Anda di halaman 1dari 8

Nov 26, '09 10:45 AM

Syarah Ushul Isrin


for everyone
Syarah Ushul ‘Isyrin

Menyelami Samudra 20 Prinsip Hasan Al Banna

Abdullah bin Qasim Al-Wasyli

Imam Syahid Hasan Al Banna rahimullah berkata “ Saudaraku yang tulus, yang saya maksudkan
dengan kepahaman ialah anda meyakini bahwa fikrah (pemikiran dan konsepsi)kami adalah
Islam murni dan anda memahami Islam sebagaimana yang kami pahami dalam batas-batas Dua
Puluh Prinsip yang sangat ringkas ini.”

Prinsip ke 1 : Kesempurnaan Islam

Islam adalah system menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Islam secara umum
berarti berserah diri kepada Allah yakni tunduk dan patuh sepenuhnya terhadap perintah Allah. 
Dalam firman-Nya :

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya
kepada Allah, sedang ia pun mengerjakan kebaikan.” (Q.S.An nisa:125)

Ketaatan dan kepatuhan itu disyaratkan harus tulus, bukan karena ketundukkan terpaksa kepada
Allah.  Selain itu, Islam uga mempunyai dua sifat yaitu, nizham dan syumuliyah. Nizham adalah
pedoman atau jalan yang harus dilalui dan memberikan gambaran bahwa seluruh aspek Islam
baik akidah, akhlak, hukum dan undang-undang terangkai dalam satu rangkaian yang diikat oleh
Islam. Sedangkan syumuliyah adalah universalitas Islam meliputi waktu, tempat dan seluruh
aspek kehidupan.

Sesungguhnya Islam mencakup segala aspek kehidupan dan Islam memiliki pengertian yang luas
mencakup negara, akhlak, kekuatan, rahmat(kasih sayang), keadilan, tsaqafah, qanun, ilmu,
peradilan (qadha), madah (materi), tsarwah (kekayaan), kasb (kerja), ghina(kekayaan), jihad,
dakwah, jaisy(prajurit) dan fikrah.

Prinsip ke-2 : Memperkenalkan Sumber-Sumber Hukum Islam dan Kaidah-Kaidah


Memahaminya

Sumber hukum Islam adalah alquran dan hadits. Alquran adalah firman Allah yang ditulis dalam
mushaf yang diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya merupakan ibadah. Sedangkan
hadits adalah segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang dan dianjurkan oeh Rasul baik ucapan,
perbuatan maupun penetapan yang tidak tercantum dalam alquran. Pahamilah alquran sesuai
dengan kaidah –kaidah bahasa arab tanpa adanya takalluf (membebani diri dengan hal-hal yang
berat) dan ta’asuf (serampangan). Selain itu, pahamilah sunnah Rasul dengan memperhatikan
perawi hadits yang shahih.

Prinsip Ke-3 : Pengaruh Iman, Ibadah dan Mujahadah

Iman yang benar, ibadah yang jauh dari bid’ah dan mujahadah yang jauh dari berlebih-lebihan
akan memberikan dampak yang baik (kebahagiaan). Hal ini memiliki pengaruh tersendiri antara
lain Allah memberikan cahaya sehingga ia dapat mengetahui apa yang orang lain tidak ketahui
(Q,S.Al anfal:8,Al Hadid:28) dan Allah menganugrahkan kelezatan iman. Selain, alquran dan
hadits yang menjadi rujukan ilham,mimpi,kasyf juga bisa menjadi rujukan umat muslim. Ilham,
mimpi atau kasyf tentunya harus berdasarkan pada alquran dan as sunnah dan ia hadir dari
orang-orang yang mempunyai keimanan yang benar, ibadah dan mujahadah yang tinggi.

Prinsip ke-4: Menggunakan Sebab (Sarana) Selama Bukan Sarana Jahiliyah

Jimat, mantera, guna-guna, ramalan, perdukunan, penyingkapan perkara gaib merupakan


perbuatan syirik yang harus dijauhi kecuali mantera dari ayat alquran atau hadits Rasul. Hal ini
dikuatkan dalam sebuah hadits “Sesungguhnya jampi-jampi, jimat dan tiwalah(pengasihan,
menyebabkan wanita dicintai suaminya atau sebaliknya) adalah kesyirikan”. Hal ini disebabkan
bahwa yang dapat memberikan manfaat maupun bahaya hanyalah Allah dan tidak ada yang
mengetahui hal gaib kecuali Allah. Mantera yang diperbolehkan atau lebih dikenal dengan
ruqyah halal selama menggunakan kalimat Allah, menggunakan bahasa arab dan meyakini
bahwa Allah lah yang melindungi dan menolong hamba-Nya.

Prinsip ke-5: Pendapat Imam adalah Pemutus Masalah-masalah yang tidak Ada Nashnya
dan yang Membedakan antara Ibadah dengan Kebiasaan

Imam adalah orang yang diangkat oleh umat sebagai khalifah untuk menjaga agama dan
emngendalikan dunia. Sedangkan wakil adalah orang yang diangkat oleh imam sebagai
penggantinya dalam mengatur urusan umat. Nash yang dimaskud adalah alquran, as sunnah dan
ijma’. Apabila dalam suatu hal ada maupun tidak ada nashnya tapi masih mengandung beberapa
kemungkinan makna, pengertian, konsekuensi maupun kemaslahatan dan tidak ada dalil yang
syar’I untuk memperhitungkan dan meniadakannya , maka pandangan imam dan wakil dapat
menjadi putusan atas hal ini. Selain itu, pendapat sendiri diabaikan demi kesatuan umat.

Namun, pendapat imam bisa jadi berubah, hal ini karena situasi, kondisi dan adat yang berubah.
Imam Hasan Al Banna menyampaikan bahwa prinsip dalam ibadah adalah mengabdi(ta’abud)
tanpa mempermasalahkan makna dan kegunaanya, sedangkan dalam hal-hal biasa harus dilihat
rahasia, hikmah dan tujuannya”.

Prinsip ke-6: Neraca untuk Menimbang Pendapat-Pendapat Para Ulama dan Tata Etika
kepada Para Pendahulu Umat Ini

Pernyataan bahwa setiap orang boleh diikuti maupun ditolak kecuali Rasul melandasi dua hal
yang telah disampaikan Hasan al Banna bahwa segala sesuatu yang dating dari salafushaleh
sesuai dengan alquran dan as sunnah kita terima jika tidak alquran dan assunnah lebih utama
(wajib)untuk diikuti. Selain itu, kita tidak boleh menyerang pribadi-pribadi mereka dengan cara
mengutuk atau melukai mereka. Kita kembalikan kepada niat mereka, karena mereka telah
mencapai apa yang mereka persembahkan.

Prinsip ke-7: Ijtihad, Taklid dan Kemazhaban

Setiap muslim apabila belum mempunyai kemampuan dalam berijtihad terhadap hal-hal yang
furu’ (cabang), hendaklah mengikuti imamnya. Meskipun demikian, hendaknya ada usaha untuk
mampu memahami dalil-dalil atas hal yang furu’ tersebut. Sedangkan taklid hanya diberikan
pada kondisi darurat tempat orang-orang awam(tingkat pemula)berlindung, Bertaklid kepada
orang yang lebih tahu merupakan hal , tidak tercela, diberi pahala dan tidak berdosa. Orang yang
mampu berijtihad juga diperbolehkan  melakukan taklid apabila dalam satu hal ia tidak bisa
melakukan ijtihad. Sebaliknya, orang awam apabila mampu berijtihad maka boleh melakukan
ijtihad atas masalah yang ia tidak mampu membuat taklid.

Prinsip ke-8: Perbedaan dalam Masalah Furu’ dan Etika dalam Perbedaan

Perbedaan fiqih dalam hal furu’ (cabang) kecuali dalam hal akidah dan pokok ajaran agama ,
menjadi sesuatu hal yang harus disepakati dan menjadi dasar dalam agama. Sehingga tidak boleh
terjadi adanya perpecahan dalam agama, tidak boleh mengkafirkan, membid’ahkan atau
menggapnya sesat. Selain itu, penelitian ilmiah dengan cara bertukar pikiran  dapat diterima
untuk mencapai kebenaran dan ridha Allah tanpa menimbulkan sifat egois dan fanatik.

Prinsip ke-9 : Mempersulit Diri dalam Beragama adalah Dilarang

Setiap masalah yang amal tidak dibangun di atasnya sehingga menimbulkan perbincangan yang
tidak perlu, adalah kegiatan yang dilarang secara syar’i. Misalnya memeperbincangkan berbagai
hokum tentang masalah yang tidak benar-benar terjadi atau memperbincangkan makna ayat-ayat
alqur’an yang kandungan makna ayat-ayat alqur’an yang kandungan maknanya tidak dipahami
oleh akal pikiran, atau memperbincangkannya perihal perbandingkan keutamaan dan perselisihan
nyang terjadi di antara para sahabat, padahal masing-masing dari mereka memiliki keutamaan
sebagai sahabat nabi dan pahala niatnya. Dengan ta’wil (menafsiri baik perilaku para
sahabat)kita terlepas dari persoalan.

Prinsip ke-10 : Iman kepada Allah dan Sifat-Sifat-Nya

Ma’rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian (Dzat)Nya adalah setinggi-tinggi
tingkatan akidah Islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan dan hadits-hadits shahih
tentangnya serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya kita cukup
mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta’wil dan ta’thil, tidak juga memperuncing
perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada,
sebagaimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. Dan orang-
orang yang mendalam ilmunya berkata ,”Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat,
semuanya itu dari sisi Tuhan kami.”(Q.S Ali Imran :7).

 Prinsip ke 11 dan 12 : Bid’ah, Definisi, Jenis dan Hukumnya

Bid’ah adalah hal baru yang diadakan-baik terpuji maupun tercela- tanpa ada contohnya.  Setiap
bid’ah dalam agama Allah yang tidak mempunyai dasar dan dianggap baik oleh hawa nafsu
manusia, baik berupa penambahan dan pengurangan adalah kesesatan. Imam syahid telah
menyebutkan tiga jenis bid’ah :

     Bid’ah idhafiyah : segala sesuatu yang disyariatkan akarnya namun sifatnya tidak. Di satu sisi ia
adalah sunah karena didasarkan pada dalil, sementara di sisi lain ia dianggap bid’ah karena
didasarkan pada syubhat, bukan kepada dalil atau bahkan tidak didasarkan kepada suatu apapun.

     Bid’ah tarkiyah:meninggalkan hal yang sebenarnya dihalalkan syariat dengan maksud
keagamaan, karena hal itu mengandung makna menolak hokum penghalalan yang telah dibuat
oleh Allah.

     Bid’ah iltizam : dalam ibadah-ibadah mutlak, menentukan waktu, tempat, bilangan perbuatan
dan ucapan yang sebenarnya tidak dibatasi oleh syariat.

Prinsip ke-13 : Kriteria Mencintai Orang-Orang Saleh, Batas-Batas Kewalian dan


Hukum Menetapkan Karamah bagi Mereka

Keshalehan adalah akhlak yang agung, mulia dan derajat tinggi yang dengannya derajat
hamba-hamba Allah berbeda. Mereka dijanjikan kehidupan yang baik dan pahala yang
sebanyak-banyaknya oleh Allah. Orang-orang shaleh yang paling utama adalah para nabi,
para shiddiqin, para syuhada dan orang-orang shaleh dari kalangan kaum beriman. Orang-
orang shalehlah yang harus kita cintai dan harus bergaul bersama mereka, seperti dalam
sebuah hadits bahwa “Seseorang itu akan bersama dengan orang yang ia cintai” sehingga kita
akan merasa bahagia.

Wali Allah adalah orang yang konsisten menaati Allah dan ikhlas menyembah-Nya. Wali
yang paling utama adalah para nabi, nabi yang paling utama adalah Rasul, sedang Rasul yang
paling utama adalah Ulul azmi yakni Musa, Ibrahim,Isa, Nuh dan Muhammad. Dan diantara
tanda-tanda dan indikasi kewalian adalah karamah dan hal-hal luar biasa yang Allah
berlakukan pada siapas saja diantara hamba-hambaNya yang terkasih, tercinta dan dipilih-
Nya.

Prinsip Ke-14 : Disyariatkannya Ziarah kubur dan Bid’ah yang Dimunculkan Orang di
Dalamnya

Ziarah kubur awalnya sesuatu yang tidak disyariatkan kemudian Rasul membolehkannya.
Ziarah kubur adalah mendatangi makam untuk mengingatkan peziarah atas kematian. Dalam
hal ini Rasul pun telah mengajarkan bagaimana berziarah. Namun, mulai muncul bid’ah
karena adanya ziarah ini, misal meminta pertolongan kepada penghuni kubur, berdoa
kepadanya, memohon pemenuhan hajat, bernadzar untuknya, membangun kuburnya,
menutupinya dengan satir, memberikan penerangan, mengusapnya(untuk mendapatkan
barakah), bersumpah dengan selain Allah dan segala sesuatu yang serupa dengannya. Hal
inilah yang tidak pernah diajarkan dan harus dihilangkan.

Prinsip 15 : Doa dan Tawasul

Dalam Q.S.Al An’am :40-41 Allah memperingatkan bahwa jika dating kesulitan atau
musibah kepadamu, maka kalian hanya akan memohon pertolongan kepada-Nya saja.
Dijelaskan pula bahwa doa adalah ibadah. Adapun doa apabila disertai dengan tawasul yang
dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan mengutamakan perantara, hal ini
disepakati oleh kaum muslimin karena memang ada dalilnya dalam alquran.

 
 

Prinsip ke-16 : Tradisi dan Adat istiadat Bisa Dijadikan Landasan Selama Tidak
mengubah Prinsip-Prinsip syariat

Istilah –keliru- yang sudah mentradisi dan menjadi adat istiadat tidak akan mengubah hakikat
hokum syar’inya. Akan tetapi ia harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan syariat dan hal
inilah yang harusnya menjadi acuan. Selain itu, harus hati-hati terhadap berbagai istilah yang
menipu yang sering digunakan dalam pembahasan masalah dunia dan agama. Ibrah itu ada
pada esensi suatu nama, bukan pada nama itu sendiri.

Prinsip ke-17 : Akidah dan Perbuatan Hati

Akidah adalah segala hal yang harus dibenarkan oleh hatimu, menentramkan jiwamu dan
menjadikan keyakinan pada dirimu, tidak tercampuri dengan kebimbangan maupun keraguan
sedikit pun. Akidah Islam dibagi dalam empat bagian besar yakni ilahiyat (ketuhanan),
nubuwat (kenabian), ruhaniyat(keruhanian) dan sam’iyat (hal-hal yang didsarkan kepada
wahyu).

Abu Hurairah menyatakan “Hati adalah raja, sedangkan anggota badan adalah tentaranya.
Jika raja itu baik maka baiklah tentaranya….”.Jika hati itu baik dan terdapat kandungan iman
yang meliputi ilmu dan amal dalam hatinya,maka dengan sendirinya akan mempengaruhi
kebaikan jasad berupa ucapan dan amal lahir berdasarkan keimanan mutlak, sebagaimana
dikatakan para ulama hadits bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan.

Prinsip Ke-18 : Kedudukan Akal, Pengaruh dan Batas Wilayak Kerjanya

Akal adalah nikmat terbesar yang Allah anugerahkan kepada manusia dan yang ditugaskan
untuk berpikir, mengamati dan meneliti.  Ketika belenggu-belenngu itu menjelma dalam
kesesatan dan kebodohan, Allah membuka cakrawala ilmu dan penegetahuan di hadapan
akal, mencakup berbagai bidang ilmu baik ilmu agama maupun ilmu dunia. Ketika
kebebasan kerja dan berpikir dengan akal, Islam mengajak untuk memanfaatkan hasil kerja
dan pemikiran tersebut selama ia benar dan bersih. Hasilnya adalah peradaban tinggi, ilmu
pengetahuan.

Prinsip Ke-19 : Syariat Lebih Didahulukan Dibanding Akal

Pandangan syar’i dan pandangan logika memiliki wilayah masing-masing yang tidak dapat
saling memasuki secara sempurna. Namun demikian, keduanay tidak pernah berbeda (selalu
beririsan) dalam masalah yang qathi’(absolut). Hakikat ilmiah yang benar tidak mungkin
bertentangan dengan kaidah-kaidah syariat yang tsabitah (jelas). Sesuatu yang zhanniy
(interpretable) harus ditafsirkan agar sesuai dengan yang qathi. Jika yang berhadapan adalah
dua hal yang sama-sama zhanniy, maka pandangan yang syar’i lebih utama untuk diikuti
sampai logika mendapatkan legalitas kebenarannya atau gugur sama sekali.

 Prinsip Ke-20 : Kriteria dan Batas-Batas Pengkafiran Menurut Ahlul Haq

Imam syahid menyatakan bahwa “Kita tidak boleh mengkafirkan  seorang muslim yang telah
berserah diri dan tunduk, mengikrarkan dua kalimat syahadat, melaksanakan konsekuensinya
dan menjalankan kewajiban-kewajibannya hanya karena pendapat dan kemaksiatan yang ia
lakukan. Kecuali, jika ia menyatakan kata-kata kufur, menolak sesuatu yang bersifat
aksiomatis dari agama ini, mendustakan ayat alquran yang sharih dan menafsirkannya
dengan cara yang tidak sesuai dengan metodologi bahasa arab atau melakukan suatu
perbuatan yang tidak mengandung interpretasi lain selain kekafiran”.

Anda mungkin juga menyukai