Anda di halaman 1dari 3

Resume

Judul Buku : Al-Aḥkām al-Sulṭāniyyah wa al-Wilāyāt al-Dīniyyah


Karya : Ḥasan bin ‘Alī bin Muḥammad bin Ḥabīb al-Māwardī
Penerjeman : Khalifurrahman Fath dan Khalifurrahman
Bab II : Bāb fī Taqlīd al-Wizārah “Mengangkat Kementerian”

Kitab yang berjudul: “al-Aḥkām al-Sulṭāniyyah wa al-Wilāyāt al-


Dīniyyah” merupakan salah satu kitab yang dipandang relatif cukup baik
dan representatif dalam bidang politik hukum Islam, ditulis oleh seoarng
ulama tersohor di kalangan mazhab Syāfi’iyyah dari Mesir, yaitu bernama
al-Ḥasan bin ‘Alī bin Muḥammad bin Ḥabīb al-Māwardī al-Miṣrī, atau lebih
dikenal dengan sebutan Imām al-Māwardī.
Kitab tersebut secara keseluruhan ditulis dalam 20 (dua puluh) bab,
masing-masing mengenai imam, menteri, kepala daerah, jihad, peperangan,
peradilan, kepolisian, nasab, imam shalat, jamaah haji, amil zakat, harta fa’ī
dan ghanimah, jizyah dan kharaj, daerah, lahan mati, kepemilikan umum,
negara dan rakyat, administrasi, tindak pidana, dan hisbah. Di sini, penulis
hanya memuat pembahasan bab kedua, yaitu pengangkatan pembantu
pemerintah (menteri atau al-wizārah). Imām al-Māwardī memuat dan
membagi kementerian menjadi dua bagian, yaitu wazir tafwīḍ dan wazir
tanfīż.
1. Wazir tafwīḍ
Wazir tafwīḍ adalah menteri yang bertugas dalam bidanag
pemerintahan, merupakan pembantu yang diangkat dan diserahi mandat
oleh imam atau khalifah untuk menangani berbagi urusan berdasarkan
pendapat dan ijtihadnya tersendiri. Menurut Imām al-Māwardī, keberadaan
menteri atau wazir tafwīḍ dalam pemerintah adalah satu keniscayaan dan
penting, sebab imam sebenarnya tidak mampu menangani semua urusan
pemerintahan secara sendiri-sendiri. Sebagai orang penting dalam peme-
rintahan, wazir tafwīḍ diduduki oleh orang yang dipandang kompeten.
Wazir tafwīḍ memerlukan pengangkatan secara resmi oleh imam. Ia
diduduki oleh orang yang memenuhi syarat dan kompeten di bidang peme-
rintah. Syarat-syarat wazir tafwīḍ sama dengan syarat pemimpin, kecuali
dalam hal nasab tidak harus dari kalangan quraisy. Syarat-syarat yang
dimaksud adalah adil, memiliki pengetahuan sehingga mampu berijtihad
dalam menerapkan hukum, memiliki panca indra yang baik dan sehat,
memiliki jasmani atau tubuh yang sehat, memiliki gagasan, dan berani.
Adapun syarat tambahan yaitu memiliki keahlian dalam tugas yang
diberikan kepadanya, seperti dalam urusan peperangan dan kharaj (uang
yang dikenakan atas tanah atau boleh juga disebut sebagai pajak tanah). Dua
hal ini penting dimiliki oleh wazir tafwīḍ sebab dalam keadaan tertentu akan
bersentuhan langsung dengan dua masalah tersebut.
2. Wazir tanfīż
Wazir tanfīż adalah menteri bidang administrasi, merupakan menteri
yang bertugas sebagai perantara antara imam dan masyarakat, mereali-
sasikan perintah imam, menjalankan putusan, menyiapkan pasukan dan
lainnya. Wazir tanfīż tidak membutuhkan pengangkatan secara resmi
sebagaimana keberadaan wazir tafwīḍ. Pengangakatannya hanya melalui
pemberitahuan.
Wazir tanfīż juga harus diduduki oleh orang yang memenuhi syarat
tertentu, namun tidak seketat wazir tafwīḍ. Menurut Imām al-Māwardī,
wazir tanfīż harus memenuhi syarat yaitu: amanah, jujur, tidak rakus, ramah,
laki-laki, cerdas dan cekatan, dan tidak menuruti hawa nafsu. Syarat-syarat
tersebut tidak seketat menteri dalam urusan pemerintahan, sebab wazir
tanfīż hanya bertugas mendampingi imam dan melaksanakan putusannya.
Oleh sebab itu pula wazir tanfīż boleh diangkat dari kalangan kafir zimmi,
hal ini berbeda dengan wazir tafwīḍ tidak tidak boleh dari kalangan kafir
zimmi.
3. Perbedaan wazir tafwīḍ dan wazir tanfīż
Berdasarkan dua poin sebelumnya, maka terlihat adanya perbedaan
yang cukup signifikan antara wazir tafwīḍ dan wazir tanfīż. Imām al-
Māwardī setidaknya menyebutkan ada delapan perbedaan umum. Masing-
masing yaitu:
a. Wazir tafwīḍ diperbolehkan memeutuskan hukum sendiri, menanga-
ni kasus kriminal dan mengutus pasukan perang, tetapi hal ini tidak
diperbolehkan bagi wazir tanfīż.
b. Wazir tafwīḍ dapat melantik pejabat, sementara wazir tanfīż tidak
diperbolehkan.
c. Wazir tafwīḍ boleh menjadi komandan dan mengatur pasukan
perang, namun wazir tanfīż tidak diperbolehkan.
d. Wazir tafwīḍ boleh mengelola harta Batul Mal dan tidak boleh bagi
wazir tanfīż.
e. Wazir tafwīḍ disyaratkan merdeka sementara wazir tanfīż boleh dari
kalangan budak.
f. Wazir tafwīḍ harus Islam, sementara wazir tanfīż boleh dari kalangan
kafir zimmi.
g. Wazir tafwīḍ harus mengetahui hukum-hukum syariat sementara
wazir tanfīż tidak disyaratkan.
h. Wazir tafwīḍ harus mengetahui urusan peperangan dan kharaj (pajak
tanah) dan wazir tanfīż tidak disyaratkan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, terdapat perbedaan yang cukup
signifikan antara wazir tafwīḍ dan wazir tanfīż. Hal ini barangkali
dipengaruhi oleh tugas dan wewenang wazir tafwīḍ lebih berat dari pada
wazir tanfīż, di samping kedudukannya dalam urusan pemerintahan menjadi
seseorang yang spesial dibandingkan dengan wazir tanfīż.

Anda mungkin juga menyukai