FAKULTAS SYARIAH
2019
Daftar isi
Daftar isi...................................................................................................................1
I. Pendahuluan.....................................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan Masalah.............................................................................................4
II. Pembahasan......................................................................................................5
III. Penutup...........................................................................................................14
A. Kesimpulan.................................................................................................14
Daftar Pustaka........................................................................................................15
2
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
1
[CITATION Ria17 \p 28 \l 14345 ]
2
[CITATION Ded11 \p 73 \l 14345 ]
3
[CITATION Ded11 \p 78 \n \y \l 14345 ]
3
Pada pokoknya, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam KHI
bidang Hukum Perkawinan adalah penegasan ulang tentang tentang hal-hal
yang telah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 diikuti dengan penjabaran
lanjut terhadap ketentuan-ketentuannya. Ketentuan pokok yang bersifat
umum dalam UU No. 1 Tahun 1974 dirumuskan dan dijabarkan yang akan
dijadikan ketentuan yang bersifat khusus sebagai aturan Hukum Islam yang
akan diberlakukan bagi mereka yang beragama Islam
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
II. Pembahasan
4
Sebelum membahas terkait penyelenggaraan Peminangan
(Khitbah) alangkah baiknya terlebih dahulu kita memahami definisi dan
tujuan dari Peminangan (Khitbah) tersebut.
5
Berdasarkan pengertian ini pula dapat ditarik beberapa tujuan dari
adanya prosesi peminangan (Khitbah) diantaranya,
ۡس ٓاءِ أ َ ۡوأ َ ۡنكَنت ُ مَ ِّ خ ۡطب َ ةِ ٱلن ِ م ۡن ِ ضم بِهِۦ ُ م ا ع ََّر ۡت َ ح ع َل َ ۡيك ُ مۡ فِي َ جنَا ُ وَاَل
ِ ن وَلَٰكِن اَّل تُوَا ۡ َ ُۡس ك ُ ۡۚم عَلِم ٱللَّه أَنَّك ُ م َ
ن
َّ ُع دُوه َّ ُس ت َ ذك ُ ُرونَه ُ َ ِ ي أنف ٓ ِف
ۡ ْ ُ ِم ۡع ُروفٗ ۚا وَاَل ت َ ۡعز َ
ى
ٰ َّ حت َ اح ِ َ م وا ع ُ قدَة َ ٱ لنِّك َّ س ًّرا إِٓاَّل أن تَقُولُوا ْ قَ ۡواٗل ِ
َ َ َ
ُۡس ك ُ م ِ ي أنف ٓ ِم ا ف َ م ُ َ ه ي َ ۡلعَ َّ ن ٱللَّ م وٓا ْ أ ُ َ ٱعلۡ َهۥۚ و ُ َ جل
َ بأ ُ َٰ ي َ ۡبل ُ غَ ۡٱلكِت
َ ۡ َٱحذ َُرو ۚهُ و
٢٣٥ مٞ حلِي َ ُور ٌ ه غَف َ َّ ن ٱللَّ موٓا ْ أ ُ َ ٱعل ۡ َف
Artinya :” Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu
dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan
mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu
akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu
8
[CITATION Mar16 \p 17-18 \l 14345 ]
9
[CITATION Mar16 \p 17 \n \y \l 14345 ]
10
[CITATION Ded11 \p 78 \n \y \l 14345 ]
11
[CITATION Ded11 \p 78 \n \y \l 14345 ]
6
mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf.
Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah,
sebelum habis 'iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah
mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-
Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun.”12
2. Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah
rajiah, haram dan dilarang untuk dipinang.
12
[CITATION Dep09 \p 38 \l 14345 ]
13
[CITATION Kom \n \y \l 14345 ]Pasal 12.
14
[CITATION Mar16 \p 20 \n \y \l 14345 ]
7
diketahui identitas maupun pribadi wanita yang akan dikawininya,
Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
8
Menurut Imam Nawawi dan Jumhur ulama meminang pinangan
orang lain haram hukumnya berdasarkan sabda Rasulullah saw. “Seorang
mukmin adalah saudara mukmin yang lain. Oleh karena itu, tidak halal bagi
seorang mukmin meminang seorang perempuan yang telah dipinang oleh
saudaranya hingga nyata sudah ditinggalkannya.” Mereka sepakat akan
keharaman hal tersebut bila pinangan itu jelas diterima. Ketika orang yang
meminang pinangan orang lain itu menikah maka dia telah berbuat maksiat,
tapi perkawinannya sah.17
1. Syarat Mustahsinah
17
[CITATION Ded11 \p 75 \n \y \l 14345 ]
18
[CITATION Kom \n \y \l 14345 ]Pasal 13.
19
[CITATION Kam74 \p 28 \l 14345 ]
9
Wanita yang dipinang hendaknya sekufu atau sejajar dengan laki-
laki yang meminang. Misalnya tingkat keilmuannya, status sosial, dan
kekayaan.
6. Syarat Lazimah
20
[CITATION Kam74 \p 28-30 \n \y \l 14345 ]
21
[CITATION Kam74 \p 30 \n \y \l 14345 ]
22
[CITATION Ami09 \p 51 \n \y \l 14345 ]
10
suami maupun iddah karena terjadi talaq raj’iy maupun ba’in. Allah
Swt berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 235.
a. Iddah wanita karena suaminya wafat. Dalam hal ini ulama sepakat
bahwa boleh melakukan pinangan secara kinayah (sindiran) karena
hak suami sudah tidak ada.
23
[CITATION Wah97 \p 6497-6499 \l 14345 ]
11
peminang pertama, memecah belah hubungan kekeluargaan dan
menggangu ketentraman.
24
[CITATION MAT09 \p 27-29 \l 14345 ]
25
[CITATION Abd10 \p 78 \l 14345 ]
12
dibatalkan beranggapan bahwa larangan menyebabkan batalnya sesuatu yang
dilarang. 26
26
[CITATION Ami09 \p 54 \n \y \l 14345 ]
13
Khitbah secara syar’i mempunyai posisi sebagai janji untuk
menikah pada waktu yang disepakati. Janji tersebut mengikat kedua pihak
yang berjanji. seseorang yang telah mengkhitbah seorang wanita, ia wajib
memenuhi janjinya untuk menikah setelah jangka waktu yang disepakati
habis. Jika jangka waktu yang telah disepakati habis dan tidak ada berita
dari pihak pria yang mengkhitbah, maka ikatan janji itu telah rusak.
Ketentuan tersebut berlaku jika ikatan janji itu dikaitkan dengan jangka
waktu tertentu.
1. Jika yang diberikan itu adalah mahar yang diberikan dimuka, maka
pihak wanita harus mengembalikan mahar tersebut. Mahar yang
diberikan sebelum akad nikah, maka statusnya adalah sesuatu atau
harta yang dititipkan/diamanahkan oleh pihak pria kepada wanita
untuk dijadikan sebagai mahar pada saat akad nikah. Karena
statusnya sebagai titipan, maka harus dikembalikan kepada pihak
pria saat akad khitbah dibatalkan.
2. Jika yang diberikan itu adalah biaya pesta pernikahan, maka harta
itu harus dikembalikan kepada pihak yang memberikan.
3. Jika yang diberikan itu adalah hadiah khitbah dan hadiah lainnya,
maka hadiah tersebut tidak boleh diminta kembali, dan pihak yang
14
diberi juga tidak perlu mengembalikannya. Karena hadiah itu
statusnya seperti hibah.
15
III. Penutup
A. Kesimpulan
16
Daftar Pustaka
Ria, Wati Rahmi dan Muhamad Zufikar. Hukum Keluarga Islam. Bandar Lampung:
Zam-zam Tower. 2017.
Tihami, M. A. dan Sohal Sahrani. Fiqh Munakahat Kajian Fiqh Nikah Lengkap.
Jakarta: Raja. 2009.
Ahmad, Hady Mufa’at. Fiqh Munakahat Hukum Perkawinan Islam. Semarang: Duta
Grafika. 1992.
al-Anshari, Zakaria. Fath al- Wahab, Juz II. Beirut: Dar al-Fikr al-Arabi.
Saebani, Beni Ahmad dan Syamsul Falah. Hukum Perdata Islam di Indonesia.
Bandung: CV Pustaka Setia. 2011.
17