Anda di halaman 1dari 29

ARUN DIKELOLA OLEH PUSAT INIKAH BENTUK

KEKHUSUSAN
Diajukan untuk memenuhi tugas final mata kuliah Teori Konflik dan Perubahan
Sosial

Oleh kelompok 8:

Ichlasul Amal : 1510103010021

Dicky Rizky Koara : 1510103010010

Desfoel Maulana : 1510103010032

Dosen Pembimbing:

Radhi Darmansyah, M. Sc dan Aryos Nivada, M. A


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2016
KATA PENGANTAR

Sembah sujud kami sebagai penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena anugerah

dan rahmat-Nya lah sehingga paper ini dapat terselesaikan. Dalam penyusunan paper ini,

penulis telah berusaha semaksimal mungkin, yang mana telah memakan waktu dan

pengorbanan yang tak ternilai dari semua pihak yang memberikan bantuannya, yang secara

langsung merupakan suatu dorongan yang positif bagi penulis ketika menghadapi hambatan-

hambatan dalam menghimpun bahan materi untuk menyusun paper ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Radhi

Darmansyah, M. Sc dan Bapak Aryos Nivada, M. A selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan arahan kepada penulis sejak awal pertemuan sampai dengan selesainya

penyusunan paper ini.

Namun penulis menyadari tak ada gading yang tak retak, tak ada sesuatu hal sempurna

melainkan bahwa paper ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penyajian

materinya maupun dari segi bahasanya. Karena itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif

senantiasa penulis harapkan demi untuk melengkapi dan menyempurnakan tulisan kami ini.

Banda Aceh, 1 Juni 2017

PENULIS

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2. Faktor Penyebab Konflik ............................................................................. 3

1.3. Pelaku (Stakeholder) dalam permasalahan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Arun ................................................................................................................ 7

1.4. Rumusan Masalah ......................................................................................... 10

1.5. Tujuan ............................................................................................................ 10

BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................................... 11

2.1. Teori Konflik ................................................................................................ 11

2.2. Teori Perubahan Sosial ................................................................................ 13

2.3. Pemikiran Radhi Darmansyah atau Aryos Nivada Terkain Konflik

.......................................................................................................................... 15

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................... 16

3.1. Keuntungan Dari Pengelolaan KEK arun Oleh Pemerintah Aceh .......... 16

3.2. Kerugian Yang Ditimbulkan Apabila KEK Arun dikelola Pemerintah Pusat

.......................................................................................................................... 18

3.3. Konflik yang Akan Timbul Apabila KEK Arun dikelola Oleh Pusat ..... 19

3.4. Penyelesaian Konflik ..................................................................................... 21

ii
BAB IV PENUTUP ..................................................................................................... 22

4.1. Kesimpulan .................................................................................................... 22

4.2. Saran .............................................................................................................. 23

REFERENSI ................................................................................................................ iii

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Aceh, merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Aceh terletak di paling

ujung utara pulau Sumatera dan merupakan suatu provinsi yang paling barat di Indonesia. Ibu

kota dari provinsi Aceh adalah Banda Aceh. Penduduk dari provinsi ini berjumlah sekitar

4.500.000 jiwa. Dan sangat dekat dengan Kepulauan Andaman dan Nikobar di

wilayah India dan terpisahkan oleh Laut Andaman. Aceh berbatasan langsung dengan Teluk

Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia yang berada di sebelah barat, Selat Malaka yang

berada di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.

Aceh dianggap sebagai tempat mulanya penyebaran agama Islam di Indonesia dan

menjadi peran penting dalam penyebaran agama Islam tersebut di wilayah yang mencakup

kawasan Asia Tenggara. Pada mula abad ke-17, Kesultanan Aceh disebut sebagai negara

terkaya, terkuat, dan termakmur di kawasan Selat Malaka. Sejarahnya, Aceh diwarnai oleh

kebebasan untuk berpolitik serta penolakan keras terhadap kendali pihak asing, termasuk

bekas penjajahan Belanda dan pemerintah Indonesia. Jika apabila dibandingkan dengan

provinsi lainnya, Aceh merupakan wilayah yang sangat konservatif dengan sangat

menjunjung tinggi nilai nilai agama islam. Ini dikarenakan Persentase penduduk Muslimnya

adalah yang paling tertinggi di seluruh wilayah yang ada di Indonesia serta masyarakatnya

hidup sesuai dengan syariah Islam. Berbeda dengan provinsi provinsi lainnya yang ada di

Indonesia, Aceh memiliki otonomi yang telah diatur tersendiri karena alasan sejarahnya. (UU

nomor 11 tahun 2006 tentang tentang pemerintahan Aceh).

1
Untuk urusan sumber daya alam, Aceh menjadi suatu daerah dengan memiliki sumber

daya alam yang sangat melimpah, termasuk minyak bumi serta gas alamnya. Beberapa analis

yang memperkirakan bahwa cadangan gas alam yang ada di Aceh adalah menjadi yang

terbesar di dunia. Selain karna gas dan minyak, Aceh juga terkenal dengan hutannya yang

terhampar di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane di wilayah Aceh

Tenggara hingga sampai Ulu Masen di wilayah Aceh Jaya. Taman Nasional Gunung

Leuser (TNGL) yang didirikan di Aceh Tenggara merupakan salah satunya.

Aceh merupakan salah satu daratan yang paling dekat dengan episentrum gempa bumi

di kawasan Samudra Hindia pada tahun 2004 silam. Setelah gempa serta gelombang tsunami

yang menerjang sebagian besar wilayah pesisir barat provinsi ini, sekitar 170.000 orang

dinyatakan tewas ataupun hilang akibat dari bencana tersebut. Bencana ini juga menjadi salah

satu dorongan terciptanya perjanjian damai terhadap konflik bersaudara antara pemerintah

Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). (Content.time.com diakses tanggal

27 Mei 2017).

Pada mulanya konflik yang terjadi di Aceh adalah disebabkan karena kekuasaan

dimasa orde baru pada saat itu, yang menjadikan banyak kekecewaan dari rakyat Aceh

sendiri terhadap pemerintah pusat . Kekecewaan rakyat Aceh sendirit terlihat jelas ketika

masa pemerintahan orde baru pada saat itu mencabut undang-undang No 18 Tahun 1965 serta

menggantinya dengan Undang-undang yang baru yaitu UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-

pokok Pemerintahan Daerah. UU No. 18 tahun 1965 yang dapat kita ketahui bahwasanya

memberikan Aceh menjadi daerah istimewa dengan otonomi yang luas. Untuk penyelesaian

konflik di Aceh yang dapat dikatakan terlalu bersifat mikiterisasi dengan menetapkan aceh

sebagai daerah Operasi Militer, dimana pada saat itu DOM di wilayah Aceh telah banyak

terjadi pelangggaran HAM yang dilakukan oleh pihak TNI/Polri serta membuat konflik di

wilayag Aceh menjadi lebih besar diakibatkan rakyat Aceh yang menjadi korban DOM

2
tersebut sakit hati dan lebih memilih bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di

bawah pimpinannya serta pencetusnya yaitu Hasan Tiro. (M. Hasan Tiro 1984: 108).

Adapun faktor lain yang menjadi permasalahan terhadap munculnya kekecewaan di

tubuh rakyat Aceh, serta terwujudkan dengan melalui Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Dalam memahami konflik yang terjadi di Aceh, sangat perlu kita pahami bahwasanya konflik

di daerah Aceh adalah konflik yang multidimensional. Faktor penyebabnya seperti ekonomi,

sejarah, dan social secara keseluruhan dapat memberikan kontribusi yang cukup berpengaruh

terhadap kompleksitas konflik di wilayah Aceh. Maka oleh sebab itu, konflik di Aceh harus

dipahami serta jika ingin diteliti melalui pendekatan yang komprehensif berdasarkan dari

berbagai aspek yaitu: histories, ekonomi, dan sosiologi. Pemahaman yang telah kita peroleh

dari pendekatan tersebut, akan dapat memberikan kita sebuah gambaran awal terhadap akar

dari pokok permasalahan yang ada di dalam konflik tersebut, juga sebaiknya dipandang

secara dimensi yang berbeda. (Tim Peneliti LIPI 2011 : 64-55).

1.2. Faktor Penyebab Konflik

A. Sejarah

Secara historis, awalan dari permasalahan terhadap konflik yang terjadi di

Aceh lebih mengarah kepada kekecewaan masyarakatnya terhadap NKRI.

Kekecewaan masyarakat Aceh bermula ketika pemimpinnya yaitu Teungku Daud

Beure’uh masuk kedalam “Daftar Hitam” yang akan disingkirkan oleh Pemerintah

Pusat pada masa orde baru. Seperti kita ketahui, Teungku Daud merupakan salah satu

tokoh yang sangat penting dan menjadi pemimpin dalam mengusir penjajah di

wilayah Aceh, dengan keikut sertaanya, Teungku Daud Beur’eh bersama Republik

Indonesia dengan cara mengumpulkan dana demi melawan penjajah pada saat itu.

Janji dari Presiden Soekarno yang memberikan kebebasan untuk seluruh rakyat Aceh

3
tentang penerapkan syariat Islam tidak ditepati menjadi pemicu terhadap kekecewaan

yang dialami rakyat Aceh. Kekecewaan rakyat tersebut menjadi tidak terbendung

serta pada akhirnya melahirkam pemberontakan pertama yang dikenal dengan Darul

Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pada tahun 1953. Pemberontakan ini dapat

digagalkan pada tahun 1959 tepatnya tanggal 26 mei ketika Aceh pada saat diberikan

otonomi luas, terutama dalam bidang agama, adat dan pendidikan. Bermula ketika

perjanjian antara pihak Inggris dan Kesultanan Aceh pada tahun 1819 serta Perjanjian

Anglo Dutch yang menyatakan bahwa Aceh merupakan Negara yang merdeka, juga

menjadi salah satu pemicu lahirnya gerakan separatisme tersebut. Dan hal ini juga

yang membuat GAM berusaha mengembalikan kedaulatan kepada Kesultanan Aceh

pada saat itu. (Tim Peneliti LIPI 2011 : 64-55)

B. Ekonomi

Dalam segi faktor ekonomi yang menjadi penyebab lahirnya konflik terhadap

gerakan separatisme di Aceh (GAM) bermula ketika masa Orde Baru, dimana

kebijakan Pemerintah pada saat itu lebih menekankan kepada pembangunan serta

berdasarkan pada pertumbuhan ekonomi dan juga stabilitas politik. Aset terhadap

sumber daya alam yang ada di wilayah Aceh dieksploitasi guna pembangunan

tersebut. Kemudian pabrik LNG dan pupuk Iskandar Muda yang dibangun di Aceh

mengalami kemajuan yang cukup pesat, dapat dilihat dengan Indonesia sendiri

menjadi salah satu eksportir LNG terbesar, dan 90% dari produksi pupuk tersebut

ditujukan guna di ekspor keluar negeri. Namun, berdasarkan kebijakan yang telah

diambil pada masa rezim Orde Baru yang bisa dikatakan sentralisasi, sistem ekonomi

di Aceh terkonsentrasi oleh power dan otoritas yang berkomando di Jakarta, maka

karena hal tersebut juga lah pembangunan di Aceh tidak mengalami kemajuan serta

perkembangan yang secara pesat apabila dibandingkan dengan keuntungan pusat yang

4
diperoleh dari wilayah Aceh. Pada akhirnya rakyat Aceh mengalami kesengsaraan

dan kesusahan dimana pada tahun 1993 di wilayah Aceh Utara dan Aceh Timur desa

miskin tercatat mencapai 2.275 diakibatkan pembangunan yang terus terjadi di

wilayah Jakarta. Hal ini membuat rakyat Aceh sadar akan seharusnya hasil dari

sumber daya alam dinikmati oleh masyarakat Aceh itu sendiri dan bukan untuk

kepentingan pembangunan di wilayah pusat. Kesadaran rakyat Aceh akan

ketidakadilan pemerintah pusat terhadap rakyat Aceh pada akhirnya dimanfaatkan

oleh GAM, dimana GAM memperoleh kekuatan setelah industri gas dan minyak di

wilayah Aceh Utara berdiri pada tahun 1970. Selain itu, Distribusi terhadap

pendapatan yang tidak adil dari sumber daya alam yang substansial di wilayah Aceh

juga menjadi bahan perdebatan hingga pada masa saat sekarang ini. Adapun serangan

pertama yang dilancarkan oleh gerakan Separatisme (GAM) pada tahun 1977

dilakukan terhadap Mobil Oil Indonesia selaku pemegang saham PT Arun NGL yang

berada di wilayah Aceh Utara, tepatnya di Lhokseumawe, yaitu perusahaan yang

mengoperasikan ladang gas Arun. (Tim Peneliti LIPI 2011 : 64-55)

Pada tahapan berikut ini, jumlah dari pasukan yang dimobilisasi oleh GAM

yang sangat terbatas. Meskipun pada saat itu ada ketidakpuasan yang cukup besar di

Aceh serta simpati terhadap tujuan GAM. Hal tersebut lantas tidak mengundang

partisipasi aktif massa. Dalam pengakuan Hasan di Tiro sendiri, hanya ada 70 orang

yang ingin bergabung dengannya dan kebanyakan berasal dari wilayah

kabupaten Pidie, yang bergabung karena loyalitas kepada keluarganya yang ada di

Tiro, sementara yang lain bergabung dikarenakan kekecewaan merka terhadap

pemerintah pusat. Banyak pemimpin GAM pada saat itu merupakan pemuda dan

profesional yang berpendidikan tinggi, dan juga merupakan anggota dari kelas

5
menengah hingga kelas atas dalam bidang ekonomi masyarakat Aceh. (Tim Peneliti

LIPI 2011 : 64-55)

C. Sosial

Pusat Dari sudut pandang sosiologi konflik Aceh lebih dikarenakan tidak

harmonisnya hubungan antara Aceh dengan Pemerintah. Hubungan antara Aceh

dengan pemerintah pusat sudah tidak harmonis sejak national building pada masa

pemerintahan Soekarno dan Pembangunan Sentralistik pada masa Soeharto.

Hubungan yang tidak harmonis antara pusat dan Aceh adalah karena pemerintah pusat

merasa adanya ancaman dari Aceh karena Aceh merupakan daerah yang memiliki

identitas regional, etnis dan nasionalisme yang kuat. Hubungan yang tidak harmonis

inilah yang akhirnya menjadi pemicu dua pemberontakan di Aceh yaitu

pemberontakan DI/TII dan pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). (Tim

Peneliti LIPI 2011 : 64-55)

D. Politik

Di bidang politik awal terjadinya konflik disebabkan karena rakyat Aceh

merasa tidak memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan dalam Pemilu ketika

didirikannya partai lokal di aceh. Selain itu sistem pemerintahan sentralistis pada

masa Orde Baru memberikan posisi tawar yang lemah bagi Aceh sehingga

ditempatkan dalam posisi yang sejajar dan hanya melayani kepentingan pusat dengan

eksploitasi politik dan ekonomi. Melalui sistem politik yang sentralistis ini ,

pemerintah pusat mulai menciptakan jaringan elite local yang menjadi boneka dari

pemerintah pusat dan banyak memberikan keuntungan pada elite pamerintah pusat

yang semakin membuat rakyat Aceh menjadi semakin kecewa dengan pemerintah

pusat dan menjadi awal mulanya timbul akar permasalahan yang memberikan

6
sumbangan besar terhadap konflik di Aceh yang terealisasi. (Tim Peneliti LIPI 2011 :

64-55).

Meskipun kelompok separatisme ini tidak mendapatkan dukungan yang luas

oleh masyarakat aceh sendiri, tindakan kelompok GAM yang agresif membuat

pemerintah Indonesia bertindak dengan operasi militer dengan tujuannya untuk

membuat kelompok separatisme tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan.

pada periode antara tahun 1989 sampai dengan tahun 1998 yang kemudian dikenal

sebagai era Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh ketika militer Indonesia

meningkatkan operasi kontra-pemberontakan di Aceh yang tujuannya untuk

menyerang GAM. Langkah Pemberlakuan DOM di Aceh ini meskipun secara taktik

sukses menghancurkan kekuatan gerilya GAM, namun sayangnya karena terjadinya

operasi militer yang besar-besaran telah menyebabkan korban di kalangan penduduk

sipil lokal di Aceh dan membuat persepsi rakyat Aceh menjadi semakin terasingkan

dari Republik Indonesia melalui GAM.

E. Sosial

Dilihat dari sudut pandang sosiologi pusat terjadinya konflik di provinsi

Aceh lebih dikarenakan tidak harmonisnya hubungan antara Aceh dengan Pemerintah.

Hubungan antara Aceh dengan pemerintah pusat sudah tidak harmonis sejak national

building pada masa pemerintahan Soekarno dan Pembangunan Sentralistik pada masa

Soeharto. Hubungan yang tidak harmonis antara pusat dan Aceh adalah karena

munculnya persepsi dari pemerintah pusat yang merasa tidak nyaman dengan aceh

karena adanya ancaman dari Aceh merupakan daerah yang memiliki identitas

regional, etnis dan nasionalisme yang kuat. Karena pemerintah pusat merasakan

ketidaknyaman dengan provinsi aceh yang membuat rakyat aceh seperti merasa tidak

7
perlakukan secara tidak adil, karena itu hubungan yang tidak harmonis muncul yang

akhirnya menjadi pemicu dua pemberontakan yang cukup lama di Aceh yang

memakan cukup banyak warga sipil, pemberontakan itu awal mulanya terjadi dan

muncul pemberontakan yang menatas namakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). (Tim

Peneliti LIPI 2011 : 64-55).

1.3. Pelaku (Stakeholder) dalam permasalahan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun

Pada dasarnya, persoalan mengenai KEK arun ini digadang gadangkan akan menjadi

pengganti bagi otsus untuk wilayah Aceh yang akan habis pada tahun 2027 medatang, oleh

karena itu, pemerintah daerah provinsi Aceh sangat gencar untuk menjadikan kawasan arun

menjadi Kawasan Ekonomi Khusus, dikarenakan kawasan ekonomi khusus arun merupakan

suatu wilayah yang bisa disebut sebagai keunggulan geostrategi wilayah kota Lhokseumawe

dan wilayah kabupaten Aceh Utara, yang merupakan bagian dari kerjasama Regional antara

Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle (IMT-GT), ASEAN dan Indian Ocean Rim

Association (IORA).

Pemanfaatan ini digadang-gadang akan berkembang bersamaan dengan kemajuan

wilayah beberapa negara dikawasan Asia Selatan seperti India Myanmar dan juga Cina,

melalui Revitalisasi ekonomi laut yang sebelumnya bisa dikatakan terberdaya, menjadi

ekonomi laut jalur sutra (Maritim Silk Road), hingga pada akhirnya Kawasan Ekonomi

Khusus Arun akan menjadi pasar perdagangan ASEAN dan Asia Selatan.

Hal ini tentu akan meningkatkan pundi pundi Rupiah bagi wilayah Aceh terlebih kawasan

Arun itu sendiri, Namun kenyataannya KEK tersebut pada akhirnya akan dikelola oleh

pemerintah pusat, dimana banyak diisukan demi kemajuan dan pemerataan pembangunan

untuk wilayah pusat sendiri, sedangkan untuk wilayah Aceh akan kehilangan 70% dari

pengelolaan kawasan ekonomi khusus arun tersebut.

8
Adapun permasalahan mengenai kawasan ekonomi khusus jika kita pelajari lebih

lanjut maka akan mengacu kepada terjadinya konflik yang telah terjadi di Aceh beberapa

waktu lalu, yang kita lihat dari berbagai masalah seperti yang telah dituliskan diatas jelas

mengacu bahwa ada kelompok-kelompok kepentingan yang bergerak dalam melakukan atau

mencoba masuk kedalam permasaslahan yang terjadi sekarang. Tak ubahnya pertandingan

sepak bola ada pemain mulai dari pemain belakang hingga pemain depan, begitu juga dalam

hal ini. KEK Arun yang digadang-gadang menjadi roda perekonomian yang menopang Aceh

kedepannya malah seperti terancam rasanya dengan keputusan yang dikeluarkan oleh

pemerintah pusat melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2017 dimana

menempatkan konsursium atau penggelolaan KEK Arun dilakukan oleh pemerintah pusat

mealalui BUMN di bawah pimpinan PT. Pertamina sebagai pengelola dan Perusahaan Daerah

Pembangunan Aceh (PDPA) yang diikutsertakan sebagai anggota konsorsium.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Presiden

Jokowi seperti sesuatu yang tergesa-gesa dan terlihat seperti pusat ingin mengamankan posisi

dalam pengelolaan Arun, kita pasti bertanya tanya ada apa mengapa peraturan tersebut

dikeluarkan diasaat posisi nomer satu di Aceh dilaksanakan oleh pengganti sementara, apa

yang diinginkan Pemerintah Pusat hal ini akan terus menjadi pertanyaan besar kita semua

mengingat tanpa ada kejelasan alasan yang bisa menjadi pegangngan kita untuk menerima

peraturan tersebut, apakah putra putri daerah dari Aceh dianggap tidak bisa menjalankan hal

ini, apakah tidak ada orang-orang yang berkompeten dari Aceh dalam hal ini, untuk apa

sebenarnya peraturan ini jika memang pusat ingin menguasai segala aspek yang ada di Aceh

untuk apakah aceh diberikan kekhususan yang hanya menjadi simbolkah bagaimana dengan

qanun Aceh Nomor 15 tahun 2013 tentang Penggelolaan Pertambangan Mineral dan

Batubara dalam pasal 1 ayat 9 dan 10 telah jelas menerangkan bahwa pendapatan yang

9
dihasilkan merupakan sesuatu yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih provinsi

Aceh maupun kabupaten/kota yang terdapat dalam lingkup Pemerintah Aceh.

Negara kita adalah negara yang memaksa setiap warga negaranya taat akan perturan

namu apakah segala sesuatu hal yang memaksakan demi menguntungkan suatu pihak saja

kita harus ikuti karena terpaksa, dimana letak kebebasan dan keadilan ynag diberikan jika

begini, konstitusi memang harga mati namun jangan memaksa jika hanya demi kepuasaan

pribadi, pelaku-pelaku kepentingan juga harus peka terhadap persoalan rakyat, akankah selalu

rakyat yang menjerit menghadapi segala keserakahan ini. Presiden, BUMN, Gubernur, DPRA

dan pemerintah kabupaten/kota serta jajaran terkait lainnya harus bisa dan mampu

memberikan sesuatu yang terbaik berguna bagi masyarakat luas.(tribunnews.com, diakses

pada tanggal 27 Mei 2017.)

1.4. Rumusan Masalah

1. Keuntungan Dari Kawasan Khusus Arun Apabila Dikelola Pemerintah Aceh Sendiri?

2. Kerugian Yang Ditimbulkan Apabila Pengelolaan KEK Diserahkan Kepada Pemerintah

Pusat?

3. Konflik Yang Akan Timbul Apabila KEK Arun Bukan Dikelola Pemerintah Aceh

Melainkan Dikelola Pemerintah Pusat?

1.5. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Keuntungan Apa Saja Yang Didapatkan Dari Pengelolaan Sendiri

Oleh Pemerintah Aceh Terhadap KEK Arun!

2. Untuk Mengetahui Kerugian Yang Ditimbulkan Apabila Pengelolaan KEK diserahkan

Ke Pemerintah Pusat!

3. Konflik Yang Mungkin akan Ditimbulkan Apabila Pengelolaan KEK oleh Pusat!

10
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Teori Konflik

Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan sosial, sehingga

konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu,

dimana saja dan kapan saja. Dalam pandangan ini, masyarakat merupakan arena konflik

atau arena pertentangan dan integrasi yang senantiasa berlangsung.

Konflik bisa diartikan sebagai sebuah percekcokan, perselisihan dan pertentangan.

Sedangkan konflik sosial yaitu pertentangan antar anggota atau masyarakat perumpamaan

lain yang bisa dikaitkan akan hal ini adalah individu dengan kelompok, aktor-aktor

kepentingan dengan lembaga atau orgaisasi yang memiliki tujuan sama dalam sesuatu hal

atau berbeda yang bersifat menyeluruh dikehidupan. Konflik yaitu proses pencapaian

tujuan dengan cara melemahkan pihak lawan, tanpa memperhatikan norma dan nilai yang

berlaku. Dalam dewasa ini individu antar individu atau kelompok antar kelompok tak lagi

segan atau takut masuk kedalam ranah konflik, ini seperti sesuatu yang lumrah atau hal biasa

terjadi dalam kehidupan jika keinginan yang harus dicapai tidak terlaksana.

(Pengetahuanjitu.com, diakses 27 Mei 2017)

Istilah konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.

Secara sosiologis, konflik dapat diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau

lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain

dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik berarti persepsi

mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest) atau suatu kepercayaan

bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dicapai secara simultan atau sesuai dengan

sesuatu yang diharapkan. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik
11
antaranggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya. Konflik hanya akan hilang

bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri persepsi ini menjadi sesuatu yang tidak

bisa ditolak karena konflik tersebut mungkin akan redam dengan usaha yang dilakukan

namun ingatan akan konflik tersebut pasti akan selalu ada dan bisa jadi menjadi sebuah bom

waktu yang dapat meledak dalam waktu yang tidak diketahui sehingga menyebabkan

permasalahan yang sama terjadi kembali namun dengan latar waktu yang berbeda. Karena hal

inilah konflik dikatakan akan hilang apabila masyarakat tersebut juga ikut hilang.

(Pengetahuanjitu.com, diakses 27 Mei 2017)

Melihat masalah serta hal yang melatarbelakangi terjadinya konflik hal ini sangat erat

kaitannya dengan masalah dan lebih banyak bermunculan teori-teori dari ahli sosiologi yang

melihat dalam kacamata permasalahan tentang tatanan kejadian sosial yang berlangsung.

Karl Marx (1818-1883) mengajukan konsepsi pandangan mendasar tentang kelas

masyarakat dan per juangan. Pendapat ini didasarkan pada kondisi masyarakat abad ke-19 di

Eropa pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin Masyarakat masa itu, terdiri dari

kelas proletar. (Pengetahuanjitu.com, diakses 27 Mei 2017)

Kelas borjuis melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem sebagai kelas

produksi kapitalis. Ketegangan antara borjuis dan proletar mendorong terbentuknya gerakan

sosial besar, yaitu revolusi Ciri menonjol dari Marx adalah pemikirannya sangat radikal dan

dia melihat bahwa perubahan sosial harus menyeluruh dan total, cepat dan kohesif, atau

kekerasan secara tiba-tiba. Menurut pandangan Marx, kaum borjuis pada masa itu tidak

punya unsur positif yang bisa dipertahankan. Kaum borjuis hanya melakukan penindasan

terhadap kaum buruh dalam rangka memperbesar modalnya. Dalam dewasa ini jika

mengaitkan pemikiran Marx hal ini dapat dilihat dan kita rasakan penguasa memiliki power

yang bisa melakukan apa saja demi memuluskan segala sesuatu yang menguntungkan

12
kelompoknya dengan mengkesampingkan aspek sosial yang timbul dan tidak melihat sesuatu

yang akan terjadi kepada masyarakat.

Lewis A. Coser (1913-2003) mengungkapkan konsekuensi-konsekuensi terjadinya

konflik pada sebuah sistem sosial secara keseluruhan. Menurut pandangannya, konflik dan

konsensus serta integrasi dan perpecahan adalah proses fundamental yang walau dalam porsi

dan campuran yang berbeda merupakan bagian dari setiap sistem sosial yang dapat

dimengerti. Oleh sebab itu, konflik merupakan bagian kehidupan sosial yang tidak dapat

ditawar Teorinya memandang konflik dapat memberikan keuntungan pada masyarakat luas

tempat konflik tersebut terjadi hal ini dapat menguntungkan karena pandangan serta perhatian

akan tertuju ketempat yang menjadi lahan konflik dan oleh sebab itu konflik justru dapat

membuka peluang integrasi antar kelompok. (Pengetahuanjitu.com, diakses 27 Mei 2017)

2.2. Teori Perubahan Sosial

Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dapat

berupa pengaruhnya terbatas maupun luas, perubahan yang lambat dan ada perubahan yang

berjalan dengan cepat. Perubahan dapat mengenai nilai dan norma sosial, pola-pola perilaku

organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan

dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya. Perubahan- perubahan yang terjadi pada

masyarakat merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke

bagian-bagian dunia lain berkat adanya komunikasi yang memberikan kemudahan dalam

penyampaian informasi atau hal yang memberikan sesuatu yang memiliki dampak dalam

kehidupan.

Kehidupan sosial itu sendiri tidak pernah bisa terlepas dari adanya suatu proses untuk

menuju dalam perkembangan. Sebagaimana perubahan sosial itu sendiri akan dipandang

sebagai sebuah konsep yang mana mencakup dan menunjuk pada perubahan sosial yang

13
telah terjadi pada masyarakat sebagaimana pada perubahan fenomena sosial di berbagai tingkat

kehidupan manusia dan masyarakat. Perubahan yang terjadi pada suatu tempat tentunya tidak

telepas dari ide atau pemikiran serta keinginan untuk berubah. Setiap perubahan yang akan

berlangsung diharapkan akan memberikan sesuatu yang cukup baik dalam kemajuan dimasa

mendatang bukan malah mengalami kemunduran karena selain ini merugikan dan bukan

merupakan seuatu hal diharapkan terjadi karena perubahan erat kaitannya akan terjadinya hal-

hal positif membangun untuk bisa mensejahterakan individu, masyarakat serta kelompok

kepentingan dalam tatanan kehidupan sosial yang berlangsung. (repository.usu.ac.id, diakses

26 Mei 2017)

Soerjono Soekanto (2009:262-263) dalam bukunya mengemukakan beberapa pendapat

para ahli tentang perubahan sosial antara lain adalah:

 Kingsley Davis mengartikan “perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang

terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat” (Soerjono Soekanto, 2009:262).

 Selo Soemardjan juga berpendapat dalam buku yang ditulis Soerjono Soekanto

perubahan sosial adalah “segala perubahan-perubahan pada lembaga lembaga

kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya,

termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok kelompok

dalam masyarakat” (Soerjono Soekanto, 2009:263).

 Mac Iver mengatakan “perubahan-perubahan sosial merupakan sebagai perubahan-

perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan

terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial” (Soerjono Soekanto, 2009:263)

Dapat kita tarik kesimpulan perubahan sosial adalah suatu yang memberikan dampak

yang berbeda dalam kehidupan, perubahan yang terjadi tidak dapat terlepas dari

pekembangan serta tuntuttan akan sesuatu, baik sesuatu yang positif maupun sesuatu

negatif tergantung waktu serta tempat dimana akan terjadinya perubahan tersebut dan

14
fenomena sosial yang menjadi bagian penting serta fleksibel dalam memberikan

pengaruh dalam perubahan yang akan terjadi. (Soerjono 2009: 235-236)

2.3. Pemikiran Radhi Darmansyah atau Aryos Nivada Terkait Konflik

A. Pemikiran Aryos Nivada mengenai Konflik

Konflik terjadi karena daya militansi orang-orang khususnya orang Aceh yang juga

ikut didukung oleh idealisme keacehan yang kuat. Namun dalam konteks politik saya

menduga konflik Aceh bertahan lama karena lamanya era otoritarian bertahan dalam sistem

kuasa Republik ini. Sistem yang menghalalkan tindakan keras inilah yang kemudian

menyuburkan sekaligus membesarkan gerakan perlawanan Aceh. (Harianaceh.com, diakses

27 Mei 2017)

Dapat kami tarik kesimpulan dari yang disampaikan oleh pandangan pak Aryos diatas

era otoritarian memiliki bagian yang cukup berpengaruh dalam jalannya konflik di Aceh. Hal

ini menjadi akar perlawanan yang cukup mendasar sebagai alasan jika apapun permasalahan

yang terjadi, selain ego yang kuat serta pernah dirasa terdzzalimi oleh keputusan yang dibuat

oleh pusat, ini merupakan alasan munculnya perlawanan yang bisa berakhir seperti apa yang

pernah terjadi sebelumnya.

15
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Keuntungan Dari Pengelolaan KEK arun Oleh Pemerintah Aceh

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Kawasan Ekonomi Khusus Arun

Lhokseumawe telah dituangkan kedalam Peraturan Pemerintah (PP) No 5 tahun 2017 namun

masih menjadi polemik yang bakal terus dibahas tentang kawasan strategis yang bakal menjadi

pengganti dari Otonomi Khusu untuk wilayah Aceh yang bakal habis pada tahun 2027

mendatang, serta ditandai dengan munculnya era perekonomian yang baru apabila kawasan

ekonomi khusus ini dikelola oleh pemerintah daerah Aceh sendiri, Berawal dari usulan yang

dilakukan oleh Gubernur Aceh dr. Zaini Abdullah untuk mengajukan revisi mengenai hal

wewenag gubernur sebagai pembentuk dan pengelolaan KEK Arun dan bukan hanya sebagai

penetap badan usaha pembangunan dan pengelolanya saja, sehingga demikian pemerintah

untuk wilayah Aceh akan memperoleh keuntungan yang cukup besar dari perannya yang

sebagai penentuan dalam perencanaan dan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Arun.

Apabila jika kita hitung secara cermat serta mempertimbangkan dalam proses sumber daya

daerah dengan berbagai kendala yang ada, melalui PP NO. 5 Tahun 2017 saat ini, PDPA maka

akan memperoleh saham hingga mencapai 25% dengan serta merta dapat ditingkatkan pada

periode periode berikutnya.

Dengan pengelolaan sendiri oleh daerah Aceh, Kawasan Ekonomi Khusus Arun ini

akan dapat memacu perekonomian dengan peluangnya yang sangat besar, dimana kek tersebut

dapat menjadi pengungkit dorongan perekonomian untuk daerah Aceh ketika masa masa

berakhirnya otsus. Faktanya sekarang, tingkat perekonomian untuk wilayah Aceh sendiri masih

belum maksimal, dan bahkan terkesan sangat lambat. Data diperoleh dari BPS untuk provinsi

Aceh dan Pusat pada tahun 2016 menunjukan bahwa tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2015,

16
pertumbuhan ekonomi provinsi Aceh sebesar 4,27% dimana ini merupakan angka dibawah

pertumbuhan ekonomi Nasional yang mencapai 4,88% . Selain itu, tingkat kemiskinan dan juga

tingkat bertambahnya pengangguran juga menjadi salah satu faktor, dimana masing masing

mencapai hingga 17,08% dan 9,93%, angka ini juga dikatakan jauh diatas dari tingkat

kemiskinan dan pengangguran terbuka nasional yaitu11,3% dan 6,18%, Jelas ini menjadi

alaram bagi pemerintah Aceh untuk menanggulanginya.

Kawasan Ekonomi Khusus Arun merupakan kawasan yang dapat dikatakan sebagai

kawasan perdagangan bebas, dimana terdiri dari area yang secara geografis dibatasi oleh badan

pengatur dan menjadi manfaat bagi wilayah yang terlibat langsung didalamnya, dengan adanya

Kawasan Ekonomi Khusus Arun maka akan memompa roda perekonomian daerah dengan

melalui kegitan Ekspor dan juga investasi.

Keberadaan Insentif perpajakan maka akan mendorong berbagai sektor dalam hal

peningkatan perekonomian, terbukanya lapangan pekerjaan, sehingga meningkatkan

pendapatan masyarakat.Namun, manfaat dari Kawasan Ekonomi Khusus Arun ini juga

tergantung kepada industri industri yang terkait dengan wilayah dimana dia berada, dengan

demikian pengelolaan yang berkelanjutan mengenai KEK Arun tersebut sangatlah diperlukan

dan harus selalu diutamakan.

Rencana yang bakal digagas oleh KEK Arun mengenai bisnis akan mencakup

perkembangan Industri Migas dan Energi, Industri petrokimia, Infrastruktur pelabuhan dan

juga logistik dan agroindustri. Apabila diperhitungkan selama 10 tahun maka akan mencapai

investasi mencapai sebesar RP 50,5 Triliun, dengan penyerapan tenaga kerjanya mencapai

40.000 orang. Dan untuk penyiapan tenaga kerja lokal meliputi perkembangan keterampilan

teknis serta keterampilan personal dan Interpersonal, dan juga membutuhkan kerjasama

terhadap dinas yang terkait ketenaga kerjaan dan balai balai pelatihannya.

17
Agar lebih merasakan dampak positif terhadap pengelolaannya, daerah sekitar seperti

Lhokseumawe dan kawasan Aceh Utara perlu dikembangkannya sektor sektor yang

meningkatkan ekonomi seperti pariwisata, perdagangan, dan bisnis bisnis properti dengan

demikian terciptanya lapangan pekerjaan semakin lebar bagi kehidupan dan kesejahteraan

masyarakat disekitarnya.

3.2. Kerugian Yang Ditimbulkan Apabila KEK Arun dikelola Pemerintah Pusat

Gubernur Aceh Zaini Abdullah meminta Pemerintah Pusat merevisi ketentuan tentang

Kawasan Ekonomi Khusus Arun-Lhokseumawe. Meski memasukkan kembali KEK Arun

sebagai program nasional, ketentuan pengusul kawasan ini dinilai tidak sesuai dengan

semangat otonomi khusus di Aceh. “Pemerintah Pusat perlu bersikap lebih peka terhadap

kepentingan Aceh,” kata Zaini kepada AJNN, Rabu (1/3).

Presiden Joko Widodo menetapkan sejumlah kawasan di Aceh sebagai Kawasan

Ekonomi Khusus dengan PP Nomor 5 Tahun 2017. Menurut Zaini, saat mengeluarkan PP

tersebut, pemerintah tidak mempertimbangkan hak Aceh sebagai pengusul. Dalam aturan itu,

Jakarta menunjuk sejumlah perusahaan plat merah sebagai konsorsium pengusul. Menurut

Zaini, tindakan ini mengabaikan hak-hak Aceh yang harusnya mendapatkan kedaulatan

mengelola kawasan ini Apalagi, skema Aceh sebagai pengusul KEK Arun Lhokseumawe ini

disampaikan Pemerintah Aceh jauh hari sebelum Pemerintah Pusat mengeluarkan PP tersebut

“Kami akan segera menjumpai presiden dan meminta agar aturan ini dapat disesuaikan dengan

kekhususan Aceh,” kata Zaini.

Dari pernyataan yang dilontarkan oleh Abu Doto ini kita dapat melihat bahwa hak Aceh

yang semestinya menjadi pengusul dan pengelola solah dikebir oleh pemerintah pusat dengan

PP Nomor 5 Tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Presiden, lebih jauh lagi hal ini dapat kita

simpulkan bahwa Zaini merasa letak kekhususan Aceh tak lagi seperti yang diharapkan padahal

18
butir-butir kekhususan tersebut telah jelas tersusun dalam MoU Helsinki hal ini secara

wewenang dan letak kebijakan administrasi telah merugikan Aceh yang semestinya mandiri

mengelola SDA nya sebagai salah satu wujud kekhususan yang telah tertuang dalam MoU yang

juga telah diketahui secara bersama oleh pemerintah pusat.

Selain kerugian tidak memiliki wewenang dan kebijakan dalam pengelolaannya kelak,

konsursium yang dikendalikan oleh pusat ini juga memberikan dampak terhadap keuntungan

dari segi ekonomi ini seperti yang kita ketahui jika memang ini tetap dijalankan maka

keuntungan yang didapat dari penggelolaan KEK Arun akan terbang ke pusat terlebih dahulu

sebelum tersalurkan kembali ke Aceh hal ini membuat kita semakin akan terus bergantung

terhadap apa yang diberikan oleh pusat dan bukan bergantung dengan kemandirian, padahal

KEK Arun memilik potensi yang begitu menjanjikan dalam memberikan pemasukan terhadap

kas daerah yang mampu sebagai penopang APBD dimana kelak setelah berakhirnya masa

otsus Aceh telah memiliki penghasilan sendiri.

Zaini dalam penyampaiannya juga mengatakan bahwa segala badan usaha terutama

milik negara, yang berpotensi menghasilkan keuntungan memiliki kewajiban untuk membantu

Aceh dalam pelaksanaan kawasan ekonomi khusus ini kelak. Dengan demikian keuntungan

yang didapat bisa langsung masuk ke kas Daerah dengan Pendapatan Asli Daerah ini bisa

memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Aceh.

3.3. Konflik yang Akan Timbul Apabila KEK Arun dikelola Oleh Pusat

Berkaca akan sejarah kelam yang memakan ribuan korban serta keadaan yang terus

mencemkam selama 30 tahun pergerakan yang timbul tempo dulu karena persoalan akan

DI/TII juga karena LNG Lhokseumawe yang di kelola oleh pusat, janji pemerataan

pembangunan namun bertolak belakang dalam pelaksanaannya, padahal saat itu dengan LNG

yang masih memiliki cukup banyak sumberdaya dan memberikan pemasukan yang signifikan

19
terhadap pemasukan negara solah tidak mendapat perhatian dari pusat hal ini memancing

kemarahan dari masyarakat Aceh saat itu, selain pekerja yang mendapat posisi strategis hampir

rata berasal dari luar Aceh orang Aceh seolah tak dipandang ditanah kelahirannya dengan

hanya menjadi pekerja kasar dalam perusahaan sangat kuat dijadikan alasan untuk menjadi

alasan memberontak.

Berkaca terhadap kerugian ekonomi dan ketidakadilan yang terjadi dimasa lalu

memberikan bekas yang sangat mendalam dalam benak masyarakat Aceh cerita yang telah

menjadi sejarah telah turun temurun disampaikan dan anak-anak yang dahulunya hanya

menganggap ini permasalahan orang tuanya dan berfikir akan berakhir tapi seolah menjadi

dejavu yang akan kembali dihadapi oleh generasi mereka, aroma perlawanan pun telah muncul

dengan sendirinya agar kejadian yang dianggap kelam dimasa lalu jangan sampai terulang

kembali dan bisa menjadi suatu perubahan yang lebih baik.

Dalam perjalanan pengusulan awal KEK Arun semua berjalan sesuai tatanan dan aturan

namun ini berubah disaat masa Pilkada dimana kekosongan jabatan yang diisi Pelaksana Tugas

(Plt) seperti bergerak cepat dalam merubah kebijakan yang telah diperjuangkan untuk rakyat,

dengan permaslahan seperti ini harusnya Pemerintah Aceh dan DPRA harus mampu bersinergi

dalam mendesak pemerintah pusat untuk merevisi PP Nomor 5 Tahun 2017 yang telah

dikeluarkan oleh Presiden karena mengingat sejarah mungkin akan terulang apabila hal ini

tetap dibiarkan tanpa ada keputusan yang mampu memberikan perbaikan akan aturan yang

telah dikeluarkan saat ini. Pemerintah pusat bisa saja berasumsi bahwa SDM di Aceh masih

rendah tapi bukankah dulu juga orang-orang yang dikirim ke Aceh juga diberikan kesempatan

belajar keluar sebelum benar-benar terjun dan bekerja untuk LNG Presiden juga sebagai

pemangku kekuasaan yang diamanahkan oleh rakyat juga harus paham terhadap keluhan yang

disampaikan oleh rakyat bukan hanya memaksa kehendak pribadi serta orang-orang sekitarnya

juga kelompok kepentingan yang mencoba memanfaatkan momen ini.

20
3.4. Penyeleasaian Konflik

Pemerintah Aceh dan DPRA sudah saatnya bersatu menekan kebijakan yang telah

dikeluarkan oleh pusat dan Presiden juga harus bisa memberikan suatu keputusan yang mampu

meredam amarah dari semua pihak dengan mau merevisi aturan yang telah dikeluarkan dengan

kebijakan yang lebih baik nantinya, memberikan kebijakan yang semestinya memang

dijalankan oleh Aceh sebagai pengusul KEK Arun dan menghormati butir-butir kekhususan

Aceh yang juga telah tertuang dalam MoU Helsinki. Memang konflik yang kita bicarakan

disini belum terjadi namun dari penggalaman, kerugian yang didapat baik secara materil dan

moril cukup banyak hal ini setidaknya mampu menjadi pertimbangan yang benar-benar

didengar agar hal telah terjadi tidak menjadi penggulangan sekarang atau dimasa mendatang

dengan terbentuknya KEK Arun dengan aturan yang sama.

Berikan kebebasan bagi Aceh biarkan kekhususan yang telah diberikan benar–benar

dijalankan sesuai tatanan yang memang semestinya bukan dengan mengkebiri dengan menekan

hal tersebut karena power yang dimiliki penguasa seperti yang diungkapkan Max dalam teori

konflik menurut pandangannya kaum borjuis tidak pernah mau menghargai kaum buruh.

Dalam dewasa ini hal yang seperti ini setidaknya tidak perlu lagi kembali terjadi karena apapun

kepentingan kita, tetap kita hanya pemangku amanah dari rakyat yang mempercayai kita

menjalankan amanah yang dititipkan jangan sampai sejarah terulang, cukup besar kerugian

yang kita rasakan, sudah saatnya Presiden dan Gubernur kembali berdiskusi kembali

mengambil jalan tengah yang tidak memberikan kerugian sebelum masalah ini menjadi

boomerang yang mengahantam dan mencedarai diri sendiri.

21
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Aceh, merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Aceh terletak di paling

ujung utara pulau Sumatera dan merupakan suatu provinsi yang paling barat di Indonesia. Ibu

kota dari provinsi Aceh adalah Banda Aceh. Penduduk dari provinsi ini berjumlah sekitar

4.500.000 jiwa. Dan sangat dekat dengan Kepulauan Andaman dan Nikobar di

wilayah India dan terpisahkan oleh Laut Andaman. Untuk urusan SDA, Aceh menjadi suatu

daerah dengan memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, termasuk minyak

bumi serta gas alamnya. Beberapa analis yang memperkirakan bahwa cadangan gas alam yang

ada di Aceh adalah menjadi yang terbesar di dunia, Salah satu yang terbesar adalah Arun yang

ada di Lhokseumawe.

Pada dasarnya, KEK arun ini digadang gadangkan akan menjadi pengganti bagi otsus

untuk wilayah Aceh yang akan habis pada tahun 2027 medatang, oleh karena itu, pemerintah

daerah provinsi Aceh sangat gencar untuk menjadikan kawasan arun menjadi Kawasan

Ekonomi Khusus, dikarenakan kawasan ekonomi khusus arun merupakan suatu wilayah yang

bisa disebut sebagai keunggulan geostrategi wilayah kota Lhokseumawe dan wilayah

kabupaten Aceh Utara. Disini harusnya bersikap dewasa sehingga Pemerintah Aceh dan

DPRA bersatu menekan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pusat dan Presiden juga harus

bisa memberikan suatu keputusan yang mampu meredam amanah dari semua pihak dengan

merujuk pada revisi aturan yang telah dikeluarkan dengan kebijakan yang lebih baik

nantinya, memberikan kebijakan yang semestinya memang dijalankan oleh pemerintah dan

percaya terhadap pemerintah dalam menjadikan arun sebagai kawasan ekonomi khusus dan

membuat masyarakat sekitarnya menjadi sejahtera dan lebih baik lagi.

22
4.2. Saran

Untuk saran sendiri mengenai permasalahan Kawasan Ekonomi Khusus Arun

sebaiknya dari pemerintah pusat segara merevisi kembali mengenai pengelolaan KEK Arun

tersebut oleh pusat. Sebaiknya pengelolaan KEK Arun dikembalikan ke pemerintah daerah

Aceh sendiri mengingat KEK Arun tersebut dapat menjadi alternatif terbaik terkait

permasalahan ekonomi yang ada di Provinsi Aceh, terlebih otsus yang selama ini di

peruntukan untuk Aceh akan di cabut atau berakhir pada tahun 2027, tentu bisa menjadi

angin segar terhadap kelancaran pembangunan di provinsi Aceh tersebut. Namun, jika

pengelolaan KEK diserahkan ke pusat maka bukan tidak mungkin akan melahirkan konflik

kembali antara rakyat Aceh dengan Pemerintah pusat, terkait pembangunan di pusat jika

dibandingkan pembangunan di daerah Aceh.

Jika kita berkaca pada konflik yang terdahulu, itu terjadi disebabkan karena kekuasaan

dimasa orde baru pada saat itu, yang menjadikan banyak kekecewaan dari rakyat Aceh sendiri

terhadap pemerintah pusat . Kekecewaan rakyat Aceh sendirit terlihat jelas ketika masa

pemerintahan orde baru pada saat itu mencabut undang-undang No 18 Tahun 1965 serta

menggantinya dengan Undang-undang yang baru yaitu UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-

pokok Pemerintahan Daerah. UU No. 18 tahun 1965 yang dapat kita ketahui bahwasanya

memberikan Aceh menjadi daerah istimewa dengan otonomi yang luas.

Jika kita melihat dari segi teori konflik, Lewis A. Coser mengungkapkan konsekuensi-

konsekuensi terjadinya konflik pada sebuah sistem sosial secara keseluruhan. Menurut

pandangannya, konflik dan konsensus serta integrasi dan perpecahan adalah proses

fundamental yang walau dalam porsi dan campuran yang berbeda merupakan bagian dari setiap

sistem sosial yang dapat dimengerti.

23
REFERENSI

QANUN ACEH NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN

PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

UU NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH

Dahrendorf, Ralf. 1959. Jurnal Class and Class Conflict in Industrial Society,

(London: Routledge; First Pub. 1957).

di Tiro, Hasan M. (1984). The Price of Freedom The Unfinished Diary. Norsborg, Sweden:

Information Department, National Liberation Front Acheh Sumatara. p. 108.

Soekanto, Soerjono. 2009. Teori-Teori Sosisologi. Jakarta: Rajawali Press. Hal: 235-236.

2015. Teori Perubahan Sosial.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/18273/Chapter%20II.p

df;jsessionid=017C6F536AA8A08A572735FA346CC2E6?sequence=4. Diakses

26 Mei 2017.

Putra, Yoga. 2016. Teori Konflik Menurut Para Ahli.

http://www.pengetahuanjitu.com/2016/08/teori-konflik-menurut-para-ahli-

materi.html. Diakses 26 Mei 2017

Yusrizal. 2017. KEK Arun vs Kesejateraan Rakyat.

http://aceh.tribunnews.com/2017/03/07/kek-arun-vs-kesejahteraan-rakyat. Diakses

27 Mei 2017.

Andrew Marshall. 2017. How An Escape Artist Became Aceh's Governor.

http://content.time.com/time/magazine/article/0,9171,1590162,00.html. Diakses 27

Mei 2017

iii
Usandi Kamal. 2017. Penjelasan PP Tentang KEK Arun Lhoseumawe.

https://www.goaceh.co/berita/baca/2017/02/24/berikut-penjelasan-pp-tentang-kek-

arun-lhokseumawe/. Diakses 27 Mei 2017.

iv

Anda mungkin juga menyukai