PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Secara umum, teori merupakan bahan dasar yang digunakan untuk meramalkan atau
memprediksi jawaban atas permasalahan penelitian. Menurut Kerlinger (1979:64) teori
merupakan seperangkat konstrak (variable), definisi, dan proposisi yang saling berhubungan
yang mencerminkan pandangan sistematik atas suatu fenomena dengan cara memerinci
hubungan antarvariabel yang ditunjukan untuk menjelaskan fenomena alamiah. Berdasarkan
definisi ini, teori dalam penelitian kuantitatif merupakan seperangkat konstrak (atau variable)
yang bersosialisasi dengan proposisi atau hipotesis yang memrinci hubungan antar variable
(biasanya dalam konteks magnitude atau direction). Suatu teori dalam penelitian bisa saja
berfungsi sebagai argumentasi, pembahasan, atau alasan. Teori biasanya membantu
menjelaskan (atau memprediksi) fenomena yang muncul di dunia.
Labovitz dan Hegedon (1971:17) menambahkan definisi teori ini dengan gagasan
tentang theoretical rationale, yang dimaknai sebagai “usaha mengetahui bagaimana dan
mengapa variable-variabel dan pernyataan-pernyataan rasioanal saling berhubungan satu
sama lain. Mengapa variable bebas X, mempengaruhi atau berefek pada variable terikat Y?
Dalam hal ini, eori akan menyediakan penjelasan atas ekspektasi atau prediksi atas
keterhubungan ini. Pembahasan mengenai teori biasanya muncul di bagian tinjauan pustaka
atau di bagian khusus, seperti landasan teori, logika teoritis, atau perspektif teoritis karena
istilah ini lebih banyak digunakan sebagi bagian yang terpisahkan dalam penelitian-
penelitian.
1. Teori Level Mikro, memberikan penjelasan yang hanya terbatas pada waktu, ruang,
dan jumlah tertentu, seperti Teori Goffman tentang gerak wajah ( facework) yang
2
menjelaskan bagaimana orang berinteraksi face-to-face ketika berada dalam ritual-
ritual keagamaan.
2. Teori Level Meso, Menghubungkan teori Level Mikro dan Level Makro.Teori ini
pada umumnya meliputi teori tentang organisasi, pergerakan sosial, dan komunitas,
seperti teori Collin tentang control dalam organisasi
3. Teori Level Makro dari Lenski tentang strasifikasi sosial, misalnya menjelaskan
bagaimana surplus suatu masyarakat dapat meningkat seiring dengan perkembangan
masyarakat tersebut.
Teori dalam penelitian kuantitatif menjadi faktor yang sangat penting dalam proses
penelitian itu sendiri. Pada penelitian kuantitatif, teori digunakan untuk menuntun peneliti
menemukan masalah penelitian, menemukan masalah penelitian, menemukan hipotesis,
menemukan konsep-konsep, menemukan metedologi, dan menemukan alat-alat analisis data,
karena ini amat penting teori dibicarakan dalam setiap pembahasan penelitian kuantitatif
mengingat perananya yang dominan itu. Melihat pentingnya kedudukan memahami teori dan
mengerti kedudukannya dalam penelitian. Teori juga merupakan sebagai alat penolong teori
dalam memberikan arah bagi penelitian.
1. Teori mendefinisikan orientasi utama dari ilmu dengan cara memberikan definisi
terhadap jenisi-jenis data uang akan dibuat abstraksinya.
2. Teori memberikan rencana (scheme) konsepsual, dengan rencana mana fenomena-
fenomena yang relavan disistematiskan, diklasifikasikan, dan dihubung-hubungkan.
3. Teori memberi ringkasan terhadap fakta dalam bentuk generalisasi empiris dan sistem
generalisasi.
4. Teori memberikan prediksi terhadap paksa.
3
5. Teori memperjelas celah-celah dalam pengetahuan kita.
Teori mempunyai peranan yang sangat besar dalam penelitian, karena teori membantu
peneliti dalam menentukan tujuan dan arah penelitian dan dalam memilih konsep-konsep
yang tepat guna dalam pembentukan hipotesis-hipotesisnya. Dari definisi diatas fungsi teori
adalah :
4
Tradisi pemikiran Prancis dan Inggris yang dipengaruhi oleh filsafat positivisme dan
rumpun pemikiran di sekitar positivisme seperti; emprisisme, behaviorisme, naturalism, dan
“sainsme” . Tradisi ini berkembang akibat sedemikian terobsesi dan dipengaruhi oleh tradisi
ilmu-ilmu kealaman yang Aristotelian, dan semua ini adalah berkat jasa baik dari Aguste
Comte yang berobsesi megembangkan studi sains kealaman itu kepada objek manusia.
Paradigma ini bertumpu pada pandangan bahwa realitas itu pada hakikatnya bersifat materi
dan kealaman, sedangkan manusia pada hakikatnya bersifat materi dan kealaman, karena itu
menjadi bagian dari objek paradigma ini. Sebagai sebuah contoh adalah persoalan jiwa
(mind) yang terepleksi pada perilaku (behavior) adalah dua fenomena alam dalam objek
manusia yang pada hakikatnya dapat dipotret dan direkam, diamati sebagai bagian dari
pengalaman indrawi manusia. Tidak terbatas oada dua objek di atas, namun secara
keseluruhan kehidupan manusia dan dilingkungan sosialnya adalah sebuah keteraturan
alamiah yang dapat diamati sebagaimana juga fenomena alam lainnya.
Pandangan Positivisme dan aliran-aliran pemikiran yang mengitari positivisme ini kemudian
dikenal dengan paradigma penelitian kuantitatif. Pengaruh-pengaruh positivisme dalam
penelitian komunikasi sangat jelas ketika persoalan yang dipertanyakan adalah berkaitan
dengan perilaku-perilaku orang dalam konteks komunikasi. Begitu pula menyangkut
kekuatan-kekuatan media dalam memengaruhi jiwa manusia, kekuatan media dalam merubah
perilaku manusia dan sebagainya.
Pengetahuan yang berkembang melalui kacamata kaum post-positivis selalu didasarkan pada
observasi dan pengujian yang sangat cermat terhadap realitas objektif yang muncul di dunia
“luar sana”. Untuk istilah, melakukan observasi dan meneliti perilaku individu-individu
dengan berlandaskan pada ukuran angka-angka dianggap sebagai akitvitas yang amat penting
bagi kaum post-positivis. Akibatnya, muncul hukum-hukum atau teori-teori yang mengatur
dunia, yang menuntut adanya pengujian dan verifikasi atas kebenaran teori-teori tersebut agar
dunia ini dapat dipahami oleh manusia.
Membaca buku Philips dan Burbules (200), kita akan menemukan sejumlah asumsi
dasar yang menjadi inti dalam paradigma penelitian Post-positivis, yaitu:
5
Pengetahuan bersifat konjektural/ terkaan (dan antifondasioanl/ tidak berlandasan apa
pun) bahwa kita tidak pernah mendapatkan kebenaran absolut. Untuk itulah, bukit
yang dibangun dalam penelitian sering kali lemah dan tidak sempurna.
Penelitan merupakan proses membuat klaim-klaim, kemudian menyaring sebagian
klaim tersebut menjadi “klaim-klaim lain” yang kebenarannya jauh lebih kuat.
Pengetahuan dibentuk oleh data, bukti, dan pertimbangan-pertimbangan logis.
Penelitian harus mampu mengembangkan stateman-statemen yang relevan dan benar,
stateman-statemen yang dapat menjelaskan situasi yang sebenarnya atau dapat
mendeskripsikan relasi kausalitas dari suatu persoalan.
Aspek terpenting dalam penelitian adalah sikap objektif; para peneliti harus menguji
kembali metode-metode dan kesimpulan-kesimpulan yang sekiranya mengandung
bias.
Para peneliti juga perlu menyadari bahwa latar belakang mereka dapat mem[engaruhi
penafsiran mereka terhadapa hasil penelitian. Untuk itulah, ketika melakukan penelitian,
mereka harus memosisikan diri mereka sedemikan rupa seraya mengakui dengan rendah hati
bahwa interpetasi mereka tidak pernah lepas dari pengalaman pribadi, kultural, dan historis
mereka sendiri. Dalam konteks kontrukvisem, peneliti memiliki tujuan utama, yakni berusaha
memaknai (atau menafsirkan) makna-makan yang dimiliki orang lain tentang dunia ini.
Ketimbang mengawali penelitiannya dengan suatu teori (seperti dalam post-postivisme),
peneliti sebaiknya membuat atau mengembangkan suatu teori atau pola makna tertentu secara
induktif.
6
Sebagai contoh dalam membahas kontrutivisme ini, Crotty (1998) memperkenalkan
sejumlah asumsi:
Asumsi Kontruktivis:
Makna-makna dikontruksi oleh manusia agar mereka bisa terlibat dengan dunia yang
mereka tafsirkan. Para peneliti kualitatif cenderung menggunakan pertanyaan-
pertanyaan terbuka agar partisipan dapat mengungkapkan pandangan-pandangannya.
Manusia senantiasa terlibat dengan dunia mereka dan berusaha memahaminya
berdasarkan perspektif historis dan sosial mereka sendiri- kita semua dilahirkan ke
dunia makna yang dianugerahkan oleh kebudayaan di sekeliling kita. Untuk itulah,
para peneliti kualitatif harus memahami konteks dan latar belakang partisipan mereka
dengan cara mengunjungi konteks tersebut dan mengumpulkan sendiri informasi yang
dibutuhkan.
Pada dasarnya lingkungan sosial inilah yang menciptakan makna, yang muncul di
dalam dan di luar interaksi dengan komunitas manusia. Proses penelitian kualitatif
bersifat induktif di mana di dalamnya peneliti menciptakan makna dari data lapangan
yang dikumpulkan.
7
sosial dewasa ini, seperti pemberdayaan, ketidakadilan, penindasan, penguasaan,
ketertindasan, dan pengasingan. Peneliti dapat mengawali penelitian mereka dengan salah
satu isu-isu ini sebagai fokus penelitian.
Prinsip lain berasal dari kelompok pragmatis. Paradigma filosofis yang satu ini
memiliki banyak bentuk, tetapi pada umumnya pragmatisme sebagai pandangan-dunia lahir
dari tindakan, situasi, dan konsekuensi yang sudah ada, dan bukan dari kondisi sebelumnya
(seperti dalam post-positivisme). Pandangan-dunia ini berpijak pada aplikasi dan solusi atas
problem yang ada (Patton, 1990). Ketimbang berfokus pada metode, para peneliti pragmatik
lebih menekankan pada pemecahan masalah dan menggunakan semua pendekatan yang ada
untuk memahami masalah tersebut (Lihat Rosman & Wilson, 1985).
Sebagai salah satu paradigma filosofis untuk penelitian metode campuran, Morgan
(2007), dan Patton (1990), serta Tashakkori dan Teddlie (2010) menekankan pentingnya
paradigma pragmatis ini bagi para peneliti metode campuran, yang pada umumnya harus
berfokus pada masalah-masalah penelitian dalam ilmu sosial humaniora, kemudian
menggunakan pendekatan yang beragam untuk memperoleh pengetahuan lebih mendalam
tentang problem-problem tersebut.
Pragmatisme tidak hanya diterapkan untuk satu sistem filsafat atau realitas saja.
Setiap peneliti memiliki kebebasan untuk memilih.
Kaum pragmatis tidak melihat dunia sebagai kesatuan yang mutlak.
Kebenaran adalah apa yang terjadi pada saat itu.
Para peneliti pragmatis selalu melihat apa dan bagaimana meniliti, seraya mengetahui
apa saja akibat-akibat yang akan mereka terima kapan dan dimana harus menjalankan
penelitian tersebut.
Kaum pragmatis setuju bahwa peneliti selalu muncul dalam konteks sosial, historis,
politis dan lain sebagainya.
Percaya akan dunia eksternal yang berada diluar pikiran manusia.
Untuk itulah, bagi para peneliti metode campuran, pragmatisme dapat membuka pintu
untuk menerapkan metode-metode yang beragam, pandangan dunia yang berbeda-
beda, dan asumsi-asumsi yang berbeda dalam pengumpulan analisis data.
8
Strategi-strategi penelitian merupakan jenis rancangan penelitian kualitatif,
kuantitatif, dan metode campuran yang mendapatkan prosedur-prosedur khusus dalam
penelitian. Strategi-strategi yang tersedia bagi peneliti sebenarnya sudah muncul bertahun-
tahun lalu saat teknologi komputer telah mempercepat aktivitas kita dalam menganalisis data-
data yang rumit. Strategi-strategi tersebut hadir ketika manusia sudah mampu
mengartikulasikan prosedur-prosedur baru dalam melakukan penelitian ilmu sosial.
Selama akhir abad ke-19 dan sepanjang abad ke-20, strategi-strategi penelitan yang
berkaitan dengan rancangan penelitian kuantitatif selalu melibatkan pandangan dunia Post-
positivis dan terutama berakar pada psikologi. Strategi-strategi ini meliputi eksperimen-
eksperimen nyata, eksperimen-eksperimen yang kurang rigid yang sering disebut dengan
kuasi-eksperimen (Campbell & Stanley, 1963). Rancangan eksperimental tambahan adalah
analisis perilaku tambahan atau eksperimen single-subject dengan perlakuan eksperimental
yang diberikan setiap saat ke individu tunggal atau individu dalam jumlah tidak banyak
(Cooper, Heron, & Heward 2007; Neuman & McCormick, 1995).
9
dengan meneliti satu sampel dari populasi tersebut. Penelitian ini meliputi studi-studi
cross-sectional dan longitudinal yang menggunakan kuesioner atau wawancaea
terstruktur untuk pengumpulan data, dengan tujuan untuk menggeneralisasi dari
sampel menjadi populasi (Fowler 2008).
Penelitian eksperimen (eksperimen research) berusaha menentukan apakah suatu
treatment memengaruhi hasil penelitian. Pengaruh ini dinilai dengan cara menerapkan
treatment tertentu pada satu kelompok (sering disebut kelompok kontrol, penj.), lalu
menentukan bagaiman dua kelompok tersebut menentukan hasil akhir. Penelitian ini
mencakup eksperimen-eksperimen dengan penugasan acak (random assignment) atas
subjek-subjek yang di-treatment dalam kondisi tertentu, dan kuasi-eskperimen dengan
prosedur non-acak (Keppel,1991). Termasuk dalam kuasi-eksperimen adalah
rancangan single-subject.
Untuk penelitian kualitatif, jumlah dan jenis pendekatan sudah menjadi lebih jelas
terlihat sepanjang tahun 1990-an dan memasuki abad ke-21. Sejarah penelitian kualitatif
berasal dari antropologi, sosiologi, humaniora, dan evaluasi.
10
tertentu yang berasal dari pandangan-pandangan partisipan. Rancangan ini
menggunakan berbagai tahap pengumpulan data dan penyaringan serta antar-
hubungan kategori-kategori informasi yang diperoleh (Charmaz, 2006; Corbin dan
Strauss, 2007).
Etnografi adalah rancangan penelitian yang berasal dari antropologi dan sosiologi
yang di dalamnya peneliti menyelidiki pola perilaku, bahasa, dan tindakan dari suatu
kelompok kebudayaan di lingkungan yang alamiah dalam periode waktu yang cukup
lama. Pengumpulan data sering melibatkan observasi dan wawancara.
Studi Kasus merupakan rancangan penelitian yang ditemukan di banyak bidang,
khususnya evaluasi, di mana peneliti mengembangkan analisis mendalam atas suatu
kasus, sering kali program, peristiwa, aktivitas, proses, atau satu individu atau lebih.
Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi
secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data
berdasarkan waktu yang telah ditentukan (Stak, 1995; Yin, 2009, 2012).
Tiga model utama metode campuran yang dijumpai dalam ilmu pengetahuan sosial
saat ini:
11
Metode penelitian parallel konvergen adalah bentuk rancangan metode campuran di
mana peneliti mengumpulkan atau menggabungkan data kuantitatif dan kualitatif agar
dapat memberikan analisi masalah penelitian secara komprehensif.
Metode Campuran sekuensial eksplanatori adalah metode di mana peneliti terlebih
dahulu melakukan penelitian kuantitatif, menganalisis hasil dan kemudian menyusun
hasil untuk menerangkannya secara lebih terperinci dengan penelitian kualitatif.
Metode campuran sekuensial eksploratori adalah kebalikan dari rancangan sekuensial
eksplanatori. Dalam pendekatan sekuensial eksploratori, peneliti terlebih dahulu
memulai dengan fase penelitian kualitatif dan mengeksplorasi pandangan para
partisipan.
Metode kuantitatif
Bersifat pre-determined
Pertanyaan berbasis instrumen
Data kinerja, data sikap, data observasi, dan data sensus
Data statistik
Interpretasi statistik
Ada dua metode yang sering digunakan dalam penelitian kuantitatif, yaitu :
Metode Survei
12
Metode survei merupakan metode yang menggunakan kuesioner sebagai instrumen
utama untuk mengumpulkan data. Metode ini adalah metode yang paling sering dipakai di
kalangan mahasiswa.
Metode Eksperimen
Metode Kualitatif
Metode yang berkembang
Pertanyaan terbuka
Data wawancara, data observasi, data dokumen dan data audiovisual
Interpretasi tema dan pola
Prosedur kualitatif tetap mengandalkan data berupa teks dan gambar, memiliki
langkah-langkah unik dalam analisis datanya, dan besumber strategi penelitian yang berbeda-
beda. Menuliskan bagian metode-metode untuk proposal peneliti kualitatif mewajibkan
pembaca-pembaca berpendidikan sesuai dengan maksud penelitian, menyebutkan rancangan
khusus, dengan hati-hati merefleksikan peran peneliti dalam penelitian, menggunakan daftar
jenis sumber data yang tidak ada habisnya, menggunakan protocol khusus untuk merekam
data, menganalisis informasi melalui berbagai langkah analisis, dan menyebutkan
13
pendekatan-pendekatan untuk mendokumentasikan akurasi atau validitas data yang
dikumpulkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, John W. 2003. Research Design : Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Walliman, Nicholas. 2001. Your Research Project: a step-by-step guide for the first-time
15
Researcher. London: Sage Publications, Inc.
Irawan, Prasety. 2006. Penelitian Kualitatif & Kuantitatif untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta:
16