Anda di halaman 1dari 1

Bagi Suara

“RKUHP”

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat akan kembali membahas revisi Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Akhir Mei kemarin, Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia bersama Komisi III DPR RI telah menggelar rapat mengenai revisi UU ini.
Namun, hingga kini pemerintah dan DPR belum mau membuka draf terbaru RUU tersebut.

Pada 2019 lalu, pembahasan RKUHP ditunda lantaran menuai kritik tajam dari
berbagai kalangan. Beberapa pasal yang dimuat dalam draf RUU itu dinilai multitafsir dan
berpotensi menjadi pasal karet. Beberapa pasal yang menuai banyak penolakan misalnya
terkait penghinaan terhadap pemerintah atau penguasa.

Pasal pertama yang kontroversi adalah pasal 218 RKUHP tentang Penghinaan
terhadap Presiden dan Wakil Presiden. Berikut redaksi pasal 218 RKUHP yang tertulis:
“Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri
Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3(tiga) tahun
6(enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.” Pasal 218 RKUHP ini yang
paling membuat gaduh di masyarakat. Kenapa? Karena sebelumnya pasal 218 ini sudah
pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitus sehingga wajar kalau saat ini timbul
kegaduhan di masyarakat.

Pasal yang kedua adalah pasal 353 RKUHP yang mengatur mengenai Penghinaan
terhadap Kekuasaan Umum atau Lembaga Negara sekaligus pasal 354 mengenai Penghinaan
terhadap Kekuasaan Umum atau Lembaga Negara melalui Media Elektronik dengan
ancaman 1 tahun 6 bulan.

Pasal 353 dan 354 ini terindikasi membungkam ruang demokrasi, terlihat dari bunyi
pasalnya yang sangat anti kritik. Bagaimana mugkin perubahan Negara itu tercipta jika
instansi atau lembaganya anti terhadap kritik? Bukankah kita sama-sama mengiginkan
menjadikan Negara ini sebagai Negara yang maju? Kalau mau maju, tentu harus ada
perbaikan yang dilakukan dan perbaikan itu berangkat dari kritikan.

Dan adapun masih banyak lagi beberapa pasal yang dibilang sangat kontroversi.
Bagaimanapun kita sebagai Rakyat Indonesia harus tetap memperjuangkan hak-hak kita
dalam berdemokrasi. Dan jangan sampai ada pihak yang mau menghancurkan demokrasi
kita dengan cara membuat UU yang sangat kontroversi ini. Bisa di ingatkan mungkin bapak
ibu Perwakilan rakyat yang ada disana, Ingat dari nama saja sebetulnya sudah jelas artinya,
DPR itu Dewan Perwakilan Rakyat, maka regulasi yang dibuat juga harus berpihak kepada
rakyat. Bukan sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai