Anda di halaman 1dari 16

Berbagai permasalahan UU Cipta Kerja di Lingkungan dan

Sumber Daya Alam

ANGGOTA KELOMPOK

CHARLI PUTRA – 2020104961 - AKUNTANSI

DESTALIA PUSPITA – 2020105050 - AKUNTANSI

EZRA EDOM – 2020105120 - AKUNTANSI

JULIANA – 2020104958 - AKUNTANSI

SALLY GABRIELLA – 2020105094 -AKUNTANSI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS BISNIS DAN KOMUNIKAS

INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS KALBIS

2021
Bab 1

Pendahuluan

A. Latar belakang

Menurut Audrey O'Brien (2009), omnibus law adalah RUU yang mencakup

berbagai aspek yang terangkum dalam satu undang-undang. Dalam kasus Barbara

Sinclair (2012), penyusunan draf kolektif adalah proses regulasi yang kompleks, di

mana topik, isu, dan program tidak selalu relevan, tetapi karena mengandung banyak

materi, hingga selesai, akan memakan waktu lama. Penerapan omnibus law telah

banyak dilakukan oleh negara-negara di dunia, terutama yang menerapkan tradisi

common law. Ada dua sistem hukum di dunia, yaitu sistem common law dan sistem

civil law. Indonesia melanjutkan tradisi sistem peradilan sipil. Sejarah omnibus dapat

dilihat di beberapa negara yang telah memperkenalkan omnibus, seperti Amerika

Serikat, Kanada, dan Inggris. Konsep omnibus sebenarnya sudah cukup lama. Di

Amerika Serikat (AS), tercatat hukum pertama kali dibahas pada tahun 1840.

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menggantikan

Undang-undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan, dengan beberapa

penyempurnaan. Pemberlakuan Undang-undang No. 25, yang seharusnya dimulai

pada 1 Oktober 1998, ditolak oleh sekelompok pekerja dan ditunda selama dua tahun

dari menjadi Undang-undang No. 11 Tahun 1998. Dua tahun Penundaan tidak cukup

bagi semua pihak untuk memahami dan melaksanakannya, dan menuntut

penghapusan UU No. 25 Tahun 1997.

Dalam rangka, untuk memenuhi kebutuhan orang, Pemerintah akan

menerbitkan UU 25/1997 melalui Peraturan Pemerintah sebagai pengganti UU No 3

Tahun 2000 dalam mengembangkan alternatif pelaksanaan. Harus diakui bahwa

KUHP lebih lengkap dari UU No. 25 Tahun 1997. Namun, untuk mencapai
kesempurnaan tersebut, kita perlu memikirkan kembali latar belakang asal-usul

undang-undang tersebut, seperti mereka yang menerima upah dan tunjangan dengan

cara lain, atau yang bekerja sendiri tanpa upah atau imbalan. Tenaga kerja tersebut

meliputi pegawai negeri sipil, pegawai tetap, pegawai informal, dan orang yang tidak

bekerja atau menganggur.

B. Identifikasi Poin-Poin UU Cipta Kerja yang ditolak MK

1. Jam Lembur Lebih Lama

2. Kontrak Seumur Hidup hingga Rentan PHK

3. Pemotongan Waktu Istirahat

4. Mempermudah Perekrutan TKA

5. Hak Upah Cuti yang Hilang

6. Baru Dapat Kompensasi Minimal 1 Tahun

7. Pesangon Berkurang

C. Opini Kelompok

Bagaimana mungkin, Undang-Undang Cipta Kerja tidak berpihak dengan

kesejahteraan para pekerja dan malah akan menambah jumlah lapangan pekerjaan?

Mungkin banyak orang yang berpikir seperti itu. Tetapi pada kenyataannya tidak.

Entah apa alasannya, UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan oleh

pemerintah malah menggunakan TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan

Agraria dan Pengelolaan SDA dan juga menggunakan TAP MPR XVI/MPR/1998

tentang Demokrasi Ekonomi. Seolah hanya menggunakan kedua TAP MPR itu

sebagai topeng saja, setelah diubah, dihapus, ataupun disisipkan, ternyata dalam pasal

- pasal tersebut justru sangat bertentang dengan kedua ketetapan MPR tersebut.
Walaupun sudah ditutupi dengan sedemikian rupa, bahkan ditutupi dengan

bungkusan TAP MPR IX/2001, tetap saja wajah asli dari UU Cipta Kerja ini tetap saja

terkuak. Tanpa melihat lebih dalam dan meneliti dengan mendalam bahwa, upaya

yang dilakukan untuk meningkatkan investasi sangat mengarahkan pada pelemahan

upaya perlindungan lingkungan hidup. Bahkan penyusun undang-undang juga tidak

berupaya untuk menguji asumsi yang melatarbelakangi buruknya kinerja investasi di

Indonesia. Berulang kali disebutkan dalam naskah akademik, penyusun langsung

menerima bahwa selain mekanisme perizinan yang terlalu dalam menyentuh aspek

usaha - menjadi katalis terjadinya korupsi, ruang lingkup instrumen perlindungan

lingkungan (termasuk kriminalisasinya) dan prasyarat penguasaan lahan, birokrasi

yang tidak responsif dan lamban seringkali dipandang sebagai persoalan yang

menghambat kegiatan usaha. 

Ketimbang memberikan akses yang sama dan menjamin hak publik atas SDA,

prinsip keadilan direduksi menjadi pembatasan tingkat persaingan usaha, seperti

pembatasan luas lahan, dan sebagainya. Persoalan-persoalan itu terlihat tidak banyak

disentuh oleh UU 11/2020, sementara pasal-pasal yang tersedia justru semakin

mereduksi prinsip-prinsip pengelolaan agraria tersebut.

Rasionalitas dari perubahan segerombolan (omnibus) norma tersebut

disandarkan pada tujuan untuk meningkatkan investasi yang dipandang berkorelasi

pada penciptaan lapangan kerja. Tidak ada upaya untuk melakukan evaluasi terhadap

upaya pembenahan yang telah berjalan selama ini, baik itu pembelajaran maupun

tantangannya. Sehingga apapun bentuknya yang terpikirkan untuk memperbaiki

peringkat investasi di dunia internasional seolah menjadi sah dilakukan, termasuk

mengatur kewajiban penyederhanaan perizinan, penerapan perizinan berbasis risiko,

memberi ruang yang lebih luas pada diskresi, mengatur pengecualian pada proyek
strategis nasional, penghapusan instrumen lingkungan hidup, penghapusan pidana

administratif, dan penghapusan prasyarat dan batasan tata ruang, hingga penyelesaian

terhadap penggunaan kawasan hutan yang selama ini dilakukan secara ilegal. Padahal

beragam kajian dan pandangan mengenai makro ekonomi Indonesia menyebutkan

bahwa persoalan dalam tingkat persaingan investasi di Indonesia bukan hanya terkait

beban birokrasi (waktu untuk mengurus perizinan), tetapi berkaitan dengan

transparansi, ketidakpastian administrasi lahan, dan minimnya penyediaan akses

terhadap infrastruktur dasar seperti transportasi dan komunikasi (World Economic

Forum, 2019). 

Pengesahaan RUU Cipta Kerja secara lebih besar memang benar UU ini

menguntungkan bagi pengusaha dan investor. Tetapi dalam jangka panjang pekerja

akan terdampak secara positif dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang semakin

luas. UU Cipta Kerja juga masih menjamin hak-hak pekerja dengan melakukan

pemangkasan yang tidak begitu berarti. Adanya UU Cipta Kerja adalah UU ini

memangkas sebagian hak baik pekerja maupun pengusaha, tetapi pengusaha

mendapat lebih banyak keuntungan dari pelonggaran usaha. Secara etika dalam

organisasi, UU Cipta Kerja tersebut memenuhi prinsip etis utamanya dalam hubungan

pekerja dengan perusahaan karena hak-hak pekerja masih mendapat jaminan dan

hanya mengalami penyesuaian. Faktanya banyak pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja

yang menghilangkan hak buruh/tenaga kerja tapi di sisi lain para pengusaha tentunya

sangat diuntungkan. Hal itu antara lain terlihat dalam kontrak tanpa batas di Pasal 59,

hari libur dipangkas di Pasal 79, aturan soal pengupahan diganti di Pasal 88, sanksi

tidak bayar upah dihapus di Pasal 91, hak memohon PHK dihapus di Pasal 169 dan

lainnya. Undang-undang ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi

jumlah, dan menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran. Artinya rakyat
mempunyai hak untuk melakukan uji materil terhadap UU yang dianggap merugikan

hak konstitusional warga negara dengan berlakunya sebuah undang-undang.

Mahkamah Konstitusi berkomentar, secara formal atau legislatif, metode

penggabungan atau hukum kolektif dalam UU Pengadaan Tenaga Kerja tidak jelas

apakah itu versi baru atau hanya revisi. Mahkamah Konstitusi juga berdalih, meski

beberapa kali melakukan pertemuan dengan banyak pihak, MK tidak menghormati

prinsip keterbukaan informasi publik saat menyusun UU Ketenagakerjaan. Padahal,

itu salah satu aturan dalam proses legislasi. Selain itu, RUU Cipta Kerja tidak

mudah/sulit diakses oleh masyarakat luas. Karena banyak pertimbangan yang

membuat UU Pengadaan Tenaga Kerja tidak sesuai undang-undang, Mahkamah

Konstitusi telah menyatakan bahwa hal itu inkonstitusional bersyarat kecuali

perubahan dilakukan dalam waktu dua tahun sejak resolusi diundangkan. Artinya,

semua undang-undang yang termuat dalam UU Ketenagakerjaan Komprehensif akan

tetap berlaku sampai perbaikan dilakukan dan semua langkah politik strategis dan

meluas dalam UU Ketenagakerjaan dihentikan. Pertanyaan lebih lanjut muncul dari

putusan MK tentang Undang-Undang Penciptaan Lapangan Kerja, yang menghalangi

pemerintah dan DPR untuk mengadopsinya sebagai aturan baru dalam permainan.

Dari sudut pandang formal, penyusunan RUU itu bermasalah.

Jika demikian, peradilan, atau peradilan atau pengadilan, adalah upaya terakhir

dan terakhir dari warga negara dan mereka untuk memperoleh hak-hak mereka

sebagai keadilan. Dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi anchor point

setelah rakyat meninggalkan perwakilan DPR. Putusan MK ini patut mendapat

persetujuan semua pihak di tengah pesimisme masyarakat terhadap keadilan negeri

kita tercinta yang semakin hari semakin mahal dan semakin jauh dari keadilan. Ini

merupakan energi, semangat, dan langkah baru bagi mereka yang dapat dipercaya
oleh peradilan Indonesia untuk mendapatkan keadilan. Sebagai aturan umum,

yurisdiksi sebagai sarana menegakkan keadilan di negara ini, baik administratif

maupun legislatif, tidak boleh ikut campur, apalagi masuk ke dalam kepentingan

eksternal. Menurut kewajiban konstitusional, peradilan harus independen dalam

pengambilan keputusan sehingga tujuan hukum, keadilan, keamanan dan kepentingan,

dirasakan oleh rakyat. Mahkamah Konstitusi adalah kekuasaan atau kekuasaan

kehakiman yang ada di Indonesia selain Mahkamah Agung (MA) dan lembaga

peradilan yang direformasi, dan salah satu fungsi dan kewenangan Mahkamah adalah

mempertimbangkan UUD 1945.

Salah satu aturan yang aneh adalah tentang pengaturan pembayaran upah

berdasarkan jam kerja. Dikatakan di situ, untuk setidaknya 12 hari kerja cuti tahunan

setelah karyawan yang terlibat telah bekerja tanpa gangguan selama 12 bulan atau

satu tahun di perusahaan, arahan tersebut dapat menghapuskan persyaratan upah

minimum. Rencana ini berlaku untuk pekerja yang bekerja kurang dari 35 jam

seminggu, karena beberapa pekerja diskors kurang dari 45 jam seminggu dan

beberapa di bawah upah minimum. Dan ketika ada pekerja yang bekerja 45 jam,

mereka mendapatkan upah normal. Dan hal ini dapat mendorong pengusaha untuk

mengurangi jam kerja karyawannya. Oleh karena itu, pekerja tidak lagi bekerja 45

jam seminggu. Upah minimum yang seharusnya didapatkan pekerja dapat gugur dan

pengusaha pun dapat tidak memberikan upah kepada para pekerja ini. Dapat

dibayangkan, jika seseorang tidak mendapat upah minimum yang sesuai dengan

seharusnya. Makin banyak rakyat yang tersiksa, karena kalau ditelusuri, masih banyak

pekerja yang bahkan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri hanya

mengandalkan upahnya tersebut. Peraturan ini juga memaksa dan menuntut pekerja

untuk bekerja seperti robot dan bekerja tanpa salah. Pekerja hanya manusia biasa yang
bisa lelah dan bisa salah. Ini adalah salah satu peraturan yang harus direvisi, karena

menyangkut kesejahteraan rakyat sendiri. Jika pekerja itu tidak bahagia, bagaimana

bisa produktif?

Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa hak-hak pekerja ini dapat

menimbulkan etos kerja yang lebih produktif, ternyata juga berlaku untuk semua

warga negara yang bekerja. Misalnya, upah minimum bulanan dan upah per jam.

Sekalipun hak liburan diatur, hal ini tidak menjamin bahwa pekerja perempuan dapat

dengan mudah menggunakan haknya. Pekerja perempuan banyak memiliki hak

liburan yaitu, cuti melahirkan, menikah, suami meninggal, ataupun cuti haid.

Walaupun sudah diatur, tetap saja perusahaan dapat merubahnya dengan sesuka hati.

Bisa saja, karena perusahaan kurang orang saat seseorang cuti dapat digantikan

dengan orang lain. Untuk alasan ini, beberapa perusahaan menaikkan target pekerja

mereka pada bulan berikutnya dan memberi mereka pekerjaan yang sulit sampai

mereka dikeluarkan. Hal ini dilakukan, untuk menimbulkan rasa tidak nyaman bagi

pekerja. Karena, jika perusahaan memecat seseorang, perusahaan harus memberikan

pesangon bagi si pekerja dan lain halnya jika pekerja tersebut yang mengundurkan

diri. Bahkan, bisa saja pekerja mendapat penalti dan harus dan harus membayar denda

kepada perusahaan. Menurut penelitian juga, liburan memiliki dampak positif bagi

karyawan. Penelitian ilmiah telah menunjukkan bahwa penting bagi karyawan untuk

memanfaatkan liburan untuk menjalani kehidupan yang lebih sehat, lebih bahagia,

dan lebih seimbang.

UU Cipta Kerja ini selain dapat untuk menguntungkan investor atau pemilik

usaha, juga harus tetap menghormati hak-hak yang dimiliki oleh pekerja itu sendiri.

Memang, investor ataupun pemilik usaha dapat diberikan kelonggaran, agar makin

banyak investor yang menanamkan dan membuka usaha di Indonesia yang juga
berdampak baik bagi Indonesia. Dengan adanya kelonggaran ini, semakin banyak

lapangan kerja yang terbuka bagi masyarakat Indonesia yang akan menambah taraf

dan tingkat hidup masyarakat Indonesia. Tetapi, tetap UU Cipta Kerja ini harus

mengalami berbagai perubahan, Masih banyak aspek ataupun bagian-bagian yang ada

dalam UU Cipta Kerja ini yang memang harus melalui beberapa revisi. Jangan

sampai, karena ingin menguntungkan pengusaha, rakyat yang bekerja di dalamnya

sampai tersiksa yang juga dapat menimbulkan lingkungan kerja yang tidak sehat.

Seperti, beberapa hak-hak yang sudah disebutkan di atas yang ternyata dapat

menimbulkan produktivitas kerja.

Melihat putusan MK terhadap UU Cipta Kerja yang menguras pikiran

pemerintah dan DPR untuk menggolkannya sebagai aturan main baru, muncul banyak

pertanyaan lanjutan. Dari segi formalnya saja pembuatan UU tersebut bermasalah.

Sejatinya DPR adalah penyambung lidah atas suara rakyat lewat aspirasi dan tuntutan

yang disampaikan kepada pemerintah atas kebijakan dan aturan yang dikeluarkan oleh

eksekutif. DPR sebagai lembaga legislatif mempunyai fungsi sebagai pengawas

jalannya pemerintahan yang dilaksanakan oleh Presiden sebagai lembaga eksekutif.

Kalau fungsi pengawasan oleh DPR terhadap jalannya pemerintahan tidak seperti

yang diamanatkan konstitusi, lalu kepada siapa lagi rakyat akan mengadu? Bila

demikian tentulah badan yudikatif yakni kekuasaan kehakiman atau pengadilan

sebagai langkah dan upaya terakhir yang ditempuh oleh rakyat agar mendapatkan

hak-hak mereka sebagai warga negara dan rasa keadilan. Dalam hal ini Mahkamah

Konstitusi (MK) menjadi tempat berlabuh setelah rakyat berpaling dari wakilnya di

DPR.

Ketentuan uang pesangon bagi kelebihan personel dalam UU Cipta Kerja

termasuk dalam Pasal 156 Klaster Ketenagakerjaan. “Pada saat Hubungan Kerja
(PHK) berakhir, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang pesangon

dan/atau uang pesangon untuk hak menerima,” bunyi Pasal 1. Gaji bulanan karyawan

yang telah bekerja selama satu tahun secara bertahap dinaikkan menjadi maksimal

sembilan untuk karyawan yang telah bekerja selama delapan tahun atau lebih. Setelah

36 tahun bekerja, tunjangan layanan akan diberikan dengan gaji dua bulan. Jumlah ini

meningkat sebanding dengan jam kerja dan hingga 10 kali gaji mereka yang telah

bekerja lebih dari 24 tahun. Di sisi lain, Pasal 82 bagian tentang jenis program

jaminan sosial mengatur tentang asuransi pengangguran dalam Pasal 82. Program

Penjaminan Pengangguran merupakan item baru yang sebelumnya tidak tercantum

dalam Undang-Undang Nomor 40 tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional

Tahun 2004. Di bawah Undang-Undang Penciptaan Ketenagakerjaan, asuransi

pengangguran adalah hak pekerja yang diberhentikan. Jaminan pengangguran dikelola

oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan pemerintah.

Pasal 156 UU 13/2003 menegaskan bahwa dalam hal terjadi pemberhentian,

pengusaha wajib membayar “pesangon dan/atau kompensasi gaji dan tagihan”.

Sementara ganti rugi itu batal demi hukum Cilaka. Susunan pasal tersebut akan

diubah menjadi “Jika hubungan kerja berakhir, pengusaha wajib membayar pesangon

dan/atau bonus prestasi”. Ganti rugi atas kualifikasi yang hilang termasuk mengambil

dan membatalkan cuti tahunan yang dibayar, memulangkan karyawan dan

keluarganya ke tempat penerima, mengganti rumah, pengobatan dan perawatan, dan

hal-hal lain yang diatur dalam kontrak kerja. Atau kesepakatan perundingan bersama.

Kedua, UU 13/2003 menyatakan bahwa jika seseorang telah bekerja di perusahaan

kurang dari satu tahun, uang pesangon paling sedikit satu bulan, masa kerja satu tahun

dua tahun yang lalu, upah dua bulan, dll sampai sembilan. Ditetapkan bahwa Anda

akan menerimanya sekali. Gaji bulanan untuk jangka waktu 8 tahun atau lebih.
Berbeda dengan perhitungan bonus anniversary, tidak ada yang berubah dalam aturan

ini. UU 13/2003 menyatakan bahwa karyawan dapat menerima upah dua bulan untuk

jangka waktu tiga tahun atau lebih dan kurang dari enam tahun. Masa kerja yang

paling berharga adalah upah 10 bulan bagi mereka yang telah bekerja lebih dari 24

tahun. Di bawah hukum Shiraka, kompensasi maksimum yang dapat diterima seorang

pekerja adalah upah hanya delapan bulan untuk masa kerja 21 tahun atau lebih.

Hak-hak pekerja terkait pesangon dan kompensasi dari Pasal 13, Pasal 161 sampai

dengan 172 UU 2003 juga akan dihapuskan dengan UU Shiraka. Jika

Undang-Undang Shiraka disahkan, hak karyawan atas pesangon dan kompensasi

dalam keadaan khusus yang diatur oleh ketentuan ini tidak berlaku lagi. Misalnya,

Pasal 161 menyatakan bahwa jika seorang karyawan diberhentikan karena melanggar

kontrak kerja, karyawan tersebut akan menerima bonus satu tahun setara dengan

pesangon dan satu kali upah sampai diterima tiga peringatan berturut-turut. Contoh

lain, Pasal 162, mengatur hak atas kompensasi jika seorang pekerja mengundurkan

diri secara sukarela. Saat ini, Pasal 164 mengatur bahwa pengusaha harus membayar

satu kali upah pesangon jika perusahaan ditutup karena kerugian untuk tahun kedua

berturut-turut. Majikan juga memberhentikan karyawan sesuai dengan Pasal 13, Pasal

172 UU 2003, karena mereka wajib membayar dua pesangon jika karyawan sakit

kronis dan tidak dapat bekerja dan tidak dapat bekerja setelah 12 bulan.Saya harus

melamar.

Jam kerja normal 8 jam perhari yaitu dari jam 08.00 sampai jam 17.00, jam

istirahat 12.00 sampai 13.00. Saya lembur dari jam 17.00 sampai jam 20.00 = 3 jam

kerja lembur. Tetapi perusahaan memotong setengah jam karena karyawan

melaksanakan sholat magrib jam 18.00 sampai 18.30. Apakah pemotongan ini benar

atau melanggar aturan? Pasal 77 (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (“UU
Ketenagakerjaan”) mengatur jam kerja (normal), dan ada dua model jam kerja

(normal) yaitu:

a). 7 jam per hari, 40 jam per minggu, model jam kerja 6:1, yaitu 6 (6) hari kerja dan

1 (1) minggu hari istirahat.

b). 8 jam sehari, 40 jam seminggu, 5: 2 jam kerja grid, 5 (5) hari kerja dan 2 (2)

minggu istirahat.

Oleh karena itu, model jam kerja perusahaan tempat Anda bekerja diatur

dalam Pasal 77 (2) huruf (b). Tentang lembur, Pasal 78 (1) huruf (b) mengatur

bahwa lembur hanya dapat bekerja sampai 3 jam sehari dan 14 jam sehari. Hal ini

juga tercantum dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Reinkarnasi

Republik Indonesia, di mana Anda dapat bekerja 3 jam sehari dan 14 jam seminggu.

Peraturan lembur tidak termasuk kerja lembur pada saat istirahat mingguan atau

pada hari libur nasional.

Sejauh menyangkut waktu shalat, hal ini tidak diatur lebih rinci oleh

peraturan lembur. Pasal 7 (1) Kepmenaker 102/2004 hanya mengatur bahwa

perusahaan yang mempekerjakan pekerja pada waktu kerja lembur wajib memberikan

waktu istirahat yang layak.

Namun mengingat ketentuan Pasal 80 KUHP, pengusaha pada dasarnya

wajib memberikan kesempatan yang layak bagi pekerja/buruh untuk menjalankan

ibadah yang diwajibkan oleh agamanya. Bagi umat Islam, ibadah Magrib dikenal

sebagai salah satu shalat lima waktu yang wajib dilakukan setiap hari. Dan, menurut

Pasal 84 Kode Perburuhan, semua pekerja yang menggunakan hak istirahat untuk

beribadah di gereja berhak atas upah penuh adalah bertentangan dengan ketentuan

Pasal 80 Kode Perburuhan untuk benar-benar mengurangi waktu lembur untuk

beribadah di gereja. Hal ini menyebabkan pengurangan upah lembur (karena upah
lembur didasarkan pada kerja lembur) dan, sebagaimana disebutkan di atas,

melanggar Pasal 84 Kode Perburuhan. Artinya, pekerja yang menggunakan waktu

luangnya untuk beribadah di gereja berhak atas jumlah penuh. upah.

Pelanggaran Pasal 80 Kode Perburuhan dapat dihukum berdasarkan Pasal

185 Kode Perburuhan. Ini menyatakan:

(1). 69 Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90, Ayat 1, Pasal 143 dan Pasal 160, Ayat 4 dan

7. 4 (4) tahun dan/atau minimal Rp. 100.000.000,00 (100 juta rupiah) dan paling

tinggi Rp. Denda sebesar 400.000.000,00 (400 juta rupiah).

(2). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindak pidana.

Anda perlu membicarakan hal ini dengan perusahaan Anda. Jika perusahaan

Anda terus menerapkan aturan yang dianggap ilegal, Anda dapat melaporkan masalah

tersebut ke departemen Sumber Daya Manusia yang bertanggung jawab atas area

kerja Anda.

Sebaliknya, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 80 KUHP, pengusaha wajib

menyediakan tempat ibadah dimana pekerja/buruh dapat beribadah secara layak

sesuai dengan keadaan dan kemampuan perusahaan. Ini adalah salah satu cara untuk

menyediakan peluang ibadah yang cukup bagi pengusaha. Oleh karena itu, pengusaha

harus menyiapkan mushola di kantor mereka untuk memudahkan pekerja untuk

berdoa. Oleh karena itu, pekerja juga diharapkan untuk tidak berdoa terlalu lama saat

bekerja lembur.

Serikat pekerja memiliki Pasal 42 yang mengatur tentang promosi persetujuan

perekrutan tenaga kerja asing (TKA). Pasal 42 Ayat 1 RUU Komprehensif

menyatakan bahwa "pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing harus

mendapat persetujuan dari pemerintah pusat untuk Rencana Tenaga Kerja Asing".

Jika disahkan, ketentuan UU Komprehensif ini mengubah Pasal 42 UU


Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Ini sebelumnya mengharuskan pekerja asing

untuk mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Komprehensif Penciptaan Lapangan Kerja tidak

berlaku bagi anggota Direksi, anggota pemegang saham tertentu, dan pegawai korps

diplomatik dan konsuler. Berdasarkan Undang-undang Komprehensif, ketentuan ini

juga tidak berlaku untuk apa yang diminta pengusaha untuk jenis pekerjaan

pemeliharaan mesin produksi untuk keadaan darurat, pekerjaan, start-up, kunjungan

perusahaan, dan periode penelitian. Jika mengacu pada Perpres No. 20 Tahun 2018,

tenaga kerja asing mencantumkan beberapa Rencana Penggunaan Tenaga Kerja

Asing (RPTKA), Visa Tinggal Terbatas (VITAS), Izin Tenaga Kerja Asing (IMTA),

dll. Ditentukan bahwa Anda perlu mendapatkan izin untuk itu. Pengesahan RUU

Omnibus akan memudahkan tenaga kerja asing masuk ke Tanah Air, karena

perusahaan yang mensponsori tenaga kerja asing hanya perlu meminta RPTKA.

Seperti diberitakan sebelumnya, Sekjen PHI dan Jamsostek Kementerian Tenaga

Kerja Adriani mengakui masuknya tenaga kerja asing digalakkan oleh pemerintah.

Namun, pekerja asing hanya bisa bekerja selama dua bulan. Adriani mengatakan,

semakin mudah mempekerjakan tenaga kerja asing dibandingkan dengan tenaga kerja

biasa, maka akan semakin mudah untuk bekerja. Ada beberapa segmen pekerjaan

yang harus diakui dan tidak bisa dikuasai oleh pekerja lokal. Dia mencontohkan

mesin yang rusak di perusahaan. Mungkin tidak ada ahli untuk memperbaiki mesin

dari Indonesia, sehingga Anda harus membawa pekerja asing untuk memperbaikinya.

Dia juga mengulangi bahwa jam kerja diperpanjang hingga satu bulan dan hanya

diizinkan dua bulan. Oleh karena itu, waktu kerja adalah sekitar 3 bulan. Sementara

itu, Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui UU Komprehensif


mengatur tenaga kerja asing atau ekspatriat masuk ke Tanah Air tanpa birokrasi yang

rumit dan memakan waktu.

Reference :

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.fajarp

endidikan.co.id/opini-uu-cipta-kerja-etis-atau-tidak/&ved=2ahUKEwi8srnn5uT0AhW

B7nMBHfNrD0kQFnoECAcQAQ&usg=AOvVaw2zrwQDQCZbuSOaEJgWA7lJ

Opini: Kontroversi Putusan Cipta Kerja Berakhir di MK - Ekonomi

Bisnis.comhttps://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5200253/ini-poin-poin-k

ontroversi-omnibus-law-cipta-kerja-yang-diprotes-buruh/2

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://madaniberk

elanjutan.id/2021/02/04/pandangan-kritis-terhadap-undang-undang-no-11-tahun-2020

-tentang-cipta-kerja-masa-depan-ekonomi-dan-lingkungan-hidup&ved=2ahUKEwi8sr

nn5uT0AhWB7nMBHfNrD0kQFnoECCEQAQ&usg=AOvVaw0bSBZH-cyRX-EiK9

-RJ48H

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5200253/ini-poin-poin-kontr

oversi-omnibus-law-cipta-kerja-yang-diprotes-buruh/2

https://www.kompas.tv/article/113644/berikut-poin-poin-penting-omnibus-law

-uu-cipta-kerja-yang-jadi-kontroversi?page=all

https://katadata.co.id/pingitaria/berita/5f7ae3ba53970/menyoal-berkurangnya-

pesangon-karyawan-dalam-ruu-cipta-kerja

https://tirto.id/kompensasi-phk-di-omnibus-law-bikin-cilaka-ezcw

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5141e026b9669/masalah-

pemotongan-waktu-kerja-lembur-karena-melaksanakan-ibadah
https://money.kompas.com/read/2020/03/11/142726526/pasal-kontroversi-di-o

mnibus-law-kemudahan-rekrut-tenaga-kerja-asing?page=all

Anda mungkin juga menyukai