Selasa lalu melalui rapat paripurna DPR akhirnya mengesahkan RKUHP yang
menjadi KUHP. Cita cita untuk memiliki KUHP organik hasil kontemplasi dari
pemimpin bangsa justru masih mengisahkan problematika
didalamnya. RKUHP yang melalui jalan terjal dalam proses penyusunannya
nyatanya masih belum berpihak terhadap rakyat. KUHP yang digunakan
sebelumnya merupakan warisan zaman kolonial belanda. KUHP yang
sejatinya harus lebih baik dari sebelumnya malah memperparah keadaan
realita ketika disahkannya RKUHP.
Dalam sektor kebebasan sipil tentunya ada pasal pasal yang kontroversial.
Sederet pasal tersebut makin memperburuk kualitas demokrasi di Indonesia.
Kemunduran demokrasi ini akan membawa kembali kita para zaman orde
baru.
Bayangkan apabila pasal ini efektif dan masif digunakan tentunya penjara
akan penuh ini semakin mencoreng wajah hukum di Indonesia. Prinsip-prinsip
negara kekuasaan (machstaat) itu akan semakin terlihat. Jadi, ke depan
hukum kita semakin terpinggirkan oleh ekonomi, pembangunan, dan itu tidak
berbasis pada kedaulatan rakyat yang dikandung dalam nilai-nilai demokrasi.
Tapi, justru pembangunan yang menguntungkan sekelompok orang-orang
yang sudah menguasai kekayaan material secara maksimal.
Pada 2019, RKUHP hampir disahkan, tapi aksi unjuk rasa di berbagai daerah
berhasil membatalkannya. Pada saat itu, substansi RKUHP masih dianggap
bermasalah. Pada saat itu, Presiden Joko Widodo meminta pasal-pasal
bermasalah ditinjau kembali.