Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TEORI SOSIOLOGI

PERKEMBANGAN DAN PEMETAAN TEORI SOSIOLOGI KLASIK

Oleh:

Wafiq Mahmudi

NIM. 22161051

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (S2)

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Teori merupakan bentuk tertinggi dari pengetahuan. Karena tidak semua para
ahli pandai membuat dan mengahasilkan teori-teori baru. Disinilah mengapa orang
yang berhasil membuat teori sangat dihargai, karena teori merupakan tujuan utama
dari ilmu pengetahuan pada umumnya.
Hal yang paling penting yang sama-sama dimiliki oleh teoritikus adalah
bahwa mereka tidak semata-mata melukiskan kehidupan sosial atau mencerikatakan
sejarah perkembangan ilmu sosial demi kehidupan sosial, atau menceritakan sejarah
perkembangan ilmu sosial itu sendiri. Mereka lebih berusaha membantu kita untuk
melihat masayarakat manusia dengan cara tertentu sehhingga apa yang kita peroleh
dengan membaca karya-karya mereka tidak hanya lebih banyak informasi mengenai
kehidupan sosial, melainkan sesuatu yang lebih jauh penting lagi, yaitu sebuah
pemahaman yang lebih baik mengenai hakekat hubungan-hubungan sosial manusia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan Pengertian Dan Peranan Teori.?
2. Jelaskan Tentang Teori Fungsionalisme.?
3. Jelaskan Tentang Teori Struktural.?
4. Jelaskan Tentang Teori Konflik.?
5. Jelaskan Tentang Teori Pertukaran.?
6. Jelaskan Tentang Teori Interaksionisme Simbolik.?

C. TUJUAN
1. Untuk Menjelaskan Pengertian Dan Peranan Teori.
2. Untuk Menjelaskan Tentang Teori Fungsionalisme.
3. Untuk Menjelaskan Tentang Teori Struktural.
4. Untuk Menjelaskan Tentang Teori Konflik.
5. Untuk Menjelaskan Tentang Teori Pertukaran
6. Untuk Menjelaskan Tentang Teori Interaksionisme Simbolik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN PERANAN TEORI.


Teori merupakan bentuk tertinggi dari pengetahuan. Karena tidak semua para
ahli para ahli pandai membuat dan menghasilkan teori – teori baru. Di sinilah
mengapa orang yang berhasil membuat teori sangat dihargai, karena teori
merupakan tujuan utama dari ilmu pengetahuan pada umumnya. Hal yang paling
penting yang sama – sama dimiliki oleh para teoritikus adalah bahwa mereka tidak
semata – mata melukkiskann kehidupan sosial atau menceritakan sejarahh
perkembangan sosial demi kehidupan sosial, atau menceritakan sejarah
perkembangan sosial itu sendriri. Mereka lebih berusaha membantu kita untuk
melihat masyarakat manusia dengan cara tertentu sehingga apa yang kita peroleh
dengan membaca karya – karya mereka tidak hanya lebih banyak informasi
mengenai kehidupan sosial, melainkan sesuatu yang jauh lebih penting lagi, yaitu
sebuah pemahaman yang lebih baik mengenai hakekat hubungan – hubungan
sosial manusia.
Unsur – unsur utama sebuah teori menurut Jones (Jones, 2009) adalah definisi,
deskripsi, dan penjelasan.
1. Definisi, memberitahu kita bagaimana penulis akan memakai istilah –
istilah kuncinya, setiap teoritikus tentang masyarakat misalnya, harus
menjelaskan apa yang ia maksud dengan kata masyarakat, dan menawarkan
pandangan tertentu mengenai peristilahan pokok, seperti interaksi,
kontrak,maupun solidaritas.
2. Deskripsi, merupakan sebuah kegiatan yang tanpa akhir dan selalu belum
selesai serta tanpa batas. Jadi, tidak terhingga banyaknya fakta yang harus
ditemukan, diselidiki, dibuktikan, atau diperdebatkan. Bahkan untuk
teoritikus seleksi bahan tertentu selalu diperlukan. Hal itu menunjukkan
kepada kita bahwa apa yang terjadi ciri khas dari sebuah pendekatan teoritis
yang berbeda dari sebuah pendekatan empiris dalam arti sempit yang
berdasarkan pada fakta – fakta khusus yang berkaitan.
3. Penjelasan, harus melampaui makna deskripsi dengan mengatakan hal – hal
apakah yang dapat memberikan pada kita suatu tertentu mengenai mengapa
suatu kenyataan seperti itu? misal, mengapa suatu jenis masyarakat tertentu
akan berubah, entah secara lamban (evolusi) atau secara cepat (revolusi)
menjadi masyarakat jenis lain? dengan demikian, pada setiap teori yang
memadai harus disertai dengan deskripsi yang saling berkaitan serta
memuncak dalam suatu bentuk penjelasan yang lebih rinci.

Dan dapat disimpulkan bahwa teori di satu pihak adalah rangkaian fakta –
fakta dan konsep – konsep serta generalisasi – generalisasi, dipihak lain
merupakan perkiraan tentang implikasi (akibat) dari rangakaian fakta – fakta,
konsep – konsep, dan generalisasi – generalisasi tersebut, yang satu sama lainnya
sangat berhubungan.
1. Teori Sebagai Kerangka Kerja Untuk Melakukan Penelitian

Mengenai pentingnya teori sebagai kerangka kerja untuk penelitian,


dimaksudkan untuk mencegah praktek – praktek pengumpulan data yang tidak
memberikan sumbangan bagi pemahaman peristiwa. Oleh karena itu sebuah teori
yang berperan sebagai kerangka kerja tersebut, implikasinya bahwa teori harus
memiliki kegunaan sebagai berikut:

a. Teori harus mampu membantu mensistematisasikan, menyusun data,


maupun pemikiran tentang data sehingga tercapai penelitian yang logis
diantara aneka ragam data itu, yang semula kacau balau. Di sinilah teori
berfungsi sebagai kerangka kerja atau pedoman, bagan yang
sistematisasi maupun menjadi sistem acuan.
b. Mampu memberikan suatu skema atau rencana sementara mengenai
medan yang semula belum dipetakan sehingga terdapat suatu orientasi.
c. Mampu menunjukkan atau menyarankan arah untuk penyelidikan lebih
lanjut.

2. Teori Memberikan Suatu Kerangka Kerja Bagi Pengorganisasian Butir – Butir


Informasi Tertentu

Dalam hal ini fakta – fakta, proposisi, dan kaidah – kaidah itu dapat diturunkan
dari teori tersebut dan disusun secara sistematik, yang dilengkapi dengan ciri – ciri
pokok selanjutnya, yaitu keumuman (generality), rasionalis, objektivitas,
kemampuan diperiksa kebenarannya dan kemampuan menjadi milik umum. Hal ini
dapat dipahami karena semua teori pada hakekatnya berusaha untuk memenuhi
fungsi itu. Dalam analogi ini dapat dimisalkan tentang teori belajar Robert Gagne.
Menurut pandangannya, belajar itu merupakan faktor yang luas yang dibentuk oleh
pertumbuhan. Pandangan teoritik yang dirumuskan Robert Gagne memberikan
sintesis dari penemuan – penemuan yang sangat kompleks dan beragam,
menurutnya terdapat lima jenis belajar, yaitu belajar informasi verbal, kemahiran
intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, keterampilan motorik , dan belajar sikap.

3. Teori Berguna Untuk Mengungkapkan Kompleksitas Peristiwa Yang


Kelihatannya Sederhan

Secara umum, fungsi ketiga dari suatu teori adalah bahwa teori sering
mengungkapkan seluk beluk dan kompleksitas peristiwa – peristiwa yang
tampaknya sederhana. Suatu contoh khusus adalah hakekat dan jenis – jenis belajar
faktor – faktor yang berpengaruh terhadap belajar dari model Bandura (1971)
(Jones, 2009). Untuk sebagian besar kejadian, penjelasan yang dahulu diberikan
terbatas pada segi peniruannya saja. Artinya, pelajaran menirukan model dan
mendapat reward atau hadiah. Karena melakukan aktivitas yang diharapkan.
Namun, teori belajar sosial dari Bandura ternyata menunjukkan hal yang kompleks
sebab mengenai situasi waktu, pengamatan penunjukan tingkah laku hasil model
berhari – hari dan berminggu – minggu, mengenali kondisi belajar untuk gejala
yang rumit penerapannya. Dengan demikian, kejadian yang relatif sederhana yaitu
tentang proses imitasi modeling (peniruan model) ternyata kompleks karena
memiliki implikasi yang luas bagi teori belajar dan pembelajarannya.

4. Teori Berfungsi Untuk Mengorganisasikembali Pengalaman – Pengalaman


Sebelumnya

Di dalam ilmu pengetahuan, keberadaan teori – teori lama mutlak diadakan


peninjauan kembali untuk dikaji dan diuji validitasnya dan relevansinya secara
mendalam. Dalam hal ini dapat diambil contoh dalam fisika yang
mengorganisasikan kepercayaan intuitif ialah hukum kelembaman (inersia) yang
menyatakan bahwa suatu benda akan terus ke dalam arah geraknya sampai ada
kekuatan luar yang bekerja pada benda itu. Akan tetapi, kepercayaan yang sudah
diterima secara umum yang berasal dari Aristoteles justru sebaliknya. Analisisnya
menjelaskan suatu benda dalam keadaan gerak hanya jika benda itu dikenal oleh
suatu kekuatan. Demikianlah, ditemukannya hukum kelembaman menghendaki
pelu disusunnya kembali kepercayaan akal sehat.

5. Teori Berfungsi Untuk Prediksi Dan Kontrol

Disamping ilmuwan mempersoalkan penjelasan dan pemahaman tentang ilmu,


juga tidak kalah pentingnya adalah melakukan prediksi dan kontrol . Para
pendukung pandangan ini dapat mengatakan bahwa edukasi tentang suatu teori
terletak pada kekuatan prediksinya. Jika dengan menggunakan suatu teori kita
mampu membuat suatu prediksi yang akurat maka teori itu akan terkukuhkan.
Tidak perlu lagi mencari lebih lanjut penjelasan – penjelasan yang melandasinya.
Mengapa demikian? Karena hal ini dapat membuat prediksi yang andal, berarti
dapat melakukan kontrol; mengingat kontrol itu dapat dijabarkan dan prediksi.

B. TEORI FUNGSIONALISME
1. Pengertian Toeri Fungsionalisme

Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi


dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur
dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan
masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen
konstituennya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi. Sebuah analogi umum
yang dipopulerkan Herbert Spencer menampilkan bagian-bagian masyarakat ini
sebagai "organ" yang bekerja demi berfungsinya seluruh "badan" secara wajar.
Dalam arti paling mendasar, istilah ini menekankan "upaya untuk
menghubungkan, sebisa mungkin, dengan setiap fitur, adat, atau praktik,
dampaknya terhadap berfungsinya suatu sistem yang stabil dan kohesif." Bagi
Talcott Parsons, "fungsionalisme struktural" mendeskripsikan suatu tahap tertentu
dalam pengembangan metodologis ilmu sosial, bukan sebuah mazhab pemikiran.

2. Tokoh-Tokoh Pencetus Dan Konsep Dasar


Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar
pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali
mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet
Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran
biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri
dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan
hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama
halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga
bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Teori struktural fungsional ini
awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, dimana pemikiran Durkheim
ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan
pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh
Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara
masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang
disebut dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi analisis
substantif Spencer dan penggerak analisis fungsional. Dipengaruhi oleh kedua
orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology organismik tersebut.
Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana di
dalamnya terdapat bagian – bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem
tersebut mempunyai fungsi masing – masing yang membuat sistem menjadi
seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional,
sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem.
Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan
Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-
Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif
fungsional modern (Soekanto, 2009).

Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh
pemikiran Max Weber. Secara umum, dua aspek dari studi Weber yang
mempunyai pengaruh kuat adalah:

 Visi substantif mengenai tindakan sosial dan


 Strateginya dalam menganalisis struktur sosial.

Pemikiran Weber mengenai tindakan sosial ini berguna dalam perkembangan


pemikiran Parsons dalam menjelaskan mengenai tindakan aktor dalam
menginterpretasikan keadaan.

C. TEORI STRUKTURAL.
1. Pengertian Teori Struktural

Teori struktural sastra tidak memperlakukan sebuah karya sastra tertentu


sebagai objeknya kajiannya. Yang menjadi objek kajiannya adalah sistem sastra,
yaitu seperangkat konvensi yang abstrak dan umum yang mengatur hubungan
berbagai unsur dalam teks sastra sehingga unsur-unsur tersebut berkaitan satu
sama lain dalam keseluruhan yang utuh. Meskipun konvensi yang membentuk
sistem sastra itu bersifat sosial dan ada dalam kesadaran masyarakat tertentu,
namun studi sastra struktural beranggapan bahwa konvensi tersebut dapat dilacak
dan dideskripsikan dari analisis struktur teks sastra itu sendiri secara otonom,
terpisah dari pengarang ataupun realitas sosial. Analisis yang seksama dan
menyeluruh terhadap relasi-relasi berbagai unsur yang membangun teks sastra
dianggap akan menghasilkan suatu pengetahuan tentang sistem sastra (Supardan,
2008).

Pendekatan struktural berangkat dari pandangan kaum strukturalisme yang


menganggap karya sastra sebagai struktur yang unsurnya terjalin secara erat dan
berhubungan antara satu dan lainnya.Karya sastra merupakan sebuah kesatuan
yang utuh.Sebagai kesatuan yang utuh, maka karya sastra dapat dipahami
maknanya jika dipahami bagian-bagiannya atau unsur-unsur pembentuknya, relasi
timbal balik antara bagian dan keseluruhannya. Struktural genetik lahir sebagai
wujud ketidak puasan terhadap teori struktural yang melihat karya sastra sebagai
sesuatu yang otonom.

2. Tokoh-Tokoh Dan Konsep Dasar Teori Struktural


a. Aristoteles

Ada empat konsep dasar yang di temukan oleh Aristoteles yaitu :

1) Order berarti urutan dan aturan. Urutan aksi harus teratur dan logis.
2) Unity berarti bahwa semua unsur dalam plot harus ada, dan tidak bisa
bertukar tempat tanpa mengacaukan keseluruhannya.
3) Complexity berarti bahwa luasnya ruang lingkup dan kekomplekan
karya harus cukup untuk memungkinkan perkembangan peristiwa yang
logis untuk menghasilkan peredaran dari nasib baik ke nasib buruk
ataupun sebaliknya.
4) Coherence berarti bahwa sastrawan tidak bertugas untuk menyebutkan
hal-hal yang benar terjadi, tetapi hal-hal yang mungkin atau harus
terjadi dalam rangka keseluruhan plot.

b. Ferdinand De Saussure

Secara garis besar, konsep Saussure menganggap linguistik merupakan


ilmu yang otonom. Jika ditarik dalam ilmu sastra, maka karya sastra juga
memiliki sifat keotonomian sehingga pembicaraan mengenai karya sastra tidak
perlu dikaitkan dengan ilmu-ilmu yang lainnya.
D. TEORI KONFLIK.
1. Pengertian Teori Konflik

Konflik secara etimologis adalah pertengkaran, perkelahian, perselisihan


tentang pendapat atau keinginan; atau perbedaan; pertentangan berlawanan
dengan; atau berselisih dengan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
konflik mempunyai arti percekcokan; perselisiah; dan pertentangan. Sedangkan
menurut kamus sosiologi konflik bermakna the overt struggle between inthviduals
or groups within a society, or between nation states, yakni pertentangan secara
terbuka antara individu-individu atau kelompok-kelompok di dalam masyarakat
atau antara bangsa-bangsa (Jarry & Jary, 2008).

Dengan demikian yang dimaksud dengan teori konflik adalah any theory or
collection of theories that emphasizes the role of conflict, especially between
groups and classes, in human societies (beberapa teori atau sekumpulan teori yang
menjelaskan tentang peranan konflik, terutama antara kelompok-kelompok dan
kelas-kelas dalam kehidupan sosial masyarakat.

2. Tokoh-Tokoh Dan Asumsi Dasar

Ada beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini. Teori konflik merupakan
antitesis dari teori struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat
mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat pertikaian
dan konflik dalam sistem sosial. Teori konflik melihat bahwa di dalam masyarakat
tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat
manapun pasti pernah mengalami konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan.
Kemudian teori konflik juga melihat adanya dominasi, koersi, dan kekuasaan
dalam masyarakat. Teori konflik juga membicarakan mengenai otoritas yang
berbeda-beda. Otoritas yang berbeda-beda ini menghasilkan superordinasi dan
subordinasi. Perbedaan antara superordinasi dan subordinasi dapat menimbulkan
konflik karena adanya perbedaan kepentingan (Jhonson, 1986).

Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya
perubahan sosial. Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan
sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium, teori konflik
melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik kepentingan.
Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah
kesepakatan bersama. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang
dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus.

Menurut teori konflik, masyarakat disatukan dengan “paksaan”. Maksudnya,


keteraturan yang terjadi di masyarakat sebenarnya karena adanya paksaan
(koersi). Oleh karena itu, teori konflik lekat hubungannya dengan dominasi,
koersi, dan power (Wardi, 2006).
Tokoh-tokoh teori konflik terbagi ke dalam dua fase yakni tokoh sosiologi
klasik dan tokoh sosiologi modern. Adapun tokoh-tokoh teori konflik sosiologi
klasik adalah sebagai berikut:

a. Polybus

Teori konflik yang dikemukakan oleh Polybus bertolak dari keinginan


manusian membentuk suatu komunitas sehingga teori konflik yang
dikemukakan polybus diformulasikan sebagai berikut:

1) Monarki atau sistem pemerintahan dengan penguasa tunggal


adalah kekuasaan terkuat yang merupakan bentuk pertama
komunitas manusia.
2) Transisi dari sistem pemerintahan penguasa tunggal yang
didasarkan pada kekuasaan atau kekuatan, kingship (negara
dalam sebuah kerajaan) kepada kekuasaan yang didasarkan pada
keadilan dan wewenang yang sah.

b. Ibnu Khaldun

Nama lengkapnya adalah Abu Zaid ‘Abdul Rahman Ibn Khaldun


dilahirkan di Tunisia pada tahun 1332 Masehi. Ibnu Khaldun adalah
Sosiolog sejati. Hal ini didasarkan pada pernyataannya tentang beberapa
prinsip pokok untuk menafsirkan peristiwa-peristiwa sosial dan peristiwa-
peristiwa sejarah. Prinsip yang sama juga dijumpai dalam analisis Ibnu
Khaldun terhadap timbul dan tenggelamnya Negara-negara.

c. Nicolo  Machiavelli

Nicolo Machiavelli adalah seorang berkebangsaan Italia (1469-1527).


Menurut Machiavelli pada awalnya manusia hidup liar bagaikan binatang
buas, ketika ras manusia semakin meningkat jumlahnya mulai dirasakan
kebutuhan akan adanya hubungan dan kebutuhan pertahananan untuk
menentang satu dengan yang lainnya dan memilih seseorang yang sangat
kuat dan berani untuk dijadikan sebagai pemimpin mereka yang harus
dipatuhinya. Kemudian mereka mengenal baik dan buruk dan dapat
membedakan mana yang baik dan yang jahat.

d. Jean Bodin

Inti pemikiran Jean Bodin pada konsepsi titah kedaulatan sebagai esensi
dari masyarakat sipil. Namun demikian, kedaulatan tidak pernah bisa
dipisahkan dari prerogative formal. Hukum diperlakukan sebagai titah
kedaulatan. Hukum adat dipandang sah apabila didukung oleh kedaulatan,
karena kedaulatan memiliki wewenang tak terhingga untuk membuat
hukum.
e. Thomas Hobbes

Teori konflik yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes adalah bahwa


pada dasarnya dorongan utama dari tindakan manusia diformulasikan
sebagai berikut: pada tingkatan pertama manusia dengan keinginannya
terus-menerus dan kegelisahannya akan kekuasaan setelah berkuasa, artinya
rasa ingin berkuasa akan berhenti bilamana sudah masuk liang kubur. Hal
ini terwujud dalam dua hal, seorang raja dan problematikanya karena
keinginan untuk berkuasa adalah sesuatu hal yang tak pernah mengalami
kepuasan.

f. Karl Marx

Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang kelas masyarakat dan


penjuangannya. Pendapaatnya ini didasarkan pada kondisi masyarakat abad
ke-19 di Eropa. Masyarakat masa itu, terdiri atas kelas pemilik modal
(borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kelas borjuis
melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem produksi kapitalis.
Ketegangan antara borjuis dan proletar mendorong terbentuknya gerakan
sosial besar, yaitu revolusi

Ciri menonjol dalam pemikiran Marx adalah pemikirannya sangat


radila; dan dia melihat perubuhan sosial harus menyeluruh atau total, cepat
dan kohesif atau kekerasan secara tiba-tiba. Menurut pandangan Marx,
kaum borjuis pada masa itu tidak punya unsur-unsur positif yang bisa
dipertahankan. Kaum borjuis hanya melakukan penindasan terhadap kaum
buruh dalam rangka memperbesar modalnya

D. TEORI PERTUKARAN
1. Pengertian Teori Pertukaran

Teori pertukaran sosial adalah teori dalam ilmu sosial yang menyatakan bahwa
dalam hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan
yang saling memengaruhi. Teori ini menjelaskan bagaimana manusia memandang
tentang hubungan kita dengan orang lain sesuai dengan anggapan diri manusia
tersebut terhadap: 1. Keseimbangan antara apa yang di berikan ke dalam
hubungan dan apa yang dikeluarkan dari hubungan itu. 2. Jenis hubungan yang
dilakukan. 3. Kesempatan memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain.
Teori Pertukaran Sosial dikembangkan oleh Thibault dan Kelley (1952) ini
menganggap bahwa bentuk dasar dari hubungan sosial adalah sebagai suatu
transaksi dagang, dimana orang berhubungan dengan orang lain karena
mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya (Jones, 2009).

2. Tokoh-Tokoh Dan Asumsi Dasar

Teori ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang.


Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang
memenuhi kebutuhannya. Thibaut dan Kelley, pemuka utama dari teori ini
menyimpulkan teori ini sebagai berikut: “Asumsi dasar yang mendasari seluruh
analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal
dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan
ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”. Berdasarkan teori ini, kita masuk ke dalam
hubungan pertukaran dengan orang lain karena dari padanya kita memperoleh
imbalan (Jones, 2009).

Dengan kata lain hubungan pertukaran dengan orang lain akan menghasilkan
suatu imbalan bagi kita. Teori pertukaran sosial pun melihat antara perilaku
dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal).
Karena lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orang lain, maka kita dan
orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling
mempengaruhi Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward),
pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang
diperloleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang
dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi
perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan
perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan,
perkawinan, persahabatan hanya akan langgeng manakala kalau semua pihak yang
terlibat merasa teruntungkan. Jadi perilaku seseorang dimunculkan karena
berdasarkan perhitungannya, akan menguntungkan bagi dirinya, demikian pula
sebaliknya jika merugikan maka perilaku tersebut tidak ditampilkan (Urry, 2012).

Teori pertukaran sosial melihat antara perilaku dengan lngkungan terdapat


hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal), karena lingkungan kita
umumnya erdiri atas orang-orang lain, maka kita dan orang –orang lain tersebut
dipandang mempnyai perilaku yang saling mempengaruhi. Hubungan pertukara
dengan orag lain akan menghasilkan suatu imbalan kepada kita.

a. Thibault dan Kelly     

Teori Pertukaran Sosial dari Thibault dan Kelley ini menganggap bahwa
bentuk dasar dari hubungan sosial adalah sebagai suatu transaksi dagang,
dimana orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu
untuk memenuhi kebutuhannya. Pada perkembangan selanjutnya, berbagai
pendekatan dalam teori pertukaran sosial semakin fokus pada bagaimana
kekuatan hubungan antar pribadi mampu membentuk suatu hubungan interaksi
dan menghasilkan suatu usaha, untuk mencapai keseimbangan dalam
hubungan tersebut.

Teori pertukaran sosial ini juga digunakan untuk menjelaskan berbagai


penelitian mengenai sikap dan perilaku dalam ekonomi (Theory of Economic
Behavior). Selain itu, teori ini juga digunakan dalam penelitian komunikasi,
misalnya dalam konteks komunikasi interpersonal, kelompok dan organisasi.
Oleh karena itu, teori pertukaran sosial ini, selain menjelaskan mengenai sikap
dalam ekonomi, juga menjelaskan mengenai hubungan dalam komunikasi.

Thibault dan Kelley menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai


berikut, “asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah setiap
individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya
selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan
biaya”. Ganjaran, biaya, laba dan tingkat perbandingan merupakan empat
konsep pokok dalam teori ini

b. George C. Homans (1974 )

George C. Homan terkenal dengan teori pertukaran sosial pada peringkat


mikro iaitu dalam konteks psikologi. Beliau percaya bahawa struktur manusia
tidak berlaku secara semulajadi atau di luar jangkaan pemikiran manusia
seperti mesin. Sesuatu yang berlaku itu merupakan perilaku ataupun tindakan
manusia itu sendiri dimana ia dipengaruhi tindakan serta pemikiran seseorang.

Didalam struktur sosial yang sedia ada, seseorang itu tidak dapat
mengambarkan sesuatu kejadian itu dapat mempengaruhi perilaku atau
tindakan orang lain dari segi tindak balas dan sebagainya. Jika pernyataan
tersebut dikatakan oleh Homan terlalu bersifat struktur, maka ia dapat
mengambarkan ciri-ciri atau sifat bagi seluruh kaum fungsionalisme. Misalnya
Malinowski mengambarkan bahawa sesuatu benda yang berlaku itu bukan
hanya menghubungkan antara satu dengan yang lain, tetapi juga memerlukan
hubungan individu dengan anggota masyarakat tersebut. Selain itu, Homan
juga menyatakan bahawa sesuatu ganjaran itu datangnya daripada linkungan
masyarakat yang bersifat fungsionalisme iaitu masyarakat yang bersikap
positif dalam memberi sumbangan samada dalam bentuk kelestarian, integrasi
dan juga teladan yang boleh dijadikan panduan umum masyarakat. Disamping
itu, Homan juga menyatakan bahawa ada suatu hubungan yang positif di
antara ganjaran atau sumbangan yang diperolehi dengan pengekalan struktur
masyarakat. Ini kerana sumbangan dan juga ganjaran merupakan sebahagian
daripada keperluan dalam mengekalkan kesejahteraan masyarakat sejagat
dimana ia penting untuk menilai perubahan masyarakat.

Menurut Homans, “semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, makin


sering satu betuk tindakan tertentu memperoleh imbalan, makin cenderung
orang tersebut menampilkan tindakan tertentu tadi”, Makin tinggi nilai hasil
suatu perbuatan bagi seseorang maka makin besar pula kemungkinan
perbuatan tersebut di ulangnya kembali. Perinsif dasar dalam Social Exchange
adalah “Distributive Justice” yaitu aturan yang mengatakan bahwa sebuah
imbalan harus sebanding dengan investasi. Seseorang dalam hubungan
pertukaran dengan orang lain akan mengharapkan imbalan yang diterima oleh
setiap pihak sebanding dengan pengorbanan yang telah dikeluarkannya, makin
tinggi pengorbanan, makin tinggi imbalannya, dan keuntungan yang diterim
oleh setip pihak harus sebanding dengan investasinya, makin tinggi investasi
makin tinggi keuntungan.

c. Peter M. Blau

Blau mengatakan tidak semua perilaku manusia dibimbing oleh pertukaran


sosial, tetapi dia berpendapat kebanyakan memang demikian. Social Exchange
yang dimaksudkan dalam teori Blau ialah terbatas pada tindakan-tindakan
yang tergantung pada reaksi-reaksi penghargaan dari orang lain dan berhenti
apabila reaksi-reaksi yang diharapkan itu tidak kunjung munncul.

Dengan menggunakan paradigma menurut ahli sosiologi dari Amerika


yaitu Peter Blau. Beliau menempatkan dirinya pada permasalahan yang
bersumberkan proses sosial yang mengatur struktur komuniti dan struktur
sosial yang sangat kompleks, dari proses yang lebih meluas pada aktiviti
seharian hubungan antara individu dan hubungan peribadi antara mereka.
Berbeda dengan Homans, Blau lebih melihat pada peringkat dimensi
kekuasaan di dalam pertukaran sosial. Transaksi dan kekuasaan adalah akibat
daripada pertukaran yang membentuk tekanan sosial sehingga harus dipelajari
daripada dimensi pertukaran itu sendiri dan bukan hanya daripada sudut
pandangan nilai dan konteks normatif sehingga dapat membatasi atau menguat
studi tersebut. Ketika seseorang menggunakan kekuasaannya terhadap orang
lain,maka segala bentuk kepuasannya bererti ia telah menekan dan meminta
wang daripada individu lain,iaitu orang yang dibebani oleh kekuasaan
tersebut.Hal ini tidak bererti bahawa hubungan sosial tidak semestinya dalam
permainan yang sama. Tetapi mungkin kekuasaaan itu bermaksud setiap
individu-individu dapat memperolehi keuntungan daripada kumpulan mereka

Perhatian utama Blau ditujukan pada perubahan dalam proses-proses sosial


yang terjadi sementara orang bergerak dari struktur sosial yang terjadi
sementara orang bergerak dari struktur sosial yang sederhana menuju
strutuktur sosial yang kompleks, dan pada kekuatan-kekuatan sosial baru yang
tumbuh dari yang terakhir. Tidak semua transisi sosial bersifat simetris dan
berdasarkan pertukaran sosial seimbang.

E. INTERAKSIONISME SIMBOLIK
1. Pengertian Teori Interaksionisme Simbolik.
a. Pengertian interaksi simbolik secara etimologi

Pengertian interaksi dalam kamus bahasa Indonesia adalah saling


mempengaruhi , saling menarik, saling meminta dan memberi. (Riyadi,
2001)Dalam bahasa inggris disebut interaction yang dalam kamus ilmiah
berarti pengaruh timbal balik, saling mempengaruhi satu sama lain. Sedangkan
simbolik dalam kamus bahasa indonesia berarti perlambangan, dan dalam
bahasa inggris disebut symbolic yang dalam kamus ilmiah berarti
perlambangan, gaya bahasa yang melukiskan suatu benda dengan
mempergunakan benda-benda lain sebagai simbol atau pelambang.

b. Pengertian interaksi dan simbolik secara terminologi


Interaksionisme simbolik adalah salah satu model penelitian budaya yang
berusaha mengungkap realitas perilaku manusia. Falsafah dasar
interaksionisme simbolik adalah fenomenologi.
Interaksionisme simbolik (IS) adalah nama yang diberikan kepada salah
satu teori tindakan yang paling terkenal. Melalui interaksionisme simboliklah
pernyataan-pernyataan seperti “definisi situasi”, “realitas dimata pemiliknya”,
dan “jika orang mendefinisikan situasi itu nyata, maka nyatalah situasi itu
dalam konsekuensinya”, menjadi paling relevan. Meski agak berlebihan, nama
IS itu jelas menunjukkan jenis-jenis aktifitas manusia yang unsur-unsurnya
memandang penting untuk memusatkan perhatian dalam rangka memahami
kehidupan sosial (Riyadi, 2001).

2. Tokoh-Tokoh Dan Asumsi Dasar

Tidak mudah menggolongkan pemikiran ke dalam teori dalam artian umum


karena seperti dikatakan Paul Rock, pemikiran ini “sengaja dibangun secara
samar” dan merupakan “resistensi terhadap sistemasisasi”. Ada beberapa
perbedaan signifikan dalam interaksionalisme simbolik. Menurut Dauglas
Goodman yang mengutip dari beberapa tokoh interaksionalisme simbolik Blumer,
Meltzer, Rose, dan Snow telah mencoba menghitung jumlah prinsip dasar teori
ini, yang meliputi:

a. Tak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk berpikir.


b. Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial.
c. Dalam interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang
memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka yang
khusus itu.
d. Makna dan simbol memungkinkan manusia melanjutkan tindakan khusus
dan berinteraksi.
e. Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalam
tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi.
f. Manusia mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan, sebagian
karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang
memungkinkan mereka menguji serangkaian peluang tindakan, menilai
keuntungan dan kerugian relative mereka, dan kemudian memilih satu di
antara serangkaian peluang tindakan itu.
g. Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk
kelompok dan masyarakat.

Tokoh-tokoh Teori Interaksionisme Simbolik

1. Chales Horton Cooley


Dalam pandangan Cooley, individu ada berkat proses berlanjut hidup secara
biologis dan sosial. Sebaliknya, masyarakat sangat terkantung dari individu, karena
individu itulah yang menyumbangkan sesuatu pada kehidupan bersama. Kehidupan
manusia merupakan satu kesatuan. Individu dan masyarakat bukanlah relitas-
realitas yang terpisah, melainkan merupakan aspek-aspek distributif dan kolektif
dari gejala yang sama. Dengan demikian, antara individu dan masyarakat
merupakan dua sisi dari realitas yang sama. Keduannya ibarat dua sisi dari satu
mata uang.

2. George Herbert Mead

Bagi Mead, tertib masyarakat akanterjadi manakala ada komunikasi yang


dipraktikkan melalui simbol-simbol. Untuk menjelaskan sifat spesifik komunikasi
ini, maka komunikasi antar manusia harus di bandingkan dengan komunikasi antar
hewan.

Gambaran mead yang terkenal dalam hal ini adalah mengenai anjing yang
berkelahi. Setiap isyarat seekor anjing merupakan stimulasi bagi munculnya respon
anjing lainnya. Demikian pula sebaliknya, sehingga akan terjadi saling memberi
dan menerima.  Anjing-anjing itu menyatu dalam “perbincangan isyarat”. Meski
isyarat-isyarat itu sendiri bukan merupakan suatu yang berarti , sebab isyarat itu tak
membawa makna. Anjing-anjing tiu bersiap dan mengantisipasi posisi yang lain
secara spontan.

3. John Dewey

Teori pengenalan ini menghasilkan suatu citra manusia yang dinamis, anti
deterministik dan dengan optimisme. Manusia tidak secara pasif menerima begitu
saja pengetahuannya dari luar, tapi sebaliknya secara aktif dan dinamis membentuk
sendiri pengetahuan dan tindakannya. Lingkungan soial dan situasi tertentu di
mana seseorang hidup tidak sampai pada tingkat yang mendeterminasi dirinya, tapi
merupakan kondisi-kondisi terhadap bagaimana dia menentukan sikapnya.
Gambaran manusia yang demikian ini mengendalikan kepercayaan akan
kemampuan manusia, yang mendasari optimisme.

4. Herbert Blumer

Dalam konteks itu, menurut Blumer, aktor akan memilih, memeriksa, berpikir,
mengelompokkan dan mentransformasikan makna dalam kaitannya dengan situasi
dimana dan kemana arah tindakannya. Sebenarnya, interpretasi harus tidak di
anggap hanya sebagai penerapan makna-makna yang dipakai dan disempurnakan
sebagai instrumen bagi pengarahan dan pembentukan tindakan. Blumer
mengatakan bahwa individu bukan di kelilingi oleh lingkungan obyek-obyek
potensial yang mempermainkannya dan memebentuk perilakunya. Gambaran yang
benar ialah ia membentuk obyek-obyek itu.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sesuai paparan diatas dapat disimpulkan bawaha Fungsionalisme struktural adalah


sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya
menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling
berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal
fungsi dari elemen-elemen konstituennya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi

Pendekatan strukturalis terhadap sastra dan karya sastra harus di tempatkan dalam
seluruh model semiotic : penulis,membaca ,kenyataan,tetapi pula system sastra dan
sejarah sastra semuanya harus dimainkan peranya dalam interprestasi karya sastra
yang mnyeluruh. Tapi sekaligus harus dikatakan bahwa dalam rangka semiotic
analisis struktur tetap penting dan perlu

Teori Konflik telah dikemukakan oleh para sosiolog baik oleh sosiolog klasik
maupun sosiolog modern. Teori konflik klasik cenderung memandang konflik ditinjau
dari segi sifat alami manusia yang cederung saling memusuhi dan saling menguasai
terutama dalam hal kekuasaan. Adapun teori konflik modern lebih bersifat kompleks
dan muncul sebagai kritikan atas teori fungsionalisme structural. Tokoh yang sangat
terkenal dengan teori konflik modern adalah Ralf Dahrendorf.

Interaksionisme Simbolik adalah salah satu model penelitian budaya yang


berusaha mengungkap realitas perilaku manusia. Falsafah dasar interaksionisme
simbolik adalah fenomenologi.

Teori pertukaran sosial adalah teori dalam ilmu sosial yang menyatakan bahwa
dalam hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang
saling memengaruhi. Teori ini menjelaskan bagaimana manusia memandang tentang
hubungan kita dengan orang lain sesuai dengan anggapan diri manusia tersebut.
Daftar Pustaka
Jarry, D., & Jary, J. (2008). Sociology Dictionary. New York: Herper Collins.

Jhonson, P. D. (1986). Teori Sosiologi Klasik Dan Modern Jilid II Terjemahan Robert M.Z. Lawang.
Jakarta: PT Gramedia.

Jones, P. (2009). Pengantar Teori-Teori Sosial: Dari Fungsionalisme hingga Post-modernisme. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Riyadi, S. (2001). Interaksionisme Simbolik (Perspektif Sosiologi Modern). Malang: Averroes Press.

Soekanto, S. (2009). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.

Supardan, H. D. (2008). Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi
Aksara.

Urry, J. (2012). Sociology Beyond Societies: Mobilities For The Twenty-Frist Century. London:
Routlege.

Wardi, B. (2006). Sosiologi Klasik dari Comte Hingga Parsons. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai