Anda di halaman 1dari 36

PEMIKIRAN POLITIK ISLAM NEO-REVIVALISME:

PEMIKIRAN POLITIK HASAN AL-BANNA


diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemikiran Politik Islam
oleh kelompok 1
M. Nasir

: 1310103010015

Zulfita Rahmi

: 1410103010001

Aprilia Hurdianti L

: 1410103010002

Ari

: 1410103010003

Zaini Safitri

: 1410103010009

Vera Junian Bestari

: 1410103010024

Nonong Asrina

: 1410103010028

Muhammad Suhail G

: 1410103010032

Ginanjar

: 1410103010045
Dosen Pembimbing :
NOFRIADI
ADI, S.IP., M.IP

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2016

i
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah swt. Yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta memberikan iman dan taqwa kepada penulis sehingga makalah
mata kuliah Pemikiran Politik Islam dapat penulis selesaikan dengan baik. Salawat dan salam
kami persembahkan ke pangkuan Nabi Muhammad saw. Yang telah membawa manusia dari
alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pencerahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul Pemikiran Politik Islam Noe-Revivalisme: Pemikiran
Politik Hasan Al-Banna.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nofriadi, S.IP.,
M.IP selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis sejak awal
pertemuan sampai dengan selesainya penyusunan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pemikiran Politik
Islam. Disamping itu, penulis berusaha menyelesaikan makalah ini dengan sebaik dan
sesempurna mungkin agar dapat dijadikan sebagai bahan perkuliahan Pemikiran Politik Islam
sekaligus meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menganalisis peran Hasan Al-Banna
dalam pengembangan ilmu politik di Mesir. Bilamana makalah ini dibaca oleh berbagai pihak,
terutama mahasiswa, ternyata ditemukan kekurangan dan ketidaksesuaian, sudi kiranya
memberikan kritik dan masukan untuk perbaikan dan revisi pada masa yang akan datang.
Banda Aceh,

Kelompok 2

Novembe1 2016

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan dan Manfaat Makalah

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi Politik

B. Kepemimpinan

C. Konflik

BAB III

PEMBAHASAN

13

A. Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikan Hasan Al-Banna

13

B. Pemikiran Politik dan Karya-Karya Hasan Al-Banna

17

C. Peran Hasan Al-Banna di Negara Mesir

19

BAB IV

PENUTUP

27

3.1. Kesimpulan

27

3.2. Saran

28

Daftar Pustaka

iii

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mesir termasuk wilayah Afrika, dari sisi sejarah dan budaya, selama berabad-abad
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Asia Barat. Di satu sisi, bersama-sama daerah lain
yang lebih luas, yaitu Suriah dan Irak, Mesir membentuk Blok Arab dan sisi lain bersama-sama
Afrika Utara membentuk bagian Arab (Jazirah) lainnya.
Dibawah kontrol kekuasaan dua bentuk, Mesir makin tenggelam ke dalam dasar jurang
kemiskinan

dan

kesengsaraan.

Para

Pasya

dan

Mamluk

secara

sewenang-wenang

mengeksploitasi para pengolah tanah tanpa rasa belas kasihan, sehingga mereka tidak lagi
memiliki harapan, suatu kesengsaraan yang tidak ada bandingnya, kecuali mungkin masa-masa
sebelumnya. Korupsi dan suap telah menjadi budaya yang berakar kuat dalam kehidupan
penguasa. Keadaan itu semakin parah dengan merebaknya kegelisahan, kelaparan, dan wabah
penyakit yang membayangi kemiskinan.
Sejarah Mesir modern secara umum mirip dengan yang terjadi di Turki yang mengalami
revolusi struktural dan budaya politik. Revolusi ini bermula dengan reformasi pemerintahan,
meskipun dalam perkembangannya, revolusi ini sempat terganggu oleh pendudukan Inggris
tahun 1882 sampai tahun 1952.

Mesir adalah salah satu negara belahan dunia Arab yang dinamis. Negara yang secara
geografis masuk di Afrika belahan Timur Laut, sejak lama dianggap sebagai negara Islam
modern. Mesir merupakan barometer modernisasi yang arahnya sekuler dan kebarat-baratan.
Sejak beberapa dasarwasa, Islam merupakan bagian dari arena politik di Mesir yang
dipergunakan baik oleh pemerintah maupun oposisinya. Negeri ini merupakan tempat lahirnya
nasionalisme dan kebangkitan Islam.
Mesir modern mengalami pergulatan sosial dan politik yang panjang, masa ini terjadi
sekitar tahun 1920-an setelah Revolusi 1919. Mesir berkali-kali mengalami pergantian rezim
kekuasaan, sampai saatnya Inggris masuk dan mendirikan pemerintahan boneka yang berupa

Ira M. Lapidus. 2000. Sejarah Sosial Ummat Islam, terj. Ghufron A. Masadi. Jakarta: PT Raja Grafindo, Hlm 101

2
struktur kerajaan, sebagai sarana eksploitasi sumber daya alam Mesir untuk kepentingan
kapitalis.

Sebagaimana kita ketahui, pada Perang Dunia I tahun 1914, Inggris mengumumkan
protektoratnya terhadap Mesir pada tanggal 18 Desember 1914 mengumumkan berakhirnya
Khilafah Islamiyah atas Mesir, menyingkirkan Khedive Abbas, dan menunjuk Husen Kamil
sebagai penggantinya serta memberinya gelar Sultan. Setelah pembubaran Khilafah Islamiyah
tahun 1924, artinya empat tahun sebelum berdirinya Ikhwanul Muslimin (IM), yang didirikan
pada 1928. Selama empat tahun itu keadaan di Mesir benar-benar runyam dan bergejolak. Tentu
saja bukan hanya Mesir yang bergejolak tetapi di berbagai dunia Islam lainnya juga ikut
memanas. Pada 18 Desember 1914, Inggris secara resmi menjadikan Mesir sebagai wilayah
jajahannya untuk mengamankan kedudukannya dalam Perang Dunia I. saat itu, Mesir adalah
bagian dari kekuasaan Turki Utsmani yang bersekutu dengan Jerman dan Austria yang
merupakan musuh Inggris. Namun pada tahun 1922, seiring dengan meningkatnya gerakan
nasionalisme rakyat Mesir, inggris secara sepihak mengumumkan kemerdekaan Mesir.
Meskipun demikian, pengaruh Inggris masih terus mendominasi kehidupan politik Mesir dan
Inggris membantu reformasi keuangan, administrasi, dan pemerintahan di Mesir.

Dunia telah melahirkan banyak tokoh dengan pemikiran dan perjuangannya yang berbeda
pula. Dalam gerakan Islam muncul nama-nama terkenal karena pemikiran dan aktivitasnya yang
cukup menonjol dalam memperjuangkan Islam, salah satunya adalah Hasan Al-Banna. Dialah
pendiri gerakan IM yang sampai sekarang terus menggema di berbagai pelosok bumi. Pemikiran
yang cukup luas dan aktivitasnya di berbagai tempat telah melahirkan penafsiran yang beragam
tentang Manhaj (metode) dan model dari gerakan IM.
Hasan Al-Banna lahir pada tahun 1906 bertepatan dengan semakin rapuhnya Khilafah
Islam Turki Utsmani yang menandai berakhirnya kekhalifan Islam. Al-Banna tumbuh sebagai
pemuda seperti halnya pemuda saat itu. Sejak usia delapan hingga dua belas tahun, Al-Banna
belajar di sekolah Rashad. Tahun 1920, ia pindah ke Damanhur dan mengenyam pendidikan di
sana sampai berusia 14 tahun. Sebelum memasuki jenjang pendidikan tinggi di Universitas
Mahmudiyah, Al-Banna telah menghafal sebagian besar kitab suci Al-Quran. Al-Banna masuk
2

Ali Abdul Halim Mahmud. 1997. Ikhwanul Muslimin: Konsep Gerakan Terpadu, terj. Syafril Halim. Jakarta :
Gema Insani Press, Hlm 48
3
Mesir Resmi Dijajah Inggris http://indonesian.irib.ir/iran/item/89594-mesir-resmi-dijajah-inggris diakses pada 2
November 2016

3
Jam iyyah al-Akhlak wa al-Adab, dan dari sana ia bergabung dengan Perkumpulan Mencegah
4

Kemaksiatan yang beraktivitas melakukan amar makruf nahi munkar. Jenjang pendidikan
pendahuluan ia selesaikan di Damanhur. Setelah itu, pada tahun 1923, Al-Banna untuk pertama
kalinya pergi ke Kairo ibukota Mesir. Di kota inilah ia mendaftarkan diri untuk mengikuti
pendidikan tinggi disana. Meski proses penerimaan siswa cukup alot dan seleksi sangat ketat,
namun Al-Banna berhasil melalui semua tahapan dengan baik dan diterima di sekolah tinggi
Kairo, bahkan ia juga menjadi guru di sebuah sekolahan di Ismailiyah Mesir. Ayahnya seorang
ulama yang juga berprofesi sebagai seorang reparasi jam.
Hasan Al-Banna dianggap sebagai pionir proyek kebangkitan peradaban Islam, ia
melakukan formulasi untuk membangkitkan gerakan kebangkitan Islam kontemporer yang
disebut dengan Jamaah al-Ikhwan al-Muslimun, karena Islam pada saat itu hanyalah sekedar
agama abangan, kemalasan, pengangguran, atau kesufian, sebagaimana halnya telah menimpa
5

dunia Islam pada masa kemunduran. Al-Banna mampu membentuk dirinya dan Ikhwannya
6

melalui halaqah bagi warga Mesir.

Dalam suatu kesempatan ketika Al-Banna berbicara mengenai hubungan antara Islam
dengan politik dan sikap seorang muslim terhadapnya. Ia berpendapat bahwa berpolitik artinya
memikirkan persoalan internal dan eksternal umat. Dengan gemblang ia mengaitkan antara
aqidah dan aktivitas politik. Ia berkata sesungguhnya seorang muslim belum sempurna
keislamannya kecuali ia menjadi seorang politikus, mempunyai pandangan jauh ke depan dan
memberikan perhatian penuh kepada persoalan bangsanya. Keislaman seseorang menuntutnya
untuk memberikan perhatian kepada persoalan bangsanya.

Meskipun Mesir telah memasuki masa diberlakunya sistem parlementer berdasarkan


konstitusi 1923 akan tetapi raja Fuad dan kemudian raja Faruq menerapkan diktatorisme semi
absolute di Mesir dengan berdarkan dua faktor : Pertama, konstitusi 1923 yang memberikan hak
kepada raja
4

untuk

membubarkan majelis

perwakilan secara

mutlak,

menagguhkan

Muhammad Mahdi Kahfi, Syahid Hasan Al-Banna, http://taghrib.ir/melayu., diakses pada2 November
2016
5
Muhammad Mahdi Kahfi, Iamam Syahid Hasan Al-Banna. Pionir Kebangkitan Peradaban Islam.
http://WWW.al- Ikhwan.net., diakses pada 2 November 2016
6
Halaqah adalah lingkaran-lingkaran kecil yang terdiri dari beberapa orang, biasanya mereka duduk dan
membicarakan tentang ilmu pengetahuan atau diskusi. Akan tetapi yang dimaksud disini adalah lingkaran orangorang yang sedang mempelajari ilmu agama dengan berkelompok-kelompok yang membentuk lingkaran.
7
Muhammad Mahdi Akif, Imam Syahid Hasan Al-Banna, http://WWW.al-ikhwan.net., diakses pada2 November
2016
8
Utsman Abdul Muiz Ruslan.2000. Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, terj: Jasiman, Hawin, Murtadho,
Salafudin. Solo : Era Intermedia. Hlm 72-73

4
pengangkatannya, menentukan perdana menteri, juga melarang pengangkatan yang tidak
disetujuinya. Di samping itu ia juga berhak melarang terbitnya undang-undang yang tidak
disetujuinya. Kedua, partai-partai minoritas yang sepenuhnya bertumpu kepada raja untuk
mendapatkan kekuasaan, sehingga raja memanfaatkannya untuk memukul kehidupan perwakilan
dan memadukan konstitusi. Dengan demikian raja adalah sumber kekuasaan yang riil di Mesir
sebelum tahun 1952.
Perebutan kekuasaan oleh partai-partai di parlemen yang sebenarnya mereka hanyalah
ingin memperoleh kekuasaan tanpa ada program kerja yang akan di realisasikan. Akibatnya,
mereka melakukan pemalsuan kehidupan parlemen dengan melakukan kecurangan dalam
pemilihan umum, yang mengakibatkan rusaknya kehidupan politik Mesir.
Penjajahan Barat atas dunia Islam membawa dampak terhadap menjamurnya paham
sekulerisme di negeri-negeri muslim. Demikian pula halnya dengan para ilmuan dan
cendikiawan yang selalu dicekoki pemikiran sekulerisme dari Barat tersebut, mereka yang
sukarela menjadi kaki tangan penjajah untuk menjajakan pemikiran mereka, mereka mengatakan
agama adalah urusan pribadi, siapa yang ingin maju maka tinggalkanlah simbol-simbol
keagamaan. Sementara dikalangan gerakan Islam, berkembang pemikiran yang persial, seperti
halnya yang terjadi pada Jamaah al-Anshar as-Sunnah yang lebih mengedepankan sisi aqidah,
Jamiyyah as-Syariyah gerakan ini lebih fokus pada masalah ibadah, Hizbut at-Tahrir yang
lebih banyak memperhatikan masalah politik, dan masih banyak lagi gerakan-gerakan Islam
lainnya yang hanya fokus pada suatu kegiatan saja. Hasan Al-Banna tidak mau terjebak dalam
kondisi seperti ini saat mendirikan gerakan Ikhwanul Muslimin. Al-Banna membangun
jamaahnya diatas prinsip syumuliyatul al-islam (Universalists Islam).
B. Rumusan Masalah
Makalah ini memfokuskan pembahasan pada pemikiran politik Hasan Al-Banna dan
pengaruhnya terhadap Mesir antara tahun 1928 sampai tahun 1949. Batasan waktu yang diambil
menerangkan bahwa, pada tahun 1928 Hasan Al-Banna mulai mengembangkan hasil
pemikirannya dengan membentuk gerakan Ikhwanul Muslimin, sedangkan tahun 1949 adalah
tahun di mana ia terbunuh dalam suatu tragedy pembunuhan yang sudah direncanakan
sebelumnya oleh pihak yang tidak suka terhadapnya. Dalam makalah ini dibahas lebih mendalam

5
pada sisi kebijakan politik Hasan Al-Banna terhadap gerakan Ikhwanul Muslimin, yang
memberikan pengaruh pada Mesir, baik kecil ataupun besar tahun 1928-1949.
Untuk dapat mempermudah dalam mempelajari persoalan ini dapat dirumuskan masalah
secara garis besar yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana riwayat hidup dan latar belakang pendidikan Hasan Al-Banna?
2. Bagaimana pemikiran politik serta karya-karya Hasan Al-Banna?
3. Apa peran Hasan Al-Banna di Negara Mesir dalam Agama, Ekonomi, Sosial, dan Politik?
C. Tujuan dan Manfaat Makalah
Makalah ini bermaksud untuk mempelajari dan menelaah sisi lain dari kehidupan Hasan
Al-Banna dalam kehidupan politiknya. Spesifikasi tujuan makalah ini yaitu :
1. Menelusuri biografi Hasan Al-Banna dan latar belakang ia mendirikan Ikhwanul Muslimin.
2. Mengetahui dampak yang berpengaruh luas di masyarakat atas aksi kebijakan politik yang
dikeluarkan Ikhwanul Muslimin serta otoritas pemerintah dalam menyikapi kebijakan
tersebut.
Spesifikasi manfaat makalah ini yaitu :
1. Memberikan wacana baru dalam ilmu pemikiran Islam, yang berupa pola perpolitikan Islam
menurut Hasan Al-Banna dan Ikhwanul Muslimin, dalam membangun persatuan dan
kesatuan ummat untuk menghadapi kemajuan zaman yang semakin jauh dari nilai Islam.
2. Mengerti lebih dalam pemikiran Islam sebagai ajang menuju kepada perluasan wacana ilmu
pengetahuan.
3. Menambah bahan pustaka dalam seri sejarah dan kebudayaan Islam pada umumnya dan
dalam seri pembahasan yang sama pada khususnya.

BAB II LANDASAN
TEORI
A. Definisi Politik
Politik diartikan sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti
tatacara pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan dan sebagainya dan dapat pula berarti segala
urusan dan tindakan (kebijaksanaan), siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu
negara atau terhadap negara lain.

Politik berasal dari kata dalam bahasa Yunani yang berhubungan dengan polis atau
negara kota seperti politiea (konstitusi), polites (warga negara), dan politicos (negarawan).
Seluruh kata tersebut mengandung arti yang menyangkut kepentingan umum dan berlawanan
dengan kepentingan pribadi atau milik pribadi. Dengan demikian, persoalan pokok dari politik
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan umum.

Ramlan Surbakti dalam Syahrial Syarbaini, A. Rahman dan Monang Djihado (2002: 15)
mendefinisikan politik sebagai interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat kebaikan bersama masyarakat yang
tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Sedangkan menurut Maswadi Rauf, seorang Guru Besar FISIP UI menyatakan kata
politik mengacu kepada segala sesuatu yang berkaitan dengan kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah dan kedudukan yang dipegang oleh para pejabat pemerintah. Lebih lanjut Maswadi
Rauf menjelaskan titik perhatian politik disini adalah pejabat pemerintah. Pejabat pemerintah
adalah sekelompok orang yang memegang kekuasaan untuk mengatur masyarakat secara
keseluruhan dan dalam usaha mengatur masyarakat, berhak menggunakan kekerasan fisik.

Hasan Al-Banna memaparkan konsepsi politik adalah hal yang memikirkan tentang
persoalan-persoalan internal maupun eksternal umat, ia memiliki dua sisi intenal dan eksternal.
Sisi internal politik adalah mengurus persoalan pemerintahan, menjelaskan fungsi-fungsinya,
merinci kewajiban dan hak-haknya, melakukan pengawasan terhadap para penguasa untuk
kemudian dipatuhi jika mereka melakukan kebaikan dan dikritik jika melakukan kekeliruaan.
1

W.J.S, Poerwardarminta. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Hlm 763
David L. Sills. 1972. International Encyclopedia of the Social Science V, 13,Newyork-London: MacMillan
Company. Hlm 319
3
Maswandi Rauf. 2001. Konsesus dan Konflik Politik: Sebuah Penjajagan Teoritis. Derektorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
2

Sedangkan yang dimaksud sisi eksternal politik adalah memelihara kemerdekaan dan kebebasan
bangsa, mengantarkannya mencapai tujuan yang akan menempatkan kedudukannya ditengahtengah bangsa lain, serta membebaskannya dari penindasan dan intervensi pihak lain dalam
urusan-urusannya. Dengan jelas Hasan Al-Banna mengaitkan antara Aqidah dan aktivitas politik.
Selanjutnya Al-Banna berkata: sesungguhnya seorang muslim belum sempurna keislamannya
kecuali jika ia menjadi seorang politikus, mempunyai pandangan jauh kedepan dan memberikan
perhatian penuh kepada persoalan bangsanya.

B. Kepemimpinan
1. Definisi Kepemimpinan
Dalam bahasa Inggris pemimpin disebut juga leader. Kegiatannya disebut
kepemimpinan atau leadership. Perkataan khilafah serupa dengan makna dari kata Amir
yang dalam bentuk jamaknya umara, yang disebut juga penguasa. Kedua kata tersebut
didalam Bahasa Indonesia disebut pemimpin, yang cenderung berkonotasi sebagai
pemimpin formal. Konotasi tersebut terlihat pada bidang yang dijelajahi didalam tugas
pokoknya yang menyentuh tidak saja aspek-aspek keagamaan dalam kehidupan
bermasyarakat, tapi juga aspek-aspek pemerintahan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Sedangkan kepemimpinan secara etimilogi (asal kata) menurut kamus besar
Bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar pimpin, dengan mendapat awalan menjadi
memimpin maka berarti menuntun, menunjukkan jalan dan membimbing. Perkataan
lain yang disamakan pengertiannya adalah mengetuai atau mengepalai, memandu, dan
melatih dalam arti mendidik dan mengajari supaya dapat mengerjakannya sendiri. Dari
segi etimologis kepemimpinan dapat diidentifikasi adanya beberapa gejala, antara lain:
a. Dalam kepemimpinan selalu berhadapan dua belah pihak. Pihak yang pertama disebut
pemimpin dan pihak lainnya adalah orang-orang yang dipimpin. Jumlah pemimpin
selalu lebih sedikit dari pada jumlah orang-orang yang dipimpinnya.
b. Kepemimpinan merupakan gejala sosial, yang berlangsung sebagai interaksi antar
manusia didalam kelompoknya, baik berupa kelompok besar yang melibatkan jumlah

Utsman Abdul Muiz Ruslan. 2000. Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin. Tej. Jasiman, Hawin Murtadho,
Salafudin. Era Intermedia: Solo Hlm 71-72

orang banyak, maupun kelompok kecil dengan jumlah orang yang terlibat didalamnya
sedikit.
c. Kepemimpinan sebagai perihal memimpin berisi kegiatan menuntun, membimbing,
memandu, menunjukan jalan, mengepalai, dan melatih.
2. Ciri dan karakter Kepemimpinan
Banyak para pemikir, filosof, dan pengamat yang memperhatikan masalah
kepemimpinan dari segi penjelasan karakter yang harus dimiliki oleh pemimpin dan
norma-norma yang harus dipegang. Beberapa pakar yang telah memperhatikan masalah
kepemimpinan dari segi penjelasan karakter, antara lain.
Menurut Imad Abdurrahim Az-Zaghul yang mengutip pendapat Al-Farabi
berpendapat dalam kitabnya yang terkenal Pendapat Penduduk Madinah yang mulia
pentingnya terpenuhi sejumlah karakter ciri-ciri berikut pada pemimpin, atau yang
memegang kekuasaan dan kepemimpinan. Ciri-ciri tersebut adalah:
a. Sehat seluruh anggota badan,
b. Memiliki kemampuan memahami, menghafal dan menyusun konsep,
c. Cerdik dan pandai,
d. Baik tutur bahasa dan fasih dalam menyampaikan yang diinginkannya,
e. Mempunyai kemauan dan keinginan untuk belajar,
f. Jujur, amanah, dan istiqomah,
g. Tidak berlebihan dalam kesenangan,
h. Menghormati diri sendiri dan menjaga kehormatan,
i. Bersikap adil dan menjauhi kedzoliman,
j. Seimbang dalam menjalankan teknik kepemimpinan,
k. Mempunyai tekad dan kemauan yang kuat, dan
l. Berani dan ulet,
C. Teori Konflik
1. Pengertian konflik
Pengalaman umum yang diteguhkan oleh kesaksian sejarah menunjukan bahwa
relasi sosial yang ditandai dengan kompetisi yang tidak dikendalikan dapat berkembang

menjadi oposisi atau penentangan. Jika oposisi menegang tajam maka akan terjadi
konflik. Kata konflik berasal dari kata latin confligere yang berarti saling memukul.
Dalam pengertian sosiologis konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial
dimana dua orang atau kelompok berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. (Hendropuspito, 1989: 247).
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia W.J.S Poerwadarminto (1990: 45)
mendefinisikan konflik dengan perdebatan, perselisihan, pertentangan yang terjadi pada
satu tokoh atau lebih. Konflik dapat terjadi karena ketidaksesuaian ide atau
ketidakcocokan suatu paham atau kepentingan. Bila konflik terjadi masing-masing pihak
berusaha memenangkannya.
Menurut K.J Veeger (1989: 211) yang mengutip pendapat Lewis A. Coser
konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan
status, kuasa, dan sumber-sumber kekayaan yang persediannya tidak mencukupi, dimana
pihak-pihak yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud memperoleh barang yang
diinginkan, melainkan juga merugikan, atau menghancurkan lawan mereka. Lebih lanjut
Coser menyatakan bahwa konflik atau perselisihan dapat berlangsung antara individuindividu, kumpulan-kumpulan (collectivities), atau antara individu dengan kumpulan.
Coser dalam Astrid S. Susanto Sunario mendefisikan konflik sebagai bentuk
sosialisasi dalam masyarakat dengan asumsi bahwa tidak ada kelompok yang selalu
dalam keadaan harmoni, atau selalu terdapat faktor-faktor positif dan negatif yang
membangun relasi kelompok. pada derajat tertentu konflik sangat esensial dalam
membentuk kelompok dan mempertahankan eksistensi kelompok.
2. Sebab-sebab konflik
Menurut Soerjana Soekanto penyebab terjadinya konflik antara lain :
a. Perbedaan antara individu-individu atau kelompok atau perbedaan pendirian dan
perasaan mungkin akan melahirkan suatu konflik diantara mereka.
b. Perbedaan kebudayaan dalam perbedaan kepribadian dari orang-perorang yang
dipengarui kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta kepribadian
tersebut. Orang secara sadar atau tidak sadar, sedikit ataupun banyak akan
terpengaruh pola-pola pemikiran dan pola-pola pendirian kelompoknya, selanjutnya
keadaan tersebut akan memicu terjadinya pertentangan.

c. Perbedaan kepentingan antar individu atau antar kelompok baik itu berwujud
kepentingan politik, ekonomi, sosial dan yang lainnya dapat pula menjadi sumber
konflik.
d. Perubahan Sosial yang berlangsung akan mengubah nilai-nilai yang terdapat dalam
masyarakat. Hal ini juga akan memicu terjadinya konflik, karena perubahan sosial
tersebut akan mengakibatkan perbedaan pendirian.

Sedangkan menurut Veithzal Rivai sumber-sumber terjadinya konflik dapat dibagi


menjadi lima bagian, yaitu:
a. Biososial. Para pakar menejemen menempatkan frustrasi-agresi sebagai sumber
komflik. Berdasarkan pendekatan ini frustrasi sering menghasilkan agresi yang
mengarah pada terjadinya konflik frustasi juga dihasilkan dari kecenderungan
ekspektasi pencapaian yang lebih dari yang seharusnya.
b. Keprbadian dan interaksi. Kepribadian yang suka menghasud (abrasif), gangguan
psikologis,

kemiskinan,

ketrampilan

interpersonal,

kejengkelan,

persaingan

(rivalitas), perbedaan gaya interaksi, dan ketidaksederajatan hubungan.


c. Struktural yaitu kekuasaan, status, dan kelas sosial merupakan hal-hal yang
berpotensi menjadi konflik.
d. Budaya dan idiologi merupakan intensitas konflik dari sumber ini sering disebabkan
dari perbedaan politik, sosial, agama, dan budaya. Konflik ini juga timbul diantara
masyarakat karena perbedaan sistem nilai.
e. Konvergensi (gabungan). Dalam situasi tertentu sumber-sumber konflik itu menjadi
satu, sehingga menimbulkan kompleksitas konflik.
3. Cara menyelesaikan konflik
Cara penyelesaian konflik yang lazim dipakai, yaitu dengan konsolidasi, mediasi,
arbitrasi, koersi atau paksaan, dan detente. Urutan tersebut berdasarkan kebiasaan orang
mencari penyelesaian suatu masalah, yakni dengan cara yang lebih mudah atau tidak
formal lebih dahulu, kemudian cara resmi atau formal jika cara yang pertama tidak
membawa hasil.
5

Soerjana Soekanto. 1982. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta : CV Rajawali. Hlm 107-108

a. Konsolidasi berasal dari kata latin Conciliatio atau perdamaian, yaitu suatu cara untuk
mempertemukan pihak-pihak yang berselisih guna mencapai persetujuan bersama
untuk berdamai. Dalam proses ini pihak-pihak yang berkepentingan dapat meminta
bantuan terhadap pihak ketiga, dalam hal ini pihak ketiga tidak bertugas secara
menyeluruh dan tuntas, ia hanya memberi pertimabangan-pertimbangan yang
dianggapnya baik oleh kedua belah pihak yang berselisih untuk menghentikan
sengketannya. Langkah-langkah untuk berdamai diberikan oleh pihak ketiga, tetapi
yang harus mengambil keputusan untuk berdamai adalah pihak-pihak yang
bersengketa.
b. Mediasi berasal dari kata Latin mediatio, yaitu suatu cara menyelesaikan konflik
degan menggunakan seorang perantara (mediator). Fungsi mediator hampir sama
dengan seorang konsiliator. Pihak-pihak yang bersengketa sendirilah yang harus
mengambil keputusan untuk menghentikan perselisihan.
c. Arbitrasi dari bahasa Latin arbitrium, artinya melalui pengadilan dengan seorang
hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan. Seorang arbiter memberi keputusan
yang mengikat antara dua pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim
harus ditaati. Apabila ada salah satu pihak yang tidak menerima keputusan maka ia
dapat naik banding ke pengadilan yang lebih tinggi sampai instansi pengadilan
nasional yang tertinggi. Dalam hal persengketaan antara dua negara dapat ditunjuk
negara ketiga sebagai arbiter, atau instansi internasional seperti PBB.
d. Paksaan ialah suatu cara penyelesaian pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik
ataupun psikologis. Bila paksaan psikologis tidak berhasil, dipakailah paksaan fisik.
Pihak yang bisa menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang merasa
yakin menang, bahkan sanggup menghancurkan musuh. Pihak inilah yang menentukan
syarat-syarat untuk menyerah atau damai yang harus diterima pihak yang lemah.
e. Detente berasal dari bahasa Prancis yang berarti mengendorkan. Pengertian yang
diambil dari dunia diplomasi ini berarti mengurangi hubungan tegang antara kedua
belah pihak yang bersengketa. Cara ini hanya merupakan persiapan untuk mengadakan
pendekatan

dalam

rangka

pembicaraan

tentang

langkah-langkah

mencapai

perdamaian, jadi dalam hal ini belum ada penyelesaian definitif, belum ada pihak yang

menyatakan kalah atau menang. Dalam praktik detente sering dipakai sebagai peluang
untuk memperkuat diri masing-masing, perang fisik diganti dengan perang syaraf.

OC. Hendropuspito. 1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Kanisius. Hlm 250-252

BAB III
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikan Hasan Al-Banna
Diantara sunatullah adalah adanya tokoh pada masa yang sesuai dengan kebutuhan
zaman sehingga pada setiap penghujung abad Allah mengutus orang yang membangkitkan
agama umat ini dan mengembalikan vitalitasnya. Imam Ali bin Abi Thalib mengatakan, Bumi
ini tidak sepi dari orang yang bangkit untuk Allah dengan hujjah. Sedangkan Abu Al-Hasana
An Nadavi memberi catatan dalam bukunya Rijal Al-Fikr wa Ad-Dawah fi Al Islam (Tokoh
Pemikiran dan Dakwah dalam Islam) bahwa sejarah Islam pada setiap periode melahirkan tokohtokoh yang memang dibutuhkan oleh keadaan, lalu mereka mengisi kekosongan, memenuhi
kebutuhan, melaksanakan tugas yang di butuhkan masa dan tempat untuk membangkitkan umat,
1

merehabilitasi kerusakan-kerusakan yang dialami oleh struktur bangunan umat ini. Imam
Syahid Hasan Al-Banna merupakan tokoh yang dinantikan masyarakat Mesir saat itu yang
memang sedang mengalami kemerosotan yang diakibatkan penjajahan.
Hasan Al-Banna dilahirkan di Mahmudiyah dekat Iskandariyah yaitu kota kecil yang
terletak di sebelah Timur Laut Kairo di Provinsi Buhairah pada bulan Rabiul Awal tahun 1325
2

H dan atau Oktober 1906 M. Hasan Al-Banna Tumbuh di bawah asuhan kedua orang tua yang
mulia serta sifat yang terpuji kepada putra dan putrinya. Ayah beliau Syeikh Ahmad Abd AlRahman termasuk salah seorang ahli hadist besar yang sudah masyur, yang lebih dikenal dengan
panggilan As Saati karena pekerjaannya sebagai tukang reparasi jam.
Hasan Al-Banna dididik oleh orang tua yang alim. Bimbingan dan arahan orang tuanya
telah memberikan pengaruh yang besar sekali pada diri beliau sehingga menghasilkan buah dan
manfaat yang sangat baik serta melimpah. Ketika hampir mencapai usia 8 tahun, Hasan AlBanna dimasukkan pada Madrasah Diniyah Ar-Rasyad. Di madrasah ini beliau menghafal
separuh Al-Quran dan banyak hadist-hadist Rasulullah saw. Hasan Al-Banna pernah mengatakan
bahwa : Saya ingat bahwa sebagian besar hadist-hadist yang saya hafal adalah sebagian dari
hadist-hadist yang terekan kuat di dalam benakku sejak waktu itu. Di madrasah ini pula beliau
1

Yusuf Qardhawi. 1999. 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad. Terjemahan: H.
Mustifa Maufur dan H. Abdurrahman Husain. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. Hlm 43
2
Muhammad Sayyid Al-Wakil. 2001. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H. Terjemahan: Fachrudin. Bandung :
PT Grafika. Hlm 19

belajar kaidah-kaidah bahasa Arab dan penerapannya serta sastra dan hafalan-hafalan syair dan
prosa.

Suatu hari ia dikejutkan dengan keputusan Majelis Daerah Bukhairah yang


menghapuskan sistem pendidikan Madrasah Idadiyah. Di depan beliau hanya ada dua
alternative yang harus dipilih : pertama, pergi ke Mahad Diiniy di Iskandariah, atau kedua,
4

melanjutkan ke Madrasah Mualimin di Damanhur. Dan pilihan beliau jatuh pada pilihan kedua
yaitu Madrasah Mualimin (Sekolah guru) di Damanhur. Di sekolah ini beliau menyelesaikan
studinya selama 3 tahun sejak tahun 1923 sampai 1927.
Dalam mengisi hari-harinya Hasan Al-Banna pada saat muda sangat di sibukkan dengan
berbagai kegiatan di sekolahnya, sampai akhirnya ia mendirikan sebuah organisasi yang bernama
Jamiyah Manil Muharramat (Perhimpunan Anti Haram) dengan Hasan Al-Banna sebagai
ketuanya. Misi perhimpunan ini adalah menjaga aspek-aspek keagamaan dan memantau orangorang yang menyepelekan atau melakukan salah satu perbuatan dosa. Misi ini dijalankan dengan
mengirimkan surat peringatan kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran atau menyianyiakan kebaikan. Surat tersebut berisi larangan berbuat kemungkaran dan menunjukkan jalan
kebaikan. Dan aktivitas ini menimbulkan kegoncangan di masyarakat, para pelaku kemaksiatan
memberikan reaksi yang keras terhadap surat-surat yang ditujukan kepada mereka dan berusaha
mencari tahu siapa dalang dibaliknya.

Kesibukan organisasi tidak membuat Hasan Al-Banna terlena dan lupa akan tugasnya
sebagai pelajar, namun justru semakin membuat ia memiliki pengetahuan yang lebih
dibandingkan para pelajar yang lain. Hal tersebut dapat terlihat dari diperolehnya predikat
lulusan terbaik ke-5 untuk seluruh Sekolah Menengah Umum (SMU) di Mesir. Kecerdasan
pemikiran Hasan Al-Banna yang sejak remaja sudah turut ambil bagian dalam tarekat sufi
Hasyafiyah ini memang sudah tidak dapat diragukan lagi keabsahannya. Hal tersebut kembali
dapat dibuktikan dengan dinobatkan sebagai mahasiswa yang berhadil lulus dengan yudisium
pertama tingkat Universitas yang didirikan oleh Muhammad Abduh itu.

Muhammad Sayyid Al-Wakil. 2001. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H. Terjemahan: Fachrudin. Bandung :
PT Grafika. Hlm 20
4
Muhammad Sayyid Al-Wakil. 2001. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H. Terjemahan: Fachrudin. Bandung :
PT Grafika. Hlm 22
5
Muhammad Sayyid Al-Wakil. 2001. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H. Terjemahan: Fachrudin. Bandung :
PT Grafika. Hlm 29
6
Fathi Yakan. 2002. Revolusi Hasan Al-Banna. Jakarta : Harakah. Hlm 4

Sesungguhnya disanalah kehidupan Hasan Al-Banna mulai terasa semakin hidup,


karena di kota besar itulah beliau benar-benar memahami arti kehidupan dengan banyak
berkenalan dan berinteraksi dengan orang-orang terutama disekitarnya. Mengenal Rasyid Ridha
beserta gerakan Slafiyahnya merupakan awal pembentukan pola pikir Hasan Al-Banna muda
dalam menyikapi berbagai persoalan kehidupan di dunia. Apalagi hal tersebut didukung oleh
rajinnya Hasan Al-Banna untuk membaca majalah Al-Manar yang memang merupakan
kumpulan beberapa tulisan tokoh ternama seperti Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh,
serta Rasyid Ridha.
Tetapi yang paling berpengaruh pada pembentukan pandanganHasan Al-Banna muda
adalah karya yulis asyid Ridha tentang aspek politik dan sosial, tentang pembaharuan Islam,
serta perlunya didirikan negara/pemerintahan Islam dan diberlakukannya hukum Islam. Dengan
kata lain, dari tiga tokoh Salafiyah, Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha, yang
terakhir itulah yang besar pengaruhnya pada Hasan Al-Banna muda, terutama keyakinan Rasyid
Ridha bahwa Islam adalah agama sempurna dan lengkap dengan segala sistem yang dibutuhkan
bagi kehidupan umat Islam, termasuk sistem politik, ekonomi, dan sosial, dan untuk meraih
kembali kejayaan umat Islam tidak perlu meniru dari budaya Barat.

Setelah menyelesaikan studinya di Universitas Dar Al-Ulum yang sempat dimasyurkan


oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha tersebut, pada September 1927 Hasan Al-Banna
mulai mengajar disekolah dasar di Ismailiyah. Di tengah kesibukan kegiatan barunya, ia masih
tetap menjadi koresponden majalah Pemuda Muslim Kairo yang bernama Al-Fath serta menjalin
hubungan baik dengan kelompok maktabah Salafiyah atau penerbit Al Manar pimpinan Rasyid
Ridha.
Latar belakang dari keluarga yang penuh dengan keilmuan dan pengetahuan agama
merupakan dasar yang sangat dominan dalam pembentukan diri Hasan Al-Banna yang sangat
mengagumkan. Ia tumbuh menjadi sosok yang sangat cerdas, kritis serta bersifat zuhud. Sejak
kecil ia selalu menerapkan atau membiasakan diri untuk shalat malam, puasa senin-kamis dan
menghafal ayat-ayat Al-Quran. Semua yang telah dilakukan oleh Hasan Al-Banna kecil
bukanlah suatu pekerjaan yang main-main, karena dengan hasil kerja kerasnya itu ia mampu
menghafal setengah Al-Quran (15 juz) yang kemudian ia sempurnakan menjadi 30 juz ketika
menginjak
dewasa.
7

Munawir Sjadzali.1993. Islam dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran. Jakarta : UI Press. Hlm 147

Secara tidak langsung pengaruh Rasyid Ridha telah menginspirasi pemikiran tentang
pembaharuan Islam terhadap diri Hasan-Al-Banna, dan hal ini barangkali wajar disebabkan
menjelang Hasan Al-Banna menginjak dewasa dan lebih matang pengetahuannya, Hasan AlBanna lebih banyak bersinggungan dengan orang-orang salaf yang sufi tersebut. Namun setelah
Hasan Al-Banna mulai bergelut dengan urusan-urusan sosial, Hasan Al-Banna muali sedikit
demi sedikit merengangkan diri dari aktivitas kesufian, walaupun tidak secara serta merta
memutuskan diri dari pelaksanaan mistik sufi, tetapi dia mulai terpanggil dengan isu-isu dan
wacana-wacana sosial politik di Mesir saat itu. Terutama responnya terhadap krisis politik Mesir
pada tahun 1919.
Besarnya dominasi Inggris di Mesir menjadikan Hasan Al-Banna muda merasa terpanggil
untuk membangun masyarakat Mesir yang dalam pandangannya mulai dirusak oleh budayabudaya Eropa yang semuanya itu menurut pandangannya merupakan sebab-sebab terbesar bagi
kelumpuhan dan kemunduran pihak muslim. Dan ia merasa tersinggung atas perlakuan Inggris
terhadap masyarakat Mesir yang telah memandang hina dengan memperlakukan para pekerja
selayaknya seorang budak. Hasan Al-Banna melihat kebebasan dan kerusakan moral telah
mewabah di seantero dunia Islam, khususnya saat runtuhnya Kekhalifahan Islam olah Attaturk
tahun 1924 M. dia menilai bahwa Barat berupaya secara sungguh-sungguh untuk mencabut
Islam dari akarnya dang menghilangkan eksistensinya di muka bumi.
Fenomena yang terjadi di atas pada masyarakat muslim Mesir itu akhirnya membawa
Hasan Al-Banna kepada lima rekannya untuk menggagas sebuah proyek pergerakan perbaikan
umat dan kejayaan Islam. Pada awalnya mereka hanya menanamkan diri mereka dengan sebutan
Muslimin saja. Namun secara spontan mereka berseru kita adalah Ikhwanul Muslimin yang
berarti Para Saudara dari kaum Muslim.
Keberhasilan Ikhwanul Muslimin di awal pertumbuhannya menjadikan gerakan ini
dianggap sebagai gerakan yang dapat membangun masyarakat Islam Mesir yang diawali dengan
menjadikan masyarakat kelas bawah menjadi generasi yang teladan dalam memahami nilai-nilai
agama Islam. Namun perkembangan kelompok Ikhwanul Muslimin kian pesat menjadi ancaman
bagi pemerintahan raja Faruq pada saat itu, karena dengan peristiwa pada tahun 1947 ketika
Hasan Al-Banna mengutus tentara sukarelanya dengan ke Palestina untuk perang melawan
Israel, Faruq benar-benar merasa telah menerima pelajaran pahit dari gerakan yang mempunyai
kantor di Darul Ikhwan Kota Kairo itu. Posisi kekuasaan Faruq yang kian tersudutkan oleh

eksistensi Ikhwanul Muslimin merupakan konsekuensi dari kebijakan politik luar negeri yang
Pro Barat. Apalagi para mujahidin kian besar kekuatannya pasca kedatangan mereka dari
Palestina. Melihat perkembangan yang mengkhawatirkan bagi kekuasaan Faruq, maka raja Faruq
menerapkan kebijakan represif dalam membendung pengaruh Hasan Al-Banna, sampai pada
akhirnya terjadi konspirasi politik di Mesir dengan terbunuhnya Hasan Al-Banna pada tanggal 12
Februaru 1949.
Disinilah awal dari sejarah kelam gerakan Ikhwanul Muslimin, ketika raja Faruq merasa
khawatir mulai ditinggalkan dan dikhianati oleh para sekutu Arabnya, dan sehingga ia merasa
sangat takut dengan kembalinya para mujahidin Ikhwanul Muslimin dari Palestina. Pemerintah
mulai bergerak untuk melakukan penawaran-penawaran sampai akhirnya pada peristiwa
pembunuhan Hasan Al-Banna di depan kantor Pusat Pemuda Ikhwanul Muslimin pada tanggal
12 Februari 1949 / 1368 H. Hasan Al-Banna pun menyerahkan ruhnya untuk kembali keharibaan
Sang Penciptanya dalam keadaan suci InsyaAllah. Setelah menunaikan amanah-amanahNya dan
tetap dalam keadaan teguh mengangkat bendera agamaNya sampai napas terakhir.
B. Pemikiran Politik dan Karya-Karya Hasan Al-Banna
Islam menurut Hasan Al-Banna merupakan agama universal yang leingkupi aspek
kehidupan tak terkecuali bidang politik. Hasan Al-Banna melihat bahwa eksistensi konsep
Negara Islam telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para Khalifah Rasyidin di Madinah
sekitar abad ketujuh Hijriyah. Pemikiran tentang Islam dan politik ini dapat terlihat jelas dari
karakteristik organisasi yang dibangun Ikhwanul Muslimin, Islam tidak dipahami seperti
banyak orang, khususnya pada era kemunduran peradaban dan stagnasi pemikiran, di mana Islam
dipandang sebagai kepercayaan dan ibadah ritual,, tidak ada kaitannya dengan masalah-masalah
masyarakat dan urusan negara, politik, dan ekonomi, aliran kebudayaan dan pemikiran.

Islam sebagai satu sistem yang memiliki keunggulan universalitas zamani (waktu),
makani (geografi), dan insane (kemanusiaan), ini dapat di lihat dari ungkapan Hasan Al-Banna
dalam bukunya yang berjudul Min Wahy Hara. Ia mengemukakan bahwa Islam adalah misi
yang membentang panjang hingga mencakup keabadian zaman, membentang luas hingga

Yusuf Qardhawi. 1999. 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad. Hlm 137

mencakup jajaran ufuk bangsa-bangsa dan membentang dalam hingga meliputi urusan dunia
akhirat.

Pemikiran Hasan Al-Banna mengenai agama dan politik, mencerminkan transisi dari
penekanan pembaharuan Islam sebelumnya bahwa Islam dan politik tak dapat dipisahkan. Hasan
Al-Banna menegaskan bahwa prinsip Islam dapat diterapkan pada keyakinan yang banyak di
anut dalam politik dan lembaga politik. Hasan Al-Banna menulis bahwa Islam memerlukan suatu
pemerintahan yang mencegah anarkis, namun tidak menetapkan bentuk pemerintah tertentu.
Islam hanya meletak tiga prinsip pokok. Pertama, penguasa bertanggung jawab kepada Allah
swt dan rakyat, bahkan dianggap sebagai abdi rakyat. Kedua, bangsa muslim harus bertindak
secara bersatu, karena persaudaraan muslim merupakan prinsip Islam. Ketiga, bangsa muslim
berhak memonitor tindakan penguasa, menasehati penguasa, dan mengupayakan agar kehendak
bangsa di hormati.
Dari ketiga prinsip di atas terlihat Hasan Al-Banna tidak menekankan bagaimana bentuk
pemerintahan Islam. Akan tetapi pemerintahan yang selalu menegakkan amar maruf nahi
mungkar dan selalu memegang akan syariat Islam. Intinya Hasan Al-Banna tidak memisahkan
antara agama dan kehidupan masyarakat atau politik. Adapun pemerintahan Islam yang
dimaksud Hasan Al-Banna adalah pemerintahan yang para pejabatnya adalah orang-orang
Islam yang

melaksanakan

kewajiban-kewajiban

Islam

dan

tidak

terang-terangan

melakukan kemaksiatan serta konstitusinya bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah, yakni
menerapkan syariat Islam. Secara tidak langsung pemikiran ini dilator belakangi akan
pemerintahan Mesir yang bersifat sekuler dan bukan mencerminkan pemerintahan Islam.
Diantara karya-karya Hasan Al-Banna baik berupa tulisan maupun dalam bentuk
kumpulan-kumpulan pesan masih terus selalu di kaji oleh para pengikutnya. Adapun di antara
karya-karya tulis yang ditinggalkan oleh Hasan Al-Banna adalah : Ahaditsul Jumah (Pesan
setiap Jumat), Mudzakkiratud-Dakwah wad-Daiah (Pesan-pesan buat Dakwah dan Dai), dan
Altsurat (Wasiat-wasiat).
Karya-karya yang berupa bentuk kumpulan-kumpulan pesan (majmuatur-Rasail) adalah:
Dawatuna (Menuju Kecerdasan), Nahwa Nur (Kepada Para Pemuda), Risalatut Talim (PesanPesan Pendidikan), Al-Mutamar Al-Khamis (Konferensi Kelima), Nizhamul Hukm (Sistem
Pemerintahan), Al-Ikhwan Tahta Rayatil-Quran (Ikhwan di Bawah Bendera Al-Quran),
9

Yusuf Qardhawi. 1999. 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad. Hlm 138

Dawatuna fi Thaurin Jadid (Misi kita dalam Masa baru), Ila Ayyi Syaiin Nadun Nas (Ke Arah
Mana Kita Menyeru Manusia?), dan An-Nizham Al-Iqtishadi (Sistem Perekonomian).
C. Peran Hasan Al-Banna di Negara Mesir
1. Peranan Dalam Bidang Agama
Hasan Al-Banna berpijak di atas dasar-dasar agama Islam sebagai faktor yang
aktif dan efektif untuk menciptakan perubahan dalam diri seorang individu. Jika yang
dimaksud dengan kerusakan jiwa adalah akhlak yang bobrok, perilaku yang menyimpang
dan dekadensi moral, maka sesungguhnya kunci untuk mengubah tidak lain kecuali
faktor agama. Karena agama sebagaimana yang dikatakan oleh Hasan Al-Banna,
Menghidupkan jiwa dan memberikan pada setiap diri suatu pengontrol atau fitler yang
tidak pernah lalai dan senantiasa mendorong untuk berbuat baik dengan sangat kuat.
10

Hasan Al-Banna juga menekankan kepada para pemuda bahwa faktor yang paling
efektif dalam memperbaiki diri semua bangsa adalah agama, dan mereka juga
memandang bahwa Islam menghimpun segala aspek positif perubahan dan menjauhi
segala aspek negatifnya. Dapat dikatakan disini bahwa akidah Ikhwanul Muslimin yang
dirancang oleh Hasan Al-Banna disimpulkan dalam tujuh pasal. Langkah pertama yaitu
perbaikan diri yang berorientasikan pada kegiatan praktis di mana mereka para Ikhwan
akan berusaha mengembalikan vitalitas Islam dalam kerangka umum bagi proses
perubahan yang dimulai dari perbaikan Individu.

11

Sangat jelas pada garis besarnya

bahwa metode ini memberikan ruang bagi ikhwan untuk menentang arus pemikiran dan
politik kebarat-baratan yang berusaha untuk menjadikan Islam bergerak dalam lingkup
pribadi saja dan berusaha pula melepaskannya dari segala peran sosial dan politik.
Bahkan salah satu pasal menyatakan dengan terang-terangan pentingnya menentang arusarus tersebut, dan memboikot setiap propagandanya dengan segala cara, seperti tertulis
pada pasal keempat, Dan saya berjanji untuk menyebarkan dan mengembangkan ajaran ajaran Islam kepada setiap individu di keluargaku, dan saya tidak akan memasukkan
anak-anakku ke sekolah yang tidak menjaga akidah dan akhlak mereka, dan saya akan

10
11

Fathi Yakan. 2002. Revolusi Hasan Al-Banna. Jakarta : Harakah. Hlm 30


Fathi Yakan. 2002. Revolusi Hasan Al-Banna. Jakarta : Harakah. Hlm 32

memboikot setiap surat kabar, berita, buku, badan, klub, instansi yang bertentangan
dengan ajaran-ajaran Islam.
Keterangan diatas sangat jelas bagaimana Hasan Al-Banna membangun Ikhwanul
Muslimin dengan menekankan kepada penegakan Amar Maruf Nahi Mungkar. Dengan
cara membina para Ikhwan dengan menancapkan akidah Islam yang kuat dengan harapan
untuk menegakkan syariat Islam.
2. Peranan Dalam Bidang Ekonomi dan Sosial
Gerakan pembaharuan Hasan Al-Banna dalam organisasi Ikhwanul Muslimin
merepresentasikan sebuah gerakan yang berusaha menyadarkan bahwa riba itu haram.

12

Visi ekonomi Islam Hasan Al-Banna mengandung unsur nasionalisme ekonomi. Menurut
Hasan Al-Banna bahwa Mesir perlu memutuskan hubungan dengan blok sterling Inggris
dan mengeluarkan mata uangnya sendiri pada berstandar emas. Manajemen mata uang
yang baik, akan mengendalikan inflasi Mesir yang tinggi, dan akan menciptakan kondisi
yang lebih menguntungkan kesimbangan perdagangan luar negeri Mesir. Segi lain
nasionalisme ekonomi yang dikemukakan Hasan Al-Banna adalah melakukan Mesiriasi
atas perusahaan swasta di bidang real estate, transportasi, dan keperluan umum. untuk
mewujudkan visi ekonomi Islam ini, Hasan Al-Banna bersama dengan organisasi
Ikhwannya mendirikan perusahaan pemintalan dari tenun, perusahaan perdagangan dan
rekayasa, dan pers Islam.
Perekonomian suatu bangsa akan menjadi sulit jika sistem ekonomi masyarakat
merupakan sistem yang asing bagi masyarakat, jati diri dan budayanya. Oleh karena itu,
Hasan Al-Banna berpendapat bahwa ekonomi ini harus ada sebuah program yang
berprinsip pada Islam dan nilai-nilainya. Pemikiran si atas secara tidak langsung
merupakan ketidakpercayaan Hasan Al-Banna terhadap sistem ekonomi Barat yang di
kembangkan pemerintah Mesir saat itu. Hasan Al-Banna menganggap sistem yang di
bangun di masyarakat adalah penyebab kemunduran ekonomi masyarakat Mesir dan
merusak kehidupan masyarakat muslim Mesir dengan budaya-budaya baratnya.
Ekonomi dan sosial merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara satu
dengan yang lainnya. Karena dengan masyarakat yang sejahtera dalam bidan ekonomi
suatu negara maka secara otomatis akan melahirkan manusia yang berjiwa sosial [ula.
12

Yusuf Qardhawi. 1999. 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad. Hlm 144

Untuk itu pembenahan ekonomi dan sosial masuk ke dalam cita-cita pembaharuan Hasan
Al-Banna. Untuk itu Hasan Al-Banna mengadopsi salah satu rukun Islam yaitu zakat. Ia
mengatakan bahwa karena zakat diwajibkan dalam agama Islam untuk pembelajanjaan
sosiall (menolong orang-orang yang membutuhkan), maka harus diterapkan pajak-pajak
sosial secara bertahap dengan memperhitungkan kekayaan bukan keuntungan.
Pengelolaan zakat adalah salah satu tugas penguasa. Ia harus bekerja untuk
mengumpulkan, mendata, dan membagikannya kepada para orang yang berhak atau
orang yang membutuhkan yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Hasan Al-Banna selalu
menekankan bahwa pentingnya penerapan sistem seraya mengatakan : Menurut
saya, tidak ada baiknya sama sekali apabila kita memilih salah satu dari sistem-sistem
Barat (Kapitalisme dan Sosialisme). Setiap sistem tersebut mempunyai kelemahan di
samping terlihat memiliki kebaikan. Sistem-sistem tersebut lahir bukan di negeri kita dan
untuk diterapkan dalam situasi yang tidak sama dengan sistem kita serta untuk
masyarakat yang tidak seperti masyarakat kita. Apalagi kita sendiri sudah memiliki
sebuah sistem paripurna yang akan mengantarkan kita menuju perbaikan yang
komprehensif di bawah bimbingan Islam yang Hanif. Kita juga memiliki kaidah-kaidah
integral dan fundamental yang ditetapkan oleh Islam dalam bidang ekonomi, yang
apabila kita memahami dan menerapkannya dengan benar, maka kita akan mampu
menyelesaikan semua problem ekonomi. Dengan demikian berarti kita telah
mendapatkan sisi-sisi kebaikan dari berbagai sistem buatan manusia dan menjauhkan
diri dari semua sisi keburukannya. Kita bisa melihat bagaimana tingkat kesejahteraan
hidup akan terangkat, kecemburuan sosial antar berbagai strata sosial akan hilang, serta
kita bisa menemukan jalan terdekat
13

menuju kemakmuran hidup.

Pemikiran Hasan Al-Banna diatas merupakan sebuah pendangan yang


fundamental tentang Islam, keyakinan mengenai sifat ajaran Islam yang universal telah
mengalirkan konsep ijtihad yang tinggi mengenai aspek perekonomian dalam Islam.
3. Peranan Dalam Bidang Politik
Pemikiran di bidang politik merupakan instrument utama yang dikembangkan
Hasan Al-Banna. Konstelasi bidang agama, ekonomi, dan sosial mengkerucut pada

13

Abdul Hamid Al-Ghazali. 2001. Pilar-Pilar Kebangkitan Umat : Telaah Ilmiah Terhadap Konsep Pembaharuan
Hasan Al-Banna. Jakarta Timur : Al Itishom Cahaya Umat. Hlm 198

pergerakan politik yang cenderung bersifat revolusioner. Hal ini adalah bagian dari
karakteristik gerakan pembaharuan di hampir sebagian besar negara-negara dunia ketiga
termasuk Mesir. Proses pergulatan intelektual Muslim ini adalah bentuk pencarian
identitas kenegaraan pasca kolonial Inggris di Semenanjung Utara Benua Afrika.
Kesadaran sebagai individu yang terikat oleh persaudaraan karena persamaan
akidah (brotherhood relationship) adalah landasan filosofi bidang politik yang dicetuskan
Hasan Al-Banna.

14

Gerakan politik Hasan Al-Banna yang dinahkodai dalam institusi

Ikhwanul Muslimin, tercetus oleh dua tujuan utama : Pertama, menentang hegemoni
Barat (Westernisasi) yang telah mempengaruhi keyakinan, nilai-nilai keislaman, bahkan
telah meracuni para pemuda Islam untuk mengikuti paradigm Barat, sehingga membuat
Islam jauh tertinggal dari peradaban Barat. Perlawanan hegemoni yang dijalankan Hasan
Al-Banna adalah perlawanan ideologis. Kedua, gerakan politik Hasan Al-Banna dalam
bendera Ikhwanul Muslimin adalah upaya awal menentang kolonialisme Inggris yang
telah bercokol sejak abad 18. Tentunya, tipologi gerakan Ikhwanul Muslimin bersifat
revolusioner-agitatif, dan konfrontatif.

15

Gerakan Ikhwanul Muslimin menjadi corong utama perjuangan Hasan Al-Banna


dalam gerakan politik Mesir kontemporer. Bahkan sebagai mursyid al-aam, Hasan AlBanna menuangkan gagasan-gagasan segar yang mengarahkan para anggota IM berjuang
memperebutkan kekuasaan politik integralistik. Ia menamakan kesadaran adanya
kesatuan agama dan politik sebagai politik Islam internal. Hasan Al-Banna memberikan
pernyataan, yaitu : Ajaran Al-Quran tidak pernah lepas dari kendali kekuasaan, politik
pemerintahan merupakan bagian dari agama, dan di antara kewajiban orang Muslim
adalah harus memiliki kepekaan dalam memberikan solusi kepada pemerintah dalam
permasalahan politik sebagaimana memberi jalan keluar dalam permasalahan ruhiah.
Gerakan politik internal Hasan Al-Banna sesungguhnya merepresentasikan
bentuk kesadaran sejati tentang ajaran Islam yang bersifat menyeluruh (kaffah). Dalam
hal ini Hasan Al-Banna menolak segala bentuk sekularisme absolut yang berusaha
memisahkan ajaran Islam dalam konstelasi politik.
14

Landasan persaudaraan bahkan menjadi nama organisasi yang disebut dengan Ikhwanul Muslimin yang didirikan
secara resmi pada tahun 1941. Fatih Yakan. 2002. Revolusi Hasan Al-Banna: Gerakan Ikhwanul Muslimin. Jakarta :
Harakah. Hlm 15
15
Fatih Yakan. 2002. Revolusi Hasan Al-Banna: Gerakan Ikhwanul Muslimin. Jakarta : Harakah. Hlm
49

Hasan Al-Banna memberikan ilustrasi tentang totalitas ajaran Islam. Bagi Hasan
Al-Banna, model-model perundang-undangan perdata dan pidana dengan pelbagai
cabangnya telah diungkapkan oleh Islam. Islam pada semua posisi telah meletakkan diri
pada suatu posisi yang menjadikannya sebagai sumber yang pertama dan rujukan yang
paling suci. Tatkala melakukan itu, Islam telah menggariskan ushul

16

yang integral,

17

kaidah-kaidah yang umum dan maqhasid , yang melingkupi semuanya. Islam


mewajibkan manusia untuk merealisasikannya dan membiarkan mereka untuk
melaksanakan rincian sesuai dengan situasi dan kondisi mereka, serta berijtihad dengan
apa yang lebih memungkinkan untuk mendatangkan maslahat bagi umat.
Kerangka teoretis Hasan Al-Banna tentang politik Islam dibuktikan dengan
keberadaan kitab-kitab fikih klasik yang memuat secara mendalam tentang hukum
imarah (kepemimpinan), syahadah (kesaksian), daawaa (hukum tuduhan), al-baiu
(hukum jual beli), muammalah (hubungan personal dan sosial), hudud (eksekusi
hukuman), dan tazir (pengasingan). Ini semua merupakan serangkaian hukum yang
bersifat amaliah (operasional) dan ruhiah (spiritual).
Hasan Al-Banna juga mencetuskan politik Islam yang bersifat eksternal. Baginya,
politik eksternal bermakna menjaga kebebasan dan kemerdekaan umat, menanamkan rasa
percaya diri, kewibawaan, dan meniti jalan menuju sasaran-sasaran yang mulia, yang
dengan itu umat akan memiliki harga diri dan kedudukan yang tinggi di kalangan bangsabangsa lain, membebaskannya dari imperialism dan campur tangan bangsa lain dalam
urusannya, dengan menetapkan pola interaksi bilateral dan multilateral yang menjamin
hak-haknya, serta mengarahkan semua negara menuju perdamaian internasional. Koridor
hukum yang berlaku dalam membalut perdamaian dunia disebut Hukum Internasional.
Kesadaran akan totalitas Hasan Al-Banna tentang makna ajaran Islam yang
mengantarkan pada konsep politik internal dan eksternal telah berimplikasi pada
pandangan politik yang sangat eksentrik, yaitu pandangan bahwa partai politik tidak

16

Dalam kajian ushul fikih dikenal dengan istilah ushul yang secara harafiah berarti asal, sumber, pokok, berakar,
asas, fondasi dasar. (Kamus Al-Munawwir, terbitan PonPes Krapyak Yogyakarta, Hlm 30). Berarti ushul adalah
pokok ajaran Islam yang memiliki cabang-cabang Syari dalam kehidupan kongkrit.
17
Maqhasid adalah bentuk plural dari al-qhasdu yang diambil dari kata qashada yang bermakna maksud, tujuan,
mengikuti, kehendak, memaksa, dan menyusun (Kamus Al-Munawwir. Hlm 1208)

dibutuhkan dalam konstelasi politik modern pada level negara.

18

Hasan Al-Banna

mempriorotaskan persatuan atas dasar keimanan kepada Allah semata, bukan berdasarkan
segmentasi kepartaian. Keberadaan partai membuat Islam terfragmentasi ke dalam
perpecahan, konflik berkepanjangan, permusuhan, bahkan saling membunuh antar umat
Islam. Padahal itu semua dilarang keras oleh ajaran Islam yang hakiki.
Atas dasar inilah Hasan Al-Banna membentuk lembaga yang bersifat universal,
komprehensif, dan inklusif yang melewati batas-batas ideologis dan geografis dalam
19

wadah Ikhwanul Muslimin . Meskipun bersifat kosmopolit bukan berarti Hasan AlBanna menegasikan nasionalisme dan patriotism Mesir. Dalam hal ini Hasan Al-Banna
menyatakan : Adalah kesalahan besar bagi mereka yang menyangka bahwa Ikhwanul
Muslimin apatis terhadap masalah tanah air dan nasionalisme. Kaum muslimin adalah
orang-orang yang paling ikhlas berkorban bagi tanah air mereka, mau berkhidmat
kepadanya, dan menghormati siapa saja yang mau berjuang dengan ikhlas dalam
membelanya.

20

Nasionalisme Hasan Al-Banna berbeda dengan nasionalisme yang diperjuangkan


oleh tokoh-tokoh pembaharuan Islam lainnya, seperti Ali Jinnah khusus wilayah
Pakistan, Mustofa Kemal Attaturk untuk wilayah Turki, Muhammad Ibn Abdul Wahab
khusus wilayah Saudi Arabia, Soekarno untuk Indonesia, dan masih banyak tokoh
lainnya. Namun, Hasan Al-Banna dengan jelas menyatakan bahwa nasionalisme
Ikhwanul Muslimin adalah berdasarkan persamaan akidah bukan territorial wilayah
negara,

sehingga

melampaui dimensi

21

nation-state.

Boleh

dikatakan

bentuk

nasionalisme bukanlah nasionalisme yang dipahami oleh sebagian besar pemikiran


politik Barat ataupun Islam, melainkan sebuah spiritisme religiusitas dalam sebuah
18

Pandangan Hasan Al-Banna sangat berseberangan dengan mayoritas ilmuwan Barat ataupun Islam di negaranegara lain yang menganut paham demokrasi, dan juga komunisme. Mayoritas politikus menganggap partai politik
adalah representasi suara rakyat yang akan menyederhanakan pola-pola relasi kekuasaan. Partai politik adalah suatu
keniscayaan dari demokrasi itu sendiri. Partai juga yang akan menjalankan kontrol kekuasaan atas penyalahgunaan
kekuasaan. (Karl Mannheim. 1951. Freedom, Power, and Democratic Planning. London. Routledge and Keegan
Paul Ltd., Hlm 108)
19
Ikhwanul Muslimin secara etimologis berarti persaudaraan orang-orang Islam. Lembaga ini adalah akumulasi
kesadaran politik Hasan Al-Banna yang bersifat cosmopolitan, anti partai politik, dan lebih mengutamakan
persaudaraan sebagaimana yang selalu diungkapkan Hasan Al-Banna dalam Al-Quran Ali Imran ayat 103: dan
berpegang teguhlah kalian semuanya dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai
20
Abdul Hamid Al-Ghazali. 2001. Pilar-Pilar Kebangkitan Umat : Telaah Ilmiah Terhadap Konsep Pembaharuan
Hasan Al-Banna. Jakarta Timur : Al Itishom Cahaya Umat. Hlm
157
21
Abdul Hamid Al-Ghazali. 2001. Pilar-Pilar Kebangkitan Umat : Telaah Ilmiah Terhadap Konsep Pembaharuan
Hasan Al-Banna. Jakarta Timur : Al Itishom Cahaya Umat. Hlm
158

pemahaman keagamaan yang mengidealiskan negara yang berasakan Piagam Madinah


sebagai bentuk ideal konstitusi negara modern. Spritisme religiusitas tersebut melampaui
dimensi territorial dan kesukuan (ashabiyah), tetapi berlandaskan kesamaan akidah.
Inilah makna internasionalisme religiusitas yang dikembangkan Hasan Al-Banna (PanIslamisme).
Pandangan Hasan Al-Banna tentang nasionalisme juga berbeda dengan para
pemikir Mesir kontemporer seperti Ahmad Luthfi Sayyid (1872-1963) dan Thaha Husein
(1889-1973).

22

Keunikan konsep nasionalisme yang diimplementasikan dalam wadah

gerakan Ikhwanul Muslimin dapat disebutkan dalam karakteristik sebagai berikut:


a. Rasa bangga terhadap loyalitas kebangsaan dan kesejahteraan serta sikap keteladanan
generasi baru kepada generasi pendahulu.
b. Prioritas antusiasme kebangsaan dan hak untuk menerima kebaikan dan kebajikan.
c. Memerangi kebanggaan terhadap ras, suku, dan tradisi jahiliah.
d. Keberpijakan kebangsaan kaum muslimin pada loyalitas mutlak kepada Allah, RasulNya dan orang-orang beriman.

23

Dimensi politik Hasan Al-Banna mencitrakan suatu pergerakan Islam baru (The
New Islamic Movement). Dimensi tersebut berangkat dari kepercayaan yang sepenuhnya
terhadap ajaran Islam yang mampu menawarkan tatanan sosial alternatif yang dibutuhkan
bagi kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Islam. Proses pergerakan politik diawali
pada tahapan reformasi individu, kemudian terintegrasi pada perbaikan pada level
keluarga. Setelah kedua institusi terkecil tersebut diislamisasikan secara total, maka dapat
ditempuh langkah perbaikan di tingkat masyarakat. Dampak reformasi sosial
mendeterminasi kekuatan suatu bangsa untuk terbebas dari kolonialisme dan imperialism.
Bagi Hasan Al-Banna pasca kemerdekaan maka langkah berikutnya adalah reformasi di
bidang pemerintahan untuk menciptakan tata pemerintahan yang berhati Islami dan
berbahasa politik modern yang disebut clean government. Cita-cita Hasan Al-Banna
mulai mengekspansi ke dunia luar dengan sebuah tujuan mengembalikan keberadaan
22

Mereka berdua berpandangan bahwa nasionalisme Mesir didasarkan pada pengklaiman tiada tanah air kecuali
Mesir. Asas kebangsaan Mesir didasarkan pada fakta historis dan imperialisme Inggris.
23
Abdul Hamid Al-Ghazali. 2001. Pilar-Pilar Kebangkitan Umat : Telaah Ilmiah Terhadap Konsep Pembaharuan
Hasan Al-Banna. Jakarta Timur : Al Itishom Cahaya Umat. Hlm 161

dunia Islam ke panggung dunia internasional. Model Khilafah Islamiyah barangkali


menjadi grand design bagi keterwujudan aspek ini. Pada akhirnya kaum muslimin
menjadi pihak yang menentukan dalam percaturan dunia internasional.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Awal kehidupan Hasan Al-Banna dibangun atas pemahaman Islam yang mendalam yang
membuatnya berpandangan Islam adalah agama syamil (universal), kamil (sempurna), dan
muatakamil (integral), Islam adalah sistem yang menyeluruh, yang menyentuh seluruh segi
kehidupan. Hasan Al-Banna selalu bergaul dan banyak bertanya pada para ulama seputar hakikat
pandangan Islam terhadap persoalan-persoalan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat.
Bersamaan dengan itu watak kepemimpinannya juga mulai kelihatan melalui organisasiorganisasi yang diikutinya disekolah. Rasa kepedulian, sosial yang tinggi dan rasa cinta tanah air
juga dimilikinya.
Runtuhnya kekhilafahan Islamiyah tahun 1924 dan kehidupan politik masyarakat Mesir
yang terjadi pada masa remaja Hasan Al-Banna merupakan faktor yang

melatarbelakangi

pemikiran politik Hasan Al-Banna, sehingga ia beserta enam temannya berinisiatif untuk
mendirikan organisasi Ikhwanul Muslimin yang berjuang mengembalikan kekhilafahan Islam
serta berusaha mengembalikan kondisi perpolitikan Mesir dalam kondisi yang kondusif.
Hasan Al-Banna adalah pemikir terbesar organisasi Ikhwanul Muslimin maka, pemikiran
atau gagasan-gagasannyapun banyak mempengaruhi organisasi tersebut baik skala internal
Ikhwan maupun kebijakan-kebijakan Ikhwan yang terkait dengan kondisi dalam negeri maupun
luar negeri Mesir pada masa itu. Kebijakan-kebijakan yang ditetapkan Hasan Al-Banna
didasarkan pada ajaran-ajaran Islam.
Mesir menjadi titik sentral persebaran Ikhwanul Muslimin karena di negara tersebut
Ikhwan dilahirkan, kemudian Ikhwan tersebar diberbagai tempat dan dalam banyak bentuk. Hal
ini sesuai dengan konsep tarbiyah Ikhwan yang tidak membatasi cara tarbiyah itu berlangsung.
Diawal persebarannya mahasiswa dari berbagai penjuru dunia yang belajar di Mesir, terutama di
Al-Azar dan Darul Ulum menjadi prioritas utama proses kaderisasi yang dijalankan oleh Ikhwan
sehingga ketika para mahasiswa itu lulus dan kemudian kembali kenegara masing-masing
mereka membawa pengaruh Ikhwan ke Negara asal mereka. Lalu para mahasiswa tersebut
melakukan kaderisasi lanjutan di negara mereka.

Pengaruh organisasi Ikhwanul Muslimin mulai meluas, rakyat Mesir mulai percaya dan
mendukung tindakan-tindakan yang diambil organisasi tersebut. Hal itu mengakibatkan
kekhawatiran semua kekuatan yang ada di Mesir saat itu, terutama kolonialis Inggris dan pihakpihak yang berada dibawah pengaruhnya terhadap eksistensi Ikhwan. Hal tersebut yang
mendorong Inggris dan sekutunya berusaha membunuh Hasan Al-Banna dengan harapan dengan
terbunuhnya Hasan Al-Banna yang saat itu menjabat sebagai Mursyid Am organisasi Ikhwan
akan bubar dengan sendirinya. Kaki tangan kolonialisme Inggris pada tanggal 12 Februari 1949
berhasil membunuh Hasan Al-Banna namun dengan terbunuhnya Hasan Al-Banna tidak
menyebabkan oragnisasi Ikhwan bubar bahkan semangat juangnya dalam memerangi
kolonialisme semakin bertambah dan organisasi Ikhwanpun semakin meluas sampai kepenjuru
dunia.
B. Saran
Setiap Muslim hendaknya tidak hanya memperhatikan masalah ibadah saja namun
seorang muslim sebaiknya juga memperhatikan masalah-masalah yang lain seperti pendidikan,
perekonomian, sosial, kebudayaan, politik dan kenegaraan, sehingga seorang muslim akan
memiliki aqidah, pendidikan, pengaruh sosial (baik di lingkungan sekitar maupun kenegaraan
dan mancanegara) dan fisik yang kuat.
Pemuda adalah generasi penerus bangsa ia menjadi penentu masa depan bangsa maka
hendaknya setiap pemuda, khususnya pemuda Islam perlu memiliki bekal pendidikan untuk
senantiasa komitmen terhadap nilai-nilai Islam dan bersemangat untuk mencapai cita-citanya.
Pendidikan yang berkesinambungan dengan norma-norma dan tujuan yang jelas, akan
mempersiapkan pemuda Islam dalam berbagai aspek kehidupan termasuk kesiapan rukhiyah
(jiwa), fikriyah ( pemikiran) dan jasadiyah (fisik). Manakala aspek tersebut berjalan seimbang
maka akan tercipta kehidupan yang aman dan sejahtera.
Pendidik sebaiknya dalam proses belajar mengajar tidak hanya memfokuskan
perhatiannya pada aspek intelektual saja namun juga pada aspek yang lainnya seperti aspek
moral, sosial dan pemikiran atau rasional karena sesungguhnya keberhasilan proses terbiyah atau
pendidikan tidak dapat dilepaskan dari seluruh aspek tersebut.

iii
iiii
DAFTAR PUSTAKA
A. Referensi Buku
Abdul Hamid Al-Ghazali. 2001. Pilar-Pilar Kebangkitan Umat: Telaah Ilmiah Terhadap
Konsep Pembaharuan Hasan Al-Banna. Jakarta Timur: Al Itishom Cahaya Umat.
Ali Abdul Halim Mahmud. 1997.

Ikhwanul Muslimin: Konsep Gerakan Terpadu.

Jakarta: Gema Insani Press.


David L. Sills. 1972. International Encyclopedia of the Social Science V, 13, NewyorkLondon: MacMillan Company.
Fatih Yakan. 2002. Revolusi Hasan Al-Banna: Gerakan Ikhwanul Muslimin. Jakarta:
Harakah.
Ira M. Lapidus. 2000. Sejarah Sosial Ummat Islam, terj. Ghufron A. Masadi. Jakarta: PT
Raja Grafindo.
Maswandi Rauf. 2001. Konsesus dan Konflik Politik: Sebuah Penjajagan Teoritis.
Jakarta: Derektorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Muhammad Sayyid Al-Wakil. 2001. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H.
Terjemahan: Fachrudin. Bandung: PT Grafika.
Munawir Sjadzali. 1993. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran.
Jakarta: UI Press.
OC. Hendropuspito. 1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Kanisius
Soerjana Soekanto. 1982. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta: CV
Rajawali.
Utsman Abdul Muiz Ruslan. 2000. Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin. Solo: Era
Intermedia.
W.J.S, Poerwardarminta. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Yusuf Qardhawi. 1999. 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah,
dan Jihad. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.
B. Referensi Website
Mesir Resmi Dijajah

Inggris

http://indonesian.irib.ir/iran/item/89594-mesir-

resmi- dijajah-inggris diakses pada 2 November 2016

iv
iv
Muhammad Mahdi Kahfi, Iamam Syahid Hasan Al-Banna. Pionir Kebangkitan
Peradaban Islam. http://WWW.al-Ikhwan.net., diakses pada 2 November 2016
Muhammad Mahdi Kahfi, Syahid Hasan Al-Banna, http://taghrib.ir/melayu., diakses
pada2 November 2016

Anda mungkin juga menyukai