Anda di halaman 1dari 5

Independensi Kekuasaan Kehakiman di Indonesia Terkait

Disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020


Tentang Mahkamah Konstitusi
Sophie Khanda Aulia Brahmana, S.H.
19/451960/PHK/10889 / MIH Jakarta Litigasi
Dosen : Dr. Mailinda Eka Yuniza , S.H., LL.M.

I. Pendahuluan
Kebebasan Hakim yang didasarkan pada kemandirian Kekuasaan
Kehakiman di Indonesia dijamin dalam Konstitusi Indonesia yaitu pada Pasal
24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang pada
pokoknya menyebutkan “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan
peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, dimana
Kebebasan hakim tersebut di implementasikan juga dalam Undang-Undang
tentang Kekuasaan Kehakiman.
Perkataan “kekuasaan merdeka” yang tersurat dalam aturan Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 dapat diartikan bahwa kekuasaan kehakiman
haruslah bebas dan tidak memihak, hal tersebut dapat terwujud apabila
tunduk pada aturan-aturan hukum yang berlaku. Kekuasaan kehakiman
apabila tidak menjaga jarak yang tepat dengan lembaga-lembaga politik yang
ada dalam suatu negara, maka ia akan kehilangan legitimasinya dan
kehadirannya dalam suatu negara menjadi tidak bermakna. Peradilan harus
bersifat independen serta impartial atau tidak memihak. 1 Peradilan yang bebas
pada hakekatnya berkaitan dengan untuk memperoleh putusan yang seadil-

1
RE. Baringbang, 2001, Catur Wangsa Yang Bebas Kolusi Simpul Mewujudkan Supremasi
Hukum, Pusat Kajian Reformasi, Jakarta, hlm. 117.
adilnya melalui pertimbangan dan kewenangan hakim yang mandiri tanpa
pengaruh ataupun campur tangan pihak lain.
Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu peradilan dengan Kekuasaan
Kehakiman sebagaimana yang disebut dalam UUD 1945 memiliki
kewenangan untuk melakukan Judicial Review Undang-Undang terhadap
UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran Parpol, dan
memutus sengketa tentang hasil pemilu. Mahkamah Konstitusi sebagai
Lembaga peradilan yang memiliki kewenangan sedemikian besar perlu dikaji
kebebasan kekuasaan kehakimannya. Keluarnya Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi yang merupakan perubahan ketiga
Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi menuai pro dan kontra
terhadap Independensi Kehakiman pada Mahkamah Konstitusi, hal tersebut
menarik penulis untuk membahas mengenai “Independensi Kekuasaan
Kehakiman di Indonesia terkait disahkannya UU Nomor 7 Tahun 2020
Tentang Mahkamah Konstitusi”

II. Analisis
Konstitusi di Indonesia apabila dianalisa, ternyata adanya jaminan dan
kepastian akan hakekat kebebasan dan kemandirian kekuasaan kehakiman
sangat tergantung dengan penerapan dan pelaksanaan sistem politik.
Meskipun pada aturan konstitusi menyatakan secara eksplisit bahwa
Peradilan memiliki kebebasan kekuasaan kehakiman, tapi penyimpangan
masih begitu banyak terjadi, baik dalam konteks dimensi substansi maupun
prosedural yang tidak memungkinkan terjadinya kebebasan dan kemandirian
kekuasaan kehakiman. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur
kekuasaan kehakiman, masih belum memberi ruang dan atmosfir yang
kondusif bagi independensi kekuasaan kehakiman. Banyak peraturan yang
tidak selaras, tidak harmonis dan inkonsistensi dengan konstitusi maupun satu
dengan lainnya. mengandung berbagai kelemahan, karena mengandung multi

2
penafsiran, sementara mekanisme berbagai peraturan perundangan
mendistorsi ketentuan dalam konstitusi.
Di tengah pandemi corona pada bulan pemerintah dan DPR
mensahkan RUU Mahkamah Konstitusi pada tanggal 1 September 2020.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 menjadi perubahan ketiga Undang-
Undang Makhkamah Konstitusi. Pembahasan RUU Konstitusi tersebut saat
itu menjadi sorotan dimana pembahasannya teramat singkat dengan waktu
tujuh hari. Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang sangat penting,
dimana Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan yang besar. Sosiolog
hukum Satjpto Rahardjo menyebutkan Sembilan hakim konsitusi ibarat idu
geni, Lidah api, sekali sembilan hakim konstitusi itu berucap, 256 juta rakyat
indonesia harus tunduk. 2
Mahkamah Konstitusi yang memiliki kewenangan untuk menguji
Undang-Undang terhadap UUD 1945, sudah banyak membatalkan Undang-
Undang, Mahkamah Konstitusi juga berwenang mengimpeach presiden,
menyelesaikan sengketa hasil pemilu dan menyelesaikan sengketa antara
lembaga negara. Karena kewenangan yang besar tersebut maka timbul
pertanyaan mengenai paket kilat revisi Undang-Undang Mahkamah
Konstitusi tersebut. Kerjasama pemerintah dan DPR berhasil
memperpanjang masa jabatan hakim konstitusi dari dua kali masa jabatan,
yakni sepuluh tahun menjadi lima belas tahun.  Usia hakim konstitusi pun
diperpanjang menjadi 70 tahun. Masa jabatan ketua Mahkamah Konstitusi
yang sebelumnya hanya 2,5 tahun diperpanjang menjadi lima tahun.
Disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang
Mahkamah Konstitusi dapat dikatakan sangat menguntungkan hakim- hakim
konstitusi yang sedang menjabat. Pasal yang mengatur perpanjangan masa
jabatan hakim konstitusi merupakan hadiah bagi para hakim konstitusi. "Ini
akan menjadi hadiah bagi hakim yang sedang menjabat dan menjadi konflik

2
Artikel Prof Dr Satjipto Rahardjo SH dalam artikelnya di Kompas, 5 Januari 2009, Menunda
Pemilihan ”Peludah Api” – Kompas.id , diakses pada tanggal 17 Desember 2020, pukul 09.00 wib

3
kepentingan karena DPR dan pemerintah memberlakukan untuk hakim yang
sedang menjabat.3
Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tersebut
maka masa jabatan hakim konstitusi adalah masa jabatan terlama,  lima belas
tahun. Presiden hanya dua periode, yakni sepuluh tahun. Masalahnya adalah
bagaimana pengawasan kepada  hakim konsitusi itu. Perpanjangan usia
pensiun hakim konstitusi menjadi 70 tahun dan masa jabatan paling lama 15
tahun tanpa pengawasan maka dapat dikatakan sangat berbahaya.
Pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tersebut disebutkan masa
jabatan hakim konstitusi akan berlaku hingga para hakim konstitusi pensiun
dan berlaku retroaktif untuk hakim-hakim yang ada sekarang. Yang menjadi
perdebatan ialah seharusnya jika mengatur demikian maka seharusnya
diberlakukan untuk hakim hasil seleksi berikutnya agar menghindari conflict
of Interest." Apalagi saat ini terdapat beberapa undang-undang yang sedang
diuji di Mahkamah Konstitusi. Dengan tidak bergantinya rezim pada
Mahkamah Konstitusi maka membuat masyarakat berspekulasi bahwa
Undang-Undang ini sengaja disahkan agar nantinya apabila terdapat Undang-
Undang krusial yang sedang diuji di Mahkamah Konstitusi yang potensial
untuk dibatalkan, maka dapat diamankan.
Kedepannya masyarakat berharap walaupun telah disahkannya
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi
tersebut,  maka Mahkamah Konstitusi tetap bisa memerankan diri sebagai
penjaga konstitusi negara dan penjaga ideologi negara, meski sudah ada
hadiah dari pemerintah. Mahkamah Konstitusi yang memiliki kewenangan
yang sangat besar tersebut diharapkan dapat tetap menjaga Kebebasan
Kehakimannya yang merdeka sebagaimana yang telah tertuang dalam UUD
1945.

III. Kesimpulan
3
PSHK: Revisi UU MK Jadi Hadiah bagi Hakim Konstitusi... Halaman all - Kompas.com, diakses
pada tanggal17 Desember 2020, pukul 11.00 wib

4
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia. Kebebasan Hakim yang didasarkan pada kemandirian Kekuasaan
Kehakiman di Indonesia dijamin dalam Konstitusi Indonesia yaitu Undang-
undang Dasar 1945, yang selanjutnya di implementasikan dalam Undang-
Undang tentang Kekuasaan Kehakiman. Dengan demikian kekuasaan
kehakiman haruslah bebas dan tidak memihak, hal tersebut hanya akan dapat
terwujud apabila tunduk pada aturan-aturan hukum yang berlaku.
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu peradilan yang memiliki
Kekuasaan Kehakiman , dimana dalam menyelenggarakan peradilan maka
Mahkamah Konstitusi harus bebas dari pengaruh pihak manapun.
Disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah
Konstitusi menyebabkan masyarakat bertanya-tanya mengenai Independensi
Kekuasaan Kehakiman, dimana terlihat jelas bagaimana terburu-burunya
DPR dan Pemerintah mensahkan Undang-Undang tersebut, seolah-olah
terdapat konflik kepentingan dari Pemerintah terhadap Lembaga Mahkmah
Konstitusi.
Masalah umur pada aturan Undang-Undang tersebut menjadi topik
yang menjadi sorotan, dimana dengan aturan umur tersebut menyebabkan
tidak bergantinya rezim pada Mahkamah Konstitusi membuat masyarakat
berspekulasi Undang-Undang ini sengaja disahkan agar nantinya apabila
terdapat Undang-Undang krusial yang sedang diuji di Mahkamah Konstitusi
yang potensial untuk dibatalkan, maka dapat diamankan. Kedepannya
masyarakat berharap walaupun telah disahkannya Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi tersebut, maka Mahkamah
Konstitusi tetap bisa memerankan diri sebagai penjaga konstitusi negara dan
penjaga ideologi negara. Mahkamah Konstitusi yang memiliki kewenangan
yang sangat besar tersebut diharapkan dapat tetap menjaga Kebebasan
Kehakimannya yang merdeka sebagaimana yang telah tertuang dalam UUD
1945.

Anda mungkin juga menyukai