Anda di halaman 1dari 12

Salah satu fungsi penting teori adalah memberikan penjelasan tentang gejala-

gejala, baik bersifat alamiah maupun bersifat sosial. Pemenuhan fungsi itu tidak
hanya dilakukan dengan mengemukakan, melukiskan gejala-gejala, melainkan
disertai dengan keterangan tentang gejala tersebut baik dengan membandingkan,
menghubungkan, memilah-milah, atau mengkombinasikannya. Hal ini
menegaskan bahwa fungsi teori adalah menjelaskan keterkaitan antara kajian
teoritis dengan hal-hal yang sifatnya empiris.
       Dalam penjelasan terhadap gejala-gejala, dapat dilakukan melalui berbagai
bentuk, seperti melalui penjelasan logis, penjelasan sebab akibat, penjelasan final
(menerangkan sebuah proses berdasarkan tujuan yang ingin dicapai), penjelasan
fungsional (cara kerja), penjelasan historis atau genensis (berdasarkan terjadinya),
serta melalui penjelasan analog (dengan menganalogkan melalui struktur-struktur
yang lebih dikenal). Khusus dalam kaitan dengan penelitian atau pengembangan
ilmu, fungsi teori adalah sebagai landasan dalam merumuskan hipotesis.
       Teori adalah kebenaran yang tidak terbantahkan. Tetapi hal ini berlaku
sebelum muncul teori baru yang dapat menumbangkan teori tersebut. Keyakinan
terhadap kebenaran toeri ini menjadikan fungsi toeri adalah menjelaskan
kebanaran dalam menerangkan suatu gejala yang dapat dipertanggung-
jawabkan secara ilmiah, karena didukung oleh fakta-fakta empirik.
      Karena itu pula, sekali teori telah dibangun dan diterima oleh kalangan
ilmuwan dalam bidangnya, maka teori akan melaksanakan berbagai
fungsinya. Fungsi teori dalam hal ini untuk mengantar sesorang kepada
kepeduliannya untuk mengamati hubungan-hubungan yang terjadi,
membantu dalam mengumpulkan dan menyusun data yang relevan,
menjelaskan kebenaran operasional (mengarahkan kepada ramalan-
ramalan yang dapat diuji dan diverifikasi), penggunaan istilah-istiah
tertentu secara konsisten, dalam membangun metode-metode baru sesuai
dengan situasi yang terjadi atau dalam mengevaluasi metode-metode yang
telah dibangun sebelumnya, serta dalam membantu menjelaskan perilaku
yang terjadi pada individu dan bagaimana cara-cara mengatasinya.
        Stephen Little John dalam buku Theories On Human Communication (1995)
menguraikan fungsi teori.
1. Teori mengorganisir/meringkaskan pengetahuan,sehingga kita tidak perlu
memulai semua dari
     awal, kita bisa memulai penyelidikan dari pengetahuan-pengetahuan yang
terlah teroganisir dari
     generalisasi para ilmuan sebelum kita.
2. Teori memusatkan perhatian kita pada variable-variabel dan hubungan-
hubungan dan bukannya
     yang lain. Ia seperti peta yang menunjukkan kita wilayah atau bidang
observasi.
3. Teori mengklarifikasi apa yang diobservasi. Klarifikasi itu tidak saja
membantu pengamat
     memahami hubungan-hubungan tetapi juga memaknai peristiwa-peristiwa
spesifik. Teori komunikasi,
     sejatinya, menyediakan panduan untuk memaknai, menjelaskan, dan
memahami kerumitan hubungan
     manusiawi.
4. Teori menawarkan bantuan observasi. Ini masih ada hubungan dengan
fungsi focus, tetapi bukan
     hanya menekankan apa yang diselidiki tetapi juga bagaimana cara menyelidiki.
Ini terutama pada teori-          teori yang menyediakan defenisi operasional,
dengan mana ahli teori memberikan kemungkinan indicator-      indikator dari
konsep-konsep spesifik. Dengan demikian, dengan mengikuti petunjuk itu, kita
dipimpin
     menyelidiki rincian-rincian yang telah dielaborasi oleh teori.
5. Teori berfungsi memprediksi. Fungsi prediksi inilah yang menurut Little John
dan banyak lainnya,
     sebagai fungsi yang paling banyak dipedebatkan sebagai tema tujuan
penyelidikan ilmiah. Banyak teori
     memberi jalan bagi para teoritisi membuat pridiksi hasil dan efek dalam data.
Kemampuan prediksi teori
     ini, sangat penting pad wilayah-wilayah aplikasi serperti persuasi, psikoterapi,
komunikasi organisasi,
    periklanan, public relation, komunikasi pemasaran, dan media massa. Ada
beragam teori komunikasi yang
    menyediakan kita alatbantu untuk mengembangkan keterampilan dan
kemampuan di bidang
    komunikasi.
6. Teori berfungsi Heuristik. Ada aksioma umum bahwa teori yang baik
menghasilkan penyelidikan-
     penyelidikan lanjutan. Spekulasi-spekulasi yang diajukan kepada teori
komunikasi sering kali
     menyediakan panduan arah mana riset dilakukan, dan karenanya menjadi
alatbantu penyelidikan.
     Fungsi heuristic alatbantu penyelidikan sangatlah vital bagi pengembangan
ilmu dan dalam arti tertentu
     merupakan akibat dari berkembangnya fungsi-fungsi teori lainnya. Fungsi ini
masih terus diperdebatkan
     juga. Intinya kritik bahwa fungsi ini seringkali justru diabaikan, dan justru
berfokus pada fungsi justifikasi
     atau pengujian hypothesis.
7. Teori berfungsi komunikatif. Setiap peneliti dan toritisi ingin dan
membutuhkan publikasi hasil-hasil
    observasi dan spekulasi mereka untuk pihak-pihak yang berminat. Teori
menyediakan kerangka kerja
    untuk proses komunikasi ini dengan menyediakan forum terbuka untuk
perdebatan, diskusi dan kritisi.
    Melalui komunikasi beragam penjelasan-penjelasan mengenai topik studi kita,
perbandingan dan
    pengembangan-pengembangan dimungkinkan.
8. Teori berfungsi Kontrol. Fungsi ini terkait dengan pertanyaan-pertanyaan
mengenai penilaian
     efektifitas, dan kelayakan suatu sikap tertentu. Teori demikian sering
dihubungkan dengan teori
     normative, yang mencari ferforma norma-norma yang mapan. Tentu saja
banyak teori, yang tidak
     berupaya memenuhi fungsi ini, tetapi banyak teoritisi yakin bahwa semua teori
pada dasarnya
     berorientasi nilai dan kontrol, bahwkan ketika teoritisinya tidak bermaksud
demikain.
9. Teori berfungsi generative. Fungsi ini sangat relevan dengan tradisi
interpretative dan kritis, serta
      paradikma alternative dalam ilmu social. Singkatnya, berarti menggunakan
teori untuk menantang cara
      hidup yang sudah ada, dan untuk memunculkan cara hidup baru – fungsi teori
untuk meraih perubahan.
      Menurut Kenet Gergen, “ kemampuan untuk menantang asumsi-asumsi yang
telah menjadi panduan
      dalam masyarakat, memunculkan pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan
sosial terkini, memacu
     pertimbangan tentang apa yang “taken for granted”, dan karenanya untuk
memunculkan alternative-
     alternative segar bagi tindakan sosial.”
Menurut Soerjono Soekanto (2010; 26) ada lima kegunaan Teori
1.     Suatu atau beberapa teori merupakan ikhtisar hal-hal yang telah diuji
kebenarannya yang menyangkut
         objek yang dipelajari.
2.     Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
seseorang yang
         memperdalam pengetahuannya.
3.     Teori berguna untuklebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta
yang dipelajari.
4.     Suatu teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,
membina struktur konsep-
         konsep serta memperkembangkan definisi-definisi yang penting untuk
penelitian.
5.     Pengetahuan teoritis memberikan kemungkinan-kemungkinanvuntuk
mengadakan proyeksi sosial,
         yaitu usaha untuk dapat mengetahui kea rah mana masyarakat akan
berkembang atas dasar fakta yang
         diketahui pada masa yang lampau dan pada dewasa ini.

Fungsi Teori Dalam Penelitian


Teori diterapkan dalam penelitian kuantitatif, kualitatif dan metode campuran
dengan tujuan yang berbeda-beda. Para peneliti kuantitatif menggunakan teori
untuk memberikan penjelasan atau perkiraan tentang relasi antarvariabel dalam
penelitian. Peneliti kuantitatif membutuhkan landasan teoritis tentang variabel-
variabel untuk membantu merancang latar belakang dan hipotesis penelitian.
Teori menjelaskan bagaimana dan mengapa variabel-variabel itu berhubungan
satu sana lain dan berfungsi sebagai jembatan antarvariabel. Ruang lingkup teori
bisa saja luas ataupun sempit.

Sebagaimana dalam penelitian kuantitatif, para peneliti kualitatif juga menerapkan


teori sebagai penjelasan umum, misalnya dalam etnografi atau studi kasus. Teori
juga bisa diterapkan sebagai perspektif teoritis untuk membantu peneliti
memunculkan pertanyaan-pertanyaan tentang gender, kelas, ras dan sebagainya.
Teori juga dapat diterapkan sebagai poin akhir penelitian, pola, atau generalisasi
yang secara induktif berawal dari pengumpulan analisis data. Para peneliti
kualitatif yang menerapkan grounded, misalnya berusaha menghasilkan suatu
teori yang didasarkan pada pandangan para partisipan lalu memposisikannya
sebagai kesimpulan akhir dari penelitiannya. Namun, dalam fenomenologi, ada
juga beberapa penelitian kualitatif yang tidak menyertakan teori secara eksplisit,
dimana hanya menyajikan deskriptif tentang fenomena utama.

Sedangkan para peneliti metode campuran dapat menerapkanteori secara deduktif


(sebagaimana dalam penelitian kuantitatif) ataupun secara induktif ( sebagaimana
penelitian kualitatif). Mereka juga dapat mengawalinya dengan menggunakan
perspektif-perspektif teoritis (misalnya, yang berhubungan dengan gender, gaya
hidup, ras, etnis, dan kelas).

Peranan dan Fungsi Teori


Neuman (2003) Teori adalah suatu sistem gagasan dan abstraksi yang
memadatkan dan mengorganisir berbagai pengetahuan manusia tentang
dunia sosial sehingga mempermudah pemahaman manusia tentang dunia
social. Ia juga mengemukakan bahwa teori adalah seperangkat konstruk
(konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena
secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga
dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.

Menurut Wiersma (1986), teori adalah generalisasi atau kumpulan


generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena
secara sistematik. Teori menyediakan konsep-konsep yang relevan,
asumsi-asumsi dasar yang bisa digunakan, membantu dalam mengarahkan
pertanyaan penelitian yang dapat diajukan dan membantu dalam
memberikan makna terhadap data.

Peranan penting Teori untuk pembangun suatu ilmu:

1.Teori sebagai orientasi; Memberi suatu orientasi kepada para ilmuwan sehingga
teori tersbut mempersempit cakupan yang akan ditelaah, sedemikian rupa
sehingga dapat menentukan fakta – fakta yang ditemukan.
2.Teori sebagai konseptual dan klasifikasi; dapat memberikan petunjuk tentang
kejelasan ubungan antara konsep – konsep dan fenomena atas dasar klasifikasi
tertentu.

3.Teori sebagai generalisasi; memberikan rangkuman terhadap generalisasi


empirik dan antar hubungan dari berbagai proposisi.

4.Teori sebagai peramal fakta; memuat prediksi tentang adanya faka dengan
membuat ekstrapolasi dari yang sudah diketahui kepada yang belum diketahui.

Teori dalam penelitian kualitatif mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai


alat (means) dan sebagai tujuan (ends). Fungsi pertama, teori sebagai alat
pada umumnya digunakan oleh peneliti untuk mencapai tujuan penelitian
melalui usaha penelitian dalam melengkapi dan menyediakan keterangan
terhadap suatu fenomena khusus, sehingga memungkinkan si peneliti
mengetahui sesuatu secara maksimal. Fungsi kedua, teori sebagai tujuan
teori yang menghasilkan petunjuk dan kisi-kisi kerja yang harus
diperhatikan oleh para peneliti. Teori yang digunakan tidak dapat
ditentukan sebelumnya apriori. Penelitian tidak bertujuan menguji atau
membuktikan kebenaran suatu teori. Teori itu bahkan dikembangkan
berdasarkan data yang dikumpulkan (mengembangkan teori).

Fungsi Teori Pada Penelitian


Kualitatif
Tidak mungkin melakukan penelitian tanpa teori dan tidak mungkin
mengembangkan suatu teori tanpa penelitian. Teori menyediakan konsep-konsep
yang relevan, asumsi-asumsi dasar yang bisa digunakan, membantu dalam
mengarahkan pertanyaan penelitian yang dapat diajukan dab membantu dalam
memberikan makna terhadap data.

Berdasarkan pada penjelasan diatas maka kedudukan teori dalam penelitian


sebagai berikut :

1.Konsep- konsep yang digunakan dalam penelitian dan membantu dalam


penelitian terapan deskriptif lebih focus memfokuskan pada analisa data dan
rekomendasi. Teori sebagai alat bantu dan menyediakan menafsirkan data.

2.Penelitian murni lebih menekankan ada pengunaan teori sebagai sentral


kegiatannya karena tujuan dari penelitian ini adalah pengembangan ilmu
pengetahuan.

Kegunaan dan fungsi teori

Kooper dan Schindler (2003) menyatakan kegunaan teori dalam penelitian adalah
sebagai berikut :
1.Teori mempersempit fakta yang perlu kita pelajari dengan menyederhanakan
gejala social yang rumit dan kompleks.

2.Teori mengusulkan  pendekatan penelitian yang memungkinkan untuk


menghasilkan makna yang paling baik.

3.Teori menyarankan sebuah sistem dalam penelitian untuk menentukan data dan
mengklarifikasikan mereka dengan cara yang paling bermakna.

4.Teori merangkum apa yang diketahui tentang objek penelitian dan menyatakan
keseragaman yang berada di luar pengamatan langsung.

5.Teori dapat digunakan untuk memprediksi fakta lebih lanjut yang harus
ditemukan.

Hipotesis Penelitian
Pengertian Hipotesis Penelitian

Hipotesis Penelitian adalah jawaban sementara terhadap pertanyaan-


pertanyaan penelitian. Hipotesis dapat dijelaskan dari berbagai sudut pandang,
misalnya secara etimologis, teknis, statistik, dan lain sebagainya.

a. Secara etimologis, hipotesis berasal dari dua kata hypo yang berarti “kurang
dari” dan thesis yang berarti pendapat. Jadi, hipotesis merupakan suatu pendapat
atau kesimpulan yang belum final, yang harus diuji kebenarannya (Djarwanto,
1994 : 13).

b. Hipotesis merupakan suatu pernyataan sementara yang diajukan untuk


memecahkan suatu masalah, atau untuk menerangkan suatu gejala (Donald Ary,
1992 : 120).

c. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang


kebenarannya harus diuji secara empiris (Moh.Nazir, 1998: 182).

d. Secara teknis, hipotesis merupakan pernyataan mengenai keadaan populasi


yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel
penelitian (Sumadi Suryabrata, 1991 : 49).

e. Secara statistik, hipotesis merupakan pernyataan mengenai keadaan parameter


yang akan diuji melalui statistik sample (Sumadi Suryabrata, 2000 : 69).

f. Ditinjau dalam hubungannya dengan variabel penelitian, hipotesis merupakan


pernyataan tentang keterkaitan antara variabel-variabel (hubugan atau perbedaan
antara dua variabel atau lebih).
g. Ditinjau dalam hubungannya dengan teori ilmiah, hipotesis merupakan deduksi
dari teori ilmiah (pada penelitian kuantitatif) dan kesimpulan sementara sebagai
hasil observasi untuk menghasilkan teori baru (pada penelitian kualitatif).

Hipotesis Penelitian

Hipotesa Penelitian atau biasa disebut hipotesis penelitian adalah jawaban


sementara terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian. Jadi para peneliti akan
membuat hipotesa dalam penelitiannya, yang bertujuan untuk menjadikannya
sebagai acuan dalam menentukan langkah selanjutnya agar dapat membuat
kesimpulan-kesimpulan terhadap penelitian yang dilakukannya.

Penelitian kuantitatif pasti membutuhkan hipotesa penelitian. Sedangkan


penelitian kualitatif belum tentu mempunyai hipotesa penelitian. Kalaupun ada,
dalam penelitian kualitatif, hipotesa yang dibuat adalah hipotesa tentative atau
disebut juga dengan hipotesa kira-kira.

Baca juga: Hipotesis Statistik.

Dasar Pemikiran Pembuatan Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian kuantitatif, keberadaan hipotesis dipandang sebagai komponen


penting dalam penelitian. Oleh karena itu sebelum terjun ke lapangan hendaknya
peneliti telah merumuskan hipotesis penelitiannya. Pentingnya hipotesis dalam
penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Hipotesis yang mempunyai dasar yang kuat menunjukkan bahwa peneliti telah
mempunyai cukup pengetahuan untuk melakukan penelitian pada bidang tersebut.

b. Hipotesis memberikan arah pada pengumpulan dan penafsiran data.

c. Hipotesis merupakan petunjuk tentang prosedur apa saja yang harus diikuti dan
jenis data apa saja yang harus dikumpulkan.

d. Hipotesis memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan penelitian.

Ciri-ciri Rumusan Hipotesis Penelitian

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan peneliti dalam merumuskan hipotesis
(Sumadi Suryabrata, 2000: 70), yaitu:

a. Hipotesis harus menyatakan pertautan antara dua variabel atau lebih (dalam
satu rumusan hipotesis minimal terdapat dua variabel).

b. Hipotesis hendaknya dinyatakan secara deklaratif (kalimat pernyataan).

c. Hipotesis hendaknya dirumuskan dengan jelas.


d. Hipotesis harus dapat diuji kebenarannya.

Jenis-jenis Hipotesis Penelitian

Ada beberapa jenis hipotesis. Untuk mempermudah dalam mempelajari, hipotesis


dapat diklasifikasikan berdasarkan rumusannya dan proses pemerolehannya.

a. Ditinjau dari rumusannya, hipotesis penelitian dibedakan menjadi :

1) Hipoteis kerja, yaitu hipotesis “yang sebenarnya” yang merupakan sintesis dari
hasil kajian teoritis. Hipotesis kerja biasanya disingkat H1 atau Ha.

2) Hipotesis nol atau hipotesis statistik, merupakan lawan dari hipotesis kerjadan
sering disingkat Ho.

Ada kalanya peneliti merumuskan hipotesis dalam bentuk H1 dan Ho untuk satu
permasalahan penelitian. Hal ini didasari atas pertimbangan bahwa Ho „sengaja”
dipersiapkan untuk ditolak, sedangkan H1 “dipersiapkan” untuk diterima
(Sudarwan Danim dan Darwis, 2003 : 171).

b. Ditinjau dari proses pemerolehannya, hipotesis penelitian dibedakan menjadi:

1) Hipotesis induktif, yaitu hipotesis yang dirumuskan berdasarkan pengamatan


untuk menghasikan teori baru (pada penelitian kualitatif)

2) Hipotesis deduktif, merupakan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan teori


ilmiah yang telah ada (pada penelitian kuantitatif).

Hubungan antara hipotesis dengan observasi dan teori ilmiah pada hipotesis
induktif dan deduktif dapat divisualisasikan sebagai berikut (Trochim, 2005).

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penjelasan yang panjang di atas tentang hipotesis, mulai dari


pengertian hipotesa sampai dengan jenis hipotesa, maka statistikian coba
membuat kesimpulan tentang artikel Hipotesis atau yang dalam Bahasa Indonesia
lebih dikenal dengan istilah Hipotesa. Berikut kesimpulannya:
Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian.
Jika kita melakukan penelitian, maka kita akan dihadapkan pada hipotesa
penelitian, terutama dalam penelitian kuantitatif. Hipotesis penelitian dibuat oleh
peneliti sebagai acuan dalam menentukan langkah selanjutnya yang harus
dilakukan untuk membuat kesimpulan-kesimpulan penelitian. Jenis Hipotesis
Penelitian antara lain: Hipotesa kerja, hipotesa nol, hipotesa induktif dan hipotesa
deduktif.

Definisi Kerangka Pikir


Menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2011 : 60) mengemukakan bahwa
“Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai hal yang
penting jadi dengan demikian maka kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman
yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang
paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk
proses dari keseluruhan dari penelitian yang akan dilakukan.”
Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar
variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan
antara variabel independen dan dependen, bila dalam penelitian ada variabel
moderator dan intervening, maka juga perlu dijelaskan, mengapa variabel itu
diikutkan. Pertautan antar variabel tersebut tersebut selanjutnya dirumuskan
kedalam bentuk paradigma penelitian yang didasarkan pada kerangka berpikir.
Perlu diketahui bahwa tidak semua penelitian memiliki kerangka berpikir.
Kerangka berpikir pada umumnya hanya diperuntukkan pada jenis Penelitian
Kuantatif. Untuk Penelitian Kualitatif kerangka berpikirnya terletak pada kasus
yang selama ini dilihat atau diamati secara langsung oleh penulis. Sedangkan
untuk Penelitian Tindakan Kelas kerangka berpikirnya terletak pada refleksi,
baik pada peneliti maupun pada partisipan. Hanya dengan kerangka berpikir yang
tajam yang dapat digunakan untuk menurunkan hipotesis.
Kerangka berpikir menerangkan :
1.      Mengapa penelitian dilakukan?
Penelitian dilakukan untuk mencari suatu kebenaran dari data atau masalah
yang ditemukan. seperti, membandingkan hasil penelitian yang telah ada dengan
penelitian yang sedang atau yang akan dilakukan, membantah atau membenarkan
hasil penelitian sebelumnya, atau menemukan suatu kajian baru (ilmu baru) yang
akan digunakan dalam menjawab masalah-masalah yang ada.
2.      Bagaimana proses penelitian dilakukan ?
Proses penelitian dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan kebutuhan
yang akan diperlukan, ada yang melakukan penelitian dengan metode sampling,
olah literarute (studi pustaka), studi kasus dan lain sebagainya.
3.      Apa yang akan diperoleh dari penelitian tersebut?
Apa yang akan di peroleh dari sebuah penelitian tergantung dari pemikiran
yang sebelumnya tercantum dalam kerangka pemikiran, walaupun secara umum
tidak semuanya apa yang di inginkan tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan
sebelumnya.
4.      Untuk apa hasil penelitian diperoleh ?
Untuk menjawab pertanyaan di atas kita bisa kembali ke point satu “mengapa
penelitian itu dilakukan”? yakni untuk mencari kebenaran akan sesuatu masalah
yang kontroversi di kalangan masyarakat atau untuk membantah opini atau mitos
yang tersebar sejak turun-temurun. Pada intinya hasil penelitian yang diperoleh
seharusnya bermanfaat bagi banyak kalangan masyarakat, sehingga penelitian itu
tidak di anggap sia-sia.
Penyusunan kerangka berpikir menurut Sugiyono (2011:62)
1.        Menetapkan variabel yang diteliti
2.        Membaca buku dan hasil penelitian
3.        Mendeskripsikan teori dan hasil penelitian
4.        Analisis kritis terhadap teori dan hasil penelitian
5.        Analisis komparatif terhadap teori dan hasil penelitian
6.        Sintesa kesimpulann
7.        Kerangka berpikir
8.        Hipotesis
Contoh: yang akan diteliti adalah masalah Prestasi belajardalam
hubungannya dengan Gaya Belajar, maka penyajiannya dimulai dari Prestasi
belajar lalu dikaitkan dengan teori BelajarKeterkaitan dua variabel tersebut
sedapat mungkin dilengkapi dengan teori atau penelitian terdahulu yang dilakukan
seorang pakar/peneliti atau lebih yang menyatakan adanya hubungan atau
pengaruh antar keduanya. Pada bagian akhir kerangka berpikirumumnya
disajikan hubungan antara keseluruhan variabel dilengkapi dengan bagan yang
menggambarkan hubungan antar variabel penelitian.
B.     Bagaimanakah Menyusun Kerangka Berpikir Penelitian?
Kerangka pemikiran adalah narasi (uraian) atau pernyataan (proposisi) tentang
kerangka konsep pemecahan masalah yang telah diidentifikasi atau dirumuskan.
Kerangka berpikir atau kerangka pemikiran dalam sebuah penelitian kuantitatif,
sangat menentukan kejelasan dan validitas proses penelitian secara keseluruhan.
Melalui uraian dalam kerangka berpikir, peneliti dapat menjelaskan secara
komprehensif variabel-variabel apa saja yang diteliti dan dari teori apa variabel-
variabel itu diturunkan, serta mengapa variabel-variabel itu saja yang diteliti.
Uraian dalam kerangka berpikir harus mampu menjelaskan dan menegaskan
secara komprehensif asal-usul variabel yang diteliti, sehingga variabel-variabel
yang tercatum di dalam rumusan masalah dan identifikasi masalah semakin jelas
asal-usulnya. Pada dasarnya esensi kerangka pemikiran berisi: (1) Alur jalan
pikiran secara logis dalam menjawab masalah yang didasarkan pada landasan
teoretik dan atau hasil penelitian yang relevan. (2) Kerangka logika (logical
construct) yang mampu menunjukan dan menjelaskan masalah yang telah
dirumuskan dalam kerangka teori. (3) Model penelitian yang dapat disajikan
secara skematis dalam bentuk gambar atau model matematis yang menyatakan
hubungan-hubungan variabel penelitian atau merupakan rangkuman dari kerangka
pemikiran yang digambarkan dalam suatu model. Sehingga pada akhir kerangka
pemikiran ini terbentuklah hipotesis. Dengan demikian, uraian atau paparan yang
harus dilakukan dalam kerangka berpikir adalah perpaduan antara asumsi-asumsi
teoretis dan asumsi-asumsi logika dalam menjelaskan atau memunculkan
variabel-variabel yang diteliti serta bagaimana kaitan di antara variabel-variabel
tersebut, ketika dihadapkan pada kepentingan untuk mengungkapkan fenomena
atau masalah yang diteliti.
Di dalam menulis kerangka berpikir, ada tiga kerangka yang perlu dijelaskan,
yakni: kerangka teoritis, kerangka konseptual, dan kerangka operasional.
Kerangka teoritis atau paradigma adalah uraian yang menegaskan tentang teori
apa yang dijadikan landasan (grand theory) yang akan digunakan untuk
menjelaskan fenomena yang diteliti. Kerangka konseptual merupakan uraian yang
menjelaskan konsep-konsep apa saja yang terkandung di dalam asumsi teoretis
yang akan digunakan untuk mengabstraksikan (mengistilahkan) unsur-unsur yang
terkandung di dalam fenomena yang akan diteliti dan bagaimana hubungan di
antara konsep-konsep tersebut. Kerangka operasional adalah penjelasan tentang
variabel-variabel apa saja yang diturunkan dari konsep-konsep terpilih tadi dan
bagaimana hubungan di antara variabel-variabel tersebut, serta hal-hal apa saja
yang dijadikan indikator untuk mengukur variabel-variabel yang bersangkutan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka dalam
menyusun kerangka berpikir kita harus memulainya dengan menegaskan teori apa
yang dijadikan landasan dan akan diuji atau digambarkan dalam penelitian kita.
Lalu dilanjutkan dengan penegasan tentang asumsi teoretis apa yang akan diambil
dari teori tersebut sehingga konsep-konsep dan variabel-variabel yang diteliti
menjadi jelas. Selanjutnya, kita menjelaskan bagaimana cara
mengoperasionalisasikan konsep atau variabel-variabel tersebut sehingga siap
untuk diukur. Walaupun dalam kerangka berpikir itu harus terkandung kerangka
teoretis, kerangka konseptual, dan kerangka operasional, tetapi cara penguraian
atau cara pemaparannya tidak perlu kaku dibuat per sub bab masing-masing. Hal
yang penting adalah bahwa isi pemaparan kerangka berpikir merupakan alur
logika berpikir kita mulai dari penegasan teori serta asumsinya hingga munculnya
konsep dan variabel-variabel yang diteliti.
Agar peneliti benar-benar dapat menyusun kerangka berpikir secara  ilmiah
(memadukan antara asumsi teoretis dan asumsi logika dalam memunculkan
variabel) dengan benar, maka peneliti harus intens dan eksten menelurusi literatur-
literarur yang relevan serta melakukan kajian terhadap hasil penelitian-penelitian
terdahulu yang relevan, sehingga uraian yang dibuatnya tidak semata-mata
berdasarkan pada pertimbangan logika. Untuk itu, dalam menjelaskan kerangka
teoretisnya, peneliti mesti merujuk pada literatur atau referensi serta laporan-
laporan penelitian terdahulu. Selanjutnya secara sederhana penyusunan kerangka
berpikir dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut:
1.      Menentukan  paradigma atau kerangka teoretis yang akan digunakan, kerangka
konseptual dan kerangka operasional variabel yang akan diteliti.
2.      Memberikan penjelasan secara deduktif mengenai hubungan antarvariabel
penelitian. Tahapan berpikir deduktif meliputi tiga hal yaitu: (a) Tahap penelaahan
konsep (conceptioning), yaitu tahapan menyusun konsepsi-konsepsi (mencari
konsep-konsep atau variabel dari proposisi yang telah ada, yang telah dinyatakan
benar). (b) Tahap pertimbangan atau putusan (judgement), yaitu tahapan
penyusunan ketentuan-ketentuan (mendukung atau menentukan masalah akibat
pada konsep atau variabel dependen). (c) Tahapan penyimpulan (reasoning), yaitu
pemikiran yang menyatakan hal-hal yang berlaku pada teori, berlaku pula bagi
hal-hal yang khusus.
3.      Memberikan argumen teoritis mengenai hubungan antar variabel yang diteliti.
Argumen teoritis dalam kerangka pemikiran merupakan sebuah upaya untuk
memperoleh jawaban atas rumusan masalah. Dalam prakteknya, membuat
argumen teoritis memerlukan kajian teoretis atau hasil-hasil penelitian yang
relavan. Hal ini dilakukan sebagai petunjuk atau arah bagi pelaksanaan penelitian.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, oleh karena argumen teoritis sebagai
upaya untuk memperoleh jawaban atas rumusan masalah, maka hasil dari
argumen teoritis ini adalah sebuah jawaban sementara atas rumusan masalah
penelitian. Sehingga pada akhirnya produk dari kerangka pemikiran adalah sebuah
jawaban sementara atas rumusan masalah (hipotesis).
4.      Merumuskan model penelitian. Model adalah konstruksi kerangka pemikiran atau
konstruksi kerangka teoretis yang diragakan dalam bentuk diagram dan atau
persamaan-persamaan matematik tertentu. Esensinya menyatakan hipotesis
penelitian. Sebagai suatu kontruksi kerangka pemikiran, suatu model akan
menampilkan: (a) jumlah variabel yang diteliti, (b) prediksi tentang pola
hubungan antar variabel, (c) dekomposisi hubungan antar variabel, dan (d) jumlah
parameter yang diestimasi.
Akhirnya, semoga artikel diatas dapat bermanfaaat khususnya bagi
calon peneliti studi ilmiah. Semoga sukses dan selamat berjuang!
 

Anda mungkin juga menyukai