28 Votes
Pendahuluan
Karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi, ikan lele telah lama dibudidayakan oleh para petani
Indonesia. Budidaya ikan lele ini banyak dipilih pula karena keuntungan dan kemudahan
budidaya dibandingkan misalnya dengan ternak kelinci. Pada awalnya, jenis ikan lele yang
dibudidayakan adalah jenis ikan lele lokal, namun pada tahun 1985 mulai diperkenalkan jenis
ikan lele dumbo yang diintroduksi atau didatangkan dari Taiwan.
Dalam waktu yang relatif cepat, lele dumbo banyak diminati untuk dibudidayakan, hal ini karena
pada saat itu jenis lele dumbo memiliki keunggulan yang tidak dimiliki jenis ikan lele lokal :
1. Lele dumbo dapat dibudidayakan pada lahan dengan luas yang terbatas ;
2. Lele dumbo memiliki kemampuan hidup dan berkembang dengan baik meskipun
dipelihara dengan kepadatan tinggi ;
3. Jenis lele ini tidak mengalami kesulitan jika budidaya dilakukan dengan sumber air yang
minim karena tidak membutuhkan pergantian air secara rutin ;
4. Teknologi budidaya mudah dipelajari dan diaplikasikan, meskipun oleh orang awam
sekalipun ;
5. Modal usaha relatif rendah karena dapat memanfaatkan sumber daya yang tersedia ;
6. Pemasaran benih maupun ikan lele untuk ukuran konsumsi relatif mudah.
Budidaya lele dumbo semenjak saat itu menjadi primadona, namun memasuki era tahun 2000-an
terjadi penurunan kualitas. Penurunan ini akibat kurangnya pengawasan dari sisi biologi.
Pengawasan terhadap konsistensi dalam mempertahankan kualitas induk dan benih secara
genetik tidak dilakukan secara ketat, salah satunya adalah seringnya dilakukan inbreeding atau
perkawinan sekerabat antar induk lele yang masih dalam satu keturunan.
Penurunan kualitas dapat diamati dari karakter pertama ikan lele tersebut. beberapa indikator
menunjukkan rendahnya laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup benih yang pada
akhirnya produksi lele dumbo menjadi tidak optimal.
Berangkat dari kondisi tersebut, maka Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi, yang
sekarang menjadi Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), melakukan usaha
perbaikan mutu genetik. Prinsip yang dilakukan adalah melakukan silang balik terhadap induk
lele dumbo yang ada di Indonesia. Jenis baru ini pada tahun 2004 diperkenalkan dengan nama
Lele Sangkuriang.
Berikut tabel perbandingan Lele Sangkuriang dan Lele Dumbo :
Kondisi Air
Sumber air dapat menggunakan aliran irigasi, air sumur (air permukaan atau sumur dalam),
ataupun air hujan yang sudah terlebih dahulu dikondisikan. Air hujan perlu dikondisikan,
terutama pH-nya, air hujan rata-rata memiliki pH asam sehingga perlu dikondisikan dulu agar pH
tidak terlalu asam.
Penebaran Benih
Proses ini dilakukan 4-5 hari (beberapa peternak sampai 10-12 hari) setelah pemupukan.
1. Kondisi benih yang akan ditaburkan harus dalam kondisi sehat, tidak cacat, dan
berukuran relatif sama besar atau panjang (ukurannya seragam)
2. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada saat suhu rendah, yaitu pada pagi atau sore
hari menjelang malam
3. Bila benih berasal dari tempat yang jauh dari kolam pemeliharaan, lakukan penyesuaian
atau aklimatisasi agar ikan lele tidak stress dengan cara, kantong plastik atau wadah
tempat benih atau bibit dibiarkan terapung dulu di permukaan kolam selama 10-15 menit
4. Selanjutnya kantong plastik dibuka, dan ditambah air kolam sedikit demi sedikit sampai
diperkirakan kondisi air sama dengan air kolam. Selanjutnya biarkan bibit atau benih
keluar dengan sendirinya dan masuk ke dalam kolam
Pemeliharaan
1. Pemberian makanan tambahan dilakukan 3 hari setelah penebaran
2. Untuk minggu ke-1 sampai ke-2, pakan yang diberikan berupa pakan buatan, yaitu pelet.
Pelet ini dapat dibeli atau membuat sendiri dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada,
sehingga anda dapat menekan biaya operasional. Mengenai pembuatan pelet lele dengan
cara HCS dibahas di bagian selanjutnya dari tulisan ini
3. Pakan diberikan 3 kali per hari, pagi, sore, dan malam hari. Bahkan menurut para ahli,
pemberian pakan dapat dilakukan secara ad libitum, yaitu jumlahnya tidak dibatasi
sampai lele yang dipelihara kenyang
4. Pada minggu berikutnya dapat pula ditambahkan pakan alternatif, misalnya berupa
daging bekicot, keong mas atau limbah dari pemotongan hewan
Cara Pembuatan :
1. Setelah didapat ukuran bahan baku yang pas tersebut di atas, campur semua bahan baku
sampai tercampur benar.
2. Larutkan SOC 1 tutup (untuk 10 kg bahan) ke dalam air secukupnya dan tambahkan gula
pasir sebanyak 2 sendok makan, lalu diamkan selama 15 menit
3. Lalu campurkan ke semua bahan sampai rata (gunakan semprotan/sprayer agar lebih
merata)
4. Campur bahan sampai benar-benar merata dan dalam keadaan mamel , kemudian
diteruskan proses fermentasi selama 24 jam.
Daftar Pustaka :
Pelet Apung Pola HCS anonim
Lele Sangkuriang, Khairuman & Khairul Amri, Gramedia 2008
Pertenakanikan blogspot com