Anda di halaman 1dari 2

KUHP SAH! Bagaimana dampak terhadap Demokrasi?

Selasa lalu melalui rapat paripurna DPR akhirnya mengesahkan RKUHP yang
menjadi KUHP. Cita cita untuk memiliki KUHP organik hasil kontemplasi dari
pemimpin bangsa justru masih mengisahkan problematika
didalamnya. RKUHP yang melalui jalan terjal dalam proses penyusunannya
nyatanya masih belum berpihak terhadap rakyat. KUHP yang digunakan
sebelumnya merupakan warisan zaman kolonial belanda. KUHP yang
sejatinya harus lebih baik dari sebelumnya malah memperparah keadaan
realita ketika disahkannya RKUHP.

Argumen yang dilayangkan DPR semakin melemahkan fungsinya ketika


KUHP disahkan masyarakat yang tidak setujununtuk melakukan Judicial
Review. Artinya hal darurat dalam pasal pasal yang masih bermasalah
enggan untuk dibahas dalam rapat DPR. Apakah ketika JR sudah menjamin
independensi MK?.

Dalam sektor kebebasan sipil tentunya ada pasal pasal yang kontroversial.
Sederet pasal tersebut makin memperburuk kualitas demokrasi di Indonesia.
Kemunduran demokrasi ini akan membawa kembali kita para zaman orde
baru.

Beberapa pasal yang merampas kebebasan sipil, terutama hak atas


kebebasan berekspresi dan berpendapat, antara lain: pasal penghinaan
terhadap Presiden dan Wakil Presiden, pasal penghinaan terhadap
pemerintah yang sah, pasal tentang penyiaran berita bohong, pasal tentang
penyelenggaraan aksi tanpa pemberitahuan lebih dahulu, pasal penghinaan
terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara, pasal tentang pencemaran
nama baik, serta pasal tentang pencemaran orang mati.

Bayangkan apabila pasal ini efektif dan masif digunakan tentunya penjara
akan penuh ini semakin mencoreng wajah hukum di Indonesia. Prinsip-prinsip
negara kekuasaan (machstaat) itu akan semakin terlihat. Jadi, ke depan
hukum kita semakin terpinggirkan oleh ekonomi, pembangunan, dan itu tidak
berbasis pada kedaulatan rakyat yang dikandung dalam nilai-nilai demokrasi.
Tapi, justru pembangunan yang menguntungkan sekelompok orang-orang
yang sudah menguasai kekayaan material secara maksimal.

Dalam sidang paripurna dijelaskan, RKUHP merupakan RUU inisiatif


pemerintah. Pada Juni 2015 lalu, presiden mengirimkan surat kepada DPR,
yang kemudian ditindaklanjuti dengan rapat Badan Musyawarah (Bamus)
DPR.
Bamus kemudian menugaskan Komisi III DPR RI untuk melakukan
pembahasan dengan pemerintah dan membentuk panitia kerja (panja). Panja
kemudian melakukan serangkaian proses kegiatan dalam rangka
pembahasan dan pendalaman melalui kunjungan kerja, seminar, dan diskusi.
Panja juga melakukan pendalaman intensif sejak 29 Oktober 1015 sampai 15
September 2019.

Pada 2019, RKUHP hampir disahkan, tapi aksi unjuk rasa di berbagai daerah
berhasil membatalkannya. Pada saat itu, substansi RKUHP masih dianggap
bermasalah. Pada saat itu, Presiden Joko Widodo meminta pasal-pasal
bermasalah ditinjau kembali.

Setelah itu, RKUHP masuk Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 dan


Prolegnas Prioritas 2022. Namun, sebenarnya, gagasan untuk mengubah
KUHP sebenarnya sudah dilakukan sejak puluhan tahun lalu, tepatnya sejak
1958, bersamaan dengan pembentukan Lembaga Pembinaan Hukum
Nasional (LPHN).

Pada 1970 pemerintah sempat mulai merancang RKUHP untuk mengganti


KUHP dan pada 1993 drafnya selesai disusun. Namun, pembahasannya baru
dilanjutkan pada 1998. Di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, wacana revisi KUHP pertama kali disampaikan.

Anda mungkin juga menyukai