Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL SKRIPSI

POLITIK HUKUM PENGAKUAN PERADILAN ADAT NAGARI DALAM


SISTEM KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

Oleh:

Fahrul Razi
NIM 17230014

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2019
A. Latar Belakang

Politik Hukum menurut Bellefroid diberi kesan sebagai ilmu yang


berkaitan dan termasuk, serta merupakan bagian dari ilmu pengetahuan
hukum1. Berdasarkan pendapat Bellefroid ini ilmu pengetahuan hukum secara
garis besar terbagi kepada sebagai berikut2:

1. Ilmu Dogmatik Hukum, yaitu ilmu yang membahas isi hukum yang
berlaku, makna ketentuan hukum, serta tingkatan ketentuan hukum
tersebut berdasarkan asas hukum yang berlaku dan sistem hukum
yang dianut.

2. Sejarah Hukum, yaitu ilmu yang membahas ketentuan-ketentuan


hukum di masa lalu yang mempengaruhi ketentuan-ketentuan
hukum yang ada dan berlaku di masa kini.

3. Perbandingan Hukum, yaitu ilmu yang mempelajari ketentuan-


ketentuan hukum yang berlaku di berbagai negara, kemudian
mencari persamaan dan perbedaannya dengan ketentuan hukum
yang berlaku di Indonesia.

4. Ajaran Hukum, yaitu ilmu yang membahas hukum itu sendiri berupa
makna, arti atau maksud yang pengkajiannya terlepas dari ikatan
waktu dan tempat.

5. Politik Hukum, yaitu ilmu yang mempelajari terkait perkembangan


dan perubahan yang seyogyanya dilakukan terhadap ketentuan
hukum yang berlaku dalam menghadapi perubahan maupun
perkembangan masyarakat agar sejalan dengan tuntutan kehidupan
bermasyarakat.

1
Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 4.
2
Soehino, Politik Hukum di Indonesia (Yogyakarta: BPDE-YOGYAKARTA, 2010), hlm. 5-6.

2
Dalam pembagian tersebut tidak dimasukkan filsafat hukum dan
sosiologi hukum karena keduanya lebih cenderung merupakan kajian
filsafat dalam hukum dan kajian sosiologi dalam hukum. Oleh karena itu,
baik filsafat hukum maupun sosiologi hukum tidak dimasukkan dalam
bagian dari ilmu pengetahuan hukum, melainkan keduanya merupakan ilmu
pembantu dalam mempelajari hukum3.

Terkait pengertian dari Politik Hukum, Padmo Wahjono


berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Politik Hukum adalah kebijakan
dasar yang menjadi penentu arah, bentuk, maupun isi dari hukum yang akan
dibentuk. Teuku Mohammad Radhie memberikan pengertian Politik
Hukum sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai
hukum yang berlaku di wilayahnya dan mengenai arah perkembangan
hukum yang hendak dibangun4. Satjipto Rahardjo menuliskan bahwa
Politik Hukum merupakan aktivitas untuk menentukan tujuan masyarakat
dan cara-cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan tersebut dengan
hukum tertentu yang didasarkan pada jawaban atas beberapa pertanyaan
mendasar, antara lain, 1) tujuan apa yang hendak dicapai dengan sistem
hukum yang ada, 2) cara-cara apa dan yang mana yang palik baik untuk bisa
dipakai mencapai tujuan tersebut, 3) kapan waktu hukum itu perlu dirubah
dan melalui cara bagaimana sebaiknya, 4) dapatkah suatu pola yang mapan
yang bisa memutuskan kita dalam proses pemilihan tujuan serta cara-cara
untuk mencapai tujuan tersebut5. Mahfud MD dengan mengambil
persamaan substansi pengertian-pengertian tadi merumuskan bahwa Politik
Hukum adalah legal policy tentang hukum yang akan diberlakukan dan
tidak diberlakukan serta hal-hal yang terkait dengan itu6. Terakhir secara
sederhana Politik Hukum diartikan Soehino sebagai ilmu pengetahuan

3
Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, hlm. 4.
4
Mohamad Nur Yasin, Politik Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Malang: UIN-MALIKI
Press, 2018), hlm. 94-95.
5
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012), hlm. 397-399.
6
Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2010),
hlm. 3.

3
hukum yang mengkaji perubahan ius constitutum menjadi ius
constituendum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang senantiasa
berubah dan berkembang7.

Peradilan adalah segala sesuatu yang menyangkut usaha dan upaya


untuk menyelesaikan perselisihan yang bertujuan mewujudkan keadilan
bermasyarakat. Peradilan Adat adalah Peradilan yang menggunakan Hukum
Peradilan Adat. Hukum Peradilan Adat adalah segala peraturan-peraturan
adat yang mengatur tentang tata cara bagaimana berbuat untuk
menyelesaikan suatu perkara dan atau menetapkan hukum terhadap suatu
perkara berdasarkan hukum adat8. Hukum Adat sendiri dapat diartikan
sebagai keseluruhan adat yang tidak tertulis dan hidup dalam masyarakat
dalam bentuk kesusilaan, kelaziman, dan kebiasaan yang mempunyai akibat
hukum9. Istilah lain yang berkaitan dengan Peradilan Adat yaitu masyarakat
hukum adat yang menjadi subjek hukum dari hukum adat tersebut.

Terkait Peradilan Adat, perlu diketahui bahwa sengketa pertanahan,


termasuk terkait tanah adat, menumpuk di Mahkamah Agung. Lembaga
peradilan tertinggi di negeri ini menangani 1.429 kasus tanah atau 40,53
persen dari keseluruhan kasus perdata di 2012. Di 2013, MA menangani
6.559 perkara, dimana 1.075 kasus (32,77 persen) lagi-lagi perkara sengketa
tanah. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari tidak berfungsinya Peradilan Adat
sebagai mana mestinya dan di lain sisi juga kurang memadainya
pengetahuan Hakim di pengadilan umum terkait hukum adat. Hal ini
bermula ketika sistem peradilan nasional hanya mengakui keberadaan
pengadilan negeri dan pengadilan agama yang dilandasi UU Darurat
1/1951, UU 19/1964, dan diperkuat UU 14/1970 pasal 3 ayat (1) tentang
pokok-pokok kekuasaan kehakiman. Berdasar itu, pengadilan adat dan desa

7
Soehino, Politik Hukum di Indonesia, hlm. 3.
8
I Gede A. B. Wiranata, Hukum Adat Indonesia: Perkembangannya dari Masa ke Masa (Bandung:
PT Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 291.
9
A. Suriyaman Mustari Pide, Hukum Adat: Dahulu, Kini, dan Akan Datang (Makassar: Kencana,
2014), hlm. 5.

4
tidak diakui keberadaannya. Peradilan adat dan desa adat kemudian sirna
dengan sempurna ketika pemerintah menyeragamkan desa lewat UU No.5
tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Sejak itu masyarakat hukum adat
(MHA) kehilangan saluran ekspresi. Mereka kemudian terpaksa
menerimaperadilan negara dengan sistem dan tata cara yang berbeda dengan
hukum adat. Hukum adat kemudian melemah lantas tertinggal dari
perkembangan pembangunan hukum nasional. MHA yang masih
mempertahankan hukum adatnya akan merasakan betapa panjang, berlarut,
dan tak kunjung usai tiap perkara hukum yang harus diselesaikan di meja
peradilan negara. Sengketa tanah (perdata) pun akhirnya menumpuk di
MA10. MHA menemukan kembali peluang menyalurkan hukum adat ketika
UU No.6/2013 tentang Desa lahir di akhir 2013 yang menjamin hak asal
usul Desa Adat yang meliputi juga menyelesaikan sengketa melalui
Peradilan Adat11. Undang-undang Desa inilah yang menjadi dasar
diterbitkannya Perda Nagari di Sumatera Barat yang salah satunya mengatur
terkait Peradilan Adat Nagari.

Peradilan Adat Nagari merupakan Peradilan Adat yang ada di


Minangkabau khususnya di Sumatera Barat. Di Minangkabau ada dua
sistem pemerintahan yang juga berpengaruh pada Peradilan Adat Nagari.
Menurut sistem pemerintahan Bodi Chaniago yang berkuasa dalam
Peradilan Adat adalah Penghulu Andiko yaitu kepala kerabat dari beberapa
Rumah Gadang yang pelaksanaan dijalankan oleh Penghulu (kepala
Nagari), Manti (sekretaris), Malin (ahli agama), dan Dubalang (petugas
keamanan). Sedangkan dalam pemerintahan berdasarkan Koto Piliang yang
berkuasa dalam menjalankan peradilan adat adalah Penghulu Pucuk yang
berada di atas Penghulu Andiko. Kemudian dewasa ini sistem Peradilan

10
Nurul Firmansyah, Sinkronisasi Hukum untuk Implementasi Peradilan Desa Adat, The
Initiative, 2014, hlm. 1.
11
Undang-undang No. 6 Tahun 2013 tentang Desa

5
Adat Nagari mengadopsi kedua sistem ini dengan menghadirkan Penghulu
Pucuk dan Penghulu Andiko sekaligus12.

Peradilan Adat Nagari didasarkan pada Peraturan Daerah Provinsi


Sumatera Barat No. 7 tahun 2018 yang merupakan turunan dari Undang-
undang tentang Desa. Perda tersebut berbunyi antara lain sebagai berikut13:

a. Pasal 15:

1) Pada setiap Nagari, Kerapatan Adat Nagari membentuk


Peradilan Adat Nagari sebagai lembaga penyelesaian sengketa
masyarakat tertinggi di Nagari sesuai adat salingka Nagari.

2) Sebelum sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diselesaikan oleh Peradilan Adat Nagari, harus diselesaikan
terlebih dahulu pada tingkat keluarga, paruik, kaum dan/atau
suku secara bajanjang naiak batanggo turun.

3) Peradilan Adat Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


mempunyai tugas sebagai berikut:

a) menyelesaikan sengketa sako dan pusako secara


bajanjang naiak batanggo turun melalui proses
perdamaian;

b) penyelesaian perkara perdata adat melalui


musyawarah dan mufakat berdasarkan
kesepakatan dalam sidang majelis Kerapatan
Adat Nagari yang merupakan “kato putuih”
untuk dipedomani oleh lembaga peradilan ; dan

12
Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan (Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2008), hlm. 387.
13
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 tahun 2018 tentang Nagari.

6
c) memberi sanksi adat kepada anggota masyarakat
yang melanggar Hukum Adat sesuai dengan
ketentuan Adat Salingka Nagari.

b. Pasal 16:

1) Peradilan Adat Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15


ayat (1) dipimpin oleh seorang ketua dan dibantu oleh seorang
manti, dan beberapa orang hakim peradilan Adat Nagari.

2) Pedoman, susunan, pengangkatan dan pemberhentian, masa


jabatan Hakim Peradilan Adat Nagari serta pembiayaan
Peradilan Adat Nagari diatur dalam Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.

Dalam pengaturan Peradilan Adat Nagari di Perda tersebut, tidak


ditemukan penjelasan tentang bagaimana hubungan antara Peradilan Adat
Nagari dengan Peradilan Nasional selanjutnya. Hal tersebut menimbulkan
spekulasi dalam masyarakat yang tidak yakin bahwa Peradilan Adat Nagari
akan benar-benar bisa terimplementasi dengan baik. Hal tersebut
disebabkan adanya kemungkinan posisi Peradilan Adat Nagari sebagai
Peradilan informal seperti sediakala jika perkara pihak yang berperkara
merasa tidak tidak diuntungkan dengan keputusan Peradilan Adat Nagari
dan memilih untuk melanjutkannya ke Peradilan Nasional. Hal ini tentunya
tidak mengubah keadaan sebagaimana sebelumnya di mana Peradilan Adat
Nagari hanya berperan sebagai lembaga peradilan informal yang pihak
berperkara bisa melanjutkan ke Peradilan Nasional jika merasa tidak puas
dengan hasil Peradilan Adat Nagari.

Maka berdasarkan isu hukum tersebut, dipandang perlu pengkajian


mengenai bagaimana Politik Hukum Pengakuan Peradilan Adat Nagari
dalam Sistem Kekuasaan Kehakiman di Indonesia yang merupakan judul
dari penelitian ini. Hal tersebut adalah sebagai usaha untuk mencari solusi
permasalahan isu hukum tidak adanya pengaturan tentang Peradilan Adat

7
Nagari dalam sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia. Penelitian ini
selanjutnya akan fokus pada bagaimana eksistensi atau ius constitutum dari
Peradilan Adat Nagari dan bagaimana penerapan ius constituendum
Peradilan Adat Nagari kedepannya sesuai dengan kondisi masyarakat di
Sumatera Barat.

B. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak meyimpang dan melebar dari fokus


penelitian maka peneliti memberikan batasan penelitian yang hanya akan
meneliti terkait hal-hal sebagai berikut:

1. Sejarah Peradilan Adat Nagari sebagai salah satu Peradilan Adat di


Indonesia.
2. Eksistensi Peradilan Adat Nagari pasca Undang-undang Desa dan Perda
Nagari.
3. Urgensi Peradilan Adat Nagari.
4. Bagaimana Keberlakuan Peradilan Adat Nagari dalam sistem kekuasaan
kehakiman di Indonesia.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti menentukan


rumusan masalah sebagi berikut:

1. Bagaimana Eksistensi Peradilan Adat Nagari dalam sejarah ketatanegaraan


Indonesia?
2. Bagaimana Urgensi Peradilan Adat Nagari dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat di Sumatera Barat?

8
3. Bagaimana Keberlakuan Peradilan Adat Nagari dalam sistem kekuasaan
kehakiman di Indonesia?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari


penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memahami eksistensi Peradilan Adat Nagari dalam sejarah


ketatanegaraan Indonesia.
2. Untuk memahami Urgensi Peradilan Adat Nagari dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat di Sumatera Barat.
3. Untuk memahami keberlakuan Peradilan Adat Nagari dalam sistem
kekuasaan kehakiman di Indonesia.

E. Manfaat Penelitian

Terdapat beberapa manfaat dari penelitian ini, diantaranya sebagai


berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Memperkaya khazanah pengetahuan terkait Politik Hukum pengakuan


Peradilan Adat di Indonesia.
b. Dapat dijadikan rujukan bagi penelitian setelahnya.
c. Menjawab isu hukum yang ada dalam masyarakat..

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi pemerintah.


1) Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menerapkan sinkronisasi
peraturan terkait Peradilan Adat Nagari.

9
2) Dapat dijadikan pertimbangan dalam membuat peraturan
pelaksanaan terkait Perda Peradilan Adat Nagari.
b. Manfaat bagi masyarakat.
1) Sebagai penyalur aspirasi masyarakat untuk disampaikan kepada
pemerintah.
2) Sebagai pedoman masyarakat saat penerapan Peradilan Adat
Nagari.

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang telah dilakukan oleh


peneliti-peneliti sebelumnya baik berupa buku, jurnal maupun laporan yang
telah diterbitkan. Berikut beberapa judul penelitian yang terdahulu yang
memiliki persamaan. Meskipun ada persamaan, bukan berarti penelitian yang
akan diteiti oleh peneliti sama persis dengan penelitian tersebut. Dikarenakan
peneliti telah melakukan pencarian dengan hasil tidak ada yang meneliti tema
dan judul yang sama seperti judul dan tema penelitian yang diteliti oleh
peneliti. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang memiliki persamaan
dengan penelitian ini diantaranya adalah:

Pertama, Herlambang P. Wiratraman dengan skripsi berjudul


“Perkembangan Politik Hukum Peradilan Adat.” Mahasiswa jurusan Hukum
Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Hasil Penelitian ini adalah Bagaimana eksistensi Peradilan Adat


dalam ketatanegaraan Indonesia serta bagaimana Keberlakuan Peradilan Adat
tersebut.

Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang akan diteliti


oleh peneliti yaitu Sama-sama membahas bagaimana Politik Hukum
pemberlakuan Peradilan Adat di Indonesia. Sedangkan perbedaan dalam
penelitian yang akan diteliti peneliti ini adalah bahwa Penelitian terdahulu satu
mengkaji secara umum Peradilan Adat yang ada di Indonesia dan meneliti
sebelum terbit undang-undang Desa tahun 2014 sedangkan penelitian ini

10
mengkaji secara khusus Peradilan Adat yang ada di Minangkabau khususnya
sumatera barat dan melakukan penelitian setelah diberlakukannya undang-
undang Desa tahun 2014.

Kedua, Muhammad A. Rauf dengan skripsi berjudul “Politik Hukum


Pembentukan Desa Adat dalam Sistem Pemerintahan di Indonesia.”
Mahasiswa jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Riau.

Hasil Penelitian ini adalah Bagaimana Urgensi pengakuan desa adat


di Indonesia serta bagaimana konsep untuk mewujudkannya.

Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang akan diteliti


oleh peneliti yaitu Sama-sama membahas tentang Politik Hukum tentang
hukum ada. Sedangkan perbedaan dalam penelitian yang akan diteliti peneliti
ini adalah bahwa Penelitian terdahulu satu mengkaji secara umum Peradilan
Adat yang ada di Indonesia dan meneliti sebelum terbit undang-undang Desa
tahun 2014 sedangkan penelitian ini mengkaji secara khusus Peradilan Adat
yang ada di Minangkabau.

Untuk mempermudah memahami penelitian terdahuluan diatas maka


akan dipaparkan dalam table berikut ini:

Table 1: Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Judul Isu Hukum


1 Herlambang P. Perkembangan Politik Bagaimana eksistensi
Wiratraman, Hukum Peradilan Adat Peradilan Adat dalam
Skripsi, ketatanegaraan
Universitas Airlangga, Indonesia serta
Departemen Hukum bagaimana
Tata Negara,. Keberlakuan Peradilan
Adat tersebut.

11
2 Muhammad A. Rauf, Politik Hukum Bagaimana Urgensi
Skripsi, Pembentukan Desa pengakuan desa adat di
Universitas Riau, Adat dalam Sistem Indonesia serta
Fakultas Hukum. Pemerintahan di bagaimana konsep
Indonesia untuk mewujudkannya

No. Persamaan Perbedaan


1 Sama-sama membahas bagaimana Penelitian terdahulu satu mengkaji
Politik Hukum pemberlakuan secara umum Peradilan Adat yang
Peradilan Adat di Indonesia ada di Indonesia dan tidak mengkaji
undang-undang Desa tahun 2014
sedangkan penelitian ini mengkaji
secara khusus Peradilan Adat yang
ada di Minangkabau khususnya
sumatera barat dan penelitian ini
mengkaji juga setelahundang Desa
tahun 2014.
2 Sama-sama membahas tentang Penelitian terdahulu dua mengkaji
Politik Hukum tentang hukum adat. tentang politik hukum pengakuan
desa adat dalam sistem
pemerintahan sedangkan penelitian
ini mengkaji tentang Politik Hukum
pengakuan Peradilan Adat di
Sumatera Barat dalam sistem
kekuasaan kehakiman di Indonesia.

No. Kemanfaatan Unsur Keterbaruan

12
1 Sebagai acuan bagaimana Politik Pengkajian secara menyeluruh
Hukum Peradilan Adat di Indonesia Peradilan Adat berdasarkan
dari masa ke masa serta masa yang perkumpulan adat se Indonesia
akan datang.
2 Sebagai acuan bagaimana undang- Pengkajian undang-undang Desa
undang Desa seharusnya benar- yang memiliki spirit yang
benar diterapkan secara efektif sebelumnya telah lama hilang dari
dengan merinci cara pembentukan ketatanegaraan Indonesia.
Desa Adat.

G. Kerangka Teori

1. Teori Perkembangan Politik Hukum

Sejauh yang dapat ditelusiri politik hukum telah diperkenalkan di


Indonesia oleh Lemaire pada tahun 1952 dengan bukunya serta Utrecht pada
tahun 1961, namun politik hukum yang diutarakan dalam buku tersebut
tidak ada kelanjutan. Sejauh yang dapat ditelusuri politik hukum juga telah
diperkenalkan di negeri Belanda pada tahun 1953 oleh Bellefroid yang
mendefinisikan, politik hukum adalah bagian dari ilmu hukum yang
meneliti perubahan hukum yang berlaku (ius constitutum) yang harus
dilakukan untuk memenuhi tuntutan baru kehidupan masyarakat (ius
constituendum)14. Menurut Moh. Mahfud MD, politik hukum adalah legal
policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan
baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum
lama, dalam rangka mencapai tujuan Negara15.

Ius constitutum adalah suatu istilah bahasa Latin yang berarti


hukum yang telah ditetapkan, yakni hukum yang berlaku, artinya berlaku di
suatu tempat tertentu pada waktu tertentu pula.Dalam kenyataannya hukum

14
Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, hlm.8.
15
Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, hlm. 1.

13
yang sedang berlaku (hukum positif), karena adanya perubahan kehidupan
di dalam masyarakat (Ius Constituendum), dan untuk memahami perubahan
tersebut perlu ditelaah apakah pengertian perubahan, pengertian kehidupan
dan pengertian masyarakat. Dari penelahaan inilah, penulis untuk
membahas mengapa pengakuan Peradilan Adat Nagari perlu pengakuan
dalam sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia terkait sistem
demokratisasi yang dianut Indonesia pasca reformasi. Adanya perubahan
kehidupan inilah yang, secara tidak langsung merubah ius constitutum
karena adanya kenyataan yang berbeda dengan unsur-unsur ius constitutum
untuk kemudian menetapkan ius constituendum yang unsur-unsurnya
memenuhi kenyataan kehidupan masyarakat yang berbeda tersebut.
Harapan penulis sekiranya penulisan tesis ini dapat memberikan manfaat,
baik secara teoritis maupun praktis, yang menjadi salah satu indikator
hukum yang diharapkan atau hukum yang dicita-citakan bagi Bangsa
Indonesia, khususannya berkaitan dengan pengakuan Peradilan Adat Nagari
dalam sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia.

2. Ius Constitutum

Pengertian Ius Constitutum adalah hukum yang berlaku, maksud


berlaku di sini berlaku di suatu tempat tertentu dan pada waktu tertentu.
Kepastian mengenai suatu ketentuan merupakan ketentuan hukum yang
berlaku atau bukan berpengaruh dan menentukan bagi petugas atau aparat
hukum yang menghadapi perubahan dalam kehidupan bermasyarakat
terkait perlu atau tidaknya melakukan perubahan hukum.16

Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya ketentuan yang hidup


dalam kehidupan masyarakat seperti ketentuan kesopanan, kesopanan
moral, ketentuan agama, dan ketentuan hukum. Seorang aparat hukum
melakukan Politik Hukum hanya pada saat ada kesukaran atau
ketidaksesuaian antara hukum yang telah ditetapkan atau hukum yang harus

16
Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, hlm. 74

14
dilakukan dengan kenyataan yang ada dalam kehidupan masyarakat. Hal
tersebut perlu dilakukan oleh aparat hukum karena hanya ketentuan
hukumlah yang pelaksanaannya dipaksakan oleh kekuatan external.
Berbeda dengan ketentuan-ketentuan lain seperti ketentuan moral yang
pelaksanaannya tidak dipaksakan oleh kekuatan external.17

3. Ius Constituendum

Secara istilah bahasa Ius Constituendum berarti hukum yang


seharusnya diberlakukan. Ada dua pengertian Ius Constituendum terkait
hukum yang seharusnya diberlakukan ini yaitu bagaimana hukum yang
seharusnya diterapkan dan bagaimana penetapan hukum itu. Selanjutnya
dari dua pengertian tersebut, timbul beberapa pembahasan lagi antara lain
apa definisi hukum dan ketentuan hukum itu, bagaimana perumusan
ketentuan hukum itu, bagaimana fungsi bahasa dalam penetapan hukum itu,
serta bagaimana isi dari ketentuan hukum itu.18

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif. Penelitian


normatif menurut Peter Mahmudi Marzuki adalah penelitian untuk memberi
preskripsi terhadap isu hukum bukan penelitian untuk menjawab hipotesis
yang dibuat sebelum penelitian. Isu hukum tersebut dapat berupa konflik
hukum, kekosongan hukum, dan kekaburan hukum19. Penelitian ini
menggunakan penelitian normatif karena penelitian ini berangkat dari isu
Hukum ketiadaan pengaturan terkait Peradilan Adat Nagari dalam sistem
kekuasaan kehakiman di Indonesia, padahal dalam undang-undang Desa
dan Perda Nagari Peradilan Adat Nagari diadakan sebagai wujud turunan
dari hak asal usul. Maka terkait isu hukum tersebut perlu dilakukan

17
Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, hlm. 74
18
Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, hlm. 58.
19
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019), hlm. 69.

15
penelitian hukum untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang
seharusnya dilakukan terhadap isu tersebut.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Pendekatan pendekatan historis.


Pendekatan historis adalah pendekatan yang dilakukan dalam kerangka
pelacakan sejarah lembaga hukum dari masa ke masa. Penelitian ini
menggunakan pendekatan historis karena Peradilan Adat Nagari
merupakan Peradilan Adat yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka,
maka untuk membahas politik hukum terkait dengan lembaga hukum adat
ini diperlukan pendekatan sejarah untuk memahami filosofi dari aturan
hukum dari masa ke masa. Pendekatan ini juga memudahkan penelitian
untuk memahami perubahan dari lembaga hukum atau aturan yang diteliti
beserta peristiwa politik yang mempengaruhinya20

3. Jenis Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat


autoritatif, maksudnya yaitu bahan hukum yang memiliki otoritas.
Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan resmi,
risalah pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan
pengadilan21. Adapun data primer dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1) Undang-undang Republik Indonesia.


2) Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum sekunder adalah segala hal tentang hukum yang


dipublikasikan dan bersifat tidak resmi. Publikasi yang dimaksud di

20
Peter Mahmudi Marzuki, Penelitian Hukum, hlm. 166.
21
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, hlm.181.

16
sini yaitu berupa buku-buku teks, jurnal hukum, pendapat terkait
putusan pengadilan, kamus hukum dan lain-lain22. Adapun data
sekunder dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1) Buku.
2) Jurnal.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum tersier merupakan bahan-bahan nonhukum


yang diperlukan dalam penelitian hukum. Bentuknya antara lain
seperti kamus nonhukum, pengetahuan tentang bidang pengetahuan
lain, dan lain-lain23. Adapun data tersier dalam penelitian ini berupa
kamus.

d. Teknik Memperoleh Bahan Hukum

Teknik yang digunakan untuk memperoleh Bahan Hukum adalah


kajian kepustakaan berupa pengumpulan sumber-sumber bahan hukum
yang berkaitan dengan penelitian.

I. Sistematika Penulisan

Penelitian ini nantinya akan disusun secara sistematis yang terdiri dari
lima Bab, yaitu:

Bagian formalitas terdiri atas Halaman sampul, Halaman judul,


Halaman Pernyataan keaslian, halaman pengesahan, Kata pengantar, Pedoman
transliterasi, daftar isi dan abstrak.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini terdiri atas latar belakang


masalah mengapa peneliti melakukan penelitian ini, rumusan masalah, tujuan

22
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, hlm. 181.
23
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, hlm. 204-205.

17
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, penelitian terdahulu, dan
sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini terdiri atas data


pustakan, kerangka teori atau landasan teori yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan diteliti baik dalam buku yang sudah diterbitkan
maupun masih berupa disertasi, thesis, ataupun skripsi yang belum diterbitkan.

BAB Ill HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini


menguraikan tentang hasil penelitian ini. yaitu terkait rumusan masalah yang
dipaparkan pada Bab sebelumnya.

BAB IV PENUTUP. Pada bab ini peneliti akan menguraikan uraian


yang berisi kesimpulan dan saran berupa jawaban singkat atas rumusan
masalah yang ditetapkan dan pada bagaian terakhir ini juga berisi tentang daftar
pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup penulis.

J. Daftar Pustaka

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 tahun 2018 tentang


Nagari.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Desa.

Latif, Abdul dan Hasbi Ali. Politik Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2010.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenadedia Group.


2019.

MD, Mahfud. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.


2010.

Pide, A. Suriyaman Mustari. Hukum Adat: Dahulu, Kini, dan Akan Datang.
Makassar: Kencana. 2014.

18
Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2012.

Setiady, Tolib. Intisari Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan.


Bandung: Penerbit Alfabeta. 2008.

Soehino. Politik Hukum di Indonesia. Yogyakarta: BPDE-Yogyakarta. 2010.

Wiranata, I Gede A. B. Hukum Adat di Indonesia: Perkembangannya dari


Masa ke Masa. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2005.

Yasin, Mohamad Nur. Politik Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Malang:


UIN-MALIKI Press. 2018.

Firmansyah, Nurul. Sinkronisasi Hukum untuk Implementasi Peradilan Desa


Adat. The Initiative. 2014.

Rauf, Muhammad A. Politik Hukum Pembentukan Desa Adat dalam Sistem


Pemerintahan di Indonesia. Vol. 1. No. 2. Dr Lega Lata. 2016.

Wiratraman, Herlambang P. Perkembangan Politik Hukum Peradilan Adat.


Vol. 30. No. 3. Mimbar Hukum. 2018.

K. Lampiran-Lampiran

19

Anda mungkin juga menyukai