Anda di halaman 1dari 18

Hakikat Puasa Dan Mengapa

Allah Mewajibkan Berpuasa

Agung Siswantoro
( 1510311006 )
Ahmad Fatoni
( 1510311008 )
Ficky Akbar H.
( 1510311010 )
Mochammad Arief H. ( 1510311014 )
Azmy Abdillah F.
( 1510311041 )

Apa Itu Puasa?


Makna puasa dalam bahasa Arab adalah ''
shaum '' dan'' '' Siyam . Kata " shaum " berarti
" untuk menjauhkan diri dari sesuatu, menahan
diri , untuk mencegah diri dalam bahasa Arab .
Dalam istilah fikih, itu berarti " untuk
menjauhkan diri dari makan , minum dan
hubungan suami-istri ( jima ) antara suami dan
istri dari fajar sampai matahari terbenam
( maghrib ) dengan sadar dan dengan mencari
tujuan .

Hakikat Puasa
Tujuan puasa adalah untuk menyucikan
jiwa, menghidupkan hati nurani,
menguatkan iman dan mempersiapkan
seseorang menjadi manusia bertaqwa.


Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa (Ramadhan)


sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa
(Al-Baqarah: 183).

Oleh karena itu, orang yang berpuasa harus


membersihkan
puasanya
dari
hal-hal
yang
mengotorinya, diantaranya :
1. Ia harus menjaga anggota badannya dari hal-hal yang
diharamkan Allah SWT.
2. Ia harus memelihara lisannya.
3. Hindari membalas kejahatan dengan kejahatan serupa,
namun balaslah dengan perilaku yang lebih baik.
4. Orang yang berpuasa hendaknya membentengi dan
merisai dirinya dari perilaku dosa, kemaksiatan, dan
dari adzab Allah SWT di akhirat kelak. Seorang ulama
salaf berkata, Puasa yang diterima adalah puasanya
anggota tubuh dari maksiat, puasanya perut, dan
kelamin dari syahwat.

Hadist Tentang Hakikat Puasa


Rasulullah saw bersabda, Ash shiyamu junnatun,
faidza kana yaumu shaumi ahadikum fala yarfuts wala
yashkhab wa fi riwayatin wala yajhal fainimru-un
sa-bahu aw qatalahu fal yaqul inni shaimun (Puasa
adalah perisai. Apabila seseorang di antara kalian
berpuasa, janganlah berkata kotor dan tidak berguna
dalam riwayat lain: jangan bicara jahil. Dan jika
seseorang memaki atau mengajaknya bertengkar,
katakanlah, Saya tengah berpuasa). (HR. Bukhari dan
Muslim).

Para Tabiin
Khalifah Umar bin Khattab berkata, Puasa bukanlah
dari makan dan minum semata, tetapi juga dari dusta,
kebathilan, dan tindak sia-sia.
Jabir bin Abdullah Al Anshari berkata, Apabila
engkau berpuasa, berpuasalah pula pendengaranmu,
penglihatanmu, dan lisanmu dari dusta dan dosa.
Janganlah menyakiti pembantumu. Hendaklah engkau
berpenampilan tenang dan wibawa di hari puasamu.
Janganlah engkau jadikan hari berbukamu sama saja
dengan hari berpuasamu.

Thaliq bin Qais meriwayatkan dari Abu Dzar, ia


berkata, Jika engkau berpuasa, jagalah diri
sebisamu. Thaliq, di hari puasanya, berdiam diri di
rumahnya dan tidak keluar selain untuk mengerjakan
shalat (di mesjid).
Abu Hurairah dan sahabat yang lain bila tengah
berpuasa, mereka duduk dzikir di mesjid. Mereka
berkata, Untuk menyucikan puasa kami.
Hafshah binti Sirin, salah seorang tabiin, berkata,
Puasa adalah perisai, selama tidak dibakar oleh
pelakunya atau dibakar oleh ghibah.

Thaliq bin Qais meriwayatkan dari Abu Dzar, ia


berkata, Jika engkau berpuasa, jagalah diri
sebisamu. Thaliq, di hari puasanya, berdiam diri di
rumahnya dan tidak keluar selain untuk mengerjakan
shalat (di mesjid).
Abu Hurairah dan sahabat yang lain bila tengah
berpuasa, mereka duduk dzikir di mesjid. Mereka
berkata, Untuk menyucikan puasa kami.
Hafshah binti Sirin, salah seorang tabiin, berkata,
Puasa adalah perisai, selama tidak dibakar oleh
pelakunya atau dibakar oleh ghibah.

Namun demikian, menurut jumhur ulama, kemaksiatan tidak


membatalkan puasa, meskipun ia mengotori dan melukainya,
sesuai dengan kadar kemaksiatan yang dilakukan. Demikian itu
karena tiada seorang pun yang bisa lolos dari maksiat kecuali
orang yang dilindungi oleh Allah SWT khususnya kemaksiatan
lisan. Dari itu Imam Ahmad mengatakan, Andaikata ghibah
membatalkan puasa, niscaya kita tidak dapat berpuasa.
Ulama yang lain menguatkan pandangan ini, Bahwa kemaksiatan
tidak membatalkan puasa sebagaimana makan dan minum, namun
ia terkadang menghilangkan pahalanya. Sesungguhnya ini
merupakan suatu kerugian, bukan masalah remeh bagi mereka
yang berakal, dan tidak menganggapnya remeh selain orang
bodoh. Bagaimana tidak demikian, ia menahan lapar, dahaga, dan
syahwat, kemudian keluar di penghujung Ramadhan dengan tangan
hampa dari kebaikan.

Rasulullah saw bersabda, Ash-shalawatul khamsu wal jumuatu ilal


jumuati wa ramadhanu ila ramadhana mukaffiratun lima bainahuma idza
tunibatil kaba-ir (Shalat lima waktu, Jumat ke Jumat, Ramadhan ke
Ramadhan, adalah penghapus dosa di antaranya, jika dosa-dosa besar
dijauhi). (HR. Muslim).
Dalam hadits mutaffaq alaih dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,
Man shama ramadhana imanan wahtisaban ghufira lahu ma taqadama
min dzambihi (Barangsiapa mengerjakan puasa Ramadhan dengan iman
dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu).
Karena itu, barangsiapa mengotori puasanya dengan kemaksiatan telinga,
penglihatan, lisan, dan anggota tubuhnya, berarti ia telah menyia-nyiakan
kesempatan untuk penyucian dirinya dan tidak berhak mendapatkan
ampunan yang dijanjikan. Bahkan lebih dari itu, tertimpa apa yang
menjadi tema doa malaikat Jibril dan diamini oleh Nabi Muhammad saw,
yaitu, Man adraka ramadhana falam yughfar lahu fa-abadahullahu
(Barangsiapa mendapatkan Ramadhan tetapi dosanya tidak diampuni,
maka Allah menjauhinya). (HR. Ibnu Hibban dalam Sahih-nya dari Hasan
bin Malik bin Huwairits dari ayahnya dari kakeknya. Ada juga riwayat
serupa dari Abu Hurairah dan Kaab bin Ujrah). Semoga Allah SWT
menguatkan hati dan semangat kita agar tidak mudah tergelincir
berbuat maksiat terutama di bulan Ramadhan ini.

Mengapa Al-Quran
mewajibkan puasa?
Ayat-ayat yang menunjukkan akan puasa Ramadhan
seluruhnya terdapat dalam surah al-Baqarah,
setidaknya ada tiga ayat yang berbicara mengenai
ibadah agung ini yang letaknya saling berdampingan.
Dalam tulisan singkat ini, kami mencoba menyoroti
ketiga ayat tersebut:
(Q.S. Al-Baqarah: 183)
(Q.S. Al-Baqarah: 184)
(Q.S. al-Baqarah: 185)

(Q.S. Al-Baqarah: 183)

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan


atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.(Q.S. Al-Baqarah: 183)

(Q.S. Al-Baqarah: 184)

(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada
yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib
bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang
dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik
baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah:
184)

Allah Swt menyampaikan beberapa aturan ibadah puasa


yang dengannya dapat meringankan beban umat dalam
menjalankan ibadah tersebut, di antaranya ialah:
1. Puasa yang diwajiban bagi kaum muslimin bukanlah puasa sepanjang
tahun, akan tetapi puasa itu hanya diwajibkan dalam beberapa hari.
2. Puasa tidak diwajibkan bagi mereka yang sakit atau dalam perjalanan
(musafir), bagi mereka yang berhalangan, hendaknya mengqadha puasa
mereka pada hari-hari lainnya di luar bulan Ramadhan.
3. Bagi mereka yang tidak mampu melakukan puasa, baik mereka yang sakit,
orang tua, ibu hamil dan menyusui, maka mereka tidak lagi diwajibkan
berpuasa, dan sebagai gantinya mereka harus membayar fidyah atau
kafarah. Kadar satu fidyah ialah memberi makan seorang fakir miskin
hingga ia merasa kenyang untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan,
namun jika seorang hendak membayar fidyah lebih dari kadar yang
ditentukan, maka akan menjadi lebih baik.

(Q.S. Al-Baqarah: 185)

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan


yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),
Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah
kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur.(Q.S. al-Baqarah: 185)

Oleh karenanya ada tiga hal yang


hendaknya dilakukan seorang mukmin:
1.
2.

3.

Hendaknya ia menyempurnakan hari-hari Ramadhan dengan puasa,


namun jika ia sakit atau dalam perjalanan, maka hendaknya ia berbuka
dan mengqadha puasanya di hari-hari lain.
Dikarenakan petunjuk yang telah diberikan Allah Swt kepadanya, maka
hendaknya seorang mukmin mengumandangkan takbir kepada-Nya.
Kemungkinan yang dimaksud takbir di sini adalah takbir yang diucapkan
saat shalat Iedul Fitri atau saat shalat sunnah yang dilakukan setelah
shalat-shalat wajib di hari raya tersebut.
Seorang mukmin hendaknya selalu bersyukur kepada Allah Swt atas
segala nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya, khususnya nikmat
disyariatkannya puasa Ramadhan yang sarat dengan kemuliaan dan
keagungan.

Anda mungkin juga menyukai