100%(1)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
9 tayangan3 halaman
Bab kedua dari kitab Al-Aḥkām al-Sulṭāniyyah wa al-Wilāyāt al-Dīniyyah membahas dua jenis menteri dalam pemerintahan Islam menurut Imam al-Mawardi, yaitu wazir tafwid yang bertugas dalam bidang pemerintahan dan wazir tanfid yang bertugas sebagai pelaksana perintah imam. Wazir tafwid memiliki syarat dan wewenang yang lebih ketat dibanding wazir tanfid.
Deskripsi Asli:
Judul Asli
RESUME BUKU; Al-Aḥkām al-Sulṭāniyyah wa al-Wilāyāt al-Dīniyyah
Bab kedua dari kitab Al-Aḥkām al-Sulṭāniyyah wa al-Wilāyāt al-Dīniyyah membahas dua jenis menteri dalam pemerintahan Islam menurut Imam al-Mawardi, yaitu wazir tafwid yang bertugas dalam bidang pemerintahan dan wazir tanfid yang bertugas sebagai pelaksana perintah imam. Wazir tafwid memiliki syarat dan wewenang yang lebih ketat dibanding wazir tanfid.
Bab kedua dari kitab Al-Aḥkām al-Sulṭāniyyah wa al-Wilāyāt al-Dīniyyah membahas dua jenis menteri dalam pemerintahan Islam menurut Imam al-Mawardi, yaitu wazir tafwid yang bertugas dalam bidang pemerintahan dan wazir tanfid yang bertugas sebagai pelaksana perintah imam. Wazir tafwid memiliki syarat dan wewenang yang lebih ketat dibanding wazir tanfid.
Judul Buku : Al-Aḥkām al-Sulṭāniyyah wa al-Wilāyāt al-Dīniyyah
Karya : Ḥasan bin ‘Alī bin Muḥammad bin Ḥabīb al-Māwardī Penerjeman : Khalifurrahman Fath dan Khalifurrahman Bab II : Bāb fī Taqlīd al-Wizārah “Mengangkat Kementerian”
Kitab yang berjudul: “al-Aḥkām al-Sulṭāniyyah wa al-Wilāyāt al-
Dīniyyah” merupakan salah satu kitab yang dipandang relatif cukup baik dan representatif dalam bidang politik hukum Islam, ditulis oleh seoarng ulama tersohor di kalangan mazhab Syāfi’iyyah dari Mesir, yaitu bernama al-Ḥasan bin ‘Alī bin Muḥammad bin Ḥabīb al-Māwardī al-Miṣrī, atau lebih dikenal dengan sebutan Imām al-Māwardī. Kitab tersebut secara keseluruhan ditulis dalam 20 (dua puluh) bab, masing-masing mengenai imam, menteri, kepala daerah, jihad, peperangan, peradilan, kepolisian, nasab, imam shalat, jamaah haji, amil zakat, harta fa’ī dan ghanimah, jizyah dan kharaj, daerah, lahan mati, kepemilikan umum, negara dan rakyat, administrasi, tindak pidana, dan hisbah. Di sini, penulis hanya memuat pembahasan bab kedua, yaitu pengangkatan pembantu pemerintah (menteri atau al-wizārah). Imām al-Māwardī memuat dan membagi kementerian menjadi dua bagian, yaitu wazir tafwīḍ dan wazir tanfīż. 1. Wazir tafwīḍ Wazir tafwīḍ adalah menteri yang bertugas dalam bidanag pemerintahan, merupakan pembantu yang diangkat dan diserahi mandat oleh imam atau khalifah untuk menangani berbagi urusan berdasarkan pendapat dan ijtihadnya tersendiri. Menurut Imām al-Māwardī, keberadaan menteri atau wazir tafwīḍ dalam pemerintah adalah satu keniscayaan dan penting, sebab imam sebenarnya tidak mampu menangani semua urusan pemerintahan secara sendiri-sendiri. Sebagai orang penting dalam peme- rintahan, wazir tafwīḍ diduduki oleh orang yang dipandang kompeten. Wazir tafwīḍ memerlukan pengangkatan secara resmi oleh imam. Ia diduduki oleh orang yang memenuhi syarat dan kompeten di bidang peme- rintah. Syarat-syarat wazir tafwīḍ sama dengan syarat pemimpin, kecuali dalam hal nasab tidak harus dari kalangan quraisy. Syarat-syarat yang dimaksud adalah adil, memiliki pengetahuan sehingga mampu berijtihad dalam menerapkan hukum, memiliki panca indra yang baik dan sehat, memiliki jasmani atau tubuh yang sehat, memiliki gagasan, dan berani. Adapun syarat tambahan yaitu memiliki keahlian dalam tugas yang diberikan kepadanya, seperti dalam urusan peperangan dan kharaj (uang yang dikenakan atas tanah atau boleh juga disebut sebagai pajak tanah). Dua hal ini penting dimiliki oleh wazir tafwīḍ sebab dalam keadaan tertentu akan bersentuhan langsung dengan dua masalah tersebut. 2. Wazir tanfīż Wazir tanfīż adalah menteri bidang administrasi, merupakan menteri yang bertugas sebagai perantara antara imam dan masyarakat, mereali- sasikan perintah imam, menjalankan putusan, menyiapkan pasukan dan lainnya. Wazir tanfīż tidak membutuhkan pengangkatan secara resmi sebagaimana keberadaan wazir tafwīḍ. Pengangakatannya hanya melalui pemberitahuan. Wazir tanfīż juga harus diduduki oleh orang yang memenuhi syarat tertentu, namun tidak seketat wazir tafwīḍ. Menurut Imām al-Māwardī, wazir tanfīż harus memenuhi syarat yaitu: amanah, jujur, tidak rakus, ramah, laki-laki, cerdas dan cekatan, dan tidak menuruti hawa nafsu. Syarat-syarat tersebut tidak seketat menteri dalam urusan pemerintahan, sebab wazir tanfīż hanya bertugas mendampingi imam dan melaksanakan putusannya. Oleh sebab itu pula wazir tanfīż boleh diangkat dari kalangan kafir zimmi, hal ini berbeda dengan wazir tafwīḍ tidak tidak boleh dari kalangan kafir zimmi. 3. Perbedaan wazir tafwīḍ dan wazir tanfīż Berdasarkan dua poin sebelumnya, maka terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan antara wazir tafwīḍ dan wazir tanfīż. Imām al- Māwardī setidaknya menyebutkan ada delapan perbedaan umum. Masing- masing yaitu: a. Wazir tafwīḍ diperbolehkan memeutuskan hukum sendiri, menanga- ni kasus kriminal dan mengutus pasukan perang, tetapi hal ini tidak diperbolehkan bagi wazir tanfīż. b. Wazir tafwīḍ dapat melantik pejabat, sementara wazir tanfīż tidak diperbolehkan. c. Wazir tafwīḍ boleh menjadi komandan dan mengatur pasukan perang, namun wazir tanfīż tidak diperbolehkan. d. Wazir tafwīḍ boleh mengelola harta Batul Mal dan tidak boleh bagi wazir tanfīż. e. Wazir tafwīḍ disyaratkan merdeka sementara wazir tanfīż boleh dari kalangan budak. f. Wazir tafwīḍ harus Islam, sementara wazir tanfīż boleh dari kalangan kafir zimmi. g. Wazir tafwīḍ harus mengetahui hukum-hukum syariat sementara wazir tanfīż tidak disyaratkan. h. Wazir tafwīḍ harus mengetahui urusan peperangan dan kharaj (pajak tanah) dan wazir tanfīż tidak disyaratkan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara wazir tafwīḍ dan wazir tanfīż. Hal ini barangkali dipengaruhi oleh tugas dan wewenang wazir tafwīḍ lebih berat dari pada wazir tanfīż, di samping kedudukannya dalam urusan pemerintahan menjadi seseorang yang spesial dibandingkan dengan wazir tanfīż.