Anda di halaman 1dari 8

Basis Sosial Dakwah ; Tuntutan Perjalanan

Marhalah Dakwah
Diambil dari buku Tarbiyah Ijtima'iyah, penulis : Hadi Munawar
A. Marhalah Amal
Aktivitas kader dakwah berjalan melalui beberapa fase dan tahapan amal; dimulai dari
aktivitas pembentukan pribadi muslim, pembentukan keluarga muslim, pembimbingan dan
pengarahan masyarakat untuk merealisasikan ajaran-ajaran islam, pembebasan tanah air,
memperbaiki pemerintahan, mewujudkan kembali persatuan umat islam dan akhirnya sampai
pada aktivitas memimpin dunia.
Dakwah dimulai dengan pembentukan pribadi muslim. Jalan yang dipakai adalah dengan
melaksanakan proses tarbiyah, membina para kader pada sisi fisik, akal dan ruhiyahnyta. Fisik
dibina sehingga kader memiliki jasad yang kuat. Akal dibina dengan penambahan ilmu dan
pengetahuan sehingga kader memiliki wawasan yang luas. Hatinya dibina dengan menghiasai
diri menjadikan kader orang yang bertakwa memiliki akhlak terpuji. Intinya adalah bahwa kader
dibina dalam proses tarbiyah agar memiliki kepribadian muslim yang utuh. Adapun indikator
capaian pembinaan pribadi kader tercermin dalam seputluih idikator sebagai berikut :
1. Akidah yang bersih
2. Ibadah yang benar
3. Akhlak yang kokoh
4. Mandiri dan mampu membiayai diri sendiri
5. Berwawasan yang luas
6. Kuat Fisik
7. Bersungguh-sungguh dalam mengoreksi diri sendiri
8. Teratur dalam setiap urusannya
9. Menjaga waktunya
10. Bermanfaat bagi orang lain
Pembentukan pribadi muslim sangat urgent untuk dilakukan, mengingat bahwa jalan yang Allah
bentangkan di hadapan masing-masng pribadi manusia ada dua jalur. Ada jalur takwa dan ada
jalur futur. Jalur takwa adalah jalan yang diridhoi Allah dan dan jalur fujur adalah jalan yang
tidak diridhai Allah dan kecenderungannya adalah meperturtkan hawa nafsu yang dikomandani
oleh setan.
Dalam pandangan ISlam yang tertuang dalam surah Asy Syamn ayat 7-10 memungkinkan
masing-masing individu dapat menempuh dua jalan tersebut. Allah SWT berfirman :
"dan jiwa serta penyenmpurnaannya (ciptaannya), Maka Allah SWT mengilhamkan kepada jiwa
itu (jalan) Kefasikan dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa
itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya". Asy Syam : 7 - 10
Tanpa ada proses pembinaan yang berkelanjutan maka bukan takwa yang diraih. Bisa jadi yang
ada adalah Fujur. Untuk menjadi orang yang tangguh tentu saja banyak pembinaan dan latihan latihan. Adapun latihan dan pembinaannya adalah dalam proses tarbiyah islamiyah yang
berkelanjutan.

Individu yang baik adalah batu bata yang kuat dalam pembangunan masyarakatnya. Dengan
kuatnya individu yang ada di tengah masyarakat maka dapat membersihkan unsur-unsur yang
dapat merusak yang ada di tengah masyarakat tersebut. Selain itu, individu yang baik juga dapat
saling bekerja sama untuk menuju hidup yang lebih sejahtera. Menguatkan dan meningkatkan
kualitas individu menjadi lebih baik jalannya tidak lain adalah dengan tarbiyah islamiyah
berkelanjutan.
Setelah membentuk pribadi muslim, fase amala berikutnya adalah pembentukan keluarga
muslim. Islam mengatur naluri manusia dengan menetapkan pernikahan dan menetapkan bahwa
segala hubungan yang dilakukan diluar nikah merupakan bahaya yang mengancam kesejahteraan
masyarakat. Allah SWT berfirman : "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam sembahyangnya, dan orang - orang yang menjauhkan
diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan
zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri - istri mereka atau
budak yang mereka miliki; maka sesungguhnmya mereka dalam hal ini tiada tercela" (Al
Mukminun : 1 - 6)
Islam melarang perbuatan zina dan perbuatan yang merusak lainnya, kemudian
memerintahkan para pemuda untuk menikah. Seiring dengan perjalan umur yang semakin
matang dan adanya tuntutan untuk membangun sebuah keluarga, pribadi yang telah dibina dalam
tarbiyah sehingga menjadi orang - orang yang berkepribadian islami dipertemukan dalam sebuah
ikatan keluarga. Dalam keluarga itulah akan ditumbuhkan kasih sayang, menjadi benteng
dakwah di tengah masyarakat dan sekaligus merupakan wahana untuk memikul amanat dan
tanggungjawab yang besar , membina orang-orang yang ada di bawah tanggungjawabnya.
Rasulullah SAW bersabda :
"Wahai sekalian para pemuda! Siapa diantara kamu yang sudah punya kesanggupan menikah
maka hendaklah ia menikah, dan barang siapa yang belum sanggup maka hendaklah ia
berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu akan menjadi benteng baginya. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Sudah menjadi kewajiban setiap kader dakwah untuk bijak dalam mengamalkan pembentukan
keluarga muslim, baik itu sejak dari memilih calon istri maupun suami, hingga membimbing
keluarga agar menghormati ide dan pemikiran serta memelihara tata krama islam dalam
keluarganya. Itulah fase kedua amal dakwah.
Kader yang sudah berkeluarga kemudian akan hdup di tengah-tengah masyarakat bersama
kebanyakan orang. Bersamaan dengan itulah kemudian dialkukan amal yang berupa seuran amal
makruf nahi mungkar, membimbing masyarakat ke arah kemuliaan melalui pembuatan opini
umum tentang islam dan mewarnai masyarakat sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam. Dalam fase
ini, yang dilakukan kader adalah mengarahkan masyarakat untuk menjalani perilaku sosial yang
baik dan memiliki dasar - dasar kejiwaan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Adapun tarbiyah yang dibutuhkan kader adalah tarbiyah ijtimaiyah, yaitu tarbiyah yang fokus
pada usaha-usaha peningkatan kemampuan para kader untuk mengubah kepribadian masyarakat
dan membekalinya dengan kemamuan bagaimana kader dapat hidup dan berinteraksi dengan
kawan, shahabat, serta tetangga; dan bagaimana kader dapat menyatu dengan masyarakat dalam
satu kekuatan yang bersinergi sehingga dapat mengubah perjalan hidup ke arah yang lebih baik.
Dari keterlibatan bersama itu, kader menjalin jaringan persahabatan dan cinta yang memberi
peluang bagi masyarakat untuk melakukan beragam aktivitas.

Dari mengarahkan masyarakat kepada ISlam, berikutnya adalah membebaskan tanah air dari
belenggu - belenggu kekuasaan dominasi asing; baik itu dominasi yang berupa belenggu politik,
ekonomi, sosial, pertahanan, budaya dan lain2. Masyarakat yang tertata dengan baik namun
kondisi pemerintahan yang ada adalah pemerintahan yang tidak mandiri, akan berdampak luas
pada negara secara keseluruhan. Oleh karena itu, upaya berikutnya yang dilakukan dalam
dakwah adalah membebaskan tanah air dari belenggu asing, menjadikannya mandiri, dapat
menentukan nasib sendiri, dan dapat mengatur diri sendiri tanpa disetir oleh kepentingankepentingan
asing.
Menapaki fase dakwah ini, kader mulai masuk dalam mihwar muassasi. Kader terlibat dalam
kancah perpolitikan nasional, bersama dengan elemen bangsa yang lain mengatur kebijakan yang
ada di negara. Kader memasuki sebuah duia yang penuh dengan cobaan berupa kesenangan
maupun kesulitan-kesulitan dengan dinamika yang sangat tinggi dan cepat.
Selajutnya adalah memperbaiki pemerintahan. Langkah ini seiring dan sejalan dengan
tahapan sebelumnya. Kesuksesan dalam kehidupan politik yang dilakukan adalah mengatur
negara. Kader menjadi seorang negarawan dengan posisi pengambil kebijakan nasional. Di fase
ini, kader dituntut untuk konsekuen dengan kewajiban-kewajiban Islam. Setelah berada di
Pemerintahan, kontribusi apa yang diberikan untuk melaksanakan syariat, menyampaikan
dakwah yang lebih luas, meninggikan akhlak, mengembangkan pengetahuan, mempersiapkan
kekuatan, menjaga kesehatan umum, mengembangkan kekayaan negara, serta menjaga
keselamatan
harta
kekayaan
negara.
Tahap ke enam adalah mewujudkan kembali kesatuan dunia Islam. Bentuk dari tiap tahap ini
adalah membebaskan negeri - negeri muslim yang terjajah, misalnya Palestina dengan
melibatkan negeri - negeri yang lain. Kemudian, saling bersepakat untuk mengembalikan
kejayaan
umat
Islam
dan
mengembalikan
kesatuan
meraih
tujuan.
Tahap terakhir dari fase dakwah ini adalah memimpin dunia; menyebarkan Islam ke seluruh
penjuru dunia sampati tidak ada lagi fitnah bagi umat Islam dan dunia disinari oleh petunjuk
Allah SWT, dimana umat Islam menjadi rujukan Internasional. Begitulah fase-fase dakwah yang
akan ditempuh oleh kader.
B. Basis Sosial Dakwah Sebuah Tuntutan
Berkenaan dengan rangkaian fase aktivitas amal (marhalah amal) tersebut, Hasan Al Banna
mengatakan :
Alangkah berat dan besar tanggung jawab dalam tugas ini. Banyak orang memandangnya
sebagai khayalan, namun bagi seorang muslim menjadi suatu kenyataan yang hakiki. Kita
sekali-kali tidak akan berputus asa, kita menaruh harapan besar kepada Allah.
Para kader dakwah optimis bahwa langkah - langkah tersebut riil dan dapat dilkaukan seiring
dengan keikhlasan, kesungguhan, ketekunan dan jihad serta ketabahan untuk merealisasikannya.
Tugas - tugas tersebut memang berat, namun tugas yang berat akan terasa ringan manakala
dilakukan secara bersama-sama. artinya, kader perlu membentuk basis sosial dakwahnya (qaidah
ijtima'iyah).
Kader tidak akan mampy melaksanakan amanah besar tersebut tanpa dukungan mayarakat
Islam secara keseluruhan yang dapat dijadikan basis kekuatannya. Tanpa landasan masyarakat
ini, sebesar apapun tenaga dan dana yang dikelaurkan tidak akan sebanding dengan hasilnya.

Dakwah yang terisolir dari mayarakat maka semua potensi dan kekuatannya akan habis dan
akan menjadi pemborosan yang luar biasa, baik dana, tenaga maupun waktu. Semua ini akan
berbeda jika dakwah dapat membangung potensi masyarakat untuk mendukung kesuksesan
dakwah.
Kekuatan dakwah memang berada pada kader, karena merekalah basis operasional. Akan
tetapi, untuk mengoptimalkan basis operasional dakwah tersebut, kader membutuhkan landasan,
yaitu masyarakat. Tanpa landasan masyarakat maka kader dan dakwahnya hanya akan menjadi
orang- orang yang eksklusif. Ada, tapi pengaruhnya tidak begitu nyata di tengah masyarakat.
Perluasan basis sosial dakwah telah diisyarakatkan dalam al quran. Islam bukan din bagi
orang-orang tertenu atau kaum tertentu, melainkan untuk seluruh manusia. Sifat Islam adalah din
yang universal. Allah pun menggambarkan umat Islam menjadi umat terbaik yang dikeluarkan
untuk seluruh manusia dengan firmanNya :
Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia, menyuruh kepada yang
makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah...(Ali Imran : 110)
Jelas dalam ayat ini umat Islam adalah umat terbaik yang ukhrijat linnas (dikeluarkan untuk
manusia). Dengan demikian, dakwah tidak mungkin hanya berhenti pada proses dakwah
pembentukan pribadi muslima saja yang memiliki komitemen tinggi dan kemapuan amal jamai
yang bagus. Komitmen yang tinggi dan kepiawaian beramala jamai dalam sekup internal perlu
diperluas jangkauannya untuk melaksanakan riayah jamahiriyah (pengelolaan kemasyarakatan)
bahkan menjadi rijalu ad daulah (negarawan) dalam rangka membangun basis sosial dakwah.
Manusia adalah selalu berkembang sesuai dengan tabiatnya, dan tabiat manusia adalah sebagai
makhluk sosial. Maksudnya, ia tidak bisa hidup secara sendirian, tetapi ia harus bertaawun
(bekerja sama) dengan orang lain, agar hidupnya bisa tegak, keinginannya terwujud, dan
keberadaannya tetap terpelihara. Seorang penyair mengatakan :
Manusia terhadap manusia lainnya, baik dari desa atau kota, antara sebagian dengan
sebagian yang lainnya, walaupuan mereka tidak merasa, mereka itu saling melayani.
Tidak mungkin seseorang hidup sendiri tanpa ada kaitan dengan hidup orang lain, walaupun
pekerjaan yang kecil sekalipun. sebagai misal adalah orang yang minum. Proses minum
kelihatannya sepele, namun sekian ribu orang telah terlibat dalam proses tersebut. Minum
membutuhkan gula, gula dipross di pabrik gula dengan sekian banyak karyawannya. Gula dapat
diproduksi kalau ada petani, berapa banyak petani yang akan terlibat. Memanen tebu melibatkan
sekian banyak tenaga pemanen, belum lagi traktor untuk panen butuh bensin. Untuk membuat
bensin melibatkan berapa ribu orang lagi. Belum untuk sampai ke pengecer dan sampai ke petani
tebu dan traktornya. Ini baru gulanya. Belum tehnya, arinya, gelasnya, sendoknya, kopinya, dan
lain - lainnya. Sekecil aktivitas apap pun yang dilakukan seseorang tidak lepas dari campur
tangan orang lain. Begitulah fitrah manusia, tidak dapat lepas dari bersinggungan dengan orang
lain.
Demikian juga kader dakwah. Seorang kader dakwah dan sistem yang dibangunnya tidak
mungkin lepas dari masyarakat. Islam menempatkan manusia itu tidak saja dalam dimensi

individu, akan tetapi juga dalam dimensi sosial sebagai anggota sebuah masyarakat.
Para kader perlu berperan di masyarakat untuk membentuk lingkungan yang baik dan
menghilankan unsur-unsur kejahiliyahan yang ada. Paling tidak dapat membuat opini positif
tentang Islam dan dakwah, tersosialisasikannya syiar-syiar Islam, dan pada suatu saat dapat
menumbuhkan harakiyah di masyarakat yang mendorong realisasi amar makruf nahi mungkar
menjadi masyarakat yang simpati, mencintai dan mendukung serta membela dakwah. Paling
tidak dapat menumbuhkan rasa toleran pada dakwah, tidak memusuhi dakwah.
Perlu dipahami bahwa lezatnya iman pada diri seorang kader dakwah adalah apabila
pribadinya menjelma menjadi sosok sosial yang sangat menawan. Kader dan dakwah nya hadir
membawa 'atha 'ijtima'i (Kontribusi sosial) dan keharmonisan sosial, sebagaimana yang
disabdakan oleh Rasulullah saw :
"Bertaqwalah kamu dimana pun kamu berada. Ikuti keburukan itu dengan kebaikan, niscaya ia
akan menghapuskannya dan berinteraksilah pada manusia dengan akhlak yang hasan (baik).
HR. Tirmidzi
Berikut ini ada beberapa hadist yang lain : Inti akal setelah keimanan pada Allah adalah menjalin
cinta dengan sesama manusia. HR. Al Baihaqi.
Orang mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar atas gangguan mereka, lebih baik
daripada orang mukmin yang tidak begalum dengan manusia dan tidak bersabar atas ganggunan
mereka. HR. Tirmidzi, Ibnu Majah.
Seorang mukmin itu akrab dan mudah diakrabi, dan tidak ada kebaikan orang yang tidak akrab
dan mudah diakrabi, dan sebaik-baik orang ialah yang paling bermanfaat bagi orang lain. HR.
Thabrani.
Manusia seperti seratus unta, hampir kami tidak mendapatkan dari kalangan mereka yang
mampu memikul beban/rahilah (rahilah adalah unta kuat yang memimpin kawanan unta, dia ada
di depan dan diikuti yang lain). HR. Bukhari.
Kehdupan seorang muslimn dapat dianalogikan dengan seekor lebah. Lebah senantiasa hidup
bermasyarakat dan bergerombol dengan yang lain. Mereka bergerombol namun tidak membuat
kerusakan. Ketika hingga di dahan-dahan pepohonan atau tangkai-tangkai bunga, lebah selalu
mengkonsumsi makanan terbaik, yaitu sari bunga. Produk yang dihasilkannya pun barang yang
paling bermanfaat, yaitu madu. Untuk itu, makhluk hidup yang berada disekitarnya merasa aman
dan nyaman dengan keberadaannya.
Sesungguhnya, Islam telah memerhatikan masyarakat dan individu, bahwa masing-masing
dari keduanya saling mememngaruhi. Masyarakat tak lain adalah sekumpulan individu yang
terikat dengan ikatan tertentu, sehingga kebaikan individu juga berarti kebaikkan masyarakat.
Keberadaan individu dalam masyarakat bagaikan batu bata dalam sebuah bangunan, dan sebuah
bangunan tidak akan baik apabila batu batanya rapuh.
Demikian juga halnya seseorang tidak akan menjadi baik kecuali berada dalam lingkungan

masyarakat yang kondusif bagi perkembangan kepribadiannya, dimana para anggotanya


berinteraksi secara benar serta berprilaku positif. Masyarakat merupakan lahan yang di dalamnya
tumbuh benih-benih individu. Mereka tumbuh dan berkembang dalam ekosistemnya,
memanfaatkan langit, udara dan mataharinya. Dan tidaklah hijrah Rasulullah saw ke Madinah
keculai dalam rangka usaha untuk membangun masyrakat yang mandiri, yang terpancang di
dalamnya akidah Islam, nilai-nilai, syiar-syiar dan aturan-aturannya. Sekali lagi, tuntutan dari
dakwah adalah adanya pembentukan basis sosial dakwah.
Tabiyah mencetak kader untuk menjadi pemimpin umat. Pemimpin yang berpengaruh dan
mampu memengaruhi pada lingkungan sekitarnya. Mengajak mereka kepada cahaya Islam.
Dapat mendayagunakan potensi untuk melakukan irsyadul mujtama'. Tarbyah mencetak kader
pemipin yang memiliki jiwa taghyir. Jiwa sebagai agen perubah. Mengubah masyarakat dari
jahiliyah menjadi masyarakat musliam yang baik dan diridhai Allah. Tarbiyah mencetak kader
pemimpin yang berinteraksi dengan masyarakatnya. Baik itu saat masyarakat dalam suka
maupun duka yang dialaminya. Dialah yang mengarahkan umat pada kebaika-kebaikan.
Perhatiannya pada masyarakat tidak lepas bagaimana umat ini meraih kejayaannya.
Untuk itulah kader sebagai pemimpin masyarakat akan serius memberdayakan masyrakat dan
merekayasa perubahan besar yang dapat mengibaskan debu-debu kehinaan. Dari kisah para rasul
dapat diketahui bahwa diutusnya mereka berkenaan dengan kondisi masyarakatnya. Mereka
diutus dengan tujuan untuk memperbaiki dan menyelesaikan problematika masyarakat pada
masanya itu. Islam memang datang untuk hadir di tengah-tengah masyarakat.
Nabi Nuh diutus oleh Allah SWT kepada kaumnya untuk mmeperbaiki kondisi akhlak dan
akidah masyarakat nya yang menyimpang dengan penyembahan terhadap berhala. Nabi luth
ditutus untuk memperbaiki masyarakatnya yang tenggelam dalam pebruatan keji yang belum
pernah ada sebelumnya, homoseksual. Nabi Syuaib ditutus untuk mendidik masyarakatnya agar
bersikap jujur dalam hal takaran dan timbangan. Rasulullah saw diutus untuk memperbaiki
kndisi masuyarakat dunia waktu itu yang berada pada puncak kejahiliyahan dan kemerosotan
akan sendi-sendi akhlak dan nilai-nilainya.
Para nabi adalah pemimpin bagi masyarakatnya. Pemimpin yang menunjukkan jalan
hidayah. Pemimpin yang mengeluarkan masyrakat dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya
Islam.
Pelajaran yang dapat diambil adalah bahwa semestinya para kader menjadi pemimpin bagi
masyarakatnya, sebagaimana para nabi memimpin dan menunjukkan jalan pada masyarakat.
Untuk menjadi pemimpin umat tentu saja tidak muncul dengan tiba - tiba. Ada tahapan dan
peran serta kontribusi kader di tengah masyarakat sebelum akhrinya kader diakui oleh
masyarakat sebagai tokoh. Kader perlu melaksanakan tabiyah ijtima'iyah. Melakukan proses
penyadaran dan pembinaan keislaman masyarakat secara umum dan massal, melalui berbagai
elemen struktur organisasi gerakan dakwah, lembaga-lembaga yang secara langsung atau tidak
langsung dikelola organisasi gerakan dakwah. Tujuannya adalah menyediakan basis dukungan
sosial bagi dakwah, dan menjadi bahan baku awal bagi aktivitas tarbiyah nukbawiyah. Dengan
proses inilah kader akan menjadi rujukan di tengah masyarakatnya dan menjadi mercusuar bagi

masyarakat.
Dalam ungkapan lain, dapat dikatakan bahwa untuk mencapai cita - cita dan mewujudkan
impiannya, kader dakwah perlu membangun basis sosial dakwah. Basis sosial dakwah itulah
yang akan menjadi landasan bagi dakwah kader, yaitu masyarakat yang ada di seitarnya dan
mendukung aktivitasnya, bahkan yang membela dakwahnya.

Manfaat Basis Sosial Dakwah


Tabiyah Ijtima'iyah, Bab. 1 Basis Sosial Dakwah; Tuntutan Perjalanan Marhalah Dakwah
Penulis : Hadi Munawar
Banyak manfaat yang dapat diraih apabila kader memiliki basis sosial dakwah. Baik itu
manfaat yang dirasakan oleh kader secara personal maupun secara jamai. Bahkan, bagi
masyarakat sendiri meraskan menafaatan yang luar biasa manakala basis sosial dakwah
terbangun. Di antara manfaat itu adalah sebagai berikut :
1. Pengokohan basis sosial dakwah akan mengokohkan eksistensi dan daya tarik dakwah. Pada
dasarnya, dakwah islamiyah yang dilakukan oleh kader di mana pun berhadap secara langsung
atau tidak langsung dengan seruan yang merusak, yang mengajak manusia kepada kedzaliman.
Masing-masing akan berusaha menampakkan eksistensinya. Kader yang mendukung kebatilan
juga berjuang. Ada orang yang mengajak kepada yang makruf dan ada orang yang mengajak
kepada kemungkaran.
Dengan adanya basis sosial dakwah, para kader hadir dengan pesona yang luar biasa memikat
masyarakt untuk mengikutinya. Tampilan para kader dan berbagai wajihah didalamnya akan
tampil lebih kokoh, menarik, berwibawa dan diperhitungkan.
Pelajaran yang dapat diambil dari sirah Rasulullah SAW adalah ketika beliau memerintahkan
kaum muslimain untuk pergi ke Habasyah. Rasulullah menyaksikan musibah yang dialami para
sahabatnya, pukulan yang menakutkan, dan kaum muslimin yang tidak berdaya melawan
kekejaman. Maka Rasulullah saw memerintahkan sahabat yang lemah untuk pergi meninggalkan
Mekkah, menyelamatkan agama, menjaga eksistensi jamaah kaum Muslim. Salah satu tujuan
yang beliau rekomendasikan adalah hijrah ke Habasyah. Kaum Muslimin diminta untuk mencari
dan membangun lingkungan yang memungkinkan dakwah dapat berkembang dengan baik dan
aman di sana.
Waktu itu, sekelompok kaum muslimin berangkat ke Habasyah. Mereka berangkat karena
Allah SWT dengan membawa agamanya menghidnari fitnah. Inilah hijrah pertama dalam sejarah
Islam. Peristiwa ini terjadi pada tahun kelima setelah kenabian.
Di Habasyah mereka tinggal dengan amana, baik secara fisik dan ideologis dari gangguna
orang musytrik yang tidak henti-hentinya memfitnah agama mereka. Dengan adanya perintah
hijrah ke Habsyah ini hanya sedikit saja yang masih berada di Mekkah bersama Rasulullah saw.
Habasyah memang bukan basis umat Islam waktu itu. Akan tetapi, umat Islam lebih nyaman
dan tidak mendapat gangguan sebagaimana yang dialami di Mekkah. Dari peristiwa ini dapat
dipahami bahwa kader membtuhkan sebuah lingkungan yang memungkinkan meraka untuk
berdakwah dengan aman, dan mereka dapat kokoh eksistensinya. Para kader dakwah butuh basis
sosial dakwah yang akan menopang eksistensi dakwahnya.

Anda mungkin juga menyukai