberi sanksi adat kepada anggota masyarakat
yang melanggar Hukum Adat sesuai dengan
ketentuan Adat Salingka Nagari.
b. Pasal 16:
7
Nagari dalam sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia. Penelitian ini
selanjutnya akan fokus pada bagaimana eksistensi atau ius constitutum dari
Peradilan Adat Nagari dan bagaimana penerapan ius constituendum
Peradilan Adat Nagari kedepannya sesuai dengan kondisi masyarakat di
Sumatera Barat.
B. Batasan Masalah
C. Rumusan Masalah
8
3. Bagaimana Keberlakuan Peradilan Adat Nagari dalam sistem kekuasaan
kehakiman di Indonesia?
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
9
2) Dapat dijadikan pertimbangan dalam membuat peraturan
pelaksanaan terkait Perda Peradilan Adat Nagari.
b. Manfaat bagi masyarakat.
1) Sebagai penyalur aspirasi masyarakat untuk disampaikan kepada
pemerintah.
2) Sebagai pedoman masyarakat saat penerapan Peradilan Adat
Nagari.
F. Penelitian Terdahulu
10
mengkaji secara khusus Peradilan Adat yang ada di Minangkabau khususnya
sumatera barat dan melakukan penelitian setelah diberlakukannya undang-
undang Desa tahun 2014.
11
2 Muhammad A. Rauf, Politik Hukum Bagaimana Urgensi
Skripsi, Pembentukan Desa pengakuan desa adat di
Universitas Riau, Adat dalam Sistem Indonesia serta
Fakultas Hukum. Pemerintahan di bagaimana konsep
Indonesia untuk mewujudkannya
12
1 Sebagai acuan bagaimana Politik Pengkajian secara menyeluruh
Hukum Peradilan Adat di Indonesia Peradilan Adat berdasarkan
dari masa ke masa serta masa yang perkumpulan adat se Indonesia
akan datang.
2 Sebagai acuan bagaimana undang- Pengkajian undang-undang Desa
undang Desa seharusnya benar- yang memiliki spirit yang
benar diterapkan secara efektif sebelumnya telah lama hilang dari
dengan merinci cara pembentukan ketatanegaraan Indonesia.
Desa Adat.
G. Kerangka Teori
14
Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, hlm.8.
15
Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, hlm. 1.
13
yang sedang berlaku (hukum positif), karena adanya perubahan kehidupan
di dalam masyarakat (Ius Constituendum), dan untuk memahami perubahan
tersebut perlu ditelaah apakah pengertian perubahan, pengertian kehidupan
dan pengertian masyarakat. Dari penelahaan inilah, penulis untuk
membahas mengapa pengakuan Peradilan Adat Nagari perlu pengakuan
dalam sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia terkait sistem
demokratisasi yang dianut Indonesia pasca reformasi. Adanya perubahan
kehidupan inilah yang, secara tidak langsung merubah ius constitutum
karena adanya kenyataan yang berbeda dengan unsur-unsur ius constitutum
untuk kemudian menetapkan ius constituendum yang unsur-unsurnya
memenuhi kenyataan kehidupan masyarakat yang berbeda tersebut.
Harapan penulis sekiranya penulisan tesis ini dapat memberikan manfaat,
baik secara teoritis maupun praktis, yang menjadi salah satu indikator
hukum yang diharapkan atau hukum yang dicita-citakan bagi Bangsa
Indonesia, khususannya berkaitan dengan pengakuan Peradilan Adat Nagari
dalam sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia.
2. Ius Constitutum
16
Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, hlm. 74
14
dilakukan dengan kenyataan yang ada dalam kehidupan masyarakat. Hal
tersebut perlu dilakukan oleh aparat hukum karena hanya ketentuan
hukumlah yang pelaksanaannya dipaksakan oleh kekuatan external.
Berbeda dengan ketentuan-ketentuan lain seperti ketentuan moral yang
pelaksanaannya tidak dipaksakan oleh kekuatan external.17
3. Ius Constituendum
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
17
Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, hlm. 74
18
Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, hlm. 58.
19
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019), hlm. 69.
15
penelitian hukum untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang
seharusnya dilakukan terhadap isu tersebut.
2. Pendekatan Penelitian
20
Peter Mahmudi Marzuki, Penelitian Hukum, hlm. 166.
21
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, hlm.181.
16
sini yaitu berupa buku-buku teks, jurnal hukum, pendapat terkait
putusan pengadilan, kamus hukum dan lain-lain22. Adapun data
sekunder dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1) Buku.
2) Jurnal.
I. Sistematika Penulisan
Penelitian ini nantinya akan disusun secara sistematis yang terdiri dari
lima Bab, yaitu:
22
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, hlm. 181.
23
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, hlm. 204-205.
17
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, penelitian terdahulu, dan
sistematika penulisan.
J. Daftar Pustaka
Latif, Abdul dan Hasbi Ali. Politik Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2010.
Pide, A. Suriyaman Mustari. Hukum Adat: Dahulu, Kini, dan Akan Datang.
Makassar: Kencana. 2014.
18
Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2012.
K. Lampiran-Lampiran
19