Anda di halaman 1dari 34

“ REGULASI DAN KEBIJAKAN

PEMERINTAH DI BIDANG
PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM
Oleh
Hayat Prihono Wiyadi
(PD Pontren Kantor Kemenag Kab. Ponorogo) ”
Disampaikan pada acara Pembinaan dan Pelatihan Administrasi Madrasah Diniyah dan
Sarasehan bersama Pengasuh Pondok Pesantren Kabupaten Ponorogo yang diselenggarakan oleh
RMI NU Ponorogo.
Mayak, 23 April 2017 M/26 Rajab 1438 H
Proses Penyusunan

 Dukungan dan pernyataan resmi dari pengasuh pondok pesantren atas


kelahiran draft Peraturan Menteri Agama Pendidikan Keagamaan Islam
telah disampaikan langsung kepada Direktur Jenderal Pendidikan Islam
dan diteruskan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI
 Sekretariat Jenderal dan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
mencermati, membahas, menyusun, dan melakukan penyesuaian atas
draft Peraturan Menteri Agama Pendidikan Keagamaan Islam
 Draft Peraturan Menteri Agama Pendidikan Keagamaan Islam telah diuji
publik ulang kepada jajaran Kementerian Agama Pusat dan Daerah serta
Pengasuh Pondok Pesantren
 Draft Peraturan Menteri Agama Pendidikan Keagamaan Islam siap untuk
ditandatangani
Landasan Filosofis, Yuridis, dan Sosiologis

Landasan Filosofis
 Pancasila sebagai dasar Negara menegaskan bahwa agama merupakan sumber nilai spiritual, moral dan
etik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesuai amanat konstitusi, negara dan pemerintah
berkewajiban memberikan jaminan dan perlindungan atas hak setiap warganya untuk memeluk
agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, serta memberikan
fasilitasi dan pelayanan untuk pemenuhan hak dasar warga negara tersebut.

 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah
Negara Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial

 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (3) berbunyi: “Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang
diatur dengan undang-undang”
Landasan Filosofis, Yuridis, dan Sosiologis

Landasan Yuridis
 Penjelasan Umum UU Sisdiknas menyatakan bahwa Visi Pendidikan Nasional adalah
terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah

 Negara mengakui Pendidikan Keagamaan sebagai salah satu jenis pendidikan dalam sistem
pendidikan nasional:
“Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi,
keagamaan, dan khusus”
- Pasal 15 UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas -

 PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam merupakan tindak-
lanjut amanat Pasal 12 ayat (4), Pasal 30 ayat (5), dan Pasal 37 ayat (4) UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas

 Dalam rangka melaksanaan ketentuan pasal 9 ayat (3), pasal 13 ayat (5), dan pasal 19 ayat
(2) PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Agama tentang Pendidikan Keagamaan Islam
Landasan Filosofis, Yuridis, dan Sosiologis

Landasan Sosiologis
 Pendidikan keagamaan pada umumnya diselenggarakan oleh masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari,
oleh, dan untuk masyarakat. Jauh sebelum Indonesia merdeka, perguruan-perguruan keagamaan sudah lebih dulu
berkembang. Selain menjadi akar budaya bangsa, agama disadari merupakan bagian tak terpisahkan dalam
pendidikan.

 Pendidikan keagamaan juga berkembang akibat mata pelajaran/kuliah pendidikan agama yang dinilai
menghadapi berbagai keterbatasan. Sebagian masyarakat mengatasinya menyelenggarakan pendidikan
keagamaan di rumah, rumah ibadah, atau di perkumpulan-perkumpulan yang kemudian berkembang menjadi
satuan atau program pendidikan keagamaan formal, nonformal atau informal.

 Secara historis, keberadaan pendidikan keagamaan berbasis masyarakat menjadi sangat penting dalam upaya
pembangunan masyarakat belajar, terlebih lagi karena bersumber dari aspirasi masyarakat yang sekaligus
mencerminkan kebutuhan masyarakat sesungguhnya akan jenis layanan pendidikan.

 Dalam kenyataan terdapat kesenjangan sumber daya yang besar antar satuan pendidikan keagamaan. Sebagai
komponen Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan keagamaan perlu diberi kesempatan untuk berkembang,
dibina dan ditingkatkan mutunya oleh semua komponen bangsa, termasuk Pemerintah dan pemerintah daerah.
Jangkauan dan Arah Pengaturan serta Ruang Lingkup

Ruang Lingkup
 Bab I Ketentuan Umum (Pasal 1 s.d. Pasal 3)
 Materi Yang Diatur
1. Bab II Pesantren (Pasal 4 s.d. Pasal 19)
Bagian Kesatu – Umum
Bagian Kedua – Penyelenggaraan Pendidikan di Pesantren
2. Bab III Pendidikan Diniyah (Pasal 20 s.d. Pasal 52)
Bagian Kesatu – Umum
Bagian Kedua – Pendidikan Diniyah Formal
Bagian Ketiga – Pendidikan Diniyah Non Formal
Bagian Keempat – Pendidikan Diniyah Informal
3. Bab IV Pembiayaan (Pasal 53)
4. Bab V Pembinaan dan Pengawasan (Pasal 54)
 Bab IV Ketentuan Penutup (Pasal 55 s.d. 56)
Ketentuan Umum

 Penyelenggaraan pendidikan keagamaan Islam bertujuan untuk:


1. Terbentuknya peserta didik yang memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala;
2. Berkembangnya potensi peserta didik agar mempunyai kemampuan, pengetahuan, sikap
dan keterampilan untuk menjadi ahli ilmu agama Islam (mutafaqqih fiddin) dan/atau
menjadi muslim yang dapat mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupannya
sehari-hari serta berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa;
3. Terwujudnya peserta didik yang bertanggung jawab, demokratis, dan berakhlak mulia
dengan menjunjung tinggi jiwa keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, persaudaran
sesama umat Islam (ukhuwah islamiyah), rendah hati (tawadhu), toleran (tasamuh),
keseimbangan (tawazun), moderat (tawasuth), keteladanan (uswah), pola hidup sehat,
dan cinta tanah air.
(Pasal 2)

 Pendidikan Keagamaan Islam berbentuk Pendidikan Diniyah dan Pesantren (Pasal 3)


Ketentuan Umum

Jenis Pendidikan Umum Berciri Pendidikan Keagamaan Islam


Khas Islam Diniyah
Jenjang Pesantren
Formal Nonformal Formal Nonformal Informal
Mahad al-
Tinggi PTAI Ma’had Aly Jami’ah al-
(UIN/IAI/STAI)
Takmiliyah
Menengah MA Paket C PDF Ulya DT Ulya Kitab
Kuning/
Paket B Dirasah
(Wajar Islamiyah
MTs PDF Wustha DT Wustha
Dikdas Keluarga dengan
Muadalah
Wustha) pendidikan
Dasar
mu’allimin
Paket A dan
MI (Wajar PDF Ula DT Ula takhasus
Dikdas Ula)
TPA/TKA/TQA
PAUD RA
Ketentuan Umum

PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM

Pesantren Pendidikan Diniyah

Pesantren Sebagai Satuan Pesantren Sebagai Pendidikan Diniyah Formal Pendidikan Diniyah Pendidikan Diniyah
Pendidikan Penyelenggara Pendidikan (PDF) Nonformal (PDNF) Informal (PDInF)

Pengajian Kitab Satuan Pendidikan Ula MD Takmliyah Keluarga


Kuning dan/atau Pesantren
Takhasus

Dirasah Islamiyah Wustha Pend Al-Qur’an


Satuan Pendidikan
Dengan pola Lainnya
pendidikan (Sekolah/Madrasah
mu’allimin /PT/PDF/PDNF/PD
InF, dan Ulya Majelis Taklim
sebagainya)

Pend Keagamaan
Ma’had Aly
Lain
1. Pesantren

Unsur Pesantren

Tenaga Pendidik
Pengajian Kitab Kuning atau
Kyai atau sebutan lain
Dirasah Islamiyah dengan
sejenis
Pola Pendidikan Mu’alimin
Tenaga Kependidikan

Pondok atau Asrama Santri Masjid/Mushalla


Pesantren

Pendaftaran Pesantren
 Pesantren yang memiliki paling sedikit 15 (lima belas) santri wajib mendaftarkan
ke Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, dan diberikan tanda daftar
pesantren oleh Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota
Pasal 11 Ayat (1)
 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pendaftaran Pesantren ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pendidikan Islam
Pasal 11 ayat (2)
Pesantren

Pesantren sebagai Penyelenggara Pendidikan


 Pesantren dapat menyelenggarakan satuan dan/atau program pendidikan lainnya, meliputi:
 Pendidikan diniyah formal;
 Pendidikan diniyah nonformal;
 Pendidikan umum;
 Pendidikan umum berciri khas islam;
 Pendidikan kejuruan;
 Pendidikan kesetaraan;
 Pendidikan mu’adalah (diatur dalam peraturan menteri tersendiri)
 Pendidikan tinggi; dan/atau
 Program pendidikan lainnya
 Penyelenggaraan satuan dan/atau program pendidikan dilakukan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4)
2. Pendidikan Diniyah

Pendidikan
Diniyah Formal
(PDF)

Pendidikan
Pendidikan
Diniyah Nonformal
Diniyah
(PDNF)

Pendidikan
Diniyah Informal
(PDIF)
Pendidikan Diniyah

Pendidikan Diniyah Formal (PDF)


 PDF merupakan entitas kelembagaan pendidikan keagamaan Islam yang bersifat formal
untuk menghasilkan lulusan mutafaqqih fiddin (ahli ilmu agama Islam) guna menjawab atas
langkanya kader mutafaqqih fiddin dan memberikan civil effect bagi dunia pesantren
sebagai bagian dari ikhtiar konservasi dan pengembangan disiplin ilmu-ilmu keagamaan
Islam

 PDF didirikan dan dimiliki oleh pesantren dan peserta didiknya wajib bermukim dalam
lingkungan pesantren (PDF merupakan satuan pendidikan pada pesantren sebagai
penyelenggara pendidikan), dan wajib memperoleh izin dari Menteri Agama
Pasal 21 ayat (1), ayat (2), ayat (3)

 Ketentuan lebih lanjut mengenai Izin dan Persyaratan Pendirian Pendidikan Diniyah
Formal ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam
Pasal 21 ayat (6)
Pendidikan Diniyah

Pendidikan Diniyah Formal (PDF)


Pendirian PDF wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

 Memenuhi persyaratan pesantren sebagai penyelenggara pendidikan:


 Memiliki kurikulum pendidikan diniyah formal, yang terdiri dari Kurikulum Pendidikan Keagamaan
Islam dan Kurikulum Pendidikan Umum.
 Memiliki jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan yang memadai;
 Memiliki sarana dan prasarana kegiatan pembelajaran yang berada di lingkungan pesantren;
 Memiliki sumber pembiayaan untuk kelangsungan pendidikan paling sedikit untuk 1 (satu) tahun
pelajaran berikutnya;
 Memiliki sistem evaluasi pendidikan;
 Memiliki manajemen dan proses pendidikan yang akan diselenggarakan;
 Melampirkan pernyataan kesanggupan melaksanakan kurikulum yang ditetapkan pemerintah;
 Memiliki calon peserta didik paling sedikit 30 (tiga puluh) orang; dan
 Mendapatkan rekomendasi dari kantor wilayah kementerian agama provinsi setempat

Pasal 21 ayat (4)


Pendidikan Diniyah

Pendidikan Diniyah Formal (PDF)


Persyaratan pesantren sebagai penyelenggara pendidikan:

 memiliki tanda daftar pesantren dari Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota;


 organisasi nirlaba yang berbadan hukum;
 memiliki struktur organisasi pengelola pesantren; dan
 memiliki santri yang mukim dan belajar pada pesantren yang bersangkutan paling sedikit 300 (tiga
ratus) orang pada setiap tahun selama 10 (sepuluh) tahun pelajaran terakhir

Pasal 21 ayat (5)


Pendidikan Diniyah

Pendidikan Diniyah Formal (PDF)


Penamaan Satuan Pendidikan Diniyah Formal
 Penamaan satuan pendidikan diniyah formal ditetapkan oleh penyelenggara satuan
pendidikan yang bersangkutan dan wajib mendapat persetujuan Kementerian Agama
Pasal 22 ayat (1), ayat (2)

 Ketentuan lebih lanjut mengenai Penamaan Satuan Pendidikan Diniyah Formal ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam

Pasal 22 ayat (3)


Pendidikan Diniyah

Pendidikan Diniyah Formal (PDF)


Jenjang Pendidikan Tinggi Pendidikan Diniyah Formal
 Pendidikan Diniyah Formal Jenjang Pendidikan Tinggi berbentuk Ma’had Aly
Pasal 23 ayat (1)

 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pendidikan Diniyah Formal Jenjang Pendidikan Tinggi
pada PDF diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri
Pasal 24 ayat (4)
Pendidikan Diniyah

Pendidikan Diniyah Formal (PDF)


Akreditasi
 Penyelenggaraan satuan pendidikan diniyah formal wajib mengikuti proses akreditasi yang
dilakukan oleh badan akreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Pasal 44 ayat (1), ayat (2)


Pendidikan Diniyah

Pendidikan
Diniyah Formal
(PDF)

Pendidikan
Pendidikan
Diniyah Nonformal
Diniyah
(PDNF)

Pendidikan
Diniyah Informal
(PDIF)
Pendidikan Diniyah

Pendidikan Diniyah Non Formal (PDNF)

Madrasah Diniyah Takmiliyah

Pendidikan Al-Qur’an
PDNF
Majelis Taklim

Pendidikan keagamaan Islam


lainnya
Pendidikan Diniyah

Pendidikan Diniyah Non Formal (PDNF)


 PDNF dapat diselenggarakan dalam bentuk satuan pendidikan atau program.
 PDNF yang diselenggarakan dalam bentuk satuan pendidikan wajib mendapatkan izin dari
Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota, serta diberikan Tanda Daftar
 PDNF yang diselenggarakan dalam bentuk program dan memiliki santri sebanyak 15 (lima
belas) orang atau lebih harus mendaftarkan diri ke Kantor Kementerian Agama
kabupaten/kota, serta diberikan Tanda Daftar
 PDNF yang telah memperoleh Tanda Daftar berhak mendapatkan pembinaan dari
Kementerian Agama dan Pemerintah Daerah
 Ketentuan lebih lanjut tentang Pendaftaran PDNF ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pendidikan Islam

Pasal 45
Pendidikan Diniyah

Pendidikan Diniyah Non Formal (PDNF)


Madrasah Diniyah Takmiliyah
 Madrasah diniyah takmiliyah diselenggarakan untuk melengkapi, memperkaya, dan memperdalam
pendidikan agama Islam pada MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/ MAK/SMK, dan pendidikan tinggi atau yang
sederajat dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT.
 Madrasah diniyah takmiliyah diselenggarakan secara berjenjang, terdiri atas jenjang ula, wustha, ulya,
dan al-jami’ah.
 Jenjang ula diikuti oleh peserta didik pada MI/SD atau yang sederajat.
 Jenjang wustha diikuti oleh peserta didik pada MTs/SMP atau yang sederajat.
 Jenjang ulya diikuti oleh peserta didik pada MA/SMA/MAK/SMK atau yang sederajat.
 Jenjang al-jami’ah diikuti oleh peserta didik pada pendidikan tinggi.

Pasal 46
Pendidikan Diniyah

Pendidikan Diniyah Non Formal (PDNF)


Madrasah Diniyah Takmiliyah (lanjutan)
 Madrasah diniyah takmiliyah diselenggarakan oleh masyarakat (pesantren, pengurus masjid, pengelola
pendidikan formal dan nonformal, organisasi kemasyarakatan Islam, dan lembaga sosial keagamaan
Islam lainnya), serta dapat diselenggarakan secara mandiri atau terpadu dengan satuan pendidikan
lainnya.
 Madrasah diniyah takmiliyah dapat diselenggarakan di masjid, mushalla, ruang kelas, atau ruang
belajar lain yang memenuhi syarat.
 Pesantren yang menyelenggarakan madrasah diniyah takmiliyah dapat mengembangkan kekhasan
masing-masing pesantren.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggaraan Madrasah Diniyah Takmiliyah ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pendidikan Islam

Pasal 47
Pendidikan Diniyah

Pendidikan Diniyah Non Formal (PDNF)


Madrasah Diniyah Takmiliyah (lanjutan)
 Kurikulum madrasah diniyah takmiliyah terdiri atas mata pelajaran pendidikan keagamaan Islam yang paling
sedikit meliputi:
 Al-Qur’an;
 Al-Hadits;
 Fiqih;
 Akhlak;
 Sejarah Kebudayaan Islam; dan
 Bahasa Arab.
 Lulusan madrasah diniyah takmiliyah dapat dihargai sederajat dengan pendidikan formal setelah lulus ujian
yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi dan ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pendidikan Islam
 Ketentuan lebih lanjut mengenai Kurikulum dan Lulusan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam

Pasal 48, Pasal 49


Pendidikan Diniyah

Pendidikan Diniyah Non Formal (PDNF)


Pendidikan Al-Qur’an
 Pendidikan Al-Qur’an diselenggarakan oleh masyarakat (pesantren, pengurus masjid, organisasi
kemasyarakatan Islam, dan lembaga sosial keagamaan Islam lainnya)
 Pendidikan Al-Qur’an dapat diselenggarakan di masjid, mushalla, ruang kelas, atau ruang belajar lain
yang memenuhi syarat.
 Kurikulum pendidikan Al-Qur’an adalah membaca, menulis dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an, tajwid,
serta menghafal doa-doa utama.
 Pendidik pada pendidikan Al-Qur’an harus memiliki kompetensi membaca Al-Qur’an dengan tartil dan
menguasai teknik pengajaran Al-Qur’an.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggaraan Pendidikan Al-Qur’an ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pendidikan Islam

Pasal 50
Pendidikan Diniyah

Pendidikan Diniyah Non Formal (PDNF)


Majelis Taklim
 Majelis taklim dapat diselenggarakan oleh masyarakat (pesantren, pengurus masjid, organisasi
kemasyarakatan Islam, dan lembaga sosial keagamaan Islam lainnya)
 Majelis taklim dapat diselenggarakan di masjid, mushalla, ruang kelas, atau ruang belajar lain yang
memenuhi syarat.
 Majelis taklim dapat mengembangkan kajian keislaman secara tematis dan terprogram dalam rangka
peningkatan pemahaman dan pengamalan ajaran agama Islam.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggaraan Majelis Taklim ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pendidikan Islam

Pasal 51
Pendidikan Diniyah

Pendidikan
Diniyah Formal
(PDF)

Pendidikan
Pendidikan
Diniyah Nonformal
Diniyah
(PDNF)

Pendidikan
Diniyah Informal
(PDIF)
Pendidikan Diniyah

Pendidikan Diniyah Informal (PDIF)


Pendidikan diniyah informal diselenggarakan oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan
pemahaman dan pengamalan ajaran agama Islam, diselenggarakan dalam bentuk kegiatan
pendidikan keagamaan Islam di lingkungan keluarga
Pasal 52
Pembiayaan

Pembiayaan pendidikan keagamaan Islam bersumber dari (1)


penyelenggara; (2) pemerintah; (3) pemerintah daerah; (4)
masyarakat; dan/atau (5) sumber lain yang sah, serta
dikelola secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel
Pasal 53
Pengawasan dan Pembinaan

Pembinaan dan pengawasan terhadap pendidikan keagamaan


Islam dilakukan untuk menjamin mutu dan akuntabilitas
penyelenggaraan pendidikan, dilakukan oleh pengawas
pendidikan Islam di lingkungan Kementerian Agama, sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 54
Ketentuan Penutup

Pada saat Peraturan Menteri Agama ini mulai berlaku (pada


tanggal diundangkan) maka semua peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai Pendidikan Keagamaan
Islam dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau belum diganti dengan yang baru
berdasarkan Peraturan Menteri Agama ini
Pasal 55, Pasal 56
Tindak-Lanjut Peraturan/Ketentuan

PERATURAN MENTERI AGAMA


1. Peraturan Menteri Agama tentang Penyelenggaran Pendidikan
Pesantren Mu’adalah
2. Peraturan Menteri Agama tentang Penyelenggaran Ma’had Aly
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai