Anda di halaman 1dari 21

PENGGUNAAN DAN PERMASALAHAN HAK PREROGATIF PRESIDEN DI

BIDANG YUDIKATIF SERTA IMPLEMENTASINYA DALAM TRIAS


POLITICA

ARTIKEL

HELENA LENA WITIN

1606834970

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM SARJANA REGULER

DEPOK

2019
ABSTRAK

Abstrak: Penggunaan dan Permasalahan hak prerogatif Presiden di Bidang


Yudikatif . Indonesia merupakan salah satu negara yang menreapkan sistem presidensil
dan Presiden memiliki jabatan sebagai kepala Negara dan juga sebagai kelapa
Pemerintahan sebagaimana yang telah diatur dalam UUD 1945. Presiden sebagai kepala
Negara sekaligus kepala pemerintah memiliki tugas dan fungsi sebagaimana yang diatur
dalam UUD 1945 diantara beberapa kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden yakni hak
prerogatif Presiden dalam bidang yudikatif. Berkaitan dengan itu, maka dalam tulisan ini
akan menguraikan dan menganalisis permasalahan Hak Prerogatif yang dimiliki oleh
Presiden sebagai salah satu bentuk kekuasaan Presiden dalam bidang Yudikatif.

Kata Kunci: Presiden, Kekuasaan, Hak Prerogatif

PENDAHULUAN

Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Negara macam-macam kekuasaan presiden terbagi


atas tiga jenis, yaitu kepala Negara, kepala pemerintahan (eksekutif), dan legislatif.
Negara Indonesia menganut sistem pemerintahan Presidensil yang diatur berdasarkan
UUD NRI Tahun 1945 yang berarti pemerintahan yang dipimpin oleh presiden. UUD
NRI Tahun 1945 baik itu selaku kepala Negara, kepala Pemerintahan, dan kekuasaan di
bidang legislatif. Presiden menyetujui oleh satu orang wakil presiden dalam melakukan
komitmennya dalam Pasal 4 ayat (2). Presiden dan wakil presiden memilih satu pasangan
langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum (Pasal 6A Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945).
1
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945) telah menggariskan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintah menurut Undang-Undang Dasar.” Artinya, kekuasaan dan tanggung jawab
pemerintahan berada di tangan satu orang yaitu dipegang oleh Presiden. Presiden yang
memegang kekuasaan pemerintahan dalam pasal ini menunjuk kepada pengertian

1
Artikelsiana, Kekuasaan Presiden Sebaga Kepala Negara.
https://www.artikelsiana.com/2015/03/kekuasaan-presiden-sebagai-kepala-negara.html diakses pada
tanggal 5 November 2019
2
presiden menurut sistem pemerintahan presidensial. terkait pelaksanaan kekuasaan
pemerintahan oleh presiden berdasarkan UUD 1945 pra amandemen, Presiden memiliki
hak prerogatif, yaitu

1. Dalam hal menyatakan keadaan bahaya (pasal 12);


2. Mengangkat duta dan konsul (Pasal 13);
3. Memberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA
(Pasal 14 ayat (1));
4. Amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14 ayat
(2));
5. Membentuk Dewan Pertimbangan Presiden (Pasal 16);
6. Mengangkat dan memberhentikan menteri (Bab V Pasal 17 ayat (2)).

UUD 1945 tidak menyebutkan secara eksplisit mengenai hak prerogatif. Akan tetapi,
dalam praktiknya hal ini dikenal luas dan bahkan menjadi argumentasi utama dalam
membenarkan penggunaan hak-hak tertentu oleh presiden secara mandiri (tanpa adanya
mekanisme pengawasan dari lembaga lainnya). Dalam pelaksanaan kekuasaan prerogatif
yang dimiliki oleh presiden tersebut sampai saat ini masih banyak menuai pendapat yang
pro maupun kontra. Persoalan persoalan yang menjadi kendala dalam setiap perbincangan
mengenai kekuasaan Presiden menjadi banyak sorotan bagi masyarakat,Permasalahan
yang timbul adalah bagaimana eksistensi hak prerogatif presiden sebagai suatu bentuk
pelaksanaan kekuasaan presiden dalam optik telaah UUD 1945? Apakah penggunaan hak
konstitusional presiden di bidang yudikatif sebagai bentuk pelaksanaan kekuasaan
presiden dapat mereduksi kemerdekaan kekuasaan kehakiman? Apakah penggunaan hak
konstitusional presiden dapat dipertanggungjawabkan secara hukum? Begitu pula halnya
dalam makalah ini, Penulis menguraikan beberapa permasalahan yang menitiberatkan
pada permasalahan Kekuasaan Prerogatif Presiden berdasarkan Konstitusi yang ada.
Sebagaimana Konstitusi itu sendiri merupakan landasan Hukum tertinggi dalam
menjalankan peran sebuah Negara dan mensejahterakan seluruh kehidupan masayarakat
Negara.

2
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta:
Konstitusi Press, 2006), h. 127
Konstitusi itu sendiri menurut C.F. Strong, merupakan kumpulan prinsipprinsip
yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak pihak yang diperintah, dan hubungan
di antara keduanya. 5 K.C. Wheare, juga berpendapat bahwa “konstitusi merupakan
resultante dari keadaan poleksosbud ketika konstitusi dibuat. Konstitusi menggambarkan
kebutuhan dan jawaban atas persoalan yang dihadapi saat itu“. 6 Dengan makna yang
sama, Renato R. Pasimio mengartikan konstitusi sebagai hukum dasar suatu negara yang
berisi prinsip-prinsip sebuah pemerintahan dibentuk, pengaturan pembagian kekuasaan
dan pedoman pengujian terhadap kekuasaankekuasaan tersebut. 7 Sementara James
Bryce mengemukakan bahwa “A constitution as a frame work of political society,
organised through and by law” (konstitusi sebagai satu kerangka masyarakat politik yang
pengorganisasiannya melalui dan oleh hukum).3

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh C.F Strong maka pemahaman


Konstitusi sebagai ketentuan yang pokok dan dasar dalam tatanan kenegaraan, sistem
pemerintahan, Politik, ekonomi, dan sosial. Konstitusi itu sendiri sebagai bentuk
kekuasaan Negara menjadikan kekuasaan sebagai pusat perhatian karena kekuasaan itu
sendiri pada intinya memang perlu diatur dan dibatasi sebagaimana mestinya.

Menurut Jimly Asshiddiqie, konstitusi merupakan bentuk kesepakatan seluruh


rakyat (general agreement) terkait dengan bangunan negara yang diidealkan. Konstitusi
merupakan wujud perjanjian sosial tertinggi seluruh rakyat. 10 Sebagai wujud perjanjian
sosial tertinggi, konstitusi memuat cita-cita yang akan dicapai dengan pembentukan
negara dan prinsip-prinsip dasar pencapaian cita-cita tersebut.4 Lebih jauh Jimly
mengemukakan pula bahwa ”berdasarkan prinsip negara hukum, hukum dimaknai
sebagai kesatuan hierarki tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi”.5

Sebelum memetakan ciri konstitusionalisme di Indonesia dari Undang-Undang


Dasar yang satu ke Undang-Undang Dasar yang lain, perlu sekali lagi dikemukakan

3
I Dewa Gede Atmadja, Hukum Konstitusi Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan UUD
1945, (Malang: Setara Press, 2012), hlm. 27.
4
Jimly Asshiddiqie, “Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi“ dalam Satya Arinanto dan Ninuk Triyanti,
(ed), op.cit., hlm. 223.
5
Jimly Asshiddiqie, “Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi“ dalam Satya Arinanto dan Ninuk Triyanti,,
hlm. 222.
bahwa secara teoritis konstitusionalisme pada intinya adalah bagian dari penegakan
konstitusi. Hakikat atau filosofi penegakan konstitusi itu adalah “an institutionalised
system of effective, regularised restrains upon governmental action” (suatu sistem yang
terlembagakan, menyangkut pembatasan yang efektif dan teratur terhadap tindakan-
tindakan pemerintah). (Sri Soemantri, 1988;2)

Perubahan UUD 1945 meliputi sistem pelembagaan dan hubungan tiga cabang
kekuasaan negara yang utama (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), sistem pemerintahan
lokal, pengaturan jaminan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) yang lebih rinci, dan
berbagai sistem dalam penyelenggaraan negara (pemilihan umum, pendidikan dan
kebudayaan, perekonomian dan kesejahteraan sosial, pertahanan dan keamanan, dan lain-
lain. Latar belakang dilakukannya perubahan UUD 1945 antara lain:

1. Sistem ketatanegaraan yang bertumpu pada MPR sebagai pemegang kekuasaan


negara tertinggi dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat berakibat pada
tiadanya checks and balance pada institusiinstitusi ketatanegaraan
2. Kekuasaan Presiden yang terlalu dominan (executive heavy) yaitu selain sebagai
pemegang kekuasaan pemerintahan (chief executive) juga sebagai kepala negara
dengan hak-hak konstitusionalnya yang lazim disebut hak prerogatif, serta
sekaligus memiliki kekuasaan untuk membentuk undang-undang (kekuasaan
legislatif) telah menyebabkan kecenderungan lahirnya kekuasaan otoriter.
3. Terdapat pasal-pasal yang luwes dalam UUD 1945 yang menimbulkan multi
tafsir, misalnya rumusan Pasal 7 dan Pasal 6 ayat (1) yang lama;
4. Banyaknya kewenangan Presiden untuk mengatur hal-hal yang penting dengan
undang-undang sebagai konsekuensi bahwa Presiden adalah juga pemegang
kekuasaan legislatif, sehingga inisiatif pengajuan RUU selalu berasal dari
Presiden;
5. Konstitusi belum cukup memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis,
supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan HAM, dan otonomi
daerah, sehingga praktik penyelenggaraan negara tidak sesuai dengan Pembukaan
UUD 1945.

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan untuk:


1. Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar lebih mampu untuk
mencapai tujuan nasional yang telah dirumuskan dalam Pembukaan
UndangUndang Dasar 1945;
2. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan
rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai perkembangan paham
demokrasi;
3. Menyempurkan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan Hak Asasi
Manusia yang merupakan salah satu syarat bagi sebuah negara hukum;
4. Menyempurnakan aturan dasar mengenai penyelenggaraan negara secara
demokratis dan modern melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas dengan
sistem checks and balances dan pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman
5. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban
bagi.6

Oleh karena kedudukan konstitusi sebagai aturan dasar suatu negara, maka
konstitusi menjadi sumber dan dasar bagi terbentuknya aturan hukum yang lebih rendah.
Disebut aturan dasar atau aturan pokok negara karena konstitusi hanya memuat aturan-
aturan umum yang masih bersifat garis besar atau bersifat pokok dan masih merupakan
norma tunggal. Aturan dasar atau aturan pokok negara ini merupakan landasan bagi
pembentukan undang-undang dan peraturan lain yang lebih rendah.7 Maka hal tersebut
lah yang menjadi landasan dalam Negara hukum suatu penetapan Konstitusi yang ada
tidak dapat di ingkari, karena Konstitusi sebagai Hukum Tertinggi dan menentukan segala
tatanan cara penyelenggaraan kekuasaan Negara. pada saat ini konstitusi tidak hanya
memuat aturan hukum, tetapi juga merumuskan atau menyimpulkan prinsipprinsip
hukum, garis haluan negara, dan patokan kebijaksanaan (policy) yang semuanya
mengikat penguasa. 18 Lagi pula, konstitusi dalam pandangan Jimly, menghendaki
negara terbentuk atas dasar hukum dasar (basic norm) yang demokratis, yang merupakan
naluri masyarakat suatu bangsa, sehingga konstitusi yang dibentuk adalah konstitusi

6
Oksep Adhayanto. Eksistensi hak prerogatif presiden pasca amandemen uud 1945. Jurnal FISIP UMRAH
Vol. 2, No. 2, 2011 : 156 - 174
7
Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-Undangan 1, (Jakarta: Penerbit Kanisius, 2007), hlm. 48-49.
demokrasi yang menghendaki the rule of law.8 Dengan adanya tata aturan yang tegas
dalam konstitusi maka harapan setiap bangsa adalah agar konstitusi sebagai pengendalian
suatu kekuasaan yang sewenang-wenang.

KEKUASAAN LEMBAGA PRESIDEN DALAM PERSPEKTIF UUD 1945

Presiden dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Menteri-menteri Negara. Menteri-


menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Menteri-menteri tersebut
memimpin departemen pemerintah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden
(sistem pemerintahan presidensial). Presiden dalam melaksanakan tugasnya dikontrol
oleh DPR dan Lembaga Kepresidenan benar-benar melaksanakan tugas,hak, dan
kewajibannya sesuai kehendak rakyat serta tidak ada dominasi di antara lembaga-
lembaga tinggi Negara lainnya.9 Wewenang presiden dalam bidang yudikatif, meliputi:

a. Memberi grasi, yaitu ampunan yang diberikan kepada orang yang telah dijatuhi
hukuman atas pertimbangan Mahkamah Agung.
b. Memberi amnesti, yaitu pengampunan atau penghapusan hukuman pada
seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana atas
pertimbangan DPR.
c. Memberi abolisi, yaitu penghapusan atau peniadaan pidana atas pertimbangan
DPR.
d. Memberi rehabilitasi, yaitu pemulihan nama baik pada seseorang atau
sekelompok orang atas pertimbangan Mahkamah Agung
e. Menetapkan hakim agung
f. Menetapkan hakim konstitusi

8
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Ketatanegaraan, (Bandung: The Biografy Institute, 2007), hlm. 87.
9
Tidak Tak Terbatas Kajian atas Lembaga Kepresidenan RI, (Coenelis Lay, et al.,1997)
g. Mengangkat dan memberhentikan anggota komisi yudisial dengan persetujuan
DPR10

Dalam UUD 1945 menggariskan kekuasaan Lembaga Kepresidenan, dalam UUD


tersebut kekuasaan Presiden berkaitan dengan pasal-pasal berikut ini:

a. Pasal 5 ayat 1, membentuk UU bersama-sama DPR;


b. Pasal 5 ayat 2, menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan UU
(Pouvoir reglementair);
c. Pasal 10, memegang kekuasaan tertinggi Angkatan Perang;
d. Pasal 11, menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian;
e. Pasal 12, menyatakan keadaan bahaya;
f. Pasal 13, mengangkat Duta dan Konsul serta menerima Duta dari negara lain;
g. Pasal 14, memberigrasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi;
h. Pasal 15, memberi gelar dan tanda jasa;
i. Pasal 17 ayat 2, mengangkat dan memberhentikan Menteri-menteri;
j. Pasal 21 ayat 2, membatalkan RUU yang disetuji DPR;
k. Pasal 22, Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu);
l. Pasal 23 ayat 1, mengajukan RAPBN (staatsbegrooting)11

Dengan kata lain kekuasaan Presiden menurut UUD 1945, mencakup: Kekuasaan
Eksekutif (butir b,i); Kekuasaan Legislatif (butir j,k,l); Kekuasaan Yudikatif (butir g);
kekuasaan Militer (butir: c, e); kekuasaan Diplomatik (butir: d, f); dan kekuasaan
Administratif (butir: h). Inilah salah satu karakteristik utama UUD 1945, yakni
memusatkan kekuasaan di tangan presiden (concentration of power upon the president)
sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Akibatnya, sekalipun di dalam

10
Josuasonakmalel., wewenang presiden dalam bidang yudikatif., https://brainly.co.id/tugas/1991772.

Diakses pada tanggal 14 November 2019

11
Tidak Tak Terbatas Kajian atas Lembaga Kepresidenan RI, (Coenelis Lay, et al.,1997)., op cit hlm.98
penjelasan UUD 1945 dikatakan bahwa pemerintahan tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan yang tidak terbatas) dan negara Indonesia tidak berdasar kekuasaan belaka,
namun dengan begitu besarnya kekuasaan Lembaga Kepresidenan, niscaya sangat sulit
tercipta balance of power apalagi checks and balances di antara cabang cabang
pemerintahan sebagai prasyarat mutlak terwujudnya demokrasi. Selain itu, yang juga
turut memperbesar kekuasaan Lembaga Kepresidenan adalah kenyataan begitu
banyaknya loop holes yang terdapat di dalam rumusan pasal-pasal UUD 1945. Ini terlihat
dari banyaknya rumusan yang berbunvi: " ditetapkan dengan UU" di akhir sejumlah
pasal UUD 1945. Dalam kondisi kekuasaan Lembaga Kepresidenan yang begitul besar,
rumusan seperti ini memungkinkan bukan hanyal ketentuan yang terdapat di dalam UUD
ini disimpangi, bahkan malah bisa dikebiri oleh pembentuk sekaligus pelaksana UU.12

Dibidang Yudikatif, menurut UU No.1/1950 tentang MA, Presiden mengangkat dan


memberhentikan anggota-anggota MA. Dibawah UUD 1945, UU ini masih
berlaku,akibatnya presiden juga akan mempunyai pengaruh tak langsung terhadap
kekuasaan yudikatif.13 Terhadap kekuasaan tersebut maka dapat dipertanyakan mengapa
UUD 1945 memberikan konsentrasi kekuasaan yang begitu besar kepada Lembaga
kepresidenan? Bahkan jika dibandingkan dengan UUD dari beberapa Negara lain
menganut sistem pemerintahan yang relatif sama dengan Indonesia, maka Indonesia
merupakan salah satu Negara yang dapat dikatakan kekuasaan yang diberikan oleh UUD
1945 terhadap kekuasaan lembaga kepresidenan adalah yang terbesar.

Menurut Prof. Mr. Dr. Soepomo, arsitek UUD 1945, intergralistik mengacu pada
unsusr-unsur Nazi Jerman yang cocok dengan aliran pikiran ketimuran. Intinya adalah :
(1) Prinsip persatuan antara pemimpin dengan rakyat (ein totaler Fuehrerstaat); dan (2)
Negara totaliter, das Ganze der politischen Einheit des Volkes (persatuan di dalam negara
seluruhnya). Sedangkan paham kekeluargaan berasal dari unsur Negaral Khositu Dai
Nippon di bawah Tenno Heika, yang dianggap Soepomo cocok dengan corak masyarakat
Indonesia. Akibatnya, sekalipun telah diperingatkan oleh M. Hatta dan M. Yamin, para
perumus UUD 1945 lainnya di dalam persidangan PPKI cenderung tidak menaruh

12
Ibid., hlm.99
13
Ibid., hlm.101
kecurigaan terha dap kekuasaan (problem of power). Tuntutan harus adanya kontrol dan
pembatasan terhadap kekuasaan serta perlunya jaminan Hak Asasi Manusia di dalam
UUD dianggap mencerminkan sikap keraguan, ketidakpercayaan, dan curiga terhadap
kekuasaan negara. Singkatnya, di dalam suatu negara keke-i luargaan yang selaras-serasi
dan seimbang, sikap saling curigai adalah tabu. Padahal di dalam kehidupan bernegara
yang benar, kecurigaan terhadap kekuasaan (the suspicion of power) itu harus ada, karena
kekuasaan selalu mempunyai kecenderungan untuk menyeleweng. Kekuasaan, yang juga
cenderung eksesif, selalu ingin lebihdan lebih lagi, dan seterusnya. Karenanya, di dalam
sistem konstitusional, kekuasaan harus dibatasi, harus adai kontrol. Bahkan di bawah
lapisan kontrol itu harus ada jaminan minimal, yakni hak-hak asasi manusia, yang tidak
boleh diterobos.14

HAK PREROGATIF

Menurut pengertian Inggris, istilah prerogatif memang merupakan "residual


power" yang semula ada pada raja/ratu yang berangsur-angsur beralih ke tangan parlemen
sejak Magna Charta 1215, The Petition of Rights 1627, The Hobeas Corpus Act, The Bill
of Rights of 1689, The Parliament Act 1911, Statue of Westminter 1931. Pada masa
sekarang, kekuasaan diskresi yang bisa dilakukan Ratu Inggris berdasar hak prerogatif
(berarti tanpa statuta yang dibuat oleh parlemen) antara lain membubarkan parlemen dan
mengangkat bangsawan baru (antara lain Sir Alex Ferguson dan Sir Sean Connory) yang
tidak berarti bagi kehidupan ketatanegaraan. Pendapat Prof Bagir Manan bahwa
kekuasaan prerogatif akan hilang apabila telah diatur dalam Undang-Undang atau UUD
hanya berlaku di Inggris, tidak berlaku di Amerika Serikat, Portugal, atau Indonesia. Di
Amerika Serikat, yang diartikan hak prerogatif adalah hak atau previlege yang tidak
dipunyai oleh lembaga yang lain (right or previlege that no body else has, Thordike
Dictionary; a special right or previlege of a sovereign or other executive of a government
Grolier Webster International Dictionary).
Hak prerogatif Presiden AS
Thomas Jefferson, yang menulis Declaration of Independence dan ikut menyusun
Konstitusi Amerika Serikat mengartikan hak prerogatif sebagai kekuasaan yang langsung

14
Ibid., hlm. 104
diberikan diberikan oleh Konstitusi (power granted him directly by constitution). Jadi
tidak ada hubungannya dengan residual power seperti di Inggris. Dapat dikemukakan
bahwa Thomas Jefferson merasa mempunyai hak prerogatif untuk membuat executive
agreemen untuk membeli daerah Lousiana tanpa persetujuan Senat. Menurut
Jefferson, executive agreement berlainan dengan treaty yang menurut Konstitusi harus
mendapat persetujuan Senat. Interpretasi Jefferson yang agak kontroversial itu
ditindaklanjuti dengan mengadakan treaty dengan Perancis pada 2 Mei 1803 dan
kemudian pada 21 Oktober 1803 diratifikasi oleh Senat dengan suara 24 berbanding 7.
Rakyat Amerika merasa sangat beruntung karena luas daerah Lousiana seluass 885.000
mil persegi (dua kali luas Amerika pada tahun 1803) hanya seharga AS $ 15.000.000 atau
kurang lebih 10 sen per hektar. Di Amerika, kesalahan presiden menggunakan hak
prerogatif bisa diuji atau digugat di Mahkamah Agung. Dalam kasus Jefferson, tidak ada
gugatan karena Senat kemudian menyetujui pembelian tersebut meskipun belum
ditentukan garis perbatasan dengan negara tetangga yang perjanjiannya (treaty) baru
diadakan kemudian. Menurut Thomas Jefferson , hak prerogatif adalah kekuasaan yang
langsung diberikan oleh Konstitusi (kekuasaan diberikan langsung oleh konstitusi).
Thomas Jefferson adalah orang yang menulis Deklarasi Kemerdekaan dan ikut
menyusun Konstitusi Amerika Serikat. Dalam kasus Youngstown Sheet and Tube
Company vs Sawyer (1952), Mahkamah Agung menyatakan bahwa penggunaan hak
prerogatif oleh Presiden Truman untuk mengambil alih pabrik baja tempa melalui
persetujuan Kongres dianggap tidak konstitusional. Demikian pula dalam kasus
Humpreys Executor vs. United States (1935), Mahkamah Agung menyatakan bahwa
Presiden Roosevelt tidak bisa memecat pejabat yang bertugas di lembaga quasi
legislature dan quasi judicial bila tidak tercantum dalam statutanya (Roosevelt memecat
seorang Federal Trade Commisioner). Dalam Konstitusi Amerika Serikat, Article II,
Section 2, Butir 2, dinyatakan bahwa "& and he shall nominate and by end with the advice
and consent of the Senate shall appoint ambassadors, other public ministers and consuls,
judges of the Supreme Court, and all others officeras of the United States, whose
appointments are not herein otherwise for, and which shall be established by law..".
Di Amerika Serikat, Menteri (Secretary) termasuk officers of the United State,
meskipun tidak secara eksplisit dicantumkan dalam Konstitusi. Pada kenyataannya soal
pengangkatan menteri selalu memerlukan persetujuan Senat atau Senat tidak
berkeberatan (Senatorial Approval).Pada masa pemerintahan A. Jhonson, pengangkatan
dan pemecatan Menteri Pertahanan Edwin Stanton yang berpihak kepada kaum oposisi
menjadi kasus yang sangat terkenal. Ketika Presiden Andrew Jhonson memecat Edwin
Stanton, pihak oposisi mencoba meng-impeach-nya. Di Sidang Impeachment yang
dilakukan di Senat dengan pimpinan Ketua Mahkamah Agung, Presiden Jhonson lolos
dari impeachment. Pihak oposisi yang kekurangan hanya satu suara, 35 suara (64,7%),
menyatakan Presiden A. Jhonson bersalah dan 19 menyatakan bahwa A. Jhonson tidak
bersalah. Mengingat syarat Presiden AS dapat dilengserkan bila 2/3 atau 66,6% anggota
Senat menyatakan Presiden bersalah, A Jhonson bisa tetap duduk di kursi Kepresidenan
sampai masa akhir jabatannya. Fix Government memerlukan ketentuan yang membuat
pelengseran Presiden sukar dilakukan.
Hak Prerogatif Presiden Indonesia
Sebagaimana dimaklumi, dalam Penjelasan UUD 1945 dikemukakan bahwa teks
UUD tidak dapat dipahami bila hanya membaca teksnya saja. Kita harus mendalami
bagaimana terjadinya teks tersebut, bagaimana suasana kebatinnya dam bagaimana
praktek penyelenggaraan UUD, termasuk konvensi yang terjadi. Pendapat para pendiri
negara kita sesuai dengan pendapat Dicey, bahwa "the conventions of the constitution
whichconsisting (as they do) of customs, practices, maxims or precepts, which are not
enforced or recognized by the courts, make up a body not of laws, but of constitutional or
political ethics (Dicey, 1968 hal 17).
Bila pendapat Dicey bahwa "konvensi membentuk etika politik dan etika
konstitusional", maka pada masa UUD berlaku antara 1945 1950, terjadi konvensi yang
penting yakni bahwa:
1. Hak prerogatif Presiden bergeser dari menunjuk menteri menjadi menunjuk Perdana
Menteri.
2. Bahwa kabinet secara langsung bertanggung jawab kepada KNIP (Komite Nasional
Indonesia Pusat) dan secara tidak langsung kepada Presiden, dan bila dianggap
perlu/keadaan darurat, presiden atau wakil presiden akan langsung memimpin kabinet.
3. Bahwa Presiden Soekarno tetap menjadi Panglima Tertinggi TNI. Panglima Besar
Sudirman tidak mau berada di bawah Menteri Pertahanan, sedangkan Perdana Menteri
hanya membawahi Polisi Republik Indonesia.
4. Bahwa bila negara dalam keadaan darurat, sistem pemerintahan menjadi sepenuhnya di
bawah Presiden.
Kembali pada pengertian hak prerogatif, bila diambil pengertian hak prerogatif
seperti pengertian di Amerika, maka hak prerogatif presiden Indonesia adalah hak yang
tercantum dalam Pasal 10, 11, 12, 13, 14, 15, dan 17 UUD 1945.
Dalam Penjelasan UUD 1945 digunakan kalimat bahwa pasal 10, 11, 12, 13, 14 dan 15
adalah kekuasaan-kekuasaan Presiden sebagai konsekuensi dari kedudukan Presiden
sebagai Kepala Negara. Sementara Penjelasan tentang Kementerian Negara Pasal 17
tertulis "Lihatlah Di atas", yang dimaksud adalah lihatlah tentang menteri-menteri negara
bukan pegawai tinggi biasa. Dalam prakteknya menteri yang menjalankan kekuasaan
pemerintah (pouvoir executive), bahwa menteri itu pemimpin-pemimpin negara. Hak
seorang menteri tentunya lebih besar dari seorang pegawai biasa. Dia tidak diberhentikan
dengan menyatakan itu adalah hak prerogatif presiden. Presiden Soekano, Presiden
Soeharto, dan Presiden Habibie tidak pernah menyatakan bahwa punya hak prerogatif
untuk mengangkat dan memberhentikan seorang menteri. Yang menjadi tanda tanya dari
mana atau siapa yang membisiki Presiden Abdurahman Wahid bahwa dia punya hak
prerogatif untuk mengangkat seorang menteri tanpa adanya persetujuan dari DPR atau
elite politik atau memperhatikan konvensi dan etika politik. Mengingat kekeliruan
tersebut, maka seharusnya pasal 17 perlu diamandemen dengan menyatakan bahwa
pengangkatan menteri, terutama yang penting, seperti Menteri Luar Negeri, Menteri
Pertahanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan menteri lainnya yang
dianggap penting, harus dengan persetujuan DPR. Di Amerika, sampai hari ini,
pengangkatan Menteri Luar Negeri M. Albright dan Menteri Pertahanan Cohen, harus
mendapat persetujuan dari Senat. Kita ingin meniru sistem pemerintahan di Amerika,
tetapi kita kurang memahami detailnya agar pemerintahan bisa berjalan efektif dan
efisien. Amandemen pasal 17 sangat menentukan jalannya pemerintahan kita.15
Bila diambil Dari pengertian hak prerogatif seperti PADA Tulisan Ananda B. Kusuma
Suami, Maka hak prerogatif Presiden Indonesia Adalah hak Yang tercantum beberapa
pasal Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”). Berikut Kami akan menyebutkan hak-
hak tersebut satu- persatu, antara lain: Sebuah Pasal
a. 10 UUD 1945 :Presiden memegang kekuasaan tertinggi Angkatan Darat,
Angkatan Laut, dan Angkatan Udara;
b. Pasal 11 ayat (1) UUD 1945 : Presiden menyatakan perang, membuat perdamaian,
dan perjanjian dengan negara lain;
c. Pasal 12 UUD 1945 : Presiden menyatakan keadaan bahaya;
d. Pasal 13 UUD 1945 : Presiden mengangkat duta dan konsul;
e. Pasal 14 UUD 1945 : Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA); Presiden juga
memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR);
f. Pasal 15 UUD 1945 : Presiden memberikan gelar, tanda jasa, dan tanda
kehormatan lain yang mengatur UU
g. Pasal 17 UUD 1945 : Presiden disetujui oleh menteri-menteri negara yang
ditunjuk dan diberhentikan oleh presiden.

Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 yang mengatakan bahwa presiden memberikan grasi dan
rehabilitasi dengan mempertimbangkan Mahkamah Agung. Definisi
grasi berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi (“UU
Grasi”) adalah pengampunan yang terdiri dari perubahan, peringanan, pengaturan, atau
pelaksanaan eksekusi untuk terpidana yang diberikan oleh Presiden. Di dalam
Penjelasan Umum, Undang-Undang Grasi sepenuhnya dikonfirmasi antara yang lain
adalah grasi mewakili hak prerogatif Presiden. Bunyi selengkapnya Penjelasan

15
Ananda B. Kusuma.,UUD 1945 Mengenal Hak Prerogatif.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol380/uud-1945-mengenal-hak-prerogatif/ diakses pada
tanggal 14 November 2019
Umum UU Grasi sebagai berikut: "Pemberian grasi bukan merupakan campur
tangan Presiden dalam bidang yudikatif, memberikan hak prerogatif Presiden untuk
memberikan ampunan." Jika diminta dengan uraian kami sebelumnya yang membahas
tentang pendapat Ananda B. Kusuma tentang hak prerogatif, maka apa yang disebut
dalam penjelasan umum UU Grasi ini sesuai dengan maksud dari hak prerogatif
menurut Ananda B. Kusuma. Hak prerogatif presiden dalam memberikan grasi yang
disebut dalam konstitusi negara Republik Indonesia, yaitu UUD 1945. arti, hak
prerogatif adalah hak-hak yang diberikan oleh UUD 1945 kepada presiden. Pada sisi
lain, menurut Syafran Sofyan, SH, M.Hum dalam tulisannya yang
berjudul Implementasi Nilai-Nilai Konstitusi dalam Meningkatkan Persatuan dan
Kesatuan Bangsa yang kami akses dari laman resmi Lembaga Pertahanan Nasional ,
hak prerogatif hak akses yang dimaksudkan / dilihat dari lembaga negara lain, tetapi
menerima penggunaannya kepada Presiden / Kepala Negara sebagai penghormatan
dan pelaksanaannya tidak perlu dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini, kami
menyetujui hak prerogatif adalah hak-hak yang diberikan oleh UUD 1945 sebagai
konstitusi negara Republik Indonesia kepada Presiden, diberikan kami telah jelaskan
di atas.16

Berkaitan dengan kekuasaan Presiden dibidang Yudikatif maka Undang-Undang Dasar


1945 bahkan menegaskan sejumlah hak yang memungkinkan Presiden mengambil alih
sebuah proses hukum.

Pasal 14 UUD 1945 menyebutkan:

Ayat 1, Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan


Mahkamah Agung.

Ayat 2, Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan


Dewan Perwakilan Rakyat.

16
Tri Jata Ayu Pramesti, Hak Prerogatif.,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt51b886363d68d/hak-prerogatif/ diakses pada
tanggal 14 November 2019
Berbeda dengan UUD 1945 sebelum amandemen yang menjadikan semua hak tersebut
sebagai kewenangan absolut dari Presiden, pada UUD 1945 hasil amandemen ini,
kewenangan itu harus dikonsultasikan dengan MA dan DPR.

Grasi

Dasar hukum pemberian grasi adalah UU Nomor 22 Tahun 2002 yang kemudian diubah
dengan UU Nomor 5 Tahun 2010. Menurut Pasal 1 UU Nomor 22 Tahun 2002, grasi
adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan
pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden. Dalam ilmu hukum,
grasi merupakan upaya hukum luar biasa (bersama dengan peninjauan kembali) dari
seorang terpidana yang telah melewati proses hukum biasa, yaitu pengadilan tingkat
pertama, banding dan kasasi. Grasi dibutuhkan karena dapat meminimalisir kekhawatiran
akan munculnya vonis yang dijatuhkan hakim tidak sesuai dengan tingkat kesalahan
terpidana. Selain itu, grasi juga bisa menjadi solusi atas kealpaan majelis hakim dalam
proses persidangan di peradilan pidana.

Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah tindakan yang diambil Presiden dalam rangka mengembalikan hak
seseorang yang telah hilang karena suatu keputusan hakim yang ternyata kesalahan yang
dilakukan orang tersebut tidak seberapa dibandingkan dengan perkiraan semula atau
bahkan tidak bersalah sama sekali. Rehabilitasi dirasa perlu diberikan karena vonis yang
dijatuhkan sebagai terpidana akan sangat mengganggu kondisi kejiwaan seseorang.
Apalagi kalau kemudian vonis itu dijatuhkan tanpa memiliki bukti yang kuat atau proses
yang adil. Karena itu, kewenangan untuk memperbaiki nama, hak, dan citra seseorang
yang terlanjur dihubungkan dengan perkara hukum tetapi tidak dapat dibuktikan
keterlibatannya atau sangkaan yang salah, diserahkan pada Presiden.

Amnesti

Secara umum, amnesti adalah sebuah tindakan hukum yang dilakukan Presiden untuk
mengembalikan status tak bersalah kepada orang yang sudah dinyatakan bersalah secara
hukum sebelumnya. Amnesti ini diberikan kepada orang-orang yang sudah ataupun
belum dijatuhi hukuman, yang sudah ataupun yang belum diadakan pengusutan atau
pemeriksaan terhadap tindak pidana tersebut. Amnesti agak berbeda dari hak Presiden di
bidang yudikatif lainnya, karena ditujukan kepada orang banyak. Misalnya, pemberian
amnesti untuk pidana yang bersifat politik, seperti pemberontakan atau suatu pemogokan
kaum buruh yang membawa akibat luas terhadap kepentingan negara. Biasanya pula,
amnesti diberikan tanpa syarat. Oleh karena itu, dalam pemberiannya, amnesti tidak bisa
diberikan secara sembarangan, tetapi harus melalui pertimbangan yang panjang serta
adanya jaminan bahwa kelompok tersebut tidak lagi melakukan perbuatan yang
merugikan negara.

Abolisi

Abolisi berasal dari bahasa Inggris, abolition, yang berarti penghapusan atau
pembasmian, yang secara hukum diartikan sebagai peniadaan tuntutan pidana. Artinya,
abolisi merupakan suatu keputusan dari Presiden untuk menghentikan pengusutan dan
pemeriksaan suatu perkara, di mana pengadilan belum menjatuhkan keputusan terhadap
perkara tersebut. Presiden memberikan abolisi dengan pertimbangan demi alasan umum
mengingat perkara yang menyangkut para tersangka tersebut terkait dengan kepentingan
negara yang tidak bisa dikorbankan oleh keputusan pengadilan. Dengan kata lain, abolisi
merupakan sebuah upaya dari Presiden untuk menghentikan proses pemeriksaan dan
penuntutan kepada seorang tersangka, karena dianggap pemeriksaan dan penuntutan
tersebut dapat mengganggu stabilitas pemerintahan.17

Berdasarkan kekuasaan presiden dibidang Yudikatif jika dikaitkan dengan


pengertian dari hak prerogatif itu sendiri, nampak adanya ketidakkonsistenan karena
kekuasaan presiden yang ditentukan dalam pasal-pasal tersebut kerap dalam
pelaksanaannya membutuhkan keterlibatan lembaga lain. Sebagai contoh, berdasarkan
ketentuan Pasal 14 ayat (1) UUD 1945, presiden memiliki hak prerogatif untuk

17
Selain Grasi, Hak Apa yang Dipunyai Presiden di Bidang Yudikatif? (Rinaldo

25 Jan 2017, 18:36 WIB)


memberikan atau menolak permohonan grasi dan rehabilitasi dari terpidana dengan
terlebih dahulu meminta dan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Artinya,
hak presiden untuk memberikan grasi maupun rehabilitasi tidak dapat lagi dikatakan
sebagai hak prerogatif, karena dalam pelaksanaannya melibatkan lembaga lain yaitu
Mahkamah Agung. Padahal hak prerogatif terkandung arti sebagai hak mutlak dari
seorang presiden tanpa campur tangan dari pihak lain. Terdapat pula pendapat yang
mengatakan bahwa setelah dihapusnya penjelasan dan dipertegasnya ketentuan Pasal 4
ayat (1) UUD 1945 pasca amandemen, maka Presiden hanyalah dapat dikatakan sebagai
pemegang kekuasaan pemerintahan, dalam arti presiden bertindak selaku kepala
pemerintahan, yang harus dibedakan sebagai kepala negara yang hanya berfungsi sebagai
simbol negara. Karena pasal 4 ayat (1) UUD 1945 hanya menegaskan presiden sebagai
pemegang kekuasaan pemerintahan, maka Presiden tidak dapat lagi dikatakan memiliki
hak prerogatif, melainkan presiden diposisikan sebagai pemimpin tertinggi administrasi
negara. Dengan demikian, bagi mereka pasca amandemen tidak ada lagi kekuasaan
Presiden sebagai kepala negara, karena dasar konstitusional presiden sebagai kepala
negara yang diatur dalam penjelasan UUD 1945 telah ditiadakan, sehingga tidak tepat
jika presiden dikatakan memiliki hak prerogatif.18

Adapula pendapat lain yang mengatakan bahwa konstruksi yang dibangun UUD
1945 sesungguhnya tidak mengenal hak prerogatif presiden, baik dalam kapasitasnya
sebagai kepala negara maupun sebagai kepala pemerintahan, melainkan lebih tepat
disebut dengan hak konstitusional Presiden. Hal ini dengan jelas dikatakan Jimly
Asshiddiqie bahwa sumber kekuasaan tertinggi dalam negara hukum adalah hukum dan
setiap kepala negara harus tunduk kepada hukum. Oleh karena itu, sebagai kepala negara
dan kepala eksekutif, presiden memiliki seperangkat kekuasaan yang bersumber dari
UUD 1945.19 Lagi pula menurutnya rumusan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945

18
Bachtiar Baital. Pertanggungjawaban Penggunaan Hak Prerogatif Presiden Di Bidang Yudikatif Dalam
Menjamin Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman. “Jurnal Cita Hukum, Vol. I No. 1 Juni 2014” hlm.26
19
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Hukum Lembaga Kepresidenan
Indonesia, hlm. 71.
merupakan rumusan asli dari founding fathers yang tidak mengalami perubahan hingga
saat ini. Rumusan inilah yang disebut sebagai prinsip constitutional government.20

Dengan demikian, penggunaan istilah hak prerogatif Presiden sesungguhnya tidak


dikenal dalam kontruksi UUD 1945, hanya saja diakui dalam praktik masih kerap
digunakan. Karenanya perlu dipertegas bahwa istilah yang paling dapat diterima
berdasarkan bangunan teori hukum konstitusi adalah hak konstitusional Presiden, karena
memang kekuasaan Presiden itu bersumber dari UUD dan UndangUndang. Ismail Suny
menyatakan bahwa kekuasaan-kekuasaan umum dari eksekutif berasal dari UUD dan
Undang-Undang termasuk: (a) kekuasaan administratif, yaitu pelaksanaan undang-
undang dan politik administrasi; (b) kekuasaan legislatif, yaitu memajukan rencana
undang-undang dan mengesahkan undang-undang; (c) kekuasaan yudikatif, yaitu
kekuasaan untuk memberikan grasi dan rehabilitasi; (d) kekuasaan militer, yaitu
kekuasaan mengenai angkatan perang dan pemerintahan; dan (e) kekuasaan diplomatik,
yaitu kekuasaan hubungan luar negeri.21

20
Jimly Asshiddiqie Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi., hlm. 328
21
7 Ismail Suny, Pembagian Kekuasaan Negara, (Jakarta: Aksara Baru, 1978), hlm. 328
DAFTAR PUSTAKA

Artikelsiana, Kekuasaan Presiden Sebaga Kepala Negara.


https://www.artikelsiana.com/2015/03/kekuasaan-presiden-sebagai-kepala-negara.html

Asshiddiqie, Jimly, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,


(Jakarta: Konstitusi Press, 2006), h. 127

Gede, Atmadja, I Dewa Hukum Konstitusi Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah


Perubahan UUD 1945, (Malang: Setara Press, 2012), hlm. 27.

Soemantri,Sri 1984, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi,

Asshiddiqie, Jimly, “Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi“ dalam Satya Arinanto


dan Ninuk Triyanti, (ed), op.cit., hlm. 223.

Adhayanto, Oksep. Eksistensi hak prerogatif presiden pasca amandemen uud 1945.
Jurnal FISIP UMRAH Vol. 2, No. 2, 2011 : 156 - 174

Asshiddiqie, Jimly, “Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi“ dalam Satya Arinanto


dan Ninuk Triyanti,, hlm. 222.

Farida Indrati S , Maria., Ilmu Perundang-Undangan 1, (Jakarta: Penerbit Kanisius,


2007), hlm. 48-49.
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Ketatanegaraan, (Bandung: The Biografy Institute,
2007), hlm. 87.

Tidak Tak Terbatas Kajian atas Lembaga Kepresidenan RI, (Coenelis Lay, et al.,1997)
Josuasonakmalel., wewenang presiden dalam bidang yudikatif.,
https://brainly.co.id/tugas/1991772.
Tidak Tak Terbatas Kajian atas Lembaga Kepresidenan RI, (Coenelis Lay, et al.,1997).,
op cit hlm.98

Ibid., hlm.99

Ibid., hlm.101

Ibid., hlm. 104

Ananda B. Kusuma.,UUD 1945 Mengenal Hak Prerogatif.


https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol380/uud-1945-mengenal-hak-prerogatif/

Tri Jata Ayu Pramesti, Hak Prerogatif.,


https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt51b886363d68d/hak-prerogatif/
diakses pada tanggal 14 November 2019

Selain Grasi, Hak Apa yang Dipunyai Presiden di Bidang Yudikatif? (Rinaldo 25 Jan
2017, 18:36 WIB)

Baital ,Bachtiar. Pertanggungjawaban Penggunaan Hak Prerogatif Presiden Di Bidang


Yudikatif Dalam Menjamin Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman. “Jurnal Cita Hukum,
Vol. I No. 1 Juni 2014” hlm.26

Hamidi, Jazim dan Lutfi, Mustafa, Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, hlm. 71.

Asshiddiqi, Jimly Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi., hlm.
328

Suny, Ismail Pembagian Kekuasaan Negara, (Jakarta: Aksara Baru, 1978), hlm. 328

Anda mungkin juga menyukai