Anda di halaman 1dari 15

MODUL PERTEMUAN 1

TEORI KEPRIBADIAN I

“DEFINISI-FUNGSI TEORI-STRUKTUR TEORI-KRITERIA TEORI YANG BAIK”

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2023

1
MODUL PERTEMUAN 2
DEFINISI-FUNGSI TEORI-STRUKTUR TEORI-KRITERIA TEORI YANG BAIK

TUJUAN PEMBELAJARAN:
Mampu menjelaskan (C2) sejarah psikologi kepribadian.

CPL DAN CPMK:


P2. Mampu menguraikan (C4) konsep dasar dan teori psikologi dan perspektif Islam untuk memahami
gejala-gejala psikologi pada individu, kelompok, organisasi, dan komunitas.
CPMK2. Mampu menjelaskan (C2) sejarah psikologi kepribadian.

PERTANYAAN EKSPLORASI
1. Apa yang diperoleh dengan mempelajari sejarah teori khususnya psikologi?
2. Apakah yang ingin dicapai oleh teori di bidang psikologi?
3. Apakah psikologi adalah ilmu (sains)? Kemukakan pendapat Anda.
4. Jelaskan bagaimana memperoleh pengetahuan: empiris, rasionalis, dan nativis!
5. Mengapa teori Freud (psikoanalisa) dianggap sebagai non-ilmiah?

MATERI PEMBELAJARAN
PENDAHULUAN
Sejak lahirnya ilmu psikologi pada akhir abad 18, kepribadian menjadi salah satu topik bahasan
yang penting. Psikologi lahir sebagai ilmu yang berusaha memahami manusia seutuhnya, yang hanya
dapat dilakukan melalui pemahaman tentang kepribadian. Untuk dapat memahami kepribadian,
diperlukan suatu teori yang melahirkan konsep-konsep seperti dinamika pengaturan tingkah laku, pola
tingkah laku, model tingkah laku dan perkembangan tingkah laku.
Para ahli di bidang psikologi melakukan berbagai riset yang cermat untuk menguji konsep-
konsep tersebut, memakai kaidah teori yang andal, yaitu teori yang dapat mengemban fungsi teori
dalam kerangka pendekatan yang bersifat psikologis. Oleh karenanya tidak ada tingkah laku yang
terjadi begitu saja tanpa alasan, tentu ada faktor-faktor anteseden, sebab-sebab, pendorong,
motivasi, sasaran dan tujuan atau latar belakangnya. Faktor-faktor ini harus diletakkan ke dalam suatu
kerangka yang saling berhubungan yang bermakna, agar ke semua faktor tersebut dapat dijelaskan
secara cermat dan teliti ketika dilakukan pendiskripsian yang dilakukan secara sistimatik yang ajeg dan
komunikatif.

2
Suatu teori tidak saja mendiskripsikan kejadian masa lalu dan masa sekarang, namun juga
mampu meramalkan kejadian yang akan datang. Sifat prediktif dari suatu teori (terutama dalam
kepribadian) dapat menjadi bukti bahwa konsep-konsep itu telah teruji kebenarannya.
Agar dapat dipahami lebih baik apakah teori itu, berikut adalah beberapa definisi teori yang
dirumuskan oleh para ahli di bidang psikologi:
1. Jonathan H. Turner
Menurut Jonathan H. Turner menyatakan bahwa teori ialah suatu proses mengembangkan
ide-ide yang membantu kita (pengamat) untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa suatu
peristiwa terjadi.
2. Kerlinger
Menurut Kerlinger menyatakan bahwa teori ialah suatu konsep yang berhubungan satu sama
lain yang berisi suatu pandangan sistematis suatu fenomena.
3. Gardner Linzey
Menurut Gardner Linzey menyatakan bahwa teori ialah suatu hipotesis (dugaan sementara)
yang belum terbukti atau spekulasi tentang fakta bahwa itu adalah tidak pasti.
4. Calvin S. Hall
Menurut Calvin S. Hall, menyatakan bahwa teori ialah suatu hipotesis (dugaan sementara)
yang belum terbukti atau spekulasi tentang sebuah fakta bahwa itu adalah tidak pasti.
5. Kneller
Menurut Kneller menyatakan bahwa teori memiliki dua makna, pertama sebagai teori empiris,
yang kedua sebagai hasil pengujian hipotesis dengan observasi dan eksprimen.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa teori adalah serangkaian asumsi,
konsep, konstrak, definisi dan proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara sistematis
dengan cara merumuskan hubungan antar variabel.
Oleh karenanya, dalam teori terdapat 3 hal, yaitu:
a) Teori adalah serangkaian proposisi antar konsep-konsep yang saling berhubungan.
b) Teori menerangkan secara sistematis suatu fenomena sosial dengan cara menentukan
hubungan antar konsep.
c) Teori menerangkan fenomena-fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana
yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya.

Suatu teori tampil sebagai abstraksi, simplifikasi atau idealitas dari fenomena, mungkin
merupakan eksplanasi dan mungkin pula merupakan penafsiran atas empiri. Pada dasarnya teori

3
mengandung beberapa hal antara lain: asumsi, postulat, tesis, hipotesis, proposisi dan sejumlah
konsep. Dalam teori juga terdapat idealisasi tentang tata hidup kemasyarakatan atau tata hidup alam
semesta. Validasi suatu teori diuji atas kemampuannya memberikan evidensi empirik.

FUNGSI TEORI
Sesuai dengan definisi Kerlinger (1973), bahwa teori adalah seperangkat konstruk (konsep),
definisi, dan proporsi yang menyajikan gejala-gejala sistematis, merinci hubungan antar variabel-
variabel, dengan tujuan meramalkan dan menerangkan gejala tersebut, maka teori memiliki fungsi
antara lain:
1. Menyediakan kerangka konsepsi penelitian, dan memberikan pertimbangan perlunya
penyelidikan
2. Melalui teori, dapat membuat pertanyaan yang terinci untuk penyidikan.
3. Menunjukkan hubungan antar variabel yang diteliti.
4. Kajian pustaka meliputi pengidentifikasian secara sistematis, penemuan, dan analisis
dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Dalam menyusun suatu teori diperlukan elemen-elemen pendukungnya. Neuman (2013)


berpendapat bahwa suatu teori yang baik, memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Konsep, simbol dan definisi
Konsep adalah sebuah ide yang diekspresikan dengan symbol atau kata. Konsep dibagi dua yaitu,
simbol dan definisi. Dalam ilmu alam konsep dapat diekspresikan dengan simbol-simbol seperti, ”∞”
= tak terhingga, ”m”= Massa, dan lainya. Akan tetapi, kebanyakan di dalam ilmu sosial konsep ini lebih
diekspresikan dengan kata-kata tidak melalui simbol-simbol. Menurut Neuman kata-kata juga
merupakan simbol karena bahasa itu sendiri adalah simbol. Karena mempelajari konsep dan teori
seperti mempelajari bahasa. Konsep selalu ada di mana pun dan selalu kita gunakan.
Scope (lingkup)
Dalam teori seperti yang dijelaskan di atas memiliki konsep. Konsep ini ada yang bersifat abstrak dan
ada juga yang bersifat kongkret. Teori dengan konsep-konsep yang abstrak dapat diaplikasikan
terhadap fenomena sosial yang lebih luas, dibanding dengan teori yang memiliki konsep-konsep yang
kongkrit.
Relationship
Teori merupakan sebuah relasi dari konsep-konsep atau secara lebih jelasnya teori merupakan
bagaimana konsep-konsep berhubungan. Hubungan ini seperti pernyataan sebab-akibat (causal
statement) atau proposisi. Proposisi adalah sebuah pernyataan teoritis yang memperincikan

4
hubungan antara dua atau lebih variabel, memberitahu kita bagaimana variasi dalam satu konsep
dipertangggung jawabkan oleh variasi dalam konsep yang lain. Ketika seorang peneliti melakukan tes
empiris atau mengevaluasi sebuah hubungan, maka hal ini disebut sebuah hipotesa. Sebuah teori
sosial juga terdiri dari sebuah mekanisme sebab akibat, atau alasan dari sebuah hubungan, sedangkan
mekanisme sebab akibat adalah sebuah pernyataan bagaimana sesuatu bekerja.
Maka, fungsi teori selain untuk menjelaskan hubungan dari berbagai situasi atau suatu fenomena,
fungsi lain dari teori adalah untuk memahami manifestasi dari suatu perilaku.

Apakah perbedaan teori dengan sains?


Sains muncul sebagai cara untuk menjawab pertanyaan tentang alam dengan memeriksa alam
secara langsung, bukan dengan bergantung pada dogma gereja, otoritas masa lalu, takhayul, atau
proses pemikiran abstrak saja. Sejak awal sains, otoritas tertingginya adalah pengamatan empiris
(yaitu, pengamatan langsung terhadap alam), tetapi sains lebih dari sekadar mengamati alam. Agar
bermanfaat, pengamatan harus diatur atau dikategorikan dalam beberapa cara, dan cara pengamatan
tersebut serupa atau berbeda dari pengamatan lain harus dicatat. Setelah mencatat persamaan dan
perbedaan di antara pengamatan, banyak ilmuwan mengambil langkah tambahan untuk mencoba
menjelaskan apa yang telah mereka amati. Ilmu pengetahuan, kemudian, sering dicirikan memiliki dua
komponen utama: (1) observasi empiris dan (2) teori. Menurut Hull (1943), dua aspek ilmu ini dapat
dilihat pada upaya paling awal manusia untuk memahami dunianya.
Manusia selalu terlibat dalam aktivitas ganda yaitu melakukan pengamatan dan kemudian
mencari penjelasan tentang wahyu yang dihasilkan. Semua manusia sepanjang masa telah mengamati
terbit dan terbenamnya matahari dan beberapa fase bulan. Di antara mereka kemudian melanjutkan
untuk mengajukan pertanyaan, “Mengapa? Mengapa bulan bertambah tua ? Mengapa matahari
terbit dan terbenam, dan ke mana perginya ketika terbenam?” Di sini ditemukan dua elemen penting
dari ilmu pengetahuan modern: Pembuatan pengamatan merupakan komponen empiris atau faktual,
dan upaya sistematis untuk menjelaskan fakta-fakta ini merupakan komponen teoretis. Seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan, spesialisasi, atau pembagian kerja telah berjalan; beberapa orang
telah mencurahkan waktu mereka terutama untuk melakukan pengamatan, sementara sebagian
lainnya mencoba mencari jpenjelasan dari suatu permasalahan.
Apa yang membuat sains menjadi alat yang sangat kuat adalah karena ia menggabungkan dua
metode tradisional untuk mencapai pengetahuan, yaitu : rasionalisme dan empirisme. Rasionalis
percaya bahwa operasi mental atau prinsip harus digunakan sebelum pengetahuan dapat dicapai.
Misalnya, kaum rasionalis mengatakan bahwa validitas atau ketidakabsahan proposisi tertentu dapat
ditentukan dengan menerapkan aturan logika secara hati-hati. Kaum empiris berpendapat bahwa

5
sumber dari semua pengetahuan adalah pengamatan indrawi. Oleh karena itu, pengetahuan sejati
dapat diturunkan dari atau divalidasi hanya dengan pengalaman indrawi. Setelah berabad-abad
penyelidikan, ditemukan bahwa dengan sendirinya rasionalisme dan empirisme memiliki kegunaan
yang terbatas. Ilmu pengetahuan menggabungkan dua posisi, dan pengetahuan telah terakumulasi
pada tingkat yang eksponensial sejak itu.
Aspek rasional sains mencegahnya menjadi cara mengumpulkan serangkaian fakta empiris
yang terputus tanpa akhir. Karena ilmuwan entah bagaimana harus memahami apa yang dia amati,
teori dirumuskan. Sebuah teori ilmiah memiliki dua fungsi utama: (1) Ia mengatur pengamatan
empiris, dan (2) bertindak sebagai panduan untuk pengamatan masa depan. Fungsi terakhir dari teori
ilmiah menghasilkan apa yang disebut sebagai proposisi yang dapat dikonfirmasi. Dengan kata lain,
sebuah teori menyarankan proposisi yang diuji secara eksperimental. Jika proposisi yang dihasilkan
oleh sebuah teori dikonfirmasi melalui eksperimen, teori tersebut memperoleh kekuatan; jika
proposisi tidak dikonfirmasi oleh eksperimen, teori kehilangan kekuatan. Jika teori menghasilkan
terlalu banyak proposisi yang salah, itu harus direvisi atau ditinggalkan. Dengan demikian, teori-teori
ilmiah harus dapat diuji. Artinya, mereka harus menghasilkan hipotesis yang dapat divalidasi atau tidak
valid secara empiris. Dalam sains, pengamatan langsung terhadap alam adalah penting, tetapi
pengamatan seperti itu sering kali dipandu oleh teori.
Ciri lain dari sains adalah bahwa ia berusaha untuk menemukan hubungan yang sah. Hukum
ilmiah dapat didefinisikan sebagai hubungan yang diamati secara konsisten antara dua atau lebih
peristiwa empiris. Misalnya, ketika X terjadi, Y juga cenderung terjadi. Ilmu pengetahuan, kemudian,
menggunakan teori untuk menemukan dan menjelaskan peristiwa empiris yang sah. Dengan
menekankan keabsahan, sains menyatakan minat pada kasus umum daripada kasus khusus. Secara
tradisional, sains tidak tertarik pada peristiwa pribadi atau unik tetapi pada hukum umum yang dapat
diamati dan diverifikasi secara publik. Artinya, hukum ilmiah bersifat umum dan, karena menjelaskan
hubungan antara peristiwa empiris, hukum itu dapat diamati secara publik. Konsep observasi publik
merupakan aspek penting dari ilmu pengetahuan. Semua klaim ilmiah harus dapat diverifikasi oleh
orang yang berkepentingan.
Ada dua macam hukum ilmiah. Yang pertama adalah hukum korelasional, yang
menggambarkan bagaimana peristiwa bervariasi bersama-sama dalam beberapa cara yang sistematis.
Misalnya, skor tes kecerdasan cenderung berkorelasi positif dengan skor tes kreativitas. Dengan
informasi seperti itu, hanya prediksi yang mungkin. Artinya, jika kita mengetahui skor seseorang pada
tes kecerdasan, kita dapat memprediksi skornya pada tes kreativitas, dan sebaliknya. Yang kedua,
hukum ilmiah yang lebih kuat adalah hukum kausal, yang menentukan bagaimana peristiwa terkait
secara kausal. Misalnya, jika kita mengetahui penyebab suatu penyakit, kita dapat memprediksi dan

6
mengendalikan penyakit itu—mencegah terjadinya penyebab suatu penyakit mencegah terjadinya
penyakit tersebut. Jadi, hukum korelasional memungkinkan prediksi, tetapi hukum kausal
memungkinkan prediksi dan kontrol. Untuk alasan ini, hukum kausal lebih kuat daripada hukum
korelasional dan dengan demikian umumnya dianggap lebih diinginkan. Tujuan utama sains adalah
menemukan penyebab fenomena alam. Menentukan penyebab peristiwa alam, bagaimanapun,
sangat kompleks dan biasanya membutuhkan penelitian eksperimental yang substansial. Tidak dapat
diasumsikan, misalnya, bahwa kedekatan membuktikan sebab-akibat. Jika hujan mengikuti tarian
hujan, tidak dapat diasumsikan bahwa tarian itu pasti menyebabkan hujan. Yang juga memperumit
masalah adalah fakta bahwa peristiwa jarang, jika pernah, memiliki penyebab tunggal; sebaliknya,
mereka memiliki banyak penyebab. Pertanyaan seperti apa yang menyebabkan Perang Dunia kedua?
dan Apa penyebab skizofrenia? masih jauh dari jawaban. Bahkan pertanyaan yang lebih sederhana
seperti Mengapa John berhenti dari pekerjaannya? atau Mengapa Jane menikahi John? pada
kenyataannya sangat kompleks. Dalam sejarah filsafat dan sains, konsep sebab-akibat adalah salah
satu yang paling membingungkan.

Apakah psikologi itu sains?


Metode ilmiah telah banyak digunakan dalam psikologi. Psikolog eksperimental telah
menunjukkan hubungan yang sah antara peristiwa lingkungan (stimulus) dan perilaku, dan mereka
(psikolog eksperimental) telah menyusun teori yang ketat dan dapat disangkal untuk menjelaskan
hubungan tersebut. Teori Hull dan Tolman adalah contohnya, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Psikolog lain bekerja bahu membahu dengan ahli kimia dan ahli saraf yang mencoba untuk
menentukan korelasi biokimia dari memori dan proses kognitif lainnya. Psikolog lain bekerja dengan
ahli biologi evolusioner dan ahli genetika dalam upaya memahami asal usul evolusi perilaku sosial
manusia. Dapat dikatakan, psikolog yang berorientasi ilmiah telah memberikan banyak informasi
berguna di setiap bidang utama psikologi—misalnya, pembelajaran, persepsi, ingatan, kepribadian,
kecerdasan, motivasi, dan psikoterapi.

Bagaimanakah teori di bidang Psikologi ?


Teori merupakan salah satu unsur penting dari setiap pengetahuan ilmiah atau ilmu, termasuk
psikologi kepribadian. Tanpa teori kepribadian usaha memahami perilaku dan kepribadian manusia
pasti sulit untuk dilaksanakan.
Menurut Hall dan Lindzey (1985), teori kepriadian adalah sekumpulan anggapan atau konsep-
konsep yang satu sama lain berkaitan mengenai tingkah laku manusia. Sedangkan fungsi teori pada

7
teori kepribadian sama halnya seperti teori ilmiah pada umumnya, yaitu memiliki fungsi deskriptif
dan prediktif.
1. Fungsi deskriptif adalah menjelaskan atau menggambarkan perilaku atau kepribadian manusia
secara rinci, lengkap, dan sistematis. Pertanyaan-pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana
seputar perilaku manusia dijawab melalui fungsi deskriptif.
2. Fungsi prediktif, yaitu teori kepribadian selain harus bisa menjelaskan tentang apa, mengapa, dan
bagaimana tingkah laku manusia sekarang, juga harus bisa memperkirakan apa, mengapa, dan
bagaimana tingkah laku manusia di kemudian hari.

Setiap teori kepribadian diharapkan mampu memberikan jawab atas pertanyaan sekitar apa,
mengapa, dan bagaimana tentang perilaku manusia. Untuk itu setiap teori kepribadian yang lengkap,
menurut Pervin (2010), memiliki dimensi-dimensi sebagai berikut :
1. Pembahasan tentang struktur, yaitu aspek-aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil dan
menetap, serta yang merupakan unsur-unsur pembentuk sosok kepribadian.
2. Pembahasan tentang proses, yaitu konsep-konsep tentang motivasi untuk menjelaskan dinamika
tingkah laku atau kepribadian.
3. Pembahasan tentang pertumbuhan dan perkembangan, yaitu aneka perubahan pada struktur
sejak masa bayi sampai mencapai kemasakan, perubahan-perubahan pada proses yang
menyertainya, serta berbagai faktor yang menentukannya.
4. Pembahasan tentang psikopatologi, yaitu hakikat gangguan kepribadian atau tingkah laku beserta
asal-usul atau proses perkembangannya.
5. Pembahasan tentang perubahan tingkah laku, yaitu konsepsi tentang bagaimana tingkah laku bisa
dimodifikasi atau diubah.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Teori Kepribadian


Berkembangya teori-teori kepribadian tidak terlepas dari sejumlah faktor yang melatar
belakangi dan mempengaruhinya, yang secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu faktor-faktor
historis dan faktor-faktor kontemporer. Pervin (2010) mengibaratkan kedua faktor tersebut sebagai
faktor pembawaan dan faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang.

1. Faktor-faktor historis
Secara historis banyak faktor yang mempengaruhi berkembangnya teori-teori kepribadian dan
empat diantaranya merupakan faktor yang pengaruhnya sangat kuat. Keempat faktor yang

8
dimaksud adalah : a. pengobatan klinis Eropa, b. psikometrik, c. behaviorisme, dan d. psikologi
Gestalt.

a. Pengobatan klinis di Eropa


Upaya pengobatan, sepanjang sejarah selalu dihubungkan dengan konsepsi tentang kepribadian.
Demikian halnya dengan apa yang dilakukan di Eropa pada abad ke-18 dan ke-19, terutama di
Perancis. Atas dasar konsepsi-konsepsi fisiologis dan aktivitas-aktivitas mental manusia, Philipe
Pinel (1745-1926), seorang dokter dari Perancis, menggambarkan gangguan kepribadian psikosis
sebagai akibat dari kerusakan fungsi otak.
Seorang dokter dari Jerman, Emil Kraeplin (1856-1926), membuat klasifikasi gangguan
kepribadian berdasarkan konsepsi tentang psikosis yang fisikalistis. Ditinjau dari perkembangan
teori kepribadian, apa yang dilakukan Kraeplin merupakan langkah besar karena gangguan
kepribadian sudah dirumuskan dan diklasifikasikan secara ilmiah.
Pengaruh terbesar dari sejarah pengobatan klinis di Eropa terhadap perkembangan kepribadian
adalah yang terjadi pada abad ke-20, yaitu ketika Sigmund Freud menuliskan konsepsi-
konsepsinya yang disusun berdasarkan temuannya dalam menyembuhkan penderita neurosis,
khususnya histeria. Pengaruh Freud dengan Psikoanalisisnya terhadap teori kepribadian dapat
dilihat dari fakta bahwa hampir seluruh teori kepribadian modern mengambil sebagian atau
setidak-tidaknya mempersoalkan konsepsi-konsepsi Freud dala penyusunan teori kepribadian.
b. Psikometrik
Psikometrik atau pengukuran psikologi memberikan pengaruh yang harus diperhitungkan dalam
perkembangan teori kepribadian. Sebelum ada psikometrik, ada anggapan bahwa fungsi-fungsi
psikologis manusia seperti kecerdasan, bakat, minat, motif, dan sebagainya, sangat sulit bahkan
tidak mungkin untuk bisa diukur.
Berbicara tentang psikometrik dari sisi historis, tidak terlepas dari pembahasan mengenai apa
yang dilakukan oleh Gustav Theodor Fecher (1801-1887). Fechner, yang beranggapan bahwa jiwa
itu identik dengan raga, banyak melakukan penelitian, khususnya tentang penginderaan dengan
metode eksperimen.
Apa yang telah dilakukan oleh Fecher menjadi pendorong bagi para ahli yang muncul
kemudian untuk mengembangkan dan menggunakan pendekatan psikometrik untuk kaitan
antara aspek fisik dengan aspek mental. Dengan berkembangnya psikometrik memungkinkan
dilakukannya penelitian di bidang kepribadian.
c. Behaviorisme

9
Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang lahir di Amerika Serikat dipelopori oleh John B.
Watson (1878-1958). Pengaruh behaviorisme terhadap perkembangan teori kepribadian terletak
pada upaya-upaya dan anjurannya untuk memandang dan meneliti tingkah laku manusia secara
objektif. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh para behavioris dengan metode
eksperimen mampu memberikan sumbangan besar bagi terciptanya konsep-konsep tentang
kepribadian yang ketepatannya bisa diuji secara empiris.
d. Psikologi Gestalt
Psikologi Gestalt merupakan aliran psikologi yang lahir di Jerman dan yang dipelopori oleh Max
Wertheimer (1880-1943), Wolfgang Kohler (1887- 1967), dan Kurt Koffka (18886-1941). Prinsip
pertama dan utama dari psikologi Gesltalt adalah bahwa suatu fenomena hanya dan harus
dimengerti sebagai suatu totalitas atau keseluruhan. Demikian halnya dengan manusia berikut
kesadaran dan tingkah lakunya hanya dapat dipahami jika hal itu dilihat sebagai suatu totalitas.
Beberapa teoris kepribadian terkemuka yaitu Adler, Goldstein, Allport, Maslow, dan Rogers
mengembangkan teori kepribadian berdasarkan prinsip holistik atau totalitas dari psikologi
Gestalt.
Prinsip kedua psikologi Gestalt, yang juga ikut mempengaruhi para teoris keprbadian adalah
prinsip bahwa fenomena merupakan data mendasar bagi psikologi. Untuk itu dalam memahami
perilaku manusia maka peneliti atau pengamat harus berusaha merasakan dan menghayati apa
yang dialami oleh subjek yang diamati.

2. Faktor-faktor Kontemporer
Faktor-faktor kontemporer yang mempengaruhi perkembanga teori kepribadian mencakup
faktor dari dalam dan dari luar psikologi. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam bidang
psikologi yaitu: a. munculnya perluasan bidang psikologi, seperti psikologi lintas budaya (cross-
cultural psychology), dan b. Studi tentang proses-proses kognitif dan motivasi.
Faktor-faktor kontemporer dari luar bidang psikologi yang mempengaruhi perkembangan teori
kepribadian antara lain berkembangnya aliran filsafat eksistensialisme, perubahan sosial budaya
yang pesat, dan berkembangnya teknologi komputer.
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang menekankan kebebasan, penentuan diri, dan
keberubahan manusia, mempengaruhi para teoris kepribadian eksistensial dan humanistik.
Perubahan sosial budaya telah memberikan arah baru kepada penelitian dan penyusunan teori
kepribadian. Sedangkan berkembangnya teknologi komputer membuka peluang yang luas bagi
penelitian secara besar-besaran dan cermat.

10
Anggapan-anggapan Dasar tentang Manusia
Setiap orang, termasuk teoris kepribadian, memiliki anggapan-anggapan dasar (basic
assumtions) tertentu tentang manusia, George Boeree menyebutnya asumsi-asumsi filosofis.
Anggapan-anggapan dasar yang diperoleh melalui hubungan pribadi atau pengalaman-pengalaman
sosial ini secara nyata akan mempengaruhi persepsi dan tindakan manusia terhadap sesamanya.
Dalam konteks para teoris kepribadian, anggapan-anggapan dasar ini mempengaruhi konstruksi dan
isi teori kepribadian yang disusunnya. Anggapan-anggapan dasar tentang manusia yang
mempengaruhi atau mewarnai teori-teori kepribadian adalah sebagai berikut.
1. Kebebasan – ketidakbebasan
Ada anggapan bahwa manusia merupakan makhluk yang bebas berkehendak, mengambil sikap,
dan menentukan arah kehidupannya. Sebaliknya ada anggapan yang berlawanan dengan itu,
bahwa manusia merupakan makhluk yang tidak bebas. Salah seorang teoris kepribadian, yaitu
Abraham Maslow menganggap bahwa manusia merupakan makhluk yang bebas, sementara itu
teoris kepribadiannya lainnya diantaranya Freud dan Skinner, menyatakan bahwa pada dasarnya
manusia merupakan makhluk yang perilakunya tidak bebas karena ditentukan oleh sejumlah
determinan.
2. Rasionalitas – irasionalitas
Maslow dan para teoris kepribaian humanistik lainnya beranggapan bahwa manusia merupakan
makhluk yang perilakunya digerakkan oleh faktor-faktor yang rasional. Sedangkan Freud
menganggap bahwa manusia merupakan makhluk yang cenderung irasional. Sementara itu
Skinner dan para behavioris lainnya tidak begitu terikat pada anggapan dasar rasional-irasional.
3. Holisme – elementalisme
Menurut Freud dan Maslow manusia hanya dapat dimengerti bila dilihat dan dipelajari sebagai
totalitas. Sedangkan Skinner cenderung memandang manusia secara elementalisme, bahwa
perilaku manusia dapat dipelajari sebagian-sebagian. Hal demikian juga diperkuat dengan
pendapatnya bahwa kepribadian adalah sekumpulan tingkah laku yang dipelajari.
4. Konstitusionalisme – environmentalisme
Konstitusionalisme merupakan pandangan yang menyatakan bahwa kepribadian seseorang
ditentukan oleh faktor-faktor yang sudah dimiliki sejak lahir atau faktor bawaan. Sedangkan
environmentalisme menganggap bahwa kepribadian seseorang ditentukan oleh faktor-faktor
yang berasal dari lingkungannya.
Freud dengan teori mengenai naluri yang bersifat bawaan, termasuk teoris kepribadian
konstitusionalis, demikian halnya Maslow dengan teori kebutuhan bertingkatnya. Namun
komitmen Maslow pada konstitusionalisme ini tidak sekuat Freud. Sedangkan Skinner dan para

11
behavioris lainnya beranggapan bahwa perilaku manusia merupakan hasil belajar dari
lingkungannya.
5. Berubah – tidak berubah
Anggapan dasar berubah – tak berubah mempersoalkan berubah tidaknya kepribadian individu
sepanjang hidupnya. Freud sebagai penganut determinisme, beranggapan bahwa kepribadian
individu ditentukan oleh pengalaman masa kanak-kanak awal dan tidak akan berubah sepanjang
hidup individu. Sedangkan Maslow dan Skinner beranggapan bahwa kepribadian individu
mengalami perubahan sepanjang hidupnya.
6. Subjektivitas – objektivitas
Anggapan dasar tentang subjektivitas dan objektivitas manusia berkenaan dengan persoalan
apakah perilaku manusia ditentukan oleh pengalaman personalnya yang subjektif atau faktor-
faktor eksternal yang objektif. Rogers, tokoh psikologi fenomenologi dan salah satu tokoh
psikologi humanistik, menyatakan bahwa dunia batin atau dunia subjektif individu merupakan
penyebab terbesar bagi terjadinya perilaku individu.
Freud dan Maslow berpegang pada anggapan dasar yang sama dengan Rogers bahwa perilaku
manusia bersifat subjektif. Sedangkan Skinner menolak pandangan tentang pengalaman subjektif
manusia. Dia lebih menitik beratkan pada tingkah laku yang dapat diamati dan diukur secara
objektif.
7. Proaktif – reaktif
Pandangan proaktif-reaktif menjelaskan sumber penyebab perilaku manusia. Apakah perilaku
manusia didorong oleh faktor-faktor internal atau faktor-faktor eksternal?
Freud dan Maslow merupakah teoris kepribadian yang menganggap bahwa perilaku manusia
bersifat proaktif, yaitu lebih banyak digerakkan oleh faktor-faktor internalnya. Menurut Freud,
perilaku manusia didorong oleh faktor internal yang sebagian besar berasal dari alam yang tidak
disadari. Sedangkan menurut Maslow, perilaku manusia didorong oleh faktor-faktor internal yang
disadari.
Skinner dan para behavioris memandang bahwa perilaku manusia bersifat reaktif. Menurut
mereka perilaku manusia merupakan respon terhadap stimulus-stimulus yang datang dari
lingkungan.
8. Homeostatis – heterostatis
Konsep homeostatis menjelaskan bahwa perilaku manusia terutama dimotivasi oleh upaya
mengurangi atau menghilangkan ketegangan yang terjadi akibat ketidak seimbangan, misalnya
lelah, lapar, ingin tahu, dan sebagainya. Sedangkan konsep heterostatis menjelaskan bahwa
perilaku manusia terutama dimotivasi oleh upaya menuju perkembangan dan aktualisasi diri.

12
Freud merupakan salah satu teoris kepribadian yang berpegang pada konsep homeostatis.
Sedangkan Maslow berpegang pada konsep heterostatis. Sementara Skinner menolak kedua
konsep motivasi tersebut. Bagi Skinner, perilaku manusia disebabkan oleh stimulus-stimulus yang
datang dari luar dirinya dan bukan karena motivasi.
9. Dapat diketahui – tidak dapat diketahui
Freud berpandangan bahwa manusia dapat diketahui sepenuhnya melalui metode ilmiah karena
perilaku manusia berlangsung berdasarkan hukum-hukum alam. Sejalan dengan pandangan
Freud, Skinner menyatakan bahwa melalui observasi-observasi yang sistematis dapat diperoleh
pengetahuan yang memadai tentang manusia.
Maslow berpandangan lain dengan Freud dan Skinner. Menurut Maslow manusia tidak bisa
diketahui sepenuhnya meskipun dengan uapaya-upaya ilmiah.

Klasifikasi Teori-teori Kepribadian


Dewasa ini telah banyak teori-teori kepribadian untuk memudahkan mempelajari, para ahli
telah mengklasifikasikan teori-teori tersebut ke dalam beberapa kelompok dengan menggunakan
acuan tertentu yaitu paradigma yang dipakai untuk mengembangkannya. Berdasarkan paradigma
yang dipergunakan dalam mengembankannya, teori kepribadian dibedakan menjadi 4 paradigma
(Alwisol, 2007). Kempat paradigma tersebut adalah:
1. Paradigma psikoanalisis: tradisi klinis psikiatri.
2. Paradigma traits: tradisi psikologi fungsionalisme dan psikologi pengukuran.
3. Paradigma kognitif: tradisi Gestalt.
4. Paradigma behaviorisme: tradisi kondisioning.
Adapula klasifikasi teori kepribadian yang didasarkan pada sejarah perkembangannya yang
kemudian menjadi kekuatan besar yang dijadikan orientasi dalam pengembangan teori-teori
kepribadian. Boeree (2005) menyatakan bahwa ada 3 orientasi atau kekuatan besar dalam teori
kepribadian, yaitu :
1. Psikoanalisis beserta aliran-aliran yang dikembangkan atas paradigma yang sama atau
hampir sama, yang dipandang sebagai kekuatan pertama.
2. Behavioristik yang dipandang sebagai kekuatan kedua.
3. Humanistik, yang dinyatakan sebagai kekuatan ketiga.

Ringkasan
Secara tradisional, sains dipandang dimulai dengan pengamatan empiris dan kemudian berlanjut ke
pengembangan teori. Teori kemudian dievaluasi dalam hal kemampuannya untuk menghasilkan

13
prediksi yang didukung atau tidak oleh hasil eksperimen. Teori yang menghasilkan prediksi yang
dikonfirmasi menjadi lebih kuat, dan teori yang membuat prediksi yang salah direvisi atau
ditinggalkan. Dengan menghubungkan pengamatan empiris dan teori, sains menggabungkan aliran
filosofis empirisme dan rasionalisme. Sains mengasumsikan determinisme dan mencari hukum umum.
Pandangan tradisional tentang sains, aktivitas ilmiah tidak dimulai dengan pengamatan empiris tetapi
dengan suatu masalah yang memandu pengamatan empiris ilmuwan. Lebih jauh lagi, jika teori ilmiah
secara konsisten dikonfirmasi, kemungkinan besar itu adalah teori yang buruk daripada teori yang
baik. Sebuah teori yang baik harus membuat prediksi berisiko yang, jika tidak dikonfirmasi,
menyangkal teori tersebut. Untuk diklasifikasikan sebagai ilmiah, sebuah teori harus terlebih dahulu
menentukan pengamatan yang jika dibuat akan menyangkalnya. Apa yang membedakan teori ilmiah
dari teori non-ilmiah adalah prinsip kepalsuan. Sebuah teori ilmiah harus menghadapi risiko salah, dan
teori itu harus merinci kondisi di mana teori itu akan terjadi.
Beberapa aspek psikologi bersifat ilmiah dan beberapa tidak. Ahli di bidang psikologi yang bersedia
mengasumsikan determinisme fisik atau psikis saat mempelajari manusia lebih cenderung memiliki
orientasi ilmiah daripada mereka yang tidak mau membuat asumsi itu. Seringkali konsep yang
dikembangkan oleh ahli di bidang psikologi non-ilmiah kemudian disempurnakan oleh psikolog
menggunakan metode ilmiah. Banyak pertanyaan telah bertahan sepanjang sejarah psikologi,
termasuk yang berikut: Sejauh mana manusia bebas, dan sejauh mana perilaku mereka ditentukan
oleh penyebab yang dapat diketahui? Apa hakikat fitrah manusia? Bagaimana pikiran dan tubuh
berhubungan? Sejauh mana atribut manusia ditentukan oleh hereditas (nativisme) sebagai lawan dari
pengalaman (empirisme)? Dapatkah perilaku manusia dipahami sepenuhnya dalam kerangka prinsip-
prinsip mekanistik atau haruskah prinsip vitalistik tambahan didalilkan? Sejauh mana perilaku manusia
rasional sebagai lawan dari irasional? Bagaimana hubungan manusia dengan hewan ? Apa asal usul
pengetahuan manusia? Apa perbedaan antara apa yang ada secara fisik dan apa yang dialami secara
mental, dan bagaimana perbedaan ini diketahui dan dijelaskan?

EVALUASI:
Evaluasi dilakukan secara sumatif melalui diskusi.

Sumber bacaan :
Alwisol. (2007). Psikologi Kepribadian. UPT Penerbitan Universitas Mulahammadyah Malang.
Larsen, Randy, J., Buss, David.M. (2014). Personality Psychology. Domain of Knowledge about Human
Nature. Mcgraw-Hill Education. Fith edition.
Neuman,W.L .(2013). Metode Penelitian Sosial : Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. PT.Indeks.

14
Pervin, L.A., Cervone, Daniel., John Oliver P. (2010). Psikologi Kepribadian : Teori dan Penelitian.
Kencana Predana Media Grup. URI : http://lib.ui.ac.id.detail.jsp?id=20293912.
Weiner, I.B. (2003). Handbook of psychology. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey. All
rights reserved.

Selamat Belajar

15

Anda mungkin juga menyukai