1
Sudirman, Kedudukan Presiden Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial, Jurnal Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya Hal 11
responden yang merasa sangat puas dengan kinerja Jokowi secara umum 16,05
persen, sedangkan pada survey terbaru hanya 12,6 persen responden yang
mengaku sangat puas pada kinerja Jokowi.2
Menurunnya kepuasan masyarakat ini tidak terlepas dari fenomena pandemi
yang masih membelenggu negara Indonesia. Bahkan hasil survey Research and
Consulting (SMRC) menunjukan bahwa 30,6 responden kurang puas atas kinerja
Jokowi atau pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.3 Kegagapan
pemerintah dalam menghadapi Covid-19 berimbas pada semua tatanan dan bidang
di kehidupan masyarakat.
Dua tahun kepemimpinan Jokowi yang jatuh pada 20 Oktober seharusnya
menjadi kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk berefleksi sekaligus
menyuarakan berbagai permasalahan yang belum terselesaiakan selama Jokowi
menjabat. Dengan dilambungkannya berbagai tagar seperti #2021GantiPresiden
dan #JokowiEndGame hingga #LastCallJokowi sejatinya merupakan ekspresi
keresahan masyarakat atas akumulasi permasalahn yang tak kunjung diselesaikan
dan justru terus bertambah.
2
Fitria Chusna Farisa, 2021, "Survei: Kepuasan Masyarakat terhadap Kinerja Jokowi Turun,
Jadi 75,6 Persen", Kompas.com diakses dari
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/13/19270071/survei-kepuasan-masyarakat-terhadap-
kinerja-jokowi-turun-jadi-756-persen pada 26Agustus 2021 pkl 22.08 wib
3
Ibid
BAGIAN I
Dalam perspektif politik hukum, hukum dapat dipahami sebagai produk dari
kekuasaan politik dan karenanya setiap produk hukum hampir merupakan hasil
4
Nonet, Philippe dan Philipe Selznick. 2018. Hukum Responsif. Bandung: Nusamedia.
dari kekuasaan politik tertentu .5. Oleh sebab itu membaca suatu peraturan
perundang-undangan tidak bisa hanya sebatas membaca pasal per pasal saja.
Perlu identifikasi lebih lanjut untuk lebih memahami tujuan dan kearah mana
sebenarnya peraturan perundang-undangan tersebut akan membawa masyarakat.
Karena sebuah konfigurasi politik maupun ide pemikiran tertentu akan
terkristalisasi dalam suatu produk hukum tertentu6
5
Syahriza Alkohir Anggoro, Politik Hukum Mencari Sejumlah Penjelasan, Jurnal Cakrawala
Hukum, 2019,Volume 10 Nomor 01, 2019 halaman 77.
6
Dalam Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, halaman 11.
prioritas tahun 2020.
Pembahasan RUU Minerba ini terbilang cepat. Pada 13 Februari, pemerintah
dan DPR melakukan rapat kerja untuk melanjutkan pembahasan/pembicaraan
tingkat I yakni Pembahasan RUU dan pembahasan sejumlah 938 Daftar
Inventarisasi Masalah serta menetapkan Tim Panitia Kerja (Panja). Terdapat
sebanyak 235 DIM yang disepakati dengan rumusan tetap sehingga langsung
disetujui, dan ada 703 DIM yang dibahas dalam panja. Pembahasan dilakukan
dari mulai Februari sampai dengan bulan Mei 2020 artinya 703 DIM dibahas
kurang lebih tiga bulan. Pada 12 Mei 2020 DPR RI resmi mengesahkan RUU
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara menjadi Undang-Undang. Langkah tersebut tetap diambil
DPR meski terdapat satu Fraksi dari 9 Fraksi di komisi VII DPR RI yang
menolak yakni Fraksi partai Demokrat.
Disahkannya Revisi Undang-Undang Minerba mendapat penolakan dari
berbagai kalangan. Beberapa ahli membuat sejumlah kajian yang pada intinya
mempertanyakan konstitusionalitas Undang-Undang Minerba yang baru karena
syarat akan permasalahan baik secara formiil maupun materiel.
RUU Minerba merupakan RUU inisitaif DPR yang telah disusun hingga
periode 2014-2019 berakhir, namun faktanya DPR periode tersebut belum
melakukan pembahasan Daftar Invetarisasi Masalah (DIM) RUU Minerba. Hal
ini dapat diketahui dari surat ketua pimpinan Komisi VII DPR RI 8 kepada
pimpinan DPR RI yang berisi bahwa DIM RUU Minerba dari pemerintah baru
diserahkan kepda DPR RI pada tanggal 25 september 2019 atau lima hari
menjelang masa jabatan DPR periode 2014-2019 selesai, sehingga belum
dilaksanakannya pembahasan DIM. Seharusnya RUU Minerba tidak dapat
dilanjutkan pembahasan (carry over).Selanjutnya revisi Undang-Undang
Minerba dianggap menciderai amanah konstitusi serta Undang-Undang yang
mengamanatkan adanya pelibatan DPD dalam membahas rancangan undang-
undang yang berkaitan dengan hubungan pusat dan daerah serta pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya. Dalam putusan MK
Nomor 92/PUU/PUU-X/ 2012 disebutkan secara jelas bahwa DIM diajukan oleh
Presiden dan DPD apabila RUU berasal atau insiatif dari DPR. Namun faktanya
tidak ada DIM yang disusun oleh DPD9.
7
Rasdiana Izzaty, Urgensi Ketentuan Carry-Over dalam Pembentukan Undang-Undang di
Indonesia, Jurnal Ham, Vol. 11 Nomor 1, 2020, halaman 1-14.
8
Surat bernomor LG/000733/DPR RI/I/2020 dari pimpinan Komisis VII kepada Pimpinan DPR RI
dan PimpinanBadan Legislasi DPR RI
9
Disampaikan oleh Ahmad Redi dalam FGD daring bertema “Revisi Undang-Undang Minerba,
yang untungsiapa?”, BEM Fakultas Hukum UNNES 2020
Undang-Undang pun dianggap menabrak sejumlah asas-asas pembentukan
peraturan perundang-undangan yang baik salah satunya adalah asas keterbukaan
yang terdapat dalam pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Asas keterbukaan adalah
bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus bersifat
transparan dan terbuka.18 Namun kenyataanya proses pembentukan UU minerba
ini sangat tertutup dan non partisipatif.
10
Diarti Utami, Deretan Pasal Kontrovesi UU Mineba, diakses dari
https://nasional.tempo.co/read/1341732/deretan-pasal-kontroversi-uu-minerba/full&view=ok
pada 27 Oktober 2020 pkl 12:05 wib.
2. Undang-Undang Cipta Kerja
11
Ocean justice initiative, 2020, “Sistem dan Praktik Omnibus Law di Berbagai Negara dan
Analisis RUU CiptaKerja dari Perspektif Good Legislation Making”
secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Terutama masyarakat yang mempunyai
kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-
Undangan. Artinya the right to be heard dan right to be considered
masyarakat tidak terpenuhi.
iv. Ketidak konsitenan informasi naskah UU yang disampaikan kepada
masyarakat secara jelas melanggar moralitas hukum dan demokrasi
Seperti metafor hukum amerika Fruit of the poisonous tree bahwa suatu
peraturan perundang-undangan yang dibentuk berdasarkan proses formil yang
bermasalah maka akan menghasilkan substansi muatan yang bermasalah pula.
Terbukti Omnibus Law Cipta Kerja memuatan pasal-pasal yang bermasalah
seperti:
i. PHK dipermudah. Dalam pasal 154A UU Cipta Kerja diatur
bahwasanya perusahaan dapat melakukan PHK dengan alasan
perusahaan melakukan peleburan, penggabungan, pengambilalihan atau
pemisahan perusahaan, efisiensi, tutup karena rugi, force
majeur,menunda utang, dan pailit
ii. Upah cuti haid dan melahirkan menghilang. Dalam UU No 13 tahun
2003 diatur mengenai cuti haid dan melahirkan, akan tetapi dalam
ketentuan UU Cipta Kerja pemeberian upah berdasarkan satuan waktu
atau per jam menghilangkan mekanisme cuti haid atau melahirkansebab
apabila buruh perempuan tidak masuk maka tidak mendapatkan upah.
iii. Menghapus Batasan terhadap jenis pekerjaan yang boleh menggunakan
outsourcing. UU Cipta Kerja menghapus pasal 64 dan 65 UU
Ketenagakerjaan tentang lima jenis pekerjaan yang boleh outsourcing.
iv. Penghapusan upah minimum kota/Kab. pasal 88C yang menghapuskan
upah minimum Kota/Kabupaten (UMK) sebagai dasar upah minimum
pekerja. Hal ini dapat menyebabkan pengenaan upah minimum yang
dipukul rata di semua kota dan kabupaten, terlepas dari perbedaan biaya
hidup setiap daerah.
Disahkannya Omnibus Law ini telah membawa dampak yang siginifikan
terhadap rakyat salah satunya adalah PHK Massal Badan Pusat Statistik (BPS)
mencatat terdapat 29,12 juta orang yang terdampak pandemi Corona. Semua
yang terdampak ini masuk ke dalam penduduk usia kerja. Dari angka tersebut,
sebanyak 2,56 juta orang yang menjadi pengangguran. Sebanyak 24,03 juta
orang bekerja dengan pengurangan jam kerja Sedangkan, Kementerian
Ketenagakerjaan (Kemanker) mencatat, sepanjang 2020, sebanyak 386.877
pekerja terkena PHK. Angka ini 20 kali lipat dibandingkan dengan 2019.
Selain itu beberapa aturan turunan dari Omnibus Law sudah mulai disahkan
seperti PP No.34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, PP No.
35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu
Kerja dan Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No. 36 Tahun 2021
tentang Pengupahan, PP No. 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Kesemua Peraturan Pemerintah tersebut
dianggap tidak memberikan keadilan terhadap kaum buruh yang selama ini sulit
mendapat kesejahteraan
Bukan hal yang baru, sebelumnya Jokowi pernah berjanji untuk menuntaskan
kasus-kasus tersebut dan masuk dalam Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK,
namun hingga masa jabatan berakhir hasilnya nihil, tidak ada satu pun kasus
yang menemui titik terang. Errare Humanum Est, Trupe In Errore
Perseverare. Sehingga dapat disimpulkan penuntasan kasus pelanggaran HAM
berat masa lalu hanya dijadikan sebagai wacana pencitraan dan alat komoditi
politik untuk mendapatkan jabatan.
Terbaru justru Jokowi diketahui akan membentuk Unit Kerja Presiden untuk
Penanganan Peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat melalui
Mekanisme Nonyudisial (UKP- PPHB). Pembentukan itu rencananya akan diatur
dalam Perpres yang saat ini rancangannya masih dalam pembahasan. Dalam
Draft R-perpres bagian konsideran menimbang ditRulis bentuk mekanisme
nonyudisial yang dimaksud adalah "upaya pemulihan dan rekonsiliasi" yang
bertujuan "mewujudkan perdamaian dan kesatuan bangsa." Namun faktanya R-
Perpres UKP- PPHB ditolak oleh para keluarga korban karena hanya akan
memperkuat impunitas dan hanya akan menyelamatkan para pelaku dari jeratan
pidana. Bahkan penyusunan draft R-Perpres tersbut tidak melibatkan pihak
korban maupun masyarakat sipil, sehingga patut dicurigai instrument hukum
tersebut hanya akan menjauhkan pihak korban dari keadilan substantif.
12
Maxensius Tri Sambodo. Riset: Masyarakat Indonesia mash kekurangan energi listrik dan energi
bersih utuk memasak. Riset: Masyarakat Indonesia masih kekurangan energi listrik dan energi
bersih untuk memasak (theconversation.com)
sendiri. Hadirnya pemerintah melalui berbagai badan atau lembaga yang bekerja
disektor energi seharusnya mampu untuk mendorong terciptanya akses energi
yang berkeadilan sebagai bentuk pelaksanaan amanat konstitusi dan bagian dari
upaya pembangunan kualitas sumber daya manusia. Uraian diatas secara
sederhana menunjukkan bahwa carut marutnya ketersediaan dan pengelolaan
energi sebagai sektor esensial yang menyangkut hajat hidup masyarakat banyak
menunjukkan akan kegagalan pemerintah dalam menjamin ketersediaan energi
serta akses energi yang berkeadilan bagi masyarakat dengan tetap meperhatikan
aspek kualitas dan keberlanjutan.
13
Ferry Sandi. 76 Tahun Merdeka RI Masih terbelenggu impor pangan. 76 Tahun Merdeka, RI
Masih Terbelenggu Impor Pangan Ini (cnbcindonesia.com)
a. Peningkatan permintaan pangan yang berasal dari pertumbuhan jumlah
penduduk,
b. Urbanisasi yang berimplikasi pada rendahnya produktivitas pertanian di
pedesaan,
c. Meningkatya harapan peningkatan kualitas dari pangan,
d. Buruknya infrastruktur pertanian,
e. Mahalnya biaya produksi.
Kelima faktor tersebut yang pada akhirnya menjadi batu ujian atau tantangan
dalam menjaga ketahanan pangan baik dalam hal ketersediaan maupun dalam hal
kualitas pangan yang disediakan. Secara normative yuridis, pengaturan mengenai
pangan dapat dipahami melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan dimana dimuat didalamnya bahwa Pangan adalah kebutuhan dasar
manusia paling utama, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak
asasi individu. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan
dan atau pembuatan makanan dan minuman.
Merujuk data lain yang dirilis oleh Global Food Security Index pada tahun
2019 menunjukkan bahwa terjadi kenaikan peringkat pembangunan ketahanan
pangan dari peringkat 65 pada tahun 2018 menjadi 62 pada tahun 2019. Namun
menduduki peringkat 62 dari 113 negara sejatinya bukanlah sebuah prestasi yang
dapat diagungkan, Indonesia masih menempati posisi menengah dalam hal
pembangunan ketahanan pangan, dengan jumlah penduduk dan wilayah Indonesia
yang sangat luas maka peningkatan usaha dalam membangun ketahanan pangan
dengan menjamin ketersedian, akses yang berkeadilan serta keamanan dan
kualitas pangan yang baik perlu untuk terus digalakkan.
Selain soal ketersediaan dan akses pangan yang masih menuai berbagai
permasalahan, harga pangan juga menjadi bagian dari ketahanan pangan yang
tidak bisa dipisahkan. Menurut data yang dilansir oleh Pusat Informasi Harga
Pangan Strategis menunjukkan bahwa pada agustus 2021 terjadi kenaikan harga
beberapa komoditas pangan antara lain beras, telur, daging ayam, produk cabai,
hingga bawang putih. Untuk produk beras kualitas super mengalami lonjakan
harga
sebesar Rp 50 atau 0,38 persen menjadi Rp 13.050 per kilogram. Lalu untuk
produk telur ayam ras segar juga naik sebesar Rp 200 atau 0,77 persen, menjadi
Rp 26.050 per kilogram. Kemudian untuk produk bawang putih ukuran sedang
juga naik sebesar Rp 300 atau 0,97 persen menjadi Rp 31.100 per kilogram.
Produk cabai seperti cabai merah besar dan cabai rawit hijau juga harganya ikut
melambung. Harga rata-rata cabai merah besar kini dijual Rp 31.950 per
kilogram. Harga ini telah naik sebesar Rp 200 atau sekitar 0,63 persen. Hal serupa
juga terjadi pada komoditas cabai rawit hijau yang mengalami kenaikan sebesar
Rp 550 atau 1,39 persen menjadi Rp 40.150 per kilogram. Persoalan tersebut
semakin miris ketika ditengah pandemic Covid-19 dimana terjadi kesulitan
ekonomi yang dialami masyarakat diandai dengan turunnya daya beli dan
pendapatan masyarakat kelas bawah namun kebutuhan akan pangan tidak turun
dan cederung bertambah dan justru dibarengi dengan naiknya harga-harga pangan.
14
Dimas jarot bayu. KPA: Eskalasi konflik agraria di era Jokowi meningkat. KPA: Eskalasi
Konflik Agraria di Era Jokowi Meningkat - Nasional Katadata.co.id
Apa yang disampaikan oleh Jokowi jelas berbanding terbalik dengan fakta di
lapangan, ketika ia mengharapkan dan mendorong masyarakat untuk menekuni
profesi sebagai petani dan berharap agar sektor pertanian digerakkan pada arah
yang lebih modern namun political will itu seolah angin lalu yang setelah
diutarakan tidak jelas bagaimana implementasinya. Mengutip pendapat Sekretaris
Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menilai anjuran
Jokowi terdengar ironis. Sebab, pemerintah belum mampu meningkatkan
kesejahteraan hidup petani dan menyelesaikan berbagai persoalan terkait
pertanian, seperti ketimpangan penguasaan tanah, konflik agraria, penggusuran
lahan usaha tani, korporasi pertanian, impor pangan, impor benih, diskriminasi
berserikat, dan kemiskinan desa.15
Persoalan mengenai konflik agraria serta kesejahteraan petani merupakan
lingkup kecil dari kompleksnya permasalahan sumber daya alam dan lingkungan.
Dalam tataran legislasi misalnya, munculnya instrument yuridis yang berpotensi
nir-enviromental approach juga menjadi persoalan besar yang harus dihadapi.
Secara normative yuridis, konstitusi sebagai norma tertinggi mengamanatkan
melalui Pasal 33 Ayat 2, 3 dan 4 bahwa (2) Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4)
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.
Prinsip tersebut dengan jelas mendudukkan bahwa negara harus memiliki
peran yang maksimal dengan berbasis pada kepentingan rakyat. Selain itu dalam
pembangunan ekonomi paradigma keadilan, berkelanjuran, berwawasan
15
Avit hidayat. Masifnya kerusakan lingkungan akibat tambang. Masifnya Kerusakan Lingkungan
Akibat Tambang - Berita Utama - koran.tempo.co
lingkungan juga menjadi aspek mutlak yang harus dipenuhi oleh pemerintah
sebagai organ yang berwenang. Namun dalam UU Minerba yang disepakati oleh
Pemerintah dan DPR tersebut dengan jelas memperlihatkan bahwa pemerintah
mencoba untuk lalai dan mengabaikan amanat konstitusi tersebut dan dengan jelas
mendukung eksploitasi tiada henti bagi perusahan-perusahan tambang perusak
lingkungan tanpa mempertimbangkan prinsip keadilan, berkelajutan, berwawasan
lingkungan dan kesejahteraan rakyat.
Begitu kompleksnya permasalahan dalam bidang sumber daya alam dan
lingkungan mulai dari produk legislasi yang justru mengamini terjadinya
kerusakan alam Indonesia hingga dalam tataran praksis maraknya konflik agraria
bahkan diantaranya mendegradasi keberadaan masyarakat adat menjadi persoalan
serius yang dihadapi diusia Indonesia yang ke 76 ini. 7 tahun sudah Jokowi
berkuasa sebagai presiden namun justru kian hari permasalahan dalam bidang
sumber daya alam dan lingkungan malah semakin menjadi-jadi, oleh karena itu
wajar rasanya ketika public menanti keseriusan pemerintah dalam menyelamatkan
sumber daya alam dan lingkungan serta memberikan penilaian bahwa
pembangunan yan selama ini dilakukan pemerintah hanyalah semu karena
menihilkan keselamatan sumber daya alam dan lingkungan.16
16
Lusia Arumningtyas. Menanti Keseriusan Pembenahan Tata Kelola Lingkungan pada Periode
Kedua Jokowi. mongabay.co.id
BAGIAN III
A. Komersialisasi Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat vital dalam pembentukan sumber daya
manusia dalam mengembangkan potensi dan keterampilan untuk keperluan
individu dan masyarakat di masa yang akan datang. Menurut Aristoteles,
pendidikan adalah alah satu fungsi dari suatu negara, dan dilakukan, terutama
setidaknya, untuk tujuan negara itu sendiri. Negara adalah institusi sosial tertinggi
yang mengamankan tujuan tertinggi atau kebahagiaan manusia. Sebagaimana
sudah dimandatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI), salah satu tujuan bernegara adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti negara, dalam hal ini pemerintah,
harus mengambil peran besar dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Hal ini
dikarenakan pendidikan adalah aspek dasar dalam pencapaian sektor
pembangunan baik pada sektor ekonomi, sektor politik, sektor hukum, sektor
sosial budaya, dan perangkat sektor lainnya yang berkaitan dengan pembangunan
kerakyatan dalam pelaksanaan pemerintahan kenegaraan.
Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak bagi setiap warga negara telah
dijamin oleh konstitusi yaitu pada Pasal 31 ayat (1) dan (3) UUD NRI 1945 yang
memandatkan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan
setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar serta pemerintah wajib
membiayainya”. Selain itu terdapat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) Nomor XVII/MPR/ 1998 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan
jaminan hak atas pendidikan. Pasal 60 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia (UU No. 39 Tahun 1999) memperkuat dan
memberikan perhatian khusus pada hak anak untuk memperoleh pendidikan
sesuai minat, bakat dan tingkat kecerdasannya. Penegasan serupa tentang hak
warga negara atas pendidikan
juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UU No. 20 Tahun 2003).
Di tengah situasi pandemi Covid-19 yang sampai sekarang ini belum mereda
di Indonesia, Kemendikbud mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional
Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, namun pada implementasi UKT yang dialokasikan
ke dalam instrumen Biaya Langsung tidak dapat dinikmati sepenuhnya oleh
mahasiswa karena kuliah tidak dilaksanakan secara luring. Padahal di masa
pandemi sekarang ini, merujuk pada Policy Brief: Education during COVID-19
and beyond bulan Agustus 2020 yang menjelaskan bahwa pandemi berdampak
pada resesi ekonomi dan secara tidak langsung pihak penanggung jawab biaya
mahasiswa (orang tua) juga terdampak. Dalam Pasal 9 ayat (4) Permendikbud No.
25 Tahun 2020 yang menjelaskan persoalan UKT, dalam hal mahasiswa, orang
tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa mengalami penurunan
kemampuan ekonomi, antara lain dikarenakan bencana alam dan/atau non-alam,
mahasiswa dapat mengajukan pembebasan sementara UKT, pengurangan UKT,
perubahan kelompok UKT atau pembayaran UKT secara mengangsur. Regulasi
ini tidak menjelaskan secara rinci mengenai skema keringanan UKT yang
diberikan dan berimbas pada implementasinya di lapangan. Kelengkapan
persyaratan administratif dalam keringanan UKT dinilai tidak menjamin
pengajuan keringanan diterima serta tidak dijelaskan secara rinci dalam hal
kriteria-kriteria orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa
yang dapat menerima keringanan
Regulasi yang tidak berpihak pada buruh serta kondisi pandemi yang
mencekik segala sektor di Indonesia menambah pelik kesejahteraan buruh di
negeri
ini. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) menyebutkan bahwa
terdapat 19,10 juta orang (9,30 persen penduduk usia kerja) yang terdampak
Covid-
19. Terdiri dari pengangguran karena Covid-19 (1,62 juta orang), Bukan
Angkatan Kerja (BAK) karena Covid-19 (0,65 juta orang), sementara tidak
bekerja karena Covid-19 (1,11 juta orang), dan penduduk bekerja yang mengalami
pengurangan jam kerja karena Covid-19 (15,72 juta orang). Walaupun terjadi
peningkatan di tahun 2021, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada
tanggal 7 Agustus 2021 merilis data angka pekerja yang terkena PHK mencapai
538.305 orang dengan rata-rata pekerja yang terkena PHK tiap bulannya sebanyak
76.900 pekerja. Apabila dikalikan 12 bulan maka jumlahnya mencapai angka
922.800 pekerja hingga akhir 2021. Angka tersebut melebihi proyeksi awal Badan
Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan Kemenaker yaitu
memproyeksikan pekerja yang terkena PHK hingga akhir tahun 2021 berjumlah
894.579 pekerja.
17
Profil Badan Pembinaan Ideologi Bangsa. diakses dari
https://bpip.go.id/bpip/profil/440/profil.html
18
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Struktur Organisasi BPIP
orang yang sudah berkecimpung lama dalam penelitian ideologi pancasila dan
juga tidak terikat dengan jabatan politis tertentu. Selain polemik yang ditimbulkan
soal penunjukan dewan pengarah dalam struktur organisasi BPIP yang dinilai
syarat akan konflik kepentingan politis, sepak terjang BPIP ternyata juga
menimbulkan banyak kecaman di masyarakat karena kerap kali mengeluarkan
kebijakan yang kontroversi.
Pertama, yaitu ketika ketua BPIP yaitu Yudian Wahyudi pada tahun 2020
mengeluarkan statement yang menyebutkan bahwa agama merupakan musuh
pancasila19. Pernyataan ketua BPIP tersebut merujuk pada manuver kelompok
yang menggunakan istilah ijma’ ulama yang digunakan dalam kegiatan atau
kepentingan politik tertentu seperti dalam menentukan calon yang akan didukung
dalam kontestasi Pemilihan Presiden . Akan tetapi menurut pakar sosiologi hukum
dan filsafat pancasila yaitu Prof Suteki, pernyataan ketua BPIP tersebut
merupakan blunder besar karena bisa menimbulkan polemik dan memancing
keributan di masyarakat. Sehingga menurut Prof Suteki, Pemerintah seharusnya
membubarkan BPIP atau memecat Yudian Wahyudi sebagai ketua BPIP sebagai
buntut pernyataan kontroversi tersebut yang dinilai ahistoris karena pada faktanya
penyusunan pancasila pun juga melibatkan tokoh-tokoh agama20.
Kedua, yaitu terkait besaran gaji pejabat BPIP yang dinilai tidak masuk akal
dan berbanding terbalik dengan kinerja BPIP yang pada faktanya justru
menimbulkan banyak kontroversi. Besaran gaji pejabat BPIP diperinci dalam
Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2018 Tentang Hak Keuangan dan Fasilitas
Lainnya Bagi Pimpinan, Pejabat, dan Pegawai Badan Pembinaan Ideologi
Pancasila. Adapun posisi dan besaran gaji atau hak keuangan pejabat BPIP
berdasarkan Perpres 42/2018 akan dijelaskan sebagai berikut :
19
Deden Gunawan (Feb, 2020). “Kepala BPIP Sebut Agama Jadi Musuh Terbesar Pancasila”.
diakses dari https://news.detik.com/berita/d-4895595/kepala-bpip-sebut-agama-jadi-musuh-
terbesar-pancasila
20
Dedy Priatmojo (Feb, 2020). “Sebut Agama Musuh Pancasila, Kepala BPIP Ahistoris”. diakses
dari https://www.viva.co.id/berita/nasional/1263982-sebut-agama-musuh-pancasila-kepala-bpip-
ahistoris?page=all&utm_medium=all-page
a. Ketua Dewan Pengarah menerima hak keuangan sebesar Rp. 112.
548. 000, 00
b. Anggota Dewan Pengarah menerima hak keuangan sebesar Rp.
100. 811. 000, 00
c. Kepala menerima hak keuangan sebesar Rp. 76. 500. 000, 00
d. Wakil Kepala menerima hak keuangan sebesar Rp. 63. 750. 000, 00
e. Deputi menerima hak keuangan sebesar Rp. 51. 000. 000, 00
f. Staff Khusus menerima hak keuangan sebesar Rp. 36. 500. 000, 00
Dengan besaran gaji yang fantastis tersebut sangat wajar jika pada akhirnya
publik mempertanyakan kinerja pegawai BPIP yang sangat tidak sesuai dengan
besaran gaji dan fasilitas yang diberikan negara dan cenderung merupakan bentuk
penghambur-hamburan anggaran negara dalam APBN.
Ketiga, pada Mei 2020, BPIP kembali berulah saat menggelar konser amal
bersama MPR dan BNPB dengan tanpa menggunakan protokol kesehatan yang
ketat lantaran penyelenggaraannya dilakukan ditengah outbreak pandemi Covid-
19. Konser amal tersebut pada akhirnya disorot publik dan mendapat beragam
tanggapan negatif dari masyarakat karena dinilai mencontohkan perilaku yang
buruk dan tidak menunjukan empati terhadap masyarakat. Ditengah ancaman
gelombang outbreak pandemi Covid-19 di Indonesia, masyarakat sipil yang
kedapatan melanggar protokol kesehatan dihukum dengan denda dan kurungan
sedangkan para pejabat yang hadir didalam konser amal serta disiarkan live
hampir diseluruh TV nasional justru memberikan contoh yang sangat buruk
dengan tidak menaati segala bentuk protokol kesehatan yang digunakan untuk
meminimalisir penyebaran outbreak pandemi Covid-19 di Indonesia. Merespon
atas kejadian tersebut, pada akhirnya Ketua MPR yaitu Bambang Soesatyo
meminta maaf pada publik karena pada saat pegelaran konser amal tersebut tidak
menggunakan protokol kesehatan yang ketat21.
21
BPIP Masih Menjadi Kontroversi, Besaran Gaji, Hingga Lomba Hari Santri. diakses dari
https://fin.co.id/2021/08/18/bpip-masih-jadi-kontroversi-besaran-gaji-hingga-lomba-hari-santri/
Terakhir, kasus yang baru saja terjadi hari-hari belakangan ini yaitu terkait
kompetisi menulis artikel nasional yang diinisiasi oleh BPIP dalam menyambut
Hari Santri dengan tema ‘Hormat Bendera Menurut Hukum Islam’ dan
‘Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam’. Dua tema yang
diajukan oleh BPIP dalam kompetisi menulis artikel nasional dalam menyambut
Hari Santri tersebut tentu menuai kontroversi dan cenderung mengarah pada
islamofobik dan provokasi lantaran tema tersebut seolah menggambarkan adanya
pertentangan antara islam dan pancasila22. Seharusnya BPIP lebih bijak dalam
memilih tema serta tidak perlunya antara agama dan pancasila dibenturkan satu
sama lain karena keduanya saling melengkapi. Membenturkan antara agama dan
pancasila pada akhirnya akan membuat BPIP mendapatkan minim simpati dari
masyarakat dan seolah hanya menjadi badan atau organisasi negara yang gemar
mengeluarkan kontroversi alih-alih mempromosikan nilai-nilai pancasila secara
sportif dan juga moderat.
Selain kontroversi BPIP, polemik Pemerintahan Presiden Jokowi dalam
bidang ideologi lainnya yaitu dengan wacana mengundangkan RUU Haluan
Ideologi Pancasila menjadi Undang-Undang. RUU HIP ini merupakan buah
usulan dari Dewan Perwakilan Rakyat kepada Pemerintah. Draft RUU HIP
memuat 10 bab dengan rincian : Ketentuan Umum; Haluan Ideologi Pancasila;
Haluan Ideologi Pancasila sebagai Pedoman Pembangunan Nasional;
Haluan Ideologi Pancasila sebagai Pedoman Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi. Juga Haluan Ideologi Pancasila sebagai Pedoman Sistem Nasional
Kependudukan dan Keluarga; Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila; Partisipasi
Masyarakat; Pendanaan; Ketentuan Peralihan; dan Ketentuan Penutup. Adapun
pasal-pasal dalam draft RUU HIP yang masih menjadi kontroversi dan polemik di
masyarakat antara lain terdiri dari :
a. Adanya konsep trisila dan ekasila dalam pasal yang diatur dalam draft
RUU HIP yang termaktub dalam bab II pasal 7 ayat (2) yang
berbunyi,
22
Kumparan (Aug, 2021). “Lomba Tulis BPIP Bertema ‘Hormat Bendera Menurut Hukum Islam’
Dinilai Islamofobik”. diakses dari https://kumparan.com/kumparannews/lomba-tulis-bpip-
bertema- hormat-bendera-menurut-islam-dinilai-islamofobik-1wKqgkydYJw/2
“Ciri pokok pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme,
sosio- demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan”. Dan juga
pasal 7 ayat (3) yang berbunyi, “Trisila sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong”. Banyak
pihak menyoroti bunyi pasal tersebut karena dianggap mencoba
mendegradasi ketentuan dan ketetapan yang sudah ada di pancasila
dan telah disepakati bersama oleh para founding fathers Indonesia.
Sehingga dalam kaitannya terhadap masalah tersebut lima sila yang
sudah termaktub didalam pancasila merupakan satu kesatuan yang
utuh dan tidak dapat dipisahkan apalagi diringkas kedalam trisila
maupun ekasila, walaupun dalam sejarah Bung Karno menyebut trisila
dan ekasila sebagai bentuk ringkasan dari lima sila pancasila agar
masyarakat mengetahui tentang apa itu pancasila yang merupakan
ideologi bangsa, akan tetapi tetap bahwa pancasila yang diakui secara
resmi adalah pancasila dengan lima butir silanya.
b. Tidak adanya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966
Tidak dimasukannya TAP MPRS/1966 Tentang Larangan Ajaran
Komunisme, Marxisme, dan Lenimisme yang oleh sebagian
masyarakat menganggap bahwa negara mengizinkan ideologi-ideologi
tersebut untuk hidup dan berkembang di Indonesia dan bisa menjadi
ancaman yang sangat serius bagi keberlangsungan ideologi pancasila.
Tidak adanya TAP MPRS/1966 didalam draft RUU HIP juga
mendapat penolakan dari dua ormas agama terbesar di Indonesia yaitu
NU dan Muhammadiyah serta beberapa fraksi partai di DPR 23.
Sehingga melihat respon dari berbagai masyarakat dan ormas agama
yang menolak beberapa ketetapan yang diatur dalam draft RUU HIP
akhirnya Pemerintah memutuskan untuk menunda pembahasan dan
merubahnya menjadi RUU BPIP. Perubahan RUU HIP menjadi RUU
23
Kompas.com (Jun, 2020). “Apa Isi RUU HIP yang Masih Tuai Kontroversi?”. diakses dari
https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/25/055000265/apa-isi-ruu-hip-yang-masih-tuai-
kontroversi?page=all
BPIP disampaikan secara langsung oleh Mahfud MD selaku Menko
Polhukam dan juga Puan Maharani selaku Ketua DPR pada bulan Juli
2020. Dalam penjelasannya RUU BPIP akan berbeda dengan RUU
HIP yang sebelumnya memuat pasal kontroversi seperti penafsiran
pancasila menjadi trisila dan ekasila. Selain itu juga dalam dfraft RUU
BPIP, Pemerintah juga akan kembali memasukan TAP MPRS Nomor
XXV/MPRS/1966 Tentang Larangan Ajaran Komunisme, Marxisme,
dan Lenimisme. Hal tersebut dilakukan sebagai respon Pemerintah
terhadap penolakan yang terjadi terhadap draft RUU HIP sebelumnya
yang menimbulkan kontroversi di masyarakat 24. Pemerintah juga
berjanji bahwa dalam melakukan pengkajian dan pembahasan RUU
BPIP ini tidak dilakukan secara terburu-buru untuk meminimalisir
adanya penolakan yang serupa dengan RUU HIP sebelumnya.
24
Bbc.com (Jul,2020). “RUU HIP : Pemerintah dan DPR sepakat ubah RUU HIP menjadi RUU
BPIP”. diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-53426123
Sedangkan keterlibatan sumber daya alam hingga sarana dan prasarana
nasional dianggap sebagai pemanfaatan dalam usaha pertahanan negara. Pasal 30
Ayat (1) UU PSDN menyebut bahwa pengelolaan komponen cadangan dilakukan
melalui kegiatan: “a. Pembentukan dan penetapan; b. Pembinaan; serta c.
Penggunaan dan pengembalian.” Pasal 31 UU PSDN, menyebutkan bahwa
komponen cadangan dikelompokkan menjadi tiga matra atau tiga bagian. Yaitu
komponen cadangan matra darat, laut dan udara. Adapun syarat-syarat umum
pendaftaran komponen cadangan (komcad) yang tertuang dalam pasal 33 UU
PSDN adalah :” a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, b. Setia
pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. Berusia
minimal 18 (delapan belas) tahun dan maksimal 35 (tiga puluh lima) tahun; d.
Sehat jasmani dan rohani; serta e. Tidak memiliki catatan kriminalitas yang
dikeluarkan secara tertulis oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.” Calon
komponen cadangan yang lulus mengikuti latihan dasar kemiliteran diangkat dan
ditetapkan menjadi Komponen Cadangan yang dilaksanakan oleh menteri. Masa
pengabdian komponen cadangan yang tertuang dalam pasal 44 ayat (1), bahwa
masa pengabdian komponen cadangan pada saat mengikuti pelatihan penyegaran
dan pada saat mobilisasi. Adapun pembahasan mengenai komponen cadangan
dalam system pertahanan menjadi kontroversi dan menuai berbagai polemik
negatif akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Tidak Adanya Urgensitas Yang Mendesak Dalam Pembentukan
Komponen Cadangan
Salah satu yang menjadi konsideran daripada pembentukan komponen
cadangan ini antara lain tertuang pada Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia pasal 1 ayat (6) yang
pada intinya menekankan pada aspek keamanan rakyat semesta
dengan dilibatkannya seluruh elemen masyarakat dalam upaya
mempertahankan keutuhan wilayah dari segala ancaman25. Komponen
25
Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004
cadangan sendiri merupakan salah satu bentuk pengabdian dalam
bidang keamanan negara yang bersifat sukarela26, akan tetapi apabila
calon komponen cadangan dinyatakan lolos seleksi, maka diwajibkan
untuk mengikuti pelatihan dasar kemiliteran selama 3 bulan27. Setelah
calon komponen cadangan selesai melaksanakan pelatihan militer
selama 3 bulan, maka calon komponen cadangan tersebut akan
digunakan untuk perbantuan dalam melakukan mobilisasi. Dalam
melakukan mobilisasi, komponen cadangan tidak diperkenankan
menolak atau membuat alasan agar terhindar dari perintah mobilisasi
karena memenuhi panggilan mobilisasi adalah suatu kewajiban yang
harus dipenuhi oleh anggota komponen cadangan tanpa terkecuali 28.
Pembentukan komponen cadangan sebagai reformasi sektor
pertahanan pun perlu dipertanyakan. Terlebih setelah perang dunia I
dan II selesai terjadi perubahan paradigma pertahanan dan keamanan
negara dari yang sebelumnya bersifat national state security yang
menitikberatkan pada penggunaan angkatan bersenjata besar-besaran
dalam menghalau ancaman dari negara lain berubah menjadi sistem
human security yang menitik beratkan pada aspek perlindungan hak
setiap individu dalam sebuah negara khususnya tentang jaminan
penegakan HAM untuk setiap masyarakat dalam negara. Sehingga,
merujuk pada perubahan sistem keamanan national state security
menjadi human security, penambahan atau mobilisasi komponen
cadangan bukanlah langkah yang bijak. Justru apabila masyarakat sipil
diangkat menjadi anggota komponen cadangan dan dipersenjatai
lengkap dan dibiarkan saja dalam melakukan mobilisasi maka konflik
horizontal akan sering terjadi. Selain itu memakai jumlah atau alasan
pembentukan komponen
26
Lemhamnas, 2020, “Bela Negara adalah Roh Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta”.
diakses dari http://www.lemhannas.go.id/index.php/berita/berita-utama/841-bela-negara-adalah-
roh-sistempertahanan-keamanan-rakyat-semesta
27
Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019
28
Pasal 41 huruf g Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 yang didalamnya termaktub salah satu
kewajiban anggota komponen cadangan adalah memenuhi panggilan mobilisasi
cadangan dengan dalih sedikitnya jumlah militer yang aktif di
Indonesia juga merupakan hal yang salah atau tidak tepat. Merujuk
pada data Global Firepower tahun 2019, jumlah militer aktif di
Indonesia berada diurutan 12 di dunia dengan total 400.000 29 personel
militer aktif. Sehingga dengan banyaknya jumlah militer tersebut
apabila dimaksimalkan dengan baik maka jumlah tersebut lebih dari
cukup terlebih ancaman negara yang bersifat militer di era globalisasi
dan keterbukaan sekarang ini jarang terjadi dengan begitu
penambahan komponen cadangan dalam mendukung tugas TNI dalam
bidang pertahanan-keamanan sama sekali tidak diperlukan.
b. Cakupan Pengaturan Komponen Cadangan Terlalu Luas
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang PSDN,
pembentukan komponen cadangan disiapkan untuk dikerahkan
melalui mobilisasi guna memperbesar kekuatan dan kemampuan
komponen utama dalam menghadapi ancaman militer dan hibrida 30.
Penjelasan tentang ancaman hibrida dalam Undang-Undang ini tidak
disebutkan dengan jelas, sehingga menimbulkan konotasi yang multi-
tafsir karena tidak ada penjelasan yang konkret didalam
UndangUndang tentang apa dan seperti apa ruang lingkup dari
ancaman hibrida itu sendiri. Selain itu merujuk pada raison d’etre
militer pelibatan komponen cadangan seharusnya hanya digunakan
untuk urusan perang31. Akan tetapi pembatasan perlibatan komponen
cadangan dalam hal selain perang sesuai dengan prinsip raison d’etre
tidak diatur secara mendetail. Dalam pasal 4 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2019 hanya menyebutkan ruang lingkup keterlibatan
komponen cadangan yaitu dalam sektor ancaman militer, non-militer,
dan hibrida tanpa disertai adanya pembatasan tugas, sehingga hal
tersebut akan memunculkan kesewenang-wenangan para anggota
komponen cadangan untuk ikut
29
Global Firepower 2019: “Jumlah Personel Militer Aktif Indonesia di Peringkat ke-12 Dunia”.
30
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019
31
Samuel Huntington,"New Contingencies, Old Roles", Joint Forces Quarterly, 1993)
campur dalam urusan sipil yang muaranya akan sering terjadinya
konflik horizontal.
c. Tidak Dianutnya Conscientious Objection dalam Komponen
Cadangan
Sejak pertengahan abad ke-19, terminologi conscientious objection
sudah sering digunakan untuk menunjuk orang-orang yang menolak
mengikuti wajib militer karena alasan hati nurani. Salah-satu
publikasi mengenai conscientious objection pada masa itu adalah
New York Assembly Committee on the Militia and Public Defense
Report No. 170, 4 Maret 1841. Kata “conscience” dalam Concise
Oxford English Dictionary (twelfth ed.) diartikan sebagai “Pendirian
moral seseorang tentang benar dan salah”. Conscientious objection
tidak hanya berlaku di bidang kemiliteran, tapi juga berbagai bidang
profesi lain yang menuntut putusan moral seperti bidang hukum,
medis, pengembangan teknologi nuklir untuk kepentingan
pertahanan (dalam beberapa kasus terdapat ilmuwan yang berhenti
untuk terlibat dalam program senjata nuklir karena sadar akan akibat
kemanusiaan dari senjata nuklir yang diciptakannya ), dsb. Namun
sejak awal abad ke- 20, terminologi conscientious objection dalam
bahasa inggris, digunakan khusus untuk merujuk pada sikap
penolakan terhadap wajib militer berdasarkan pertimbangan hati
nurani dan atau kepercayaan. Hal ini secara implicit diatur dalam
pasal 18 Universal Declaration of Human Rights dan pasal 18
kovenan Hak Sipil dan Politik sebagai tafsir progresif atas kebebasan
berpikir, berkeyakinan dan beragama. Bahkan komisi tinggi HAM
PBB Office High Commisioner of Human Rights (OHCHR) juga
telah mengeluarkan resolusi mengenai adanya hak untuk menolak
partisipasi wajib individual atas agenda wajib militer melalui
resolusi PBB No.77 Tahun 1998. Indonesia memiliki sejarah yang
panjang dengan wajib militer karena amat terkait dengan sejarah
perjuangan kemerdekaan Indonesia dan doktrin pertahanan semesta
sebagaimana yang
termaktub dalam UUD 1945. Namun dalam sejarah wajib miltier itu
belum ditemukan jejak conscientious objection yang berarti
mengingat kuatnya konsepsi wajib bela negara dalam doktrin
pertahanan semesta sehingga perdebatan seputar conscientious
objection kurang mendapat tempat. PP No. 3 tahun 2021 tentang
Pelaksanaan UU No. 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber
Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara ternyata tidak
mengakomodir asas Conscientious Objections. Dalam hal proses
perekrutan anggota komponen cadangan prinsip Conscientious
Objection tidak diadopsi secara penuh. Dalam pasal 28 ayat 2
memang dijelaskan bahwa komponen cadangan merupakan bentuk
pengabdian yang bersifat sukarela, akan tetapi setelah calon anggota
komponen cadangan diterima menjadi anggota komponen cadangan
maka setiap anggota diwajibkan ikut dalam pelatihan dasar militer
selama tiga bulan (pasal 35 ayat 1) dan juga diwajibkan ikut dalam
melakukan mobilisasi (pasal 41 huruf g). Padahal Conscientious
Objections merupakan hak setiap orang untuk melakukan penolakan
mengikuti dinas militer atau mobilisasi dengan menitikberatkan pada
keberatan hati nurani32. Jadi pada dasarnya pengerahan mobilisasi
militer demi alasan apapun tidak diperbolehkan untuk dipaksakan
kepada setiap orang karena pandangan atau perspektif setiap orang
tentang bentuk dan tujuan mobilisasi tentu berbeda-beda sehingga
menyebabkan pertentangan batin dan nurani untuk ikut dalam
melakukan mobilisasi, sehingga otoritas penyelenggara pertahanan
negara harus menghargai dan tidak boleh memaksakan kehendak
setiap orang untuk ikut dalam perintah mobilisasi militer.
32
Pasal 1 Resolusi HAM PBB No. 77 Tahun 1998
Merujuk pada laporan RAPBN Tahun 2020, porsi Kementerian Pertahanan
memiliki penambahan anggaran yang paling besar dari APBN tahun sebelumnya
yaitu mencapai 21,6 triliun rupiah menjadi 131 triliun rupiah dalam tahun
anggaran 2020. Menurut keterangan Dirjen Anggaran Kemenkeu penambahan
besaran angaran dalam sektor pertahanan digunakan untuk melakukan pemenuhan
alat utama system persenjataan (alutsista) yang sangat dibutuhkan negara dalam
menangkal segala bentuk serangan dari pihak luar yang ingin mengganggu
kedaulatan NKRI33. Dalam RAPBN tahun 2021 alokasi anggaran Kementerian
Pertahanan kembali mengalami kenaikan menjadi 136,9 triliun rupiah. Adapun
anggaran Kemenhan yang diajukan Jokowi untuk belanja tahun anggaran 2021
meningkat sebesar 18,76% dari belanja Kemenhan tahun 2019 yang hanya
mencapai 115,35 triliun rupiah34. Besarnya anggaran yang dialokasikan dalam
RAPBN tiap tahunnya bertujuan untuk melakukan pembelian dan perawatan
alutsista. Dalam tahun anggaran 2021, Kemeneterian Pertahanan akan
menggunakan besaran anggaran yang didapat dari APBN tahun 2021 untuk
mendukung proyek prioritas nasional, pemeliharaan dan pengadaan Alutsista TNI
Tahun Anggaran 2021 dan kesejahteraan Prajurit TNI dan PNS, juga dialokasikan
untuk mengantisipasi masih berlanjutnya penanganan pandemi Covid-1935.
Dalam hal pengadaan alutsista, kebijakan Menteri Pertahanan Prabowo
Subianto tengah mengalami sorotan publik lantaran besaran dana yang diminta
oleh Menhan dalam melakukan pengadaan alutsista adalah sebesar 1,7 kuadriliun
rupiah atau setara 1.750 miliar rupiah. Nilai pengadaan tersebut termuat dalam
Rancangan Peraturan Presiden tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Pertahanan
dan Keamanan
33
Agatha Olivia Victoria (Sept, 2019). “APBN 2020, Kemenhan Kantongi Tambahan Anggaran
Paling Besar Rp 21,6 T”. diakses dari
https://katadata.co.id/agustiyanti/finansial/5e9a4e6bea175/apbn-2020-kemenhan-kantongi-
tambahan-anggaran-paling-besar-rp-216-t
34
Cantika Adinda Putri (Aug, 2020). “Anggaran Kemenhan Rp 136,9 T, Ini Daftar Belanja
Prabowo Tahun 2021”. diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20200814185000-4-
180011/anggaran-kemenhan-rp-1369-t-ini-daftar-belanja-prabowo-2021
35
Menhan Sampaikan Kebijakan Pertahanan Negara Tahun 2021, Diantaranya Melanjutkan
Penanganan Covid-19. diakses dari https://www.kemhan.go.id/2021/01/13/menhan-sampaikan-
kebijakan-pertahanan-negara-tahun-2021-diantaranya-melanjutkan-penanganan-covid-19.html
Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024.
Dalam skema yang termaktub dalam Raperpres tersebut pengadaan alutsista dapat
menggunakan peminjaman dana asing atau hutang36.
Hal ini tentu menjadi masalah serius karena dana yang diajukan dilain sisi
sangat membebani sektor APBN negara kemudian disisi lain skema yang
digunakan dengan mengandalkan hutang juga akan semakin memperbesar jumlah
tunggakan negara yang harus dibayarkan kepada pihak kreditur. Terlebih menurut
data yang dihimpun oleh Kementerian Keuangan mencatatkan posisi hutang
Pemerintah Indonesia hingga akhir Juni 2021 tercatat sebesar Rp. 6. 554, 56
triliun. Besaran hutang tersebut setara dengan 41,3% dari rasio utang Pemerintah
terhadap PDB37. Dan apabila skema pengadaan alutsista Kemenhan dilakukan
dengan mengandalkan pinjaman luar negari atau hutang maka secara eksplisit
beban keuangan negara akan semakin timpang terlebih dengan melihat kondisi
negara sekarang ini yang masih berpacu dengan waktu dalam menangani pandemi
Covid- 19.
36
Kompas.com (Jun, 2021). “Polemik Pengadaan Alutsista Rp 1,7 Kuadriliun dan Pentingnya
Argumentasi Kemenhan”. diakses dari
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/03/09285261/polemik-pengadaan-alutsista-rp-175-
kuadriliun-dan-pentingnya-argumentasi?page=all
37
Anisyah Al Faqir (Jul, 2021). “Utang Indonesia bengkak Rp. 6. 554 Triliun, Ini Rinciannya”.
diakses dari https://www.merdeka.com/uang/utang-indonesia-bengkak-rp6554-triliun-ini-
rinciannya.html
BAGIAN V
Di tahun pertama dari lima tahun masa jabatan pada masa periode kedua,
Jokowi-Maruf harus dihadapkan dengan kemunculan virus corona penyebab
Covid-19 yang mewabah di seluruh dunia. Pandemi Covid-19 tidak hanya
menjadi ancaman bagi kesehatan dan keselamatan rakyat Indonesia, tetapi juga
turut memberi dampak bagi perekonomian nasional. Untuk menambal defisit
pemerintahan Jokowi mau tidak mau kembali memperbesar utang nasional.
Berdasarkan data International Debt Statistics 2021 yang dikeluarkan Bank
Dunia, Indonesia tercatat menempati urutan ke-7 tertinggi di antara negara
berpendapatan menengah dan rendah dalam Utang Luar Negeri (ULN). Jumlah
utang Indonesia adalah 402 miliar dollar Amerika Serikat, jauh lebih besar dari
pada Argentina, Afrika Selatan dan Thailand. Sehingga setiap satu orang
penduduk Indonesia di era pemerintahan Jokowi-Maa’ruf Amin tercatat
menanggung utang Rp 20,5 juta.
38
Friana, Hendra. 2019. Nasib Pertumbuhan Ekonomi Era Jokowi: Gagal Meroket, Mentok di
5%: https://tirto.id/exhx
Perhitungan itu didapat dari total utang pemerintah sebesar Rp 5.594,9 triliun per
Agustus 2020 dibagi 272 juta penduduk.
Di sisi lain, terjadi penurunan level inflasi Indonesia, yang menjadi terlalu
rendah karena adanya tekanan pada daya beli masyarakat. Deflasi bahkan terjadi
dalam beberapa bulan dengan inflasi inti (core inflation) hanya 1,86 persen per
September 2020. Inflasi yang rendah berakibat pada harga jual barang yang tidak
sesuai dengan ongkos produksi dari produsen. Bahkan, tidak sedikit produsen
yang menawarkan harga diskon agar stok tahun sebelumnya bisa habis terjual. 39
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sepanjang tahun 2020
mencapai 1,68 persen. Angka ini menjadi inflasi terendah sejak 2014 lalu atau
selama enam tahun kebelakang. Inflasi 2020 sebesar 1,68 persen merupakan yang
terendah sejak angka ini pertama kali dirilis. Pelemahan inflasi terjadi karena
penurunan daya beli masyarakat yang tertekan selama pandemi Covid-19. Inflasi
selama 2020 disumbang oleh harga bergejolak sebesar 0,36 persen, lalu harga
yang diatur pemerintah 0,06 persen, dan inflasi inti yang menggambarkan daya
40
beli masyarakat 0,03 persen. Menurunnya daya beli masyarakat di masa
pandemic juga dapat dikaitkan dengan kurang meratanya serta terhambatnya
program BLT (Bantuan Langsung Tunai) sehingga daya beli kurang terdorong
dengan optimal dan konsumsi rumah tangga atau masyarakat tidak terangkat.
Padahal semestinya jika konsumsi masyarakat terangkat otomatis aktivitas
perekonomian akan kembali pulih dan sektor industri juga dapat meningkatkan
kapasitas produksinya.
Selain masalah di atas, pada masa Jokowi juga terdapat beberapa kebijakan
ekonomi yang menuai kontroversi. Salah satunya yaitu kebijakan terkait pajak
sembako dan Pendidikan. Wacana pengenaan PPN terhadap sembako dan sektor
jasa pendidikan dimuat dalam draf revisi Undang-Undang No. 6 Tahun 1983
39
Rizal, Jawahir Gustav. 2020. Setahun Jokowi-Ma'ruf, Berikut Ini Catatan dari Sektor
Ekonomi: https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/20/160757265/setahun-jokowi-maruf-
berikut-ini-catatan-dari-sektor-ekonomi?page=all.
40
Inflasi 2020 Jadi yang Terendah Akibat Daya Beli Masyarakat Tertekan Pandemi :
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4448521/inflasi-2020-jadi-yang-terendah-akibat-daya-beli-
masyarakat-tertekan-pandemi
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang terakhir kali digubah
dengan UU No. 16 Tahun 2009.Dengan adanya kebijakan tersebut, sangat
disayangkan karena tentu akan menyusahkan masyarakat dengan ekonomi
menengah kebawah dan memperlihatkan ketidakberpihakan pemerintan terhadap
rakyat kecil. Kebijakan tersebut jelas sangat tidak adil dan manusiawi dimana
masyarakat menengah kebawah yang sangat terhubung dengan sekolah dan
sembako malah dikenai pajak sedangkan orang kaya atau konglomerat diberikan
kebijakan tax amnesty juga pajak nol persen untuk PPnBM.
Kebijakan pemerintah ini menuai banyak protes dari para ahli dan akademisi,
seharusnya bukan hanya terpaku pada pemenuhan pajak di masa pandemi, tetapi
melakukan inovasi agar dapat melakukan kewajibannya melindungi,
memakmurkan, dan mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah
seharusnya membantu rakyat lantaran pandemi Covid-19 mengakibatkan daya
beli dan daya bayar masyarakat menurun drastic.
41
Azhary, Negara Hukum Indonesia: Analisis Yuridis Normatif Tentnag Unsur-unsurnya, UI-Pers,
Jakarta, 1995, Hal 16
masyarakat yang adil dan makmur (res publica atau kepentingan umum) bangsa
Indonesia.42
42
Ibid
43
CNN Indonesia "Ekonom Sebut Tiga Kartu Sakti Jokowi Cuma Solusi Sesaat" selengkapnya di
sini: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190411150844-532-385368/ekonom-sebut-tiga-
kartu-sakti-jokowi-cuma-solusi-sesaat.diakses 20 Oktober 2021 pkl 00.13 wib
perdesaan pada September 2019 sebesar 12,60 persen, naik menjadi 12,82 persen
pada Maret 2020.44
44
Badan Pusat Statistika, “Persentase Penduduk Miskin Maret 2020 naik menjadi 9,78 persen”
diakses dari https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/07/15/1744/persentase-penduduk-miskin-
maret-2020-naik-menjadi-9-78-persen.html pada 18 Oktober 2021 pkl 1.11 wib
45
Badan Pusat Statistika, diakses dari
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/15/jumlah-penduduk-miskin-indonesia-capai-
2754-per-maret-2021pada pada 18 Oktober 2021 pkl 1.17 wib
46
Hafil, Muhammad. (21 Oktober 2020). Kinerja Satu Tahun Jokowi dalam Catatan Indonesia
Indicator. Republika. Diakses dari https://www.republika.co.id/berita/qij8ei430/kinerja-satu-tahun-jokowi-
dalam- catatan-indonesia-indicator
TUNTUTAN