Anda di halaman 1dari 15

aAZzaTujuan Tarbiyah Islamiyah

bagi Akhwat Muslimah


(Ahdafut Tarbiyah lil Marah Al Muslimah)

Pembinaan (tarbiyah) bagi para akhwat muslimah memiliki tujuan yang utama
dan luhur. Wanita bukanlah manusia kelas dua dibandingkan dengan laki-laki, oleh
karenanya mereka harus mendapatkan hak untuk dididik dan dibina dalam Islam. Potensi
para wanita telah ditunjukkan dalam sepanjang sejarah gerakan Islam sejak zaman
pertama di masa kenabian. Potensi tersebut tidak akan muncul tanpa adanya pembinaan
yang tadaruj (bertahap) dan istimrar (terus menerus).
Tujuan tertinggi dari proses tarbiyah, menurut Muhammad Quthb adalah
membentuk manusia yang baik, sebagaimana ungkapan Al Qur'an:
"Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kalian adalah yang paling
bertaqwa" (Al Hujurat: 13).
Sedangkan tujuan Tarbiyah Islamiyah secara umum, sebagaimana dituliskan Dr.
Ali Abdul Halim Mahmud, adalah, Menciptakan keadaan yang kondusif bagi manusia
untuk hidup di dunia secara lurus dan baik, serta hidup di akhirat dengan naungan ridha
dan pahala Allah swt.
Bagi kalangan wanita muslimah, tujuan tarbiyah Islamiyah apabila dijabarkan ada
beberapa bagian penting sebagai berikut:
1. Tujuan Tarbiyah bagi Pribadi Wanita Muslimah
Tujuan tarbiyah Islamiyah bagi akhwat muslimah, pada dasarnya ditujukan
kepada diri pribadinya terlebih dahulu, sebelum akhirnya nanti memberikan kontribusi
bagi yang lain. Adapun tujuan tarbiyah bagi pribadi wanita muslimah adalah:
a. Membentuk Syakhshiyah Muslimah Mutakamilah
Tujuan tarbiyah pada akhwat muslimah pertama kali adalah membentuk
kepribadian sebagai muslimah yang paripurna. Seluruh aspek kemanusiaan muslimah
hendaknya ditumbuhkan sehingga akan melahirkan potensi yang optimal. Baik segi
ruhaniyah (spiritual), fikriyah (intelektual), khuluqiyah (moral), jasadiyah (fisik), dan
amaliyah (operasional).

Menurut Syaikh Hasan Al Banna, kepribadian Islam meliputi sepuluh aspek,


meliputi hal-hal sebagai berikut:

Salimul Aqidah. Setiap individu dituntut untuk memiliki kelurusan aqidah


yang hanya dapat mereka peroleh melalui pemahaman terhadap Al Quran
dan As Sunnah.

Shahihul Ibadah. Setiap individu dituntut untuk beribadah sesuai dengan


tuntunan syariat. Pada dasarnya ijtihad bukanlah hasil ijtihad seseorang
karena

ibadah

tidak

dapat

diseimbangkan

melalui

penambahan,

pengurangan, atau penyesuaian dengan kondisi dan kemajuan zaman.

Matinul Khuluq. Setiap individu dituntut untuk memiliki ketangguhan


akhlaq sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu dan syahwat.

Qadirun alal Kasbi. Setiap individu dituntut untuk mampu menunjukkan


potensi dan kreativitasnya dalam kebutuhan hidup.

Mutsaqaful Fikri. Setiap individu dituntut untuk memiliki keluasan


wawasan. Ia harus mampu memanfaatkan setiap kesempatan untuk
mengembangkan wawasan.

Qawiyul Jismi. Setiap individu dituntut untuk memiliki kekuatan fisik


melalui sarana-sarana yang dipersiapkan Islam.

Mujahidun linafsihi. Setiap individu dituntut untuk memerangi hawa


nafsunya dan mengokohkan diri di atas hukum-hukum Allah melalui ibadah
dan amal shalih. Artinya, setiap pribadi dituntut untuk berjihad melawan
bujuk rayu setan yang menjerumuskan manusia ke dalam kebathilan dan
kejahatan.

Munazhamun fi Syuuniha. Setiap individu dituntut untuk mampu mengatur


segala urusannya sesuai dengan aturan Islam. Pada dasarnya segala
pekerjaan yang tidak teratur hanya akan berakhir pada kegagalan.

Harisun ala Waqtihi. Setiap individu dituntut untuk mampu memelihara


waktunya sehingga akan terhindar dari kelalaian. Setiap individu juga
dituntut untuk mampu menghargai waktu orang lain sehingga tidak akan
membiarkan orang lain melakukan kesia-siaan.

Nafiun li Ghairihi. Setiap individu harus menjadikan dirinya bermanfaat


bagi orang lain.

Tarbiyah bagi wanita muslimah hendaknya mampu menumbuhkembangkan


berbagai sifat positif dalam kepribadian, sehingga lahirlah pribadi mempesona, buah dari
proses tarbiyah yang berkesinambungan.
b. Membentuk Syakhshiyah Daiyah
Setelah kepribadian Islam pada diri wanita muslimah terbentuk, mereka harus
dipersiapkan pula untuk menjadi aktivis dakwah atau daiyah. Islam tidak hanya
menuntut seseorang untuk shalih secara individual, akan tetapi juga shalih secara sosial.
Untuk itulah tarbiyah menghantarkan wanita mulsimah untuk memiliki kepribadian
sebagai daiyah yang aktif mengajak masyarakat melakukan kebaikan dan mencegah
mereka dari keburukan.
Allah Taala menyebutkan amar maruf dan nahi munkar sebagai karakter pokok
laki-laki dan perempuan yang beriman :
Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka
adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan)
yang maruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (At Taubah 9 : 71).
Al Qurthubi dalam tafsirnya ketika mengomentari ayat ini menjelaskan, Allah
Taala menjadikan amar maruf dan nahi munkar sebagai pembeda antara golongan
mukmin dengan golongan munafiq. Orang-orang yang beriman selalu menyuruh berbuat
yang maruf dan mencegah yang mungkar dan puncaknya ialah menyeru manusia
(berdakwah) ke jalan agama Allah.
Para wanita muslimah generasi pertama Islam telah terlibat dalam berbagai medan
perjuangan dakwah dan jihad. Mereka hasil didikan rasul mulia Saw, yang telah
menghantarkan para wanita muslimah kepada sebuah jalan lurus, jalan dakwah yang
pernah dilalui Nabi-nabi terdahulu.
c. Memberikan pelatihan amal dan pengalaman
Tarbiyah bagi wanita muslimah juga diharapkan memberikan pelatihan (tadrib)
amal dan pengalaman (tajribah) di lapangan. Para akhwat harus mendapatkan pelatihan

amal yang memungkinkannya memiliki penguasaan medan yang bagus. Pelaku dakwah
harus memiliki pengalaman yang luas dan penguasaan yang matang, sehingga berbagai
amanah bisa dikerjakan dengan optimal.
Tarbiyah bukan hanya berbentuk forum kajian keilmuan, akan tetapi ia juga
praktek di lapangan. Para akhwat muslimah dilatih dengan penunaian tugas-tugas
dakwah, semenjak melakukan dakwah fardiyah, melakukan dakwah amah di
masyarakat, maupun dakwah khashah yaitu mentarbiyah akhwat muslimah yang lain.
Selain itu juga dilibatkan dalam kegiatan kepanitiaan ataupun kelembagaan, sehingga
memiliki pengalaman yang luas dalam berbagai medan dakwah.
Kepanitiaan dalam suatu kegiatan tertentu penting untuk melatih akhwat
muslimah agar memiliki kemampuan beramal jamai dan melatih kemampuan manajerial
maupun leadership mereka. Selain itu juga penting untuk menumbuhkan ruh ukhuwah
dan ruh berjamaah di kalanganakhwat, menumbuhkan rasa tanggung jawab dan amanah,
bahkan menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap sistem tarbiyah.
Kepanitiaan seminar atau tabligh akbar, termasuk panitia lomba atau festival, dan
lain-lain kegiatan, merupakan sarana latihan yang baik bagi tumbuhnya kepekaan dan
tanggung jawab para akhwat muslimah menyelesaikan amanah-amanah secara
profesional.
Untuk melatih kemampuan berorganisasi, merancang kegiatan, berinteraksi
dengan berbagai macam kalangan dan sifat manusia, maka aktivitas dalam kepengurusan
sebuah organisasi adalah sarana pelatihan yang amat baik. Organisasi yang
direkomendasikan kepada para akhwat untuk mereka bisa aktif di dalamnya bisa
organisasi dakwah, ataupun organisasi pada umumnya.
Untuk organisasi umum, yang direkomendasikan hanyalah jenis organisasi yang
aman dari segi ideologis, politis maupun praktis. Dengan aktif di dalamnya, akhwat
muslimah bisa memberikan kontribusi pemikiran, sebagian tenaga dan waktu untuk
mewarnai dan memperbaiki dari dalam. Selain itu, akan menjadi sebuah jembatan yang
menghubungkan kepentingan-kepentingan dakwah dengan organisasi tersebut, atau
dengan masyarakat melalui organisasi.
d. Memberikan ketrampilan praktis

Para wanita muslimah hendaknya dibekali pula dengan berbagai ketrampilan


teknis dan praktis yang akan membantunya mengerjakan amanah dakwah secara tepat.
Ketrampilan berumah tangga adalah salah satu bekal yang mendasar bagi para wanita
muslimah untuk menciptakan suasana dan komunikasi yang mendukung bagi kebaikan
dakwah dalam rumah tangga. Ketrampilan memasak, menjahit, berhias, menata rumah
dengan cepat dan tepat, adalah contoh ketrampilan praktis kerumahtanggaan. Termasuk
ketrampilan pertolongan pertama pada kecelakaan atau mushibah dalam kehidupan
rumah tangga, diperlukan oelha pra wanita muslimah.
Dakwah menghajatkan munculnya para politisi muslimah yang mampu bermain
politik secara cerdas dan Islami. Oleh karena itu ketrampilan praktis komunikasi politik,
berorasi, menyampaikan pendapat, mengkritik, menyusun argumen bahkan membuat dan
menyampaikan makalah merupakan kebutuhan dalam rangka memenuhi tuntutan dakwah
di bidang politik. Tidak semua akhwat harus terjun langsung di bidang politik praktis,
akan tetapi semua akhwat harus memiliki kepekaan dan kesadaran politik.
Kemajuan sains dan teknologi telah menghasilkan bermacam-macam produk
mutakhir. Sarana informasi dan komunikasi canggih telah tercipta, yang tentu saja bisa
banyak membawa manfaat dalam dakwah. Hubungan antar kota, antar pulau bahkan
antar negara sekarang bukan lagi merupakan masalah. Sarana tabligh juga semakin luas,
dengan munculnya teknologi radio, televisi, internet, faksimil, telepon dan media-media
cetak maupun elektronik. Jika hal ini dikuasai oleh para wanita muslimah tentu akan
semakin menambah kemudahan dalam banyak hal di lapangan dakwah.
Dengan demikian berbagai sarana yang tercipta sebagai hasil kemajuan sains dan
tekonologi belakangan ini, ikut mendukung program dakwah selama para akhwat
muslimah mampu memiliki kunci pengetahuan tentangnya.
2. Tujuan Tarbiyah bagi Keluarga
Selain tujuan tarbiyah untuk pribadi wanita muslimah, tarbiyah juga memiliki
tujuan yang berkaitan dengan keluarga. Berikut adalah tujuan tarbiyah wanita muslimah
bagi keluarga:
a. Mendapatkan suami yang mengaplikasikan syariyah dan mendukung
dakwah

Islam meletakkan pernikahan sebagai bagian yang utuh dari keberagamaan


seseorang, artinya dengan seseorang beragama Islam padanya dikenakan aturan
pernikahan. Rasulullah saw pernah bersabda :
Wahai para pemuda, barangsiapa telah mampu di antara kalian hendaklah
melaksanakan pernikahan, karena ia dapat menundukkan pandangan dan menjaga
kemaluan (kehormatan). Barangsiapa tidak mampu hendaklah berpuasa, karena ia
menjadi benteng perlindungan (Riwayat Bukhary, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan
Nasai).
Sebagian ulama kita memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan
mampu dalam hadits di atas adalah kemampuan berjimak. Akan tetapi menilik dari
tujuan pernikahan yang sangat agung, yaitu menciptakan keluarga yang sakinah,
mawadah dan rahmah, maka kesiapan dalam bentuk kemampuan berjimak saja tentu
tidaklah cukup.
Dalam proses pernikahan harus terjadi upaya mempertemukan banyak
kepentingan, dan bukan mempertentangkan kepentingan-kepentingan tersebut. Ada
kepentingan fitrah kemanusiaan, ada kepentingan fikih atau hukum Islam yang mengatur
tentang prosesi pernikahan dari awal sampai akhirnya. Ada kepentingan dakwah, bahwa
perluasan medan dan pengaruh dakwah, penguatan jaringan, penyebaran potensi SDM ke
berbagai daerah merupakan aspek-aspek kepentingan dakwah dalam pernikahan.
Tarbiyah bagi wanita muslimah diharapkan mengarahkan proses pernikahan yang
sesuai kaidah syariyah dan kemaslahatan dakwah. Wanita muslimah bisa mendapatkan
suami yang mendukung dakwah dan mengoptimalkan berbagai potensi positif setelah
menjalani kehidupan berumah tangga. Tanpa tarbiyah, orientasi mendapatkan suami
sering kali terjebak dalam hal-hal yang bersifat materi dan keduniaan semata.
Banyak dijumpai proses pernikahan yang tidak berada dalam koridor syariat. Para
wanita muslimah menikah dengan laki-laki yang tidak memiliki komitmen syariah, juga
tidak memiliki dukungan riil terhadap dakwah. Proses tarbiyah memahamkan dan juga
menanamkan nilai pentingnya membentuk keluarga, diawali dengan pemilihan calon
suami yang akan memberikan kontribusi optimal bagi dakwah Islam dan kejayaan kaum
muslimin.

b. Terciptanya keluarga yang dipenuhi oleh pengarahan Islam


Tujuan tarbiyah Islamiyah bagi para wanita muslimah mencakup pula
pembentukan keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah dan dipenuhi oelh pengarahan
(taujih) Islam. Keluarga yang penuh barakah karena didirikan di atas motivasi ibadah.
Dengan tarbiyah, diharapkan para wanita muslimah mengerti posisi, peran dan tanggung
jawabnya dalam rumah tangga.
Betapa banyak keluarga muslim yang tidak memiliki kebahagiaan dalam berumah
tangga. Yang terjadi hanyalah ketegangan hubungan dan komunikasi yang tidak lancar
antara suami dan isteri. Mereka saling menuntut hak masing-masing dengan
mengabaikan kewajiban terhadap yang lain. Kondisi ini tentu sangat jauh dari ideal, dan
akan menyebabkan munculnya berbagai macam patologi sosial yang membahayakan
tatanan umat secara keseluruhan.
Keluarga yang sakinah adalah tuntutan syariat Islam, karena dengan kebaikan
keluarga akan baik pula masyarakat dan bangsa. Menurut Hibbah Rauf Izzat, dalam Islam
keluarga adalah unit yang sangat mendasar di antara unit-unit pembangunan alam
semesta. Ismail Raji Al Faruqi bahkan menganggap keluarga merupakan infrastruktur
bagi masyarakat Islam yang bersaing dengan infrastruktur masyarakat lain di dalam
mewujudkan tujuan-tujuan konsep istikhlaf.
Oleh karenanya keluarga harus menjadi basis dari upaya memulai dan melakukan
kebaikan. Keluarga yang diliputi oleh suasana cinta dan kasih sayang di antara
anggotanya, akan menyebabkan kekokohan dan ketangguhan keluarga tersebut dalam
mengemban misi dakwah Islam.
Allah telah berfirman :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa cinta kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir (Ar
Rum: 21).
Tarbiyah bagi akhwat muslimah diharaplkan mampu memberikan motivasi yang
kuat untuk mensuasanakan keluarga agar senantiasa berada dalam ruang lingkup
pengarahan Islam, dan tidak keluar dari hal tersebut. Jika isteri yang dalam rumah tangga

menjadi pengelola (rabatul bait) tidak tersentuh tarbiyah Islamiyah, bisa menyebabkan
disorientasi dalam keluarga. Pengarahan Islam bisa ditinggalkan, sehingga rumah tangga
berjalan tanpa kepastian arah yang dikehendaki Islam.
Para wanita muslimah yang tidak berada dalam suasana pentarbiyahan, sering
mengelola rumah tangga tidak dengan sebusah kesadaran yang utuh bahwa mereka
sedang membangun peradaban besar. Banyak yang terjebak dalam pemahaman yang
parsial dan prtagmatis, bahwa berkeluarga semata-mata menyalurkan kebutuhan dan
naluri untuk hidup bersama suami isteri, tanpa sebuah misi yang amat sakral dan suci.
Tarbiyah yang memberikan penguatan kepada setiap pihak, baik laki-laki maupun wanita
muslimah, bahwa berkeluarga adalah bagian utuh untuk menciptakan peradaban masa
depan, oleh karenanya harus tersuasanakan dalam pengarahan Islam.
c. Membentuk keluarga yang terlibat dalam amal Islami
Tarbiyah bagi akhwat muslimah diharapkan akan mendorong terbentuknya
keluarga yang berkhiudmat untuk Islam. Seluruh anggota keluarga terlibat dalam amal
Islami, dalam berbagai bidang kehidupan. Semenjak sebelum menikah, para akhwat
muslimah telah diarahkan oleh proses tarbiyah untuk aktif terlibat dalam amal Islami.
Setelah berkeluarga, tarbiyah tetap mengarahkan para akhwat untuk mengambil peran
yang signifikan dalam upaya perbaikan masyaraikat.
Tanpa tarbiyah, banyak keluarga muslim sekedar menjadi baik untuk mereka
sendiri, tanpa memiliki kepedualian untuk mengajak pihak lain berada\dalam barisan
kebaikan. Tentu saja tidak cukup menjadi baik secara individual, sebab Allah menuntut
kaum muslimin untuk menjaga keluarganya dari api neraka:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu (At Tahrim: 6).
Pada kenyataannya, menjaga diri dan keluarga tidak bisa dilakukan sendirin,
karena kita berada dalam kehidupan bersama masyarakat luas. Sebaik apapun sebuah
keluarga apbila berada dalam lingkungan yang jelek, akan sanggup menghancurkan
kebaikan tersebut secara perlahan. Kenyataan ini menunjukkan pentingnya seluruh
komponen masyarakat terlibat dalam preoses tarbiyah Islamiyah 8untuk memperbaiki
diri, sehingga akan menjadi baik pula keluarga dan masyarakat.

Kaum muslimah yang menjadi bagian dari anggota keluarga perlu dipersiapkan
untuk menjadi pelaku amal Islami yang terlibat secara aktif untuk menjadi agen
perubahan. Memperbaiki dan membimbing masyarakat bukanlah pekerjaan yang bisa
dilaksanakan hanya oleh kaum laki-laki. Pada kenyataannya, kehidupan bermasyarakat
banyak ditentukan oleh kebaikan semua anggotanya, baik laki-laki maupun wanita.
Dengan demikian, pengarahan masyarakat agarsesuai dengan nilai Islam juga menjadi
bagian utuh dari proyek akhwta ,muslimah.
Tarbiyah merupakan sebuah proses yang mendidik orientasi namun juga ilmu dan
ketrampilan bagi akhwat muslimah untuk bisa mengambil peran dalam amal Islami
bersama dengan semua anggota keluarga yang lain. Suami dan anak-anak apabila tidak
memiliki keterlibatan dalam amal Isalmi harus diorong oleh para isteri muslimah agar
bersemangat menunaikan peran perbaikan masyarakat.
3. Tujuan Tarbiyah bagi Masyarakat
Tarbiyah bagi akhwat muslimah bukan hanya bertujuan untuk kebaikan diri dan
keluarganya, akan tetapi juba memiliki tujuan yang lebih luas lagi yaitu untuk
masyarakat. Tarbiyah tidak akan mencetak sosok pribadi yang puritan, anti sosial, dan
tidak mengenal masyarakat. Justru diharapkan dengan tarbiyah akan mengoptimalkan
peran-peran penting di tengah komunitas masyarakat.
Di antara tujuan tarbiyah wanita muslimah dalam kaitannya dengan masyarakat
adalah:
a. Menumbuhkan kepekaan dan jiwa sosial muslimah
Tarbiyah bertujuan untuk membentuk akhwat muslimah yang memiliki kepekaan
dan jiwa sosial, yang menyebabkan mereka tanggap terhadap problematika sosial
kemasyarakatan. Mereka nantinya diharapkan menjadi pekerja sosial yang concern
dengan permasalahan keumatan, dan terlibat dalam penyelesaian masalah-masalah umat.
Sebagaimana kaum laki-laki, mereka dilarang berpangku tangan melihat ketidakbaikan
melanda masyarakat.
Kadang dijumpai adanya kenyataan, akhwat muslimah asyik dengan dunianya
sendiri srta tidak mempedulikan kondisi lingkungan. Mereka tidak memiliki kepekaan
sosial yang cukup, sehingga tidak mempedulikan perkembangan dunia di sekitar dirinya.
Tetangga yang kelaparan, perlu pertolongan dan perhatian, harus diketahui dengan baik

oleh para akhwat muslimah. Berbagai realitas yang dekat dengan tempat tinggalnya tidak
boleh terlupakan oleh karena keasyikan memperhatikan diri sendiri dan keluarga.
Hal ini menuntut wawasan sosial kemasyarakatan yang luas sehingga terpetakan
secara tepat permasalahan-permasalahan yang tengah berjangkit di masyarakat. Dengan
pengetahuan akan kondisi sosial tersebut, para wanita muslimah akan bisa tepat
mengambil peran perbaikan. Bersosialisasi dengan lingkungan, mengakses banyak media
dan membuka diri terhadap informasi merupakan lamngkah untuk melatih kemampuan
sosial.
Kepekaan dan jiwa sosial ini memang harus senantiasa diasah agar tidak tumpul,
dengan sebuah proses tarbiyah. Dengan demikian tarbiyah bukanlah proses yang
eksklusif dengan perhatian yang senantiasa ke dalam diri sendiri, akan tetapi bermuatan
inklusif dengan perhatian terhadap patologi sosial. Para akhwat musli,mah bisa
melakukan diskusi dan saling tukar infdormasi dalam forum tarbiyah tentang
perkembangan dan permasalahan aktual masyarakat dunia, masyarakat Indonesia,
maupun dalam ruang lingkup yang lebih sempit yaitu masyarakat sekitarnya.
Lewat diskusi dan dialog sepeutar permasalahan sosial tersebut, diharapkan akan
memunculkan kencederungan diri kepada urusan umat. Bukan mengasingkan diri dalam
benteng-benteng kesucian yang terasing dari wilayah permasalahan riil kemasyarakatan.
b. Mempersiapkan akhwat untuk peran-peran peradaban
Akhwat muslimah memiliki tugas dan peran yang sangat besar dan penting dalam
sepanjang sejarah kemanusiaan. Ia bukan saja rahim tempat bersemainya para pemimpin
peradaban, akan tetapi para akhwat muslimah adalah pendidik para pelaku sejarah dari
zaman ke zaman; yang oleh karena itu ia lebih dari sekedar pelaku sejarah itu sendiri.
Ada peran besar yang harus dilakukan wanita muslimah untuk kebaikan diri dan umat
secara keseluruhan, yaitu peran pembangunan peradaban:
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka sesudah
mereka berada dalam ketakutan mernjadi aman sentosa" (An Nur:55)

Peran peradaban yang harus ditunaikan oleh para akhwat mulsimah, di antaranya
adalah melahirkan dan mendidik generasi berkualitas, terlibat dalam urusan sosial,
ekonomi, politik, pemerintahan, juga menunaikan kewajiban dakwah, amar makruf serta
nahi mungkar. Mereka adalah pelaku aktif dalam aktivitas kontemnporer di masa
sekaranag, namun juga pewaris nilai-nilai kebaikan bagi generasi yang akan datang.
Allah Taala telah memberi peringatan agar setiap muslim dan muslimah tidak
membiarkan kemungkaran yang potensial meruntiuhkan peradaban terjadi tanpa usaha
pencegahan:
Dan peliharalah drimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang
yang zalim saja di antara kalian (Al Anfal : 25).
Ayat di atas adalah sebuah peringatan keras dari Allah Taala, apabila
kemungkaran telah dibiarkan terjadi, maka adzab Allah ditimpakan secara merata, tidak
hanya kepada pelaku kezaliman saja. Ibnu Abbas mengomentari ayat tersebut berkata,
Allah memerintahkan orang-orang beriman agar tidak menyetujui kemungkaran di
tengah-tengah mereka. Apabila mereka mengakui kemungkaran itu maka adzab Allah
akan menimpa mereka semua, baik yang melakukannya maupun yang tidak melakukan.
Zainab binti Jahsy bertanya kepada Rasulullah saw, Ya Rasulallah, apakah kami
akan binasa juga sedang ada di antara kami orang-orang yang masih melakukan
kebaikan? Rasulullah saw menjawab, Ya, apabila kejahatan telah merata (riwayat
Muslim).
Peran-peran besar tersebut kadang terlu[pakan dari kesadaran para muslimah pada
umumnya, karena tarikan ke arah pragmatisme menghadapi realitas hidu[p yang lebih
dominan. Untuk itu diperlukan tarbiyah Islamiyah yang akan menyadarkan dan mendidik
para akhwat akan tugas-tugas besar tersebut, sekaligus menyiapkan para muslimah untuk
mampu mengambil peran dan kontribusi.
c. Mempersiapkan

akhwat untiuk peran kepemimpinan

Pada sebagian kalangan kaum muslimin terdapat pemahaman bahwa para akhwat
muslimah hendaknya lebih banyak tinggal di rumah, dan tidak boleh mengambil peran
kepemimpinan publik karena dianggap bukan merupakan wilayah kaum perempuan.
Mereka menggunakan argumen firman Allah:
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu (Al Ahzab: 33).

Padahal para mufasir memahami bahwa ayat ini ditujukan kepada isteri-isteri
Nabi saw. Kendati demikian, Aisyah ra, perempuan yang paling mendalam pengetahuan
agamanya, tidak merasa terhalang keluar rumahnya, dari Madinah menuju Basrah,
memimpin pasukan yang di dalamnya ada pasukan laki-laki, dua di antaranya termasuk
dalam sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Dengan demikian ayat ini tidak bisa
digunakan untuk dalil pelarangan perempuan dalam kancah sosial maupun politik.
Sekalipun pada contoh perang Jamal tersebut Aisyah kemudian menyesali apa
yang telah diperbuatnya, hal itu bukan karena perbuatannya dipahami sebagai melanggar
syariat. Penyesalan itu, menurut Yusuf Al Qardhawi, disebabkan oleh ketidaktepatan
dalam mengambil keputusan politik. Berarti ini merupakan masalah lain.
Ibnu Hazm seorang ulama madzhab Hanbali dalam kitab Al Muhalla berpendapat
bahwa jabatan yang tidak boleh diserahkan kepada perempuan hanyalah riasah ad
daulah atau pemimpin negara. Kepemimpinan dalam wilayah umum seperti itu dimana
padanya bermuara seluruh urusan kaum muslimin, tidak diberikan kepada perempuan.
Tetapi para ualama berbeda pendapat tentang pengangkatan perempuan di luar khalifah
atau pemimpin tertinggi dalam suatu negara, dengan demikian, menurut Qardhawi, dalam
hal ini terbuka pintu ijtihad.
Dalam kaitan dengan kepemimpinan perempuan, Dr. Yusuf Qardhawi
berpendapat bahwa

kepemimpinan kaum laki-laki atas kaum perempuan lebih

cenderung kepada permasalahan kehidupan dalam keluarga. Adapun kepemimpinan


sebagian perempuan atas sebagian laki-laki di luar lingkup keluarga, tidak ada nash yang
melarangnya. Dalam hal ini, yang dilarang adalah kepemimpinan umum seorang
perempuan atas kaum laki-laki, demikian pendapat Yusuf Qardhawi.
Dengan demikian para akhwat harus disipkan untuk mengemban amanah
kepemimpinan dalam berbagai urusan, khususnyan yang menyangkut masalah kaum
wanita. Tarbiyah Islamiyah mencetak bukan saja kader, akan tetapi pemimpin yang
memiliki potensi dan ketrampilan dalam memimpin.
4. Tujuan Tarbiyah bagi Dakwah
Tarbiyah juga diharapkan memberikan kontribusi bagi aktivitas dakwah
Islamiyah, bukan hanya bagi individu, keluarga ataupun masyarakat. Di antara tujuan
tarbiyah wanita muslimah yang berhubungan dengan dakwah adalah:

a. Terpenuhinya kualifikasi Sumber Daya Muslimah yang berpotensi di


berbagai bidang
Dakwah Islam memerlukan kompetensi kritis dari berbagai spesifikasi keilmuan
maupun keahlian. Hal itu tidak mungkin terhimpun dalam diri satu personal saja,
melainkan harus merupakan akumulasi dari sekian banyak potensi muslimah. Dengan
demikian tarbiyah diharapkan mampu memenuhi kebutuhan kualifikasi sumber daya
muslimah dari berbagai bidang yang diperlukan dakwah.
Dakwah Islam tidak hanya memerlukan para ustadz dan ustadzah yang memiliki
kapasitas syariah yang akan mampu menjelaskan Islam kepada masyarakat secara jelas
dan benar. Akan tetapi dakwah memerlukan kehadiran para wanita muslimah yang
menjadi dokter, teknolog, politisi, ekonom, praktisi hukum, farmasis, pekerja seni, sastra
dan kebudayaan. Demikian juga keperluan dakwah amat tinggi terhadap ahli pertanian,
peternakan, perikanan, perkebunan, manajemen perusahaan, akuntan, jurnalis, juga
pekerja media massa pada umumnya.
Mereka harus tertumbuhkan kapasitas keislamannya dengan proses tarbiyah. Di
bidang kesehatan masih banyak yang dijumpai tenaga kesehatan laki-laki yang mengelola
pasien perempuan dan sebaliknya, dengan alasan keterbatasan tenaga dan kemampuan.
Hal ini misalnya tampak pada kebutuhan akan dokter spesialis obstetri ginekologi
(kebidanan dan kandungan) dari kalangan wanita muslimah, agar urusan tersebut tidak
ditangani oleh dokter ahli laki-laki ataupun wanita nonmuslimah.
b. Terwujudnya perluasan wilayah kerja dakwah
Tarbiyah di kalangan akhwat muslimah juga diharapkan bisa memenuhi
kebutuhan tanaga dakwah di berbagai wilayah. Kadang dijumpai fenomena aktivis
dakwah berkumpul di perkotaan besar saja. Padahal kebutuhan dakwah terhadap para
muslimah daiyah bukan hanya di perkotaan atau kampus, akan tetapi harus menyebar ke
berbagai lingkungan agar semangat berislam merambah ke seluruh pelosok negeri.
Apabila jumlah akhwat muslimah yang sudah mengalami proses tarbiyah hanya
sedikit, maka penyebarannyapun akan terbatas di daerah tertentu. Semakin banyak
akhwat muslimah tertarbiyah, akan semakin luas pula wilayah garapan dakwahnya. Jika
selama ini banyak daerah dan lahan dakwah belum tergarap, semata-mata karena
keterbatasan tenaga yang dimiliki.

Semestinyalah dakwah Islam disebarluaskan ke berbagai penjuru dan berbagai


kalangan sebagaimana Allah telah mengutus RasulNya untuk seluruh umat manusia:
Katakanlah: Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu
semua (Al Araf :158).
Dalam ayat yang lain Allah menegaskan :
Dan tidaklah Kami utus engkau (wahai Muhammad) melainkan untuk menjadi
rahmat bagi seluruh alam (Al Anbiya: 107).
Di daerah pedesaan, di kalangan para buruh perempuan, para ibu-ibu pedagang,
bahkan anak-anak jalanan dan pekerja seks komersial, para akhwat belum banyak terlibat
mendampingi mereka. Sementara ini yang lebih banyak berhubungan dengan kelompok
masyarakat tersebut justru dari kalangan LSM yang tidak memiliki visi dakwah islam.
Sudah saatnya para akhwat muslimah menyebarkan potensinya ke berbagai bidang garap
dan juga daerah-daerah yang masih kosong belum ada pelaku dakwah muslimah di
tempat itu.
Dengan kegiatan tarbiyah, tercetaklah tenaga aktivis yang bisa disebarkan untuk
melakukan dakwah di berbagai sektor kehidupan. Perluasan wilayah dakwah menjadi
bisa terwujud apabila tersedia semakin banyak akhwat muslimah yang memiliki
kepribadian Islam dan kepribadian aktivis.
c. Termotivasinya akhwat muslimah untuk menjalin kerjasama dakwah
dengan oganisasi wanita Islam pada khususnya dan berbagai lapisan
masyarakat pada umumnya.
Salah satu misi dakwah adalah menjadi pemersatu dari berbagai elemen
masyarakat muslim. Selama ini amat banyak dijumpai organisasi wanita Islam, ataupun
organisasi perempuan pada umumnya yang telah bekerja untuk perbaikan masyarakat.
Para akhwat muslimah, dengan tarbiyah diharapkan akan memunculkan semangat
melakukan silaturtahim dan kerja sama dengan berbagai elemen masyarakat tersebut.
Dakwah tidak akan bisa mencapai tujuan jika dikerjakan sendirian, atau oleh
sebuah kelompok tertentiu saja. Akan tetapi semaksimal mungkin melibatkan berbagai
elemen masyarakat untuk bisa saling mensinergikan kegiatan antara satu dengan yang
lainnya, sehingga menjadi potensi yang saling menguatkan, bukan melemahkan. Kerja
sama

dakwah

dimulai

dengan

silaturahim

antar

lembaga,

untuk

kemudian

menindaklanjutinya dengan program bersama atau kesepakatan dalam berbagai sisi yang
positif.
Allah Taala telah memerintahkan kaum muslimin agar saling tolong menolong
dalam kebajikan dan taqwa, sebagaimana firmanNya :
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (Al Maidah: 2).
Dakwah termasuk urusan kebajikan dan ketaqwaan oleh karenanya harus
dilakukan dengan saling taawun, tolong menolong di dalamnya. Lebih dari itu, Allah
mencintai keteraturan dan kerapian, sebagaimana firmanNya :
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalanNya dalam
barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh
(Ash Shaf : 4).
Tarbiyah mendorong para akhwat melakukan upaya perluasan dakwah, dengan
kerja sama dengan berbagai pihak. Kadang diperlukan pula penyebaran rtenaga aktivis
dakwah ke dalam berbagai lembaga kemasyarakatan, terutama yang berkaitan dengan
dunia wanita. Lembaga atau organisasi-organisasi kewanitaan tersebut akan terwarnai
pula dengan nilai=-nilai kebaikan apabila para akhwat muslimah terlibat dalam
pengelolaan atau kepengurusannya.
Berbagai program dalam kegiatan tarbiyah, mengarahkan para akhwat muslimah
untuk berpikiran dan berwawasan luas. Tarbiyah mengajarkan para akhwat muslimah
menebar kebajikan di setiap tempat di setiap waktu, salah satunya dengan berbagai upaya
kerja sama lembaga dan keterlibatan dalam kelembagaan atau organisasi kemasyarakatan
khususnya yang mengelola urusan kaum wanita.

Anda mungkin juga menyukai