Anda di halaman 1dari 18

PERKEMBANGAN

ISLAM DI MESIR OLEH:


PUTRIYANI S
NIM. 80100321017
Berada di wilayah Afrika Utara.
Mesir terletak di sudut timur laut
Benua Afrika. Mesir berbatasan
dengan Libya di sebelah barat,
Sudan di selatan, Laut Tengah di
sebelah utara, dan Laut Merah di
sebelah timur . Mesir terbagi
menjadi dua bagian yaitu bagian
atas terdiri dari lembah Sungai Nil
dan bagian bawah terdiri dari delta
Sungai Nil.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana kedatangan Islam di Mesir?
2. Bagaimana perkembangan Islam di Mesir pada abad ke-19?
3. Bagaimana perkembangan Islam di Mesir pada abad ke-20?
A. KEDATANGAN ISLAM DI MESIR
Sebagai wilayah penghubung antara Timur dan Barat, maka Afrika Utara (Libia, Tunisia, Aljazair dan Maroko)
memainkan peran penting bagi perkembangan peradaban bangsa-bangsa di dunia, terutama peradaban Islam. Salah satu
kawasan Afrika Utara yaitu Mesir yang menjadi salah satu daerah yang sangat penting bagi penyebaran agama Islam di
daratan Eropa. Perkembangan Islam di Afrika Utara ini telah dimulai sejak khalifah Umar bin Khattab (634-644M), yang
mengutus Amru bin Ash untuk menguasai Mesir dengan jumlah pasukan 4000 orang, dan sepanjang perjalanan menuju
Mesir pasukan Amru bin Ash bertambah menjadi 20. 000 orang. Setelah menguasai Mesir dan mendapatkan izin khalifah
Umar bin Khattab, Amru bin Ash beserta pasukannya meneruskan ekspedisi ke wilayah Afrika Utara, setelah wilayah
Maghribi dibawah kendali Islam. Maka lengkaplah kawasan Islam terbentang dari Maghribidi Barat sampai India di
sebelah Timur.
Sikap loyalitas terhadap Ali bin abi Thalib, menjadi isu utama bagi kaum syiah yang akhirnya menjadi gerakan politik
sehingga mengarah dalam bentuk perlawanan kepada Bani Umaiyah dan Bani Abbasiyah. Meskipun Bani Abbasiyah
dikenal berkuasa dalam waktu yang lama, tetapi masa keemasannya hanya berlangsung singkat, dan puncak
kemerosotannya dimulai dengan keluarnya komunitas2 atau khilafah2 kecil yg melepaskan diri dari kekhalifahan Bani
Abbasiyah.
Salah satu khalifah kecil yang melepaskan diri yaitu Fatimiyah yg merupakan penganut syiah Ismailiyah, yaitu salah
satu sekte syiah yang lahir akibat pertentangan pengganti dari Imam Ja’far al-Shadiq. Jadi, keberadaan sekte ini tidak
tetap belum “memproklamirkan diri” sebagai suatu Dinasti. Hingga Abdullah ibn Maimun yang memberi bentuk
terhadap sistem agama dan politik komunitas ini. Komunitas ini kemudian hijrah ke Syiria dan membuat suatu kekuatan
propaganda untuk menyebarkan aliran mereka pada masyarakat Afrika dan Mesir dengan dipimpin seorang tokoh yaitu
Said ibn Husein yang memproklamirkan diri sebagai khalifah Dinasti Fatimiyah dengan julukan Ubaidillah al-Mahdi.
Kelompok ini menanamkan pengaruhnya pada suku Barbar yang kecewa pada dinasti Aghlabiyah yang berpusat di
Raqqadah, Tunisia. Dari sinilah Dinasti Fatimiyah terus melakukan penaklukann hingga berhasil menaklukkan Dinasti
Iksidiyah yang dipercaya oleh penguasa Abbasiyah untuk menjalankan pemerintahan di Mesir. Dinasti ini mengalami
kemerosotan karena konflik internal yang kemudian diakhiri oleh Salahuddin Al-Ayyubi yang mengubah paham
keagamaan menjadi sunni. Sehingga kekuasaan beralih pada Dinasti Ayyubi. Setelah dinasti Ayyubi jatuh akibat
Sebelum kita memasuki bagaimana perkembangan islam di mesir pada abad ke-19. mungkin sebaiknya kita perlu
mengetahui dulu bagaimana sistem pendidikan di mesir sebelum abad ke-19, karena bagaimanapun, pendidikan akan
berpengaruh pada pola keberagamaan suatu negara, karena penanaman nilai-nilai agama selain dilakukan dalam
lingkungan keluarga, juga diberikan pada di lembaga pendidikan formal.
Sebelum abad 19 para pemimpin dan pemuka agama di Mesir selalu mengontrol sistem pendidikan tradisi yang ada.
Pada saat itu Negara mengatur pendidikan dengan mementingkan tema-tema teologi dengan mengadakan seminar-
seminar di Gereja ataupun di Masjid. Namun sisi lain di desa-desa terselenggara lembaga pendidikan untuk anak-anak
dengan menitik beratkan pada membaca dan menulis Arab, belajar aritmatika dan menghafal ayat demi ayat dari firman
Tuhan di Kitab Injil ataupun firman Allah yang ada dalam al-Qur’an.
Pendidikan islam formal dilakukan di masjid, Kuttab, dan madrasah. Masjid digunakan sebagai lembaga pendidikan
sejak kedatangan Amr bin Ash. Karena sedangkan Kuttab dibentuk karena semakin banyaknya anak-anak yang belajar
dan menghapal Al Qur’an. Sedangkan madrasah dibentuk erat kaitannya dengan pertarungan pemikiran untuk
menghapus mahdzab Syiah. Yang pada awalnya sering dilakukan di masjid-masjid tetapi para ulama melihat tidak layak
untuk melakukan perdebatan sengit di dalam masjid. Sehingga didirikanlah madrasah-madrasah itu.
B. PERKEMBANGAN ISLAM DI MESIR PADA ABAD KE-19

Perkembangan Islam di Mesir pada abad ke-19 diawali dari ekspedisi Napoleon Bonaparte ke Mesir yang menjadi awal
mula terjadinya kontak antara Islam dan Barat sementara pada masa itu Islam mengalami masa kemunduran. Masa
pendudukan Napoleon di Mesir memberikan pengaruh yaitu benih-benih pemikiran dan peradaban Barat tertanam dan
menyebar di bumi Mesir. Kemudian setelah itu, timbul pergumulan pemikiran dan proses tarik menarik antara pandangan
hidup Barat dan Timur. Pada akhirnya, pemikiran dan peradaban Barat memberikan pengaruh pada perkembangan Mesir masa
selanjutnya. Pengaruh itu sudah mulai terlihat pada masa Muhammad Ali Pasya, yang dipandang sebagai pendiri Mesir
modern.
Revolusi Perancis selesai, Perancis mulai menjadi negara besar yang mendapat saingan dan tantangan dari Inggris. Pada waktu
itu kepentingan Inggris di India meningkat dan untuk memutuskan komunikasi antara Inggris dan India di Timur Napoleon
melihat perlunya meletakkan Mesir di bawah kekuasaan Perancis. Hal ini karena Perancis memerlukan pasaran baru untuk
hasil industriannya. Dengan dalih menghukum penguasa-penguasa Mamluk yang sudah berlaku sewenang-wenang, Napoleon
Bonaparte mendarat di Alexandria pada tanggal 2 Juni 1789 dan keesokan harinya kota pelabuhan ini jatuh. Sembilan hari
kemudian kota Rasyid, sebelah timur Alexandria, jatuh pula. Pada tanggal 21 Juli tentara Napoleon sampai dibawah piramid di
dekat Cairo. Pertempuran terjadi di daerah itu dan kaum mamluk lari ke Cairo, tetapi mereka tidak mendapat simpati dan
sokongan rakyat sehingga terpaksa lari ke daerah Mesir sebelah selatan. Pada tanggal 22 Juli Napoleon telah dapat menguasai
Mesir.
Satu, sistem pemerintahan republik yang didalamnya kepala negara dipilih untuk waktu tertentu, tunduk kepada
undang-undang dasar dan bisa dijatuhkan oleh parlemen. Sistem ini sangat berbeda dengan sistem pemerintahan raja-
raja absolute islamyang tetap menjadi raja selama masih hidup dan kemudian digantikan oleh anaknya serta tidak
tunduk pada konstitusi.
Dua, ide persamaan (egalite) artinya persamaan kedudukan dan turut sertanya rakyat dalam pemerintahan. Napoleon
mendirikan suatu badan yang terdiri dari ulama-ulama al-Azhar dan pemukapemuka dunia dagang dari Chairo dan
daerah-daerah sekitarnya. Tugas badan ini adalah membuat undang-undang, memelihara ketertiban umum dan
menjadi perantara antara penguasa Perancis dan rakyat Mesir. Selain itu juga dibentuk Diwan al Ummah yang dalm
waktu tertentu mengadakan sidang untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan nasional. Setiap
daerah mengirimkan tiga ulama, tiga dari golongan pedagang dan satu dari masing-masing golongan petani, kepala
desa dan kepala suku bangsa Arab. Sidang pertama pada tanggal 5-20 Oktober 1798 memutuskan perubahan
peraturan pajak yang ditetapkan kerajaan Usmani. Tiga, ide kebangsaan. Dalam maklumat Napoleon dinyatakan
bahwa orang Perancis merupakan satu bangsa (nation) dan bahwa kaum Mamluk adalah orang asing yang datag ke
Mesir dari Caucacus
Tetapi, invasi ini, telah membangkitkan kesadaran umat Islam Mesir untuk melakukan Modernisasi terhadap sistem
pendidikan. Karena ekspansi ini telah melahirkan sebuah lembaga ilmiah yang bernama Institute d’Egypte. Lembaga
ini, mengembangkan empat bidang bahasan ; Ilmu Pasti, Ilmu Alam, Ekonomi-Politik, dan bidang sastra-seni. pola
pembaruan Islam kontemporer di Mesir lebih mengarah pada hal-hal berikut. Pertama, pembaruan sistem berpikir.
Artinya, tata cara berpikir umat Islam harus meninggalkan pola pikir tradisional yang dogmatik. Kedua, upaya
membangun semangat kolegial umat agar memperoleh kesempatan melakukan aktualisasi ajaran, terutama partisipasi
aktif dalam percaturan politik, ekonomi, dan hukum di dunia.
Fondasi pendidikan modern di Mesir diletakkan pada awal abad ke-19 oleh Muhammad Ali Pasha yang menguasai
Mesir secara independen antara 1805-1848.
Perkembangan Islam di Mesir pada abad ke-19 tidak lepas dari pengaruh sepak terjang Muhammad Ali Pasya sebagai
seorang tokoh pembaharuan Mesir. Salah satu yang menjadi perhatian Muhammad Ali Pasya dan berpengaruh pada
perkembangan Islam di Mesir yaitu bidang pendidikan.
Muhammad Ali mengarahkan perhatiannya lebih dulu kearah pendidikan. Terlebih dahulu ia membentuk kementrian
pendidikan, berikutnya ia mendirikan sekolah militer pada tahun 1815, sekolah kedokteran pada tahun 1827, sekolah
apoteker pada tahun 1829, sekolah perkembangan pada tahun 1839, sekolah pertanian pada tahun 1836, dan sekolah
penerjemahan pada tahun 1836. Tidak hanya corak dan model pendidikan barat yang diterapkan oleh muhammad ali di
mesir, ia juga mempercayakan pengawasan sekolah kepada orang barat, bahkan guru-gurunya juga didatangkan dari
barat (Eropa). Selain mendatangkan tenaga ahli dari Eropa,Muhammad Ali juga mengirim siswa-siswa untuk belajar ke
italia, Pracis, Inggris dan Austria. Menurut statistik, antara tahun 1823 dan 1844, sekitar 311 pelajar dikirim ke Eropa.
Sejak awal abad 19, Mesir mengalami dinamika politik dan selalu didominasi oleh pertentangan antara golongan
nasionalis sekuler dengan golongan Islam tradisional. Pada golongan Islam tradisional, para ulama melihat
modernisasi sebagai penyebaran sistem kepercayaan asing non-Muslim, dan melemahkan peran mereka. Selain itu,
modernisasi dipahami sebagai westernisasi dan sekularisasi, jawaban ulama kontradiktif, karena modernisasi
dianggap sebagai bid'ah yang tidak hanya mengancam status ulama tetapi juga institusi lainnya. Selain itu, sebagai
akibat dari pandangan ini, Ulama melihat bahwa kuttab dan madrasah menjadi tertinggal dan system pengajarannya
masih tradisional.
B. PERKEMBANGAN ISLAM DI MESIR PADA ABAD KE-20
1. Paruh Pertama Abad ke-20
Perkembangan Islam di Mesir pada pertengahan abad ke-20 sangat dipengaruhi oleh para murid dan pengikut
Muhammad ‘Abduh, para murid dan pengikutnya.
Corak pemikiran Muhammad Abduh yang menjadi dasar gerakan pembaharuannya di bidang sosial keagamaan, yaitu:
Menurut Abduh, sebab yang membawa kemunduran umat Islam adalah faham jumud yang terdapat dikalangan umat
Islam. Karena paham jumud inilah umat Islam tidak menghendaki perubahan, umat Islam statis tidak mau menerima
perubahan. Adapun pokok-pokok pikiran Abduh dalam bidang sosial keagamaan adalah: (1) Kemajuan agama Islam itu
tertutup oleh umat Islam itu sendiri, dimana umat Islam beku dalam memahami ajaran Islam, dihafalkan lafaznya tapi
tidak berusaha mengamalkan isinya. (2) Akal mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Ajaran Islam
sesuai dengan pengetahuan modern begitu pula ilmu pengetahuan modern juga sesuai dengan ajaran Islam.
B. PERKEMBANGAN ISLAM DI MESIR PADA ABAD KE-20
2. Paruh Kedua Abad ke-20
a. Nasserisme
Nasserisme mulai berkembang setelah Gamal Abdel Nasser memperoleh kekuasaan penuh di Mesir pada tahun 1954.
Menurut Nasser, setiap negara akan mengalami dua revolusi, yaitu: revolusi sosial dan revolusi politik dengan tujuan
untuk memerdekakan negara dari kediktatoran pemerintah. Doktrin Nasser tidak mengambil posisi sepenuhnya dalam
memisahkan agama dari negara atau mendirikan republik sekuler. Nasser bermaksud untuk memobilisasi semua
sentimen Muslim kecuali yang paling ekstrem untuk revolusinya. Dia mendirikan kontrol negara atas otoritas keagamaan
dan masjid untuk mengintegrasikan mereka ke dalam sistem politik alih-alih mengisolasi mereka. Ketika Nasserisme
mendominasi di Mesir, perbedaan agama dan sekuler ditekan, dan ketegangan antara Muslim dan Kristen mereda di
tahun-tahun berikutnya
b. Fundamentalisme Islam
Fundamentalisme Islam adalah suatu pandangan yang ditegakkan atas kerangka keyakinan Islam secara total melalui
berbagai dimensi apa pun. Fundamencalisme Islam berarti sebuah idiologi keagamaan yang menegaskan bahwa Islam
adalah totalitas kehidupan. Islam harus diformulasi sebagai suatu institusi keagamaan yang mampu menjawab
beragam problema dan tantangan kemanusiaan secara global, baik dalam dimensi sosial-budaya maupun sosial
politik.
c. Kiri Islam
Gagasan “Islam sayap kiri” dikemukakan oleh Hassan Hanafi. Menurut Hanafi, istilah "kiri" dan "kanan" tidak
hanya digunakan untuk masalah politik, tetapi juga berkaitan dengan humaniora dan ilmu sosial dan kehidupan
sehari-hari. Baginya, "Kiri" adalah perjuangan untuk kebebasan dan kritik. "Kiri" dalam Islam menggambarkan
realitas masyarakat Muslim yang terbagi menjadi dua golongan: penguasa dan yang diperintah, dan kaya dan
miskin. Dalam kehidupan nyata, "Kiri Islam" berada di pihak yang dikuasai, tertindas, dan miskin
d. Penerapan Syariat Islam di Mesir
Peneraan syariat Islam di Mesir memiliki sejarah yang panjang, yang berlangsung semenjak Islam masuk ke Mesir.
Hukum syariat Islam yang berlaku di Mesir dipengaruhi oleh kekuasaan atau dinasti yang berkuasa. Pada masa modern,
banyak pelajar Mesir yang dikirim ke luar negeri untuk belajar. Sekembalinya pelajar tersebut ke Mesir, sangat
mempengaruhi perkembangan pemikiran keagamaann di Mesir, di antaranya pemikiran tentang Islam dan negara, yang
terbagi menjadi tiga aliran: yaitu Islam adalah agama dan negara, Islam hanya agama dan tidak mencakup negara, dan
Islam adalah agama yang juga mengajarkan etika bernegara. Ketiga aliran tersebut sangat berpengaruh pada penerapan
syariat Islam di Mesir. Meskipun demikian, dalam undang-undang Mesir saat ini dicantumkan bahwa syariat merupakan
landasan utama dalam undang-undang. dan mayoritas undang-undang di Mesir telah ditetapkan berdasarkan dasar dan
kaidah fikih yang berlaku dan berdasarkan ijtihad ulama fiqh.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai