Pembinaan (tarbiyah) bagi para akhwat muslimah memiliki tujuan yang utama
dan luhur. Wanita bukanlah manusia kelas dua dibandingkan dengan laki-laki, oleh
karenanya mereka harus mendapatkan hak untuk dididik dan dibina dalam Islam. Potensi
para wanita telah ditunjukkan dalam sepanjang sejarah gerakan Islam sejak zaman
pertama di masa kenabian. Potensi tersebut tidak akan muncul tanpa adanya pembinaan
yang tadaruj (bertahap) dan istimrar (terus menerus).
Tujuan tertinggi dari proses tarbiyah, menurut Muhammad Quthb adalah
membentuk manusia yang baik, sebagaimana ungkapan Al Qur'an:
"Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kalian adalah yang paling
bertaqwa" (Al Hujurat: 13).
Sedangkan tujuan Tarbiyah Islamiyah secara umum, sebagaimana dituliskan Dr.
Ali Abdul Halim Mahmud, adalah, Menciptakan keadaan yang kondusif bagi manusia
untuk hidup di dunia secara lurus dan baik, serta hidup di akhirat dengan naungan ridha
dan pahala Allah swt.
Bagi kalangan wanita muslimah, tujuan tarbiyah Islamiyah apabila dijabarkan ada
beberapa bagian penting sebagai berikut:
1. Tujuan Tarbiyah bagi Pribadi Wanita Muslimah
Tujuan tarbiyah Islamiyah bagi akhwat muslimah, pada dasarnya ditujukan
kepada diri pribadinya terlebih dahulu, sebelum akhirnya nanti memberikan kontribusi
bagi yang lain. Adapun tujuan tarbiyah bagi pribadi wanita muslimah adalah:
a. Membentuk Syakhshiyah Muslimah Mutakamilah
Tujuan tarbiyah pada akhwat muslimah pertama kali adalah membentuk
kepribadian sebagai muslimah yang paripurna. Seluruh aspek kemanusiaan muslimah
hendaknya ditumbuhkan sehingga akan melahirkan potensi yang optimal. Baik segi
ruhaniyah (spiritual), fikriyah (intelektual), khuluqiyah (moral), jasadiyah (fisik), dan
amaliyah (operasional).
ibadah
tidak
dapat
diseimbangkan
melalui
penambahan,
amal yang memungkinkannya memiliki penguasaan medan yang bagus. Pelaku dakwah
harus memiliki pengalaman yang luas dan penguasaan yang matang, sehingga berbagai
amanah bisa dikerjakan dengan optimal.
Tarbiyah bukan hanya berbentuk forum kajian keilmuan, akan tetapi ia juga
praktek di lapangan. Para akhwat muslimah dilatih dengan penunaian tugas-tugas
dakwah, semenjak melakukan dakwah fardiyah, melakukan dakwah amah di
masyarakat, maupun dakwah khashah yaitu mentarbiyah akhwat muslimah yang lain.
Selain itu juga dilibatkan dalam kegiatan kepanitiaan ataupun kelembagaan, sehingga
memiliki pengalaman yang luas dalam berbagai medan dakwah.
Kepanitiaan dalam suatu kegiatan tertentu penting untuk melatih akhwat
muslimah agar memiliki kemampuan beramal jamai dan melatih kemampuan manajerial
maupun leadership mereka. Selain itu juga penting untuk menumbuhkan ruh ukhuwah
dan ruh berjamaah di kalanganakhwat, menumbuhkan rasa tanggung jawab dan amanah,
bahkan menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap sistem tarbiyah.
Kepanitiaan seminar atau tabligh akbar, termasuk panitia lomba atau festival, dan
lain-lain kegiatan, merupakan sarana latihan yang baik bagi tumbuhnya kepekaan dan
tanggung jawab para akhwat muslimah menyelesaikan amanah-amanah secara
profesional.
Untuk melatih kemampuan berorganisasi, merancang kegiatan, berinteraksi
dengan berbagai macam kalangan dan sifat manusia, maka aktivitas dalam kepengurusan
sebuah organisasi adalah sarana pelatihan yang amat baik. Organisasi yang
direkomendasikan kepada para akhwat untuk mereka bisa aktif di dalamnya bisa
organisasi dakwah, ataupun organisasi pada umumnya.
Untuk organisasi umum, yang direkomendasikan hanyalah jenis organisasi yang
aman dari segi ideologis, politis maupun praktis. Dengan aktif di dalamnya, akhwat
muslimah bisa memberikan kontribusi pemikiran, sebagian tenaga dan waktu untuk
mewarnai dan memperbaiki dari dalam. Selain itu, akan menjadi sebuah jembatan yang
menghubungkan kepentingan-kepentingan dakwah dengan organisasi tersebut, atau
dengan masyarakat melalui organisasi.
d. Memberikan ketrampilan praktis
menjadi pengelola (rabatul bait) tidak tersentuh tarbiyah Islamiyah, bisa menyebabkan
disorientasi dalam keluarga. Pengarahan Islam bisa ditinggalkan, sehingga rumah tangga
berjalan tanpa kepastian arah yang dikehendaki Islam.
Para wanita muslimah yang tidak berada dalam suasana pentarbiyahan, sering
mengelola rumah tangga tidak dengan sebusah kesadaran yang utuh bahwa mereka
sedang membangun peradaban besar. Banyak yang terjebak dalam pemahaman yang
parsial dan prtagmatis, bahwa berkeluarga semata-mata menyalurkan kebutuhan dan
naluri untuk hidup bersama suami isteri, tanpa sebuah misi yang amat sakral dan suci.
Tarbiyah yang memberikan penguatan kepada setiap pihak, baik laki-laki maupun wanita
muslimah, bahwa berkeluarga adalah bagian utuh untuk menciptakan peradaban masa
depan, oleh karenanya harus tersuasanakan dalam pengarahan Islam.
c. Membentuk keluarga yang terlibat dalam amal Islami
Tarbiyah bagi akhwat muslimah diharapkan akan mendorong terbentuknya
keluarga yang berkhiudmat untuk Islam. Seluruh anggota keluarga terlibat dalam amal
Islami, dalam berbagai bidang kehidupan. Semenjak sebelum menikah, para akhwat
muslimah telah diarahkan oleh proses tarbiyah untuk aktif terlibat dalam amal Islami.
Setelah berkeluarga, tarbiyah tetap mengarahkan para akhwat untuk mengambil peran
yang signifikan dalam upaya perbaikan masyaraikat.
Tanpa tarbiyah, banyak keluarga muslim sekedar menjadi baik untuk mereka
sendiri, tanpa memiliki kepedualian untuk mengajak pihak lain berada\dalam barisan
kebaikan. Tentu saja tidak cukup menjadi baik secara individual, sebab Allah menuntut
kaum muslimin untuk menjaga keluarganya dari api neraka:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu (At Tahrim: 6).
Pada kenyataannya, menjaga diri dan keluarga tidak bisa dilakukan sendirin,
karena kita berada dalam kehidupan bersama masyarakat luas. Sebaik apapun sebuah
keluarga apbila berada dalam lingkungan yang jelek, akan sanggup menghancurkan
kebaikan tersebut secara perlahan. Kenyataan ini menunjukkan pentingnya seluruh
komponen masyarakat terlibat dalam preoses tarbiyah Islamiyah 8untuk memperbaiki
diri, sehingga akan menjadi baik pula keluarga dan masyarakat.
Kaum muslimah yang menjadi bagian dari anggota keluarga perlu dipersiapkan
untuk menjadi pelaku amal Islami yang terlibat secara aktif untuk menjadi agen
perubahan. Memperbaiki dan membimbing masyarakat bukanlah pekerjaan yang bisa
dilaksanakan hanya oleh kaum laki-laki. Pada kenyataannya, kehidupan bermasyarakat
banyak ditentukan oleh kebaikan semua anggotanya, baik laki-laki maupun wanita.
Dengan demikian, pengarahan masyarakat agarsesuai dengan nilai Islam juga menjadi
bagian utuh dari proyek akhwta ,muslimah.
Tarbiyah merupakan sebuah proses yang mendidik orientasi namun juga ilmu dan
ketrampilan bagi akhwat muslimah untuk bisa mengambil peran dalam amal Islami
bersama dengan semua anggota keluarga yang lain. Suami dan anak-anak apabila tidak
memiliki keterlibatan dalam amal Isalmi harus diorong oleh para isteri muslimah agar
bersemangat menunaikan peran perbaikan masyarakat.
3. Tujuan Tarbiyah bagi Masyarakat
Tarbiyah bagi akhwat muslimah bukan hanya bertujuan untuk kebaikan diri dan
keluarganya, akan tetapi juba memiliki tujuan yang lebih luas lagi yaitu untuk
masyarakat. Tarbiyah tidak akan mencetak sosok pribadi yang puritan, anti sosial, dan
tidak mengenal masyarakat. Justru diharapkan dengan tarbiyah akan mengoptimalkan
peran-peran penting di tengah komunitas masyarakat.
Di antara tujuan tarbiyah wanita muslimah dalam kaitannya dengan masyarakat
adalah:
a. Menumbuhkan kepekaan dan jiwa sosial muslimah
Tarbiyah bertujuan untuk membentuk akhwat muslimah yang memiliki kepekaan
dan jiwa sosial, yang menyebabkan mereka tanggap terhadap problematika sosial
kemasyarakatan. Mereka nantinya diharapkan menjadi pekerja sosial yang concern
dengan permasalahan keumatan, dan terlibat dalam penyelesaian masalah-masalah umat.
Sebagaimana kaum laki-laki, mereka dilarang berpangku tangan melihat ketidakbaikan
melanda masyarakat.
Kadang dijumpai adanya kenyataan, akhwat muslimah asyik dengan dunianya
sendiri srta tidak mempedulikan kondisi lingkungan. Mereka tidak memiliki kepekaan
sosial yang cukup, sehingga tidak mempedulikan perkembangan dunia di sekitar dirinya.
Tetangga yang kelaparan, perlu pertolongan dan perhatian, harus diketahui dengan baik
oleh para akhwat muslimah. Berbagai realitas yang dekat dengan tempat tinggalnya tidak
boleh terlupakan oleh karena keasyikan memperhatikan diri sendiri dan keluarga.
Hal ini menuntut wawasan sosial kemasyarakatan yang luas sehingga terpetakan
secara tepat permasalahan-permasalahan yang tengah berjangkit di masyarakat. Dengan
pengetahuan akan kondisi sosial tersebut, para wanita muslimah akan bisa tepat
mengambil peran perbaikan. Bersosialisasi dengan lingkungan, mengakses banyak media
dan membuka diri terhadap informasi merupakan lamngkah untuk melatih kemampuan
sosial.
Kepekaan dan jiwa sosial ini memang harus senantiasa diasah agar tidak tumpul,
dengan sebuah proses tarbiyah. Dengan demikian tarbiyah bukanlah proses yang
eksklusif dengan perhatian yang senantiasa ke dalam diri sendiri, akan tetapi bermuatan
inklusif dengan perhatian terhadap patologi sosial. Para akhwat musli,mah bisa
melakukan diskusi dan saling tukar infdormasi dalam forum tarbiyah tentang
perkembangan dan permasalahan aktual masyarakat dunia, masyarakat Indonesia,
maupun dalam ruang lingkup yang lebih sempit yaitu masyarakat sekitarnya.
Lewat diskusi dan dialog sepeutar permasalahan sosial tersebut, diharapkan akan
memunculkan kencederungan diri kepada urusan umat. Bukan mengasingkan diri dalam
benteng-benteng kesucian yang terasing dari wilayah permasalahan riil kemasyarakatan.
b. Mempersiapkan akhwat untuk peran-peran peradaban
Akhwat muslimah memiliki tugas dan peran yang sangat besar dan penting dalam
sepanjang sejarah kemanusiaan. Ia bukan saja rahim tempat bersemainya para pemimpin
peradaban, akan tetapi para akhwat muslimah adalah pendidik para pelaku sejarah dari
zaman ke zaman; yang oleh karena itu ia lebih dari sekedar pelaku sejarah itu sendiri.
Ada peran besar yang harus dilakukan wanita muslimah untuk kebaikan diri dan umat
secara keseluruhan, yaitu peran pembangunan peradaban:
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka sesudah
mereka berada dalam ketakutan mernjadi aman sentosa" (An Nur:55)
Peran peradaban yang harus ditunaikan oleh para akhwat mulsimah, di antaranya
adalah melahirkan dan mendidik generasi berkualitas, terlibat dalam urusan sosial,
ekonomi, politik, pemerintahan, juga menunaikan kewajiban dakwah, amar makruf serta
nahi mungkar. Mereka adalah pelaku aktif dalam aktivitas kontemnporer di masa
sekaranag, namun juga pewaris nilai-nilai kebaikan bagi generasi yang akan datang.
Allah Taala telah memberi peringatan agar setiap muslim dan muslimah tidak
membiarkan kemungkaran yang potensial meruntiuhkan peradaban terjadi tanpa usaha
pencegahan:
Dan peliharalah drimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang
yang zalim saja di antara kalian (Al Anfal : 25).
Ayat di atas adalah sebuah peringatan keras dari Allah Taala, apabila
kemungkaran telah dibiarkan terjadi, maka adzab Allah ditimpakan secara merata, tidak
hanya kepada pelaku kezaliman saja. Ibnu Abbas mengomentari ayat tersebut berkata,
Allah memerintahkan orang-orang beriman agar tidak menyetujui kemungkaran di
tengah-tengah mereka. Apabila mereka mengakui kemungkaran itu maka adzab Allah
akan menimpa mereka semua, baik yang melakukannya maupun yang tidak melakukan.
Zainab binti Jahsy bertanya kepada Rasulullah saw, Ya Rasulallah, apakah kami
akan binasa juga sedang ada di antara kami orang-orang yang masih melakukan
kebaikan? Rasulullah saw menjawab, Ya, apabila kejahatan telah merata (riwayat
Muslim).
Peran-peran besar tersebut kadang terlu[pakan dari kesadaran para muslimah pada
umumnya, karena tarikan ke arah pragmatisme menghadapi realitas hidu[p yang lebih
dominan. Untuk itu diperlukan tarbiyah Islamiyah yang akan menyadarkan dan mendidik
para akhwat akan tugas-tugas besar tersebut, sekaligus menyiapkan para muslimah untuk
mampu mengambil peran dan kontribusi.
c. Mempersiapkan
Pada sebagian kalangan kaum muslimin terdapat pemahaman bahwa para akhwat
muslimah hendaknya lebih banyak tinggal di rumah, dan tidak boleh mengambil peran
kepemimpinan publik karena dianggap bukan merupakan wilayah kaum perempuan.
Mereka menggunakan argumen firman Allah:
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu (Al Ahzab: 33).
Padahal para mufasir memahami bahwa ayat ini ditujukan kepada isteri-isteri
Nabi saw. Kendati demikian, Aisyah ra, perempuan yang paling mendalam pengetahuan
agamanya, tidak merasa terhalang keluar rumahnya, dari Madinah menuju Basrah,
memimpin pasukan yang di dalamnya ada pasukan laki-laki, dua di antaranya termasuk
dalam sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Dengan demikian ayat ini tidak bisa
digunakan untuk dalil pelarangan perempuan dalam kancah sosial maupun politik.
Sekalipun pada contoh perang Jamal tersebut Aisyah kemudian menyesali apa
yang telah diperbuatnya, hal itu bukan karena perbuatannya dipahami sebagai melanggar
syariat. Penyesalan itu, menurut Yusuf Al Qardhawi, disebabkan oleh ketidaktepatan
dalam mengambil keputusan politik. Berarti ini merupakan masalah lain.
Ibnu Hazm seorang ulama madzhab Hanbali dalam kitab Al Muhalla berpendapat
bahwa jabatan yang tidak boleh diserahkan kepada perempuan hanyalah riasah ad
daulah atau pemimpin negara. Kepemimpinan dalam wilayah umum seperti itu dimana
padanya bermuara seluruh urusan kaum muslimin, tidak diberikan kepada perempuan.
Tetapi para ualama berbeda pendapat tentang pengangkatan perempuan di luar khalifah
atau pemimpin tertinggi dalam suatu negara, dengan demikian, menurut Qardhawi, dalam
hal ini terbuka pintu ijtihad.
Dalam kaitan dengan kepemimpinan perempuan, Dr. Yusuf Qardhawi
berpendapat bahwa
dakwah
dimulai
dengan
silaturahim
antar
lembaga,
untuk
kemudian
menindaklanjutinya dengan program bersama atau kesepakatan dalam berbagai sisi yang
positif.
Allah Taala telah memerintahkan kaum muslimin agar saling tolong menolong
dalam kebajikan dan taqwa, sebagaimana firmanNya :
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (Al Maidah: 2).
Dakwah termasuk urusan kebajikan dan ketaqwaan oleh karenanya harus
dilakukan dengan saling taawun, tolong menolong di dalamnya. Lebih dari itu, Allah
mencintai keteraturan dan kerapian, sebagaimana firmanNya :
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalanNya dalam
barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh
(Ash Shaf : 4).
Tarbiyah mendorong para akhwat melakukan upaya perluasan dakwah, dengan
kerja sama dengan berbagai pihak. Kadang diperlukan pula penyebaran rtenaga aktivis
dakwah ke dalam berbagai lembaga kemasyarakatan, terutama yang berkaitan dengan
dunia wanita. Lembaga atau organisasi-organisasi kewanitaan tersebut akan terwarnai
pula dengan nilai=-nilai kebaikan apabila para akhwat muslimah terlibat dalam
pengelolaan atau kepengurusannya.
Berbagai program dalam kegiatan tarbiyah, mengarahkan para akhwat muslimah
untuk berpikiran dan berwawasan luas. Tarbiyah mengajarkan para akhwat muslimah
menebar kebajikan di setiap tempat di setiap waktu, salah satunya dengan berbagai upaya
kerja sama lembaga dan keterlibatan dalam kelembagaan atau organisasi kemasyarakatan
khususnya yang mengelola urusan kaum wanita.