Anda di halaman 1dari 32

TUGAS

HUKUM ACARA PIDANA

MENGENAL UU CIPTA KERJA

ASTRI APRILIA NINGSIH


201930036
REGULER B

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SULAWESI TENGGARA
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini saya menjelaskan
mengenai UU Cipta Kerja. Makalah ini saya buat dalam rangka
memperdalam matakuliah Hukum Acara Pidana. Saya menyadari, dalam
makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal ini disebabkan
terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran. Demi perbaikan dan
kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kendari, 24 Desember 2021

Astri Aprilia Ningsi


DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
1. apa itu Omnibus law UU Cipta Kerja?
2. Isi UU Cipta Kerja
3. Pasal Kontroversial
4. Klaim Pemeintah
5. Manfaat UU Cipta Kerja menurut Pemerintah
6. Hubungan UU Cipta Kerja dengan Investasi di Indonesia.
7. UU Cipta Kerja Memperluas Lapangan Pekerjaan.
8. Opini Masyarakat Tentang UU Cipta Kerja
9. Dunia Kerja Setelah Disahkannya UU Cipta Kerja
10. Dampak UU Cipta Kerja Terhadap UU Ketenagakerjaan.
BAB III KESIMPULAN
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya pada 20
Oktober 2019, menyampaikan rencananya mengenai perumusan omnibus
law bersama DPR. Ia menyebutkan ada dua undang-undang yang akan
tercakup di dalamnya, yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan UU
Pemberdayaan UMKM. Pada Februari 2020, pemerintah Indonesia
mengajukan undang-undang sapu jagat ke DPR dengan target
musyawarah yang selesai dalam tempo 100 hari. Versi draf RUU dikritik
oleh elemen media Indonesia, kelompok hak asasi manusia, serikat
pekerja, dan organisasi lingkungan hidup karena mendukung oligarki dan
membatasi hak-hak sipil rakyat. Di lain pihak, Kamar Dagang dan Industri
Indonesia mendukung RUU ini.
Setelah revisi yang dilakukan terhadap beberapa pasal, RUU Cipta
Kerja disahkan DPR pada Senin, 5 Oktober 2020, tiga hari lebih cepat dari
tanggal pengesahan yang dijadwalkan. Pengesahan RUU juga dilakukan
sebelum hari unjuk rasa selanjutnya yang telah direncanakan oleh serikat
pekerja. Beberapa jam sebelum disahkan, 35 perusahaan investasi
mengirim surat yang memperingatkan pemerintah tentang konsekuensi
berbahaya dari RUU tersebut bagi lingkungan.
Pengesahan RUU Cipta Kerja didukung oleh tujuh partai yaitu
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Golkar, Gerindra, Partai
NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional, dan Partai
Persatuan Pembangunan sementara dua partai yang menolak adalah
Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.
2. Rumusan Masalah
a. apa itu UU Cipta Kerja
b. Apa Isi Dari UU Cipta Kerja
c. Apa manfaat dari UU Cipta Kerja Tersebut
d. Apa dampak dari UU Cipta Kerja Tersebut
3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberi
pengenalan apa itu UU Cipta Kerja dan apa dampaknya bagi rakyat.
BAB II
PEMBAHASAN

1. apa itu Omnibus law UU Cipta Kerja?


Dilansir dari wikipedia, Undang-Undang Cipta Kerja atau Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (disingkat UU Ciptaker
atau UU CK) adalah undang-undang di Indonesia yang telah disahkan
pada tanggal 5 Oktober 2020 oleh DPR RI dan diundangkan pada 2
November 2020 dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja dan
meningkatkan investasi asing dan dalam negeri dengan mengurangi
persyaratan peraturan untuk izin usaha dan pembebasan tanah. Karena
memiliki panjang 1.187 halaman dan mencakup banyak sektor, UU ini
juga disebut sebagai undang-undang sapu jagat atau omnibus law.
Undang-Undang Cipta Kerja menuai kritik karena dikhawatirkan
akan merugikan hak-hak pekerja serta meningkatkan deforestasi di
Indonesia dengan mengurangi perlindungan lingkungan. Rangkaian unjuk
rasa untuk menolak undang-undang ini masih berlangsung dan menuntut
agar undang-undang ini dicabut. Walau telah disahkan DPR, terdapat
cacat dalam proses perundangan berupa perubahan isi materi UU yang
dapat berimplikasi pada hukuman pidana.
Undang-Undang Cipta Kerja telah dinyatakan "inkonstitusional
bersyarat" oleh Mahkamah Konstitusi, di mana undang-undang tersebut
harus diperbaiki hingga maksimal 25 November 2023.
Omnibus Law atau dikenal dengan Omnibus Bill merupakan suatu
Undang-Undang (UU) yang dibuat untuk mencabut, menambah, dan
mengubah beberapa UU sekaligus menjadi lebih sederhana. Sejatinya,
Omnibus Law berkaitan dalam bidang ekonomi. Namun, justru Omnibus
Law menjadi ancaman bagi masyarakat, salah satunya sistem
ketenagakerjaan yang tidak adil bagi para pekerja. Konsep kata ‘omnibus’
berasal dari Bahasa Latin, yang artinya ‘untuk semua’. Artinya, omnibus
bersifat lintas sektor atau UU sapu jagat.
Mengutip dari demajusticia.org, konsep Omnibus Law bermuara
pada negara yang menganut sistem hukum Common Law System, seperti
Amerika Serikat. Sementara Indonesia menganut Civil Law System yang
lebih mengutamakan kodifikasi hukum agar ketentuan hukum dapat efektif
sebagaimana yang diharapkan. RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang
diusulkan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya pada 20
Oktober 2019 lalu. Ada tiga hal yang disasar pemerintahan Joko Widodo
melalui Omnibus Law, yakni UU Perpajakan, Cipta Kerja, dan
Pemberdayaan UMKM. Sejauh ini, terdapat 74 UU yang akan terdampak
Omnibus Law. Omnibus Law bukanlah rencana pertama kalinya di
Indonesia. Sekitar 25 tahun lalu, Presiden Soeharto pernah menerbitkan
PP No 20/1994 namun hal ini dinilai bertentangan dengan berbagai UU
karena telah mengubah materi muatan.
UU Cipta Kerja merupakan upaya penciptaan kerja melalui usaha
kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, usaha mikro, kecil, dan
menengah peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha,
dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional.
UU Cipta Kerja merupakan bagian dari Omnibus Law. RUU
tersebut menimbulkan kontroversi sejak awal pembahasan lantaran
dianggap merugikan para pekerja atau buruh dan hanya mementingkan
pemberi kerja atau investor Dikutip dari draf, UU Cipta Kerja bertujuan
untuk menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat
Indonesia secara merata. Banyaknya UU yang tumpang tindih di
Indonesia membuat pemerintah mencoba menyelesaikannya dengan
Omnibus Law, salah satunya ketenagakerjaan.
Setelah disahkan oleh DPR, UU Cipta Kerja akan merevisi isi
sejumlah pasal di UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Banyak pasal yang dipersoalkan oleh serikat buruh akan adanya RUU ini
yang dinilai mengancam hak asasi manusia (HAM). Salah satunya
pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dikurangi menjadi 25
kali upah dari sebelumnya 32 kali upah. RUU Cipta Kerja juga menghapus
ketentuan UU Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa perjanjian waktu
kerja tertentu akan otomatis berubah menjadi perjanjian waktu kerja tidak
tertentu apabila tidak dibuat dalam perjanjian tertulis.
Beberapa ketentuan yang terdapat dalam RUU Cipta Kerja juga
dianggap kontroversial di antaranya, waktu jam kerja, upah minimum,
rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA), pekerja kontrak
(perjanjian kerja waktu tertentu/PKWT), mekanisme PHK, hingga jaminan
sosial. Terkait hasil pembahasan, UU Cipta Kerja merupakan beleid yang
disusun dengan menggunakan metode Omnibus Law. UU Cipta Kerja
terdiri dari 15 bab dan 174 pasal, yang berdampak terhadap 1.203 pasal
dari 79 undang-undang terkait, dan terbagi dalam 7.197 daftar
inventarisasi masalah.
Kalangan buruh akan melakukan gerakan mogok nasional Oktober
2020 (demo Omnibus Law 2020) selama tiga hari, Selasa (6/10/2020). Hal
itu dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Cipta Kerja.
Sebelumnya, meski sudah menuai protes dari serikat buruh di
Tanah Air, pemerintah dan DPR tak bergeming dan terus melanjutkan
upaya pengesahan RUU yang masuk dalam paket omnibus law tersebut.
Saat ini, Omnibus Law RUU Cipta Kerja tinggal menunggu
pengesahan di rapat Paripurna DPR. Dalam rapat Baleg, dua fraksi
menyatakan menolak RUU ini yaitu Partai Keadilan Sejahtera dan Partai
Demokrat.
Sementara sebanyak tujuh fraksi melalui pandangan fraksi mini
telah menyetujui yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P),
Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan
Bangsa, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan.
Lalu apa itu omnibus law yang jadi kontroversi dan ditolak mati-
matian oleh kalangan buruh dan apa isi RUU Cipta Kerja (omnibus law itu
apa)? Secara terminologi, omnibus berasal dari Bahasa Latin yang berarti
untuk semuanya. Dalam konteks hukum, omnibus law adalah hukum yang
bisa mencakup untuk semua atau satu undang-undang yang mengatur
banyak hal.
Dengan kata lain, omnibus law artinya metode atau konsep
pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang
substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu
payung hukum. RUU Cipta Kerja hanya salah satu bagian dari omnibus
law. Dalam omnibus law, terdapat tiga RUU yang siap diundangkan,
antara lain RUU tentang Cipta Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas
Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU tentang
Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Namun demikian, Omnibus Law Cipta Kerja jadi RUU yang paling
banyak jadi sorotan publik. Selain dianggap banyak memuat pasal
kontroversial, RUU Cipta Kerja dinilai serikat buruh hanya mementingkan
kepentingan investor. Secara substansi, RUU Cipta Kerja adalah paket
Omnibus Law yang dampaknya paling berpengaruh pada masyarakat
luas, terutama jutaan pekerja di Indonesia. Hal ini yang membuat banyak
serikat buruh mati-matian menolak RUU Cipta Kerja.
Sementara itu, dikutip dari Naskah Akademik Omnibus Law RUU
Cipta Kerja, ada 11 klaster yang masuk dalam undang-undang ini antara
lain Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan,
Kemudahan Berusaha, Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM,
Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan
Sanksi, Pengadaan Lahan, Kemudahan Investasi dan Proyek Pemerintah,
serta Kawasan Ekonomi Khusus.
Dalam prosesnya di parlemen, tidak ada perbedaan dengan proses
pembuatan UU pada umumnya sebagaimana yang dibahas di DPR.
Hanya saja, isinya tegas mencabut atau mengubah beberapa UU yang
terkait.

2. Isi UU Cipta Kerja


Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Jenis : Undang-undang (UU)
Entitas : Pemerintah Pusat
Nomor : 11
Tahun : 2020
Judul : Undang-undang (UU) tentang Cipta Kerja
Ditetapkan : Tanggal 02 November 2020
Diundangkan : Tanggal 02 November 2020
Berlaku Tanggal : 02 November 2020
Sumber : LN.2020/No.245, TLN No.6573,
jdih.setneg.go.id : 769 hlm.
Tema : Informasi, Pers, Pos, dan Periklanan
Keagamaan, Ibadah, dan Penyelenggaraan Haji Kehutanan dan
Perkebunan Kesehatan Ketenagakerjaan Konstruksi, Sipil, Arsitek,
Bangunan, dan Infrastruktur Pariwisata dan Kebudayaan Penanaman
Modal dan Investasi Pendidikan Perikanan dan Kelautan Perlindungan
Usaha, Perusahaan, Badan Usaha, Perdagangan Pertambangan Migas,
Mineral dan Energi Pangan, Pertanian dan Peternakan Telekomunikasi,
Informatika, dan Internet Transportasi Darat/Laut/Udara Pertahanan dan
Keamanan, Militer Perizinan, Pelayanan Publik Perindustrian Perumahan,
Permukiman Cipta Kerja

STATUS
Mencabut :
UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 juncto Staatsblad Tahun 1940 Nomor
450 tentang Undang-Undang Gangguan (Hinderordonnantie)

Mengubah :
 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
 UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan
Umrah
 UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian
Berkelanjutan
 UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air
 UU No. 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi
 UU No. 6 Tahun 2017 tentang Arsitek
 UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran
Indonesia
 UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam
 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
 UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten
 UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
 UU No. 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
 UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
 UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
 UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
 UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
 UU No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
 UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
 UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani
 UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan
 UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
 UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan
 UU No. 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan
 UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
 UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial
 UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial
 UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
 UU No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura
 UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan
 UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
 UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan
 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
 UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
 UU No. 38 Tahun 2009 tentang POS
 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
 UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman
 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
 UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
 UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
 UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
 UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
 UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
 UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
 UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
 UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
 UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
 UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan
 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
 UU No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan Menjadi Undang-Undang
 UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
 UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
 UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
 UU No. 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi
Undang-Undang
 UU No. 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-
Undang
 UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
 UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
 UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran
 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
 UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
 UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
 UU No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal

UJI MATERI MAHKAMAH KONSTITUSI


Telah dilakukan uji materiil oleh MK dengan putusan sebagai berikut:
PUTUSAN Nomor 91/PUU-XVIII/2020

3. Pasal Kontroversial
Banyaknya UU yang tumpang tindih di Indonesia ini yang coba
diselesaikan lewat Omnibus Law. Salah satunya sektor ketenagakerjaan.
Jika disahkan, RUU Cipta Kerja akan merevisi sejumlah pasal di UU
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Di sektor ketenagakerjaan, pemerintah berencana menghapuskan,
mengubah, dan menambahkan pasal terkait dengan UU Ketenagakerjaan.
Contohnya, pemerintah berencana mengubah skema pemberian uang
penghargaan kepada pekerja yang terkena PHK. Besaran uang
penghargaan ditentukan berdasarkan lama karyawan bekerja di satu
perusahaan.
Namun, jika dibandingkan aturan yang berlaku saat ini, UU Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, skema pemberian uang
penghargaan Omnibus Law RUU Cipta Kerja justru mengalami
penyusutan.
Di dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, pemerintah juga
berencana menghapus skema pemutusan hubungan kerja (PHK), dimana
ada penghapusan mengenai hak pekerja mengajukan gugatan ke
lembaga perselisihan hubungan industrial.
Sejumlah pasal dari RUU Omnibus Law adalah dianggap serikat
buruh akan merugikan posisi tawar pekerja. Salah satu yang jadi sorotan
yakni penghapusan skema upah minimum UMK yang diganti dengan UMP
yang bisa membuat upah pekerja lebih rendah. Lalu, buruh juga
mempersoalkan Pasal 79 yang menyatakan istirahat hanya 1 hari per
minggu. Ini artinya, kewajiban pengusaha memberikan waktu istirahat
kepada pekerja atau buruh makin berkurang dalam Omnibus Law RUU
Cipta Kerja. Jika disahkan, pemerintah dianggap memberikan legalitas
bagi pengusaha yang selama ini menerapkan jatah libur hanya sehari
dalam sepekan. Sementara untuk libur dua hari per minggu, dianggap
sebagai kebijakan masing-masing perusahaan yang tidak diatur
pemerintah. Hal ini dinilai melemahkan posisi pekerja.
4. Klaim Pemeintah
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto
mengatakan, Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan bermanfaat besar
untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional dan membawa Indonesia
memasuki era baru perekonomian global.
“RUU Cipta Kerja akan mendorong reformasi regulasi dan
debirokratisasi, sehingga pelayanan Pemerintahan akan lebih efisien,
mudah, dan pasti, dengan adanya penerapan Norma, Standar, Prosedur,
dan Kriteria (NSPK) dan penggunaan sistem elektronik,” ujar Menko
Airlangga dlama keterangan resminya.
Selama ini kata Airlangga, masalah yang kerap menghambat
peningkatan investasi dan pembukaan lapangan kerja, antara lain proses
perizinan berusaha yang rumit dan lama, persyaratan investasi yang
memberatkan, pengadaan lahan yang sulit, hingga pemberdayaan UMKM
dan koperasi yang belum optimal. Ditambah lagi, proses administrasi dan
birokrasi perizinan yang cenderung lamban pada akhirnya menghambat
investasi dan pembukaan lapangan kerja.
Airlangga mengatakan, RUU Cipta Kerja ditujukan untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan yang menghambat peningkatan
investasi dan pembukaan lapangan kerja. Hal itu dilakukan melalui
penyederhanaan sistem birokrasi dan perizinan, kemudahan bagi pelaku
usaha terutama UMKM, ekosistem investasi yang kondusif, hingga
penciptaan lapangan kerja untuk menjawab kebutuhan angkatan kerja
yang terus bertambah. Ia juga mengatakan, manfaat yang dapat
dirasakan setelah berlakunya RUU Cipta Kerja antara lain pelaku UMKM
berupa dukungan dalam bentuk kemudahan dan kepastian dalam proses
perizinan melalui OSS (Online Single Submission).
Selain itu ucap Airlangga, ada kemudahan dalam mendaftarkan
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), kemudahan dalam mendirikan
Perseroan Terbuka (PT) perseorangan, hingga kemudahan dengan
persyaratan yang mudah dan juga biaya yang murah, sehingga ada
kepastian legalitas bagi pelaku usaha UMKM. Tidak hanya itu, Omnibus
Law RUU Cipta Kerja juga disebut menawarkan kemudahan dalam
pendirian koperasi, dengan menetapkan minimal jumlah pendirian hanya
oleh 9 orang. Koperasi juga diberikan dasar hukum yang kuat untuk
melaksanakan prinsip usaha syariah, selain juga kemudahan dalam
pemanfaatan teknologi.

5. Manfaat UU Cipta Kerja menurut Pemerintah


Pemerintah mengklaim sejumlah manfaat akan dirasakan
masyarakat setelah berlakunya Rancangan Undang-undang Cipta Kerja,
khususnya bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
“RUU Cipta Kerja akan mendorong reformasi regulasi dan
debirokratisasi, sehingga pelayanan Pemerintahan akan lebih efisien,
mudah, dan pasti, dengan adanya penerapan Norma, Standar, Prosedur,
dan Kriteria [NSPK] dan penggunaan sistem elektronik," kata Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dikutip dari
keterangan resminya, Minggu (5/10/2020).
Berikut ini sejumlah manfaat yang diklaim pemerintah:
1. UMKM dan Koperasi
UU Cipta Kerja ini diklaim memberikan kemudahan dan
kepastian dalam proses perizinan melalui OSS (Online Single
Submission), pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), dan
kemudahan dalam mendirikan Perseroan Terbuka (PT)
perseorangan.
UU Cipta Kerja juga menawarkan kemudahan dalam
pendirian koperasi, dengan menetapkan minimal jumlah pendirian
hanya oleh 9 orang. Koperasi juga diberikan dasar hukum yang
kuat untuk melaksanakan prinsip usaha syariah.
2. Sertifikasi Halal
Untuk Sertifikasi Halal, UU Cipta Kerja menjamin percepatan
dan kepastian dalam proses sertifikasi halal. Bahkan bagi pelaku
Usaha Mikro dan Kecil (UMK), pemerintah memberikan kemudahan
tambahan berupa biaya sertifikasi yang ditanggung pemerintah.
Lembaga Pemeriksa Halal juga diperluas lingkupnya sehingga kini
dapat dilakukan oleh Ormas Islam dan Perguruan Tinggi Negeri.
3. Perkebunan Masyarakat di Kawasan Hutan
Terkait keberadaan perkebunan masyarakat yang terlanjur
masuk kawasan hutan, masyarakat akan dapat memiliki kepastian
pemanfaatan atas keterlanjuran lahan dalam kawasan hutan.
Nantinya, lahan masyarakat yang berada di kawasan konservasi,
masyarakat tetap dapat memanfaatkan hasil perkebunan dengan
pengawasan dari pemerintah.
4. Pesangon dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan
UU Cipta Kerja ini menjamin adanya kepastian dalam
pemberian pesangon. Pemerintah menerapkan Program Jaminan
Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan tidak mengurangi manfaat
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm),
Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP), serta tidak
menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha.
“Jaminan Kehilangan Pekerjaan [JKP] merupakan bentuk
perlindungan terhadap Pekerja yang terkena PHK, dengan manfaat
berupa cash-benefit, upskilling dan upgrading, serta akses ke pasar
tenaga kerja, sehingga bisa mendapatkan pekerjaan baru atau bisa
membuka usaha," ujar Airlangga.
Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga tetap
mengikuti persyaratan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
Selain itu, RUU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti haid dan
cuti hamil yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
5. Penyederhanaan Izin untuk Nelayan
Tak hanya itu, bagi nelayan juga diatur penyederhanaan
perizinan berusaha untuk kapal perikanan. Kini perizinan hanya
cukup satu pintu melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP). Kementerian Perhubungan tetap memberikan dukungan
melalui standar keselamatan.
6. Insentif Fiskal dan Perlindungan Hukum
Bagi Pelaku Usaha, RUU Cipta Kerja akan memberi manfaat
yang mencakup kemudahan dan kepastian dalam mendapatkan
perizinan berusaha dengan penerapan perizinan berbasis risiko
(risk based approach) dan penerapan standar.
Pelaku usaha juga mendapatkan insentif dan kemudahan,
baik dalam bentuk insentif fiskal maupun kemudahan dan kepastian
pelayanan dalam rangka investasi, di samping adanya bidang
kegiatan usaha yang lebih luas untuk dapat dimasuki investasi,
dengan mengacu kepada bidang usaha yang diprioritaskan
Pemerintah (Daftar Prioritas Investasi).
Jaminan perlindungan hukum yang cukup kuat juga kini
dimiliki pelaku usaha, dengan penerapan ultimum remedium yang
berkaitan dengan sanksi. Pelanggaran administrasi hanya
dikenakan sanksi administrasi, sedangkan pelanggaran yang
menimbulkan akibat K3L (Keselamatan, Keselamatan, Keamanan,
dan Lingkungan) dikenakan sanksi pidana.
7. Perumahan bagi MBR
Regulasi ini akan mempercepat pembangunan rumah bagi
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dikelola khusus
oleh Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto
menyatakan, RUU Cipta Kerja akan dapat mendorong debirokratisasi
sehingga pelayanan pemerintahan akan lebih efisien, mudah, dan pasti,
dengan penerapan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) dan
penggunaan sistem eletronik.
“Yang lebih penting adalah manfaat yang akan didapat masyarakat
setelah berlakunya UU Cipta Kerja,”
kata Airlangga dalam rapat kerja pembahasan RUU Cipta Kerja
dengan DPR, akhir pekan lalu. Dalam RUU tersebut, ada dukungan untuk
UMKM lewat kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui
OSS. Kemudian, kemudahan dalam mendaftarkan Hak Kekayaan
Intelektual (HAKI) serta kemudahan dalam mendirikan Perusahaan
Terbuka (PT) perseorangan.
“Kemudahan ini dengan persyaratan yang mudah dan juga biaya
yang murah, sehingga ada kepastian legalitas bagi pelaku usaha UMKM,”
imbuh Airlangga. Untuk koperasi terdapat kemudahan dalam
pendirian koperasi dengan menetapkan minimal jumlah anggota sembilan
orang. Bahkan koperasi diberikan keleluasaan untuk melaksanakan
prinsip usaha syariah, dan dapat memanfaatkan teknologi. Sementara
untuk Sertifikasi Halal, dilakukan percepatan dan kepastian dalam proses
sertifikasi halal.
Bagi pelaku UMK diberikan kemudahan dan biaya ditanggung
pemerintah, serta memperluas Lembaga Pemeriksa Halal, yang dapat
dilakukan oleh Ormas Islam dan Perguruan Tinggi Negeri.
“Terhadap keterlanjuran perkebunan masyarakat di kawasan hutan,
masyarakat akan dapat memiliki kepastian pemanfaatan atas
keterlanjuran lahan dalam kawasan hutan, di mana untuk lahan
masyarakat yang berada di kawasan konservasi, maka masyarakat tetap
dapat memanfaatkan hasil perkebunan dengan pengawasan dari
pemerintah,” ucap Airlangga.
Untuk nelayan, juga telah diatur penyederhanaan perizinan
berusaha untuk kapal perikanan, yang dilakukan melalui satu pintu di
KKP, dimana KemenHub memberikan dukungan melalui standar
keselamatan.
Dari sisi perumahan, lewat RUU Cipta Kerja Pemerintah akan
memberikan percepatan pembangunan rumah bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dikelola khusus oleh Badan
Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3).
"Pemerintah juga mengejar percepatan reformasi agraria dan
redistribusi tanah yang akan dilakukan oleh Bank Tanah,” ujar Airlangga.
Adapun soal peningkatan perlindungan kepada pekerja, RUU Cipta
Kerja juga hadir memberi solusi. Misalnya adanya kepastian dalam
pemberian pesangon, di mana dalam pemberian pesangon Pemerintah
menerapkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan tidak
mengurangi manfaat JKK, JKm, JHT, dan JP serta tidak menambah
beban iuran dari pekerja atau pengusaha.
Menurut Airlangga, Pelaksanaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan
(JKP) yang dilakukan oleh Pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan
dengan tidak mengurangi manfaat JKK, JKm, JHT, dan JP serta tidak
menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha.
Dalam pengaturan jam kerja yang khusus untuk pekerjaan tertentu
yang sifatnya tidak dapat melakukan jam kerja yang umum yang telah
diatur dalam UU Ketenagakerjaan, dengan memperhatikan trend
pekerjaan yang mengarah kepada pemanfaatan digital, termasuk untuk
Industri 4.0 dan ekonomi digital.
Airlangga juga menyatakan jika persyaratan PHK tetap mengikuti
persyaratan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan RUU Cipta Kerja
tidak menghilangkan hak cuti haid, cuti hamil yang telah diatur dalam UU
Ketenagakerjaan.
Adapun bagi pelaku usaha, mereka akan mendapat manfaat yang
mencakup kemudahan dan kepastian dalam mendapatkan perizinan
berusaha dengan penerapan perizinan berbasis risiko dan penerapan
standar. Pemberian hak dan perlindungan pekerja atau buruh dapat
dilakukan dengan baik, akan meningkatkan daya saing dan produktivitas.
Pun mereka mendapatkan insentif dan kemudahan baik dalam bentuk
insentif fiskal maupun kemudahan dan kepastian pelayanan dalam rangka
investasi.
“Selain itu adanya ruang kegiatan usaha yang lebih luas untuk
dapat dimasuki investasi dengan mengacu kepada bidang usaha yang
diprioritaskan pemerintah,” ungkap Airlangga.
Pelaku usaha juga mendapatkan jaminan perlindungan hukum
yang cukup kuat dengan penerapan ultimum remedium yang berkaitan
dengan sanksi. Pelanggaran administrasi hanya dikenakan sanksi
administrasi, sedangkan pelanggaran yang menimbulkan akibat K3L
(Keselamatan, Keselamatan, Keamanan, dan Lingkungan) dikenakan
sanksi pidana.

6. Hubungan UU Cipta Kerja dengan Investasi di Indonesia.


UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja merupakan omnibus
law yang mengatur perubahan peraturan beragam sektor dengan tujuan
memperbaiki iklim investasi dan mewujudkan kepastian hukum.
Terobosan Omnibus Law memungkinkan 80 Undang-Undang dan
lebih dari 1.200 pasal direvisi dengan UU Cipta Kerja yang mengatur
multisektor. Dengan demikian, revisi memangkas pasal-pasal yang tidak
efektif. Terobosan ini diperlukan untuk memperbaiki iklim berusaha,
memperbaiki kebijakan horizontal dan vertikal yang saling berbenturan,
meningkatkan indeks regulasi Indonesia yang masih rendah, mengatasi
fenomena hyper regulation dan kebijakan tidak efisien, serta UU yang
bersifat sektoral dan sering tidak sinkron.
Tujuan utama dari UU Cipta Kerja adalah mendorong investasi,
mempercepat transformasi ekonomi, menyelaraskan kebijakan pusat-
daerah, memberi kemudahan berusaha, mengatasi masalah regulasi yang
tumpang tindih, serta untuk menghilangkan ego sektoral.
Pengesahan UU Cipta Kerja diharapkan dapat memberikan
pengaruh terhadap perkembangan ekonomi yang baik.

Menciptakan Lapangan Kerja


Indonesia memiliki visi untuk menjadi 5 besar negara dengan
ekonomi terkuat di dunia, serta memiliki PDB Rp 27 juta per kapita per
bulan pada tahun 2045. Harapannya UU Cipta Kerja dapat membuat iklim
investasi kondusif akan menyerap lebih banyak tenaga kerja sehingga
mengurangi pengangguran, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta
produktivitas pekerja meningkat.
Cipta Kerja memiliki beberapa kebijakan strategis. Kebijakan
tersebut adalah peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha,
perlindungan dan kesejahteraan pekerja, kemudahan, pemberdayaan,
dan perlindungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Selain itu,
kebijakan lainnya adalah peningkatan investasi pemerintah dan proyek
strategis nasional.

UU Cipta Kerja Dorong Investasi


Pandemi COVID-19 menghadirkan cukup banyak tantangan
selama 2 tahun terakhir. Perekonomian global mengalami permasalahan
yang serupa. Pemerintah Indonesia terus berusaha untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Salah satunya adalah dengan mengesahkan
Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Pengesahan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja mendorong investasi dengan sistem perizinan yang sederhana.
Proses perizinan kegiatan usaha kini telah diubah dari berbasis izin
menjadi berbasis risiko. Sistem yang disebut Perizinan Berbasis Risiko
bisa didapatkan secara daring melalui Online Single Submission Risk
Based Approach (OSS-RBA).
Perizinan berbasis risiko merupakan sistem perizinan berdasarkan
tingkat risiko kegiatan usaha. Tingkat risiko tersebut dibagi menjadi
rendah, menengah rendah, menengah tinggi, dan tinggi. Selain itu,
beberapa faktor lain juga dipertimbangkan seperti peringkat skala kegiatan
usaha dan luas lahan sebagaimana tercantum pada lampiran peraturan
pemerintah tentang penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis
Risiko.
Sistem perizinan yang lebih mudah dan cepat tentu sangat
membantu perbaikan ekonomi negara. Hal ini dikarenakan dengan sistem
perizinan yang baik akan membuat calon investor lebih tertarik
berinvestasi di Indonesia.

Persyaratan Investasi Dipermudah


Persyaratan investasi menjadi lebih mudah dengan UU Cipta Kerja.
Pertama, menetapkan bidang usaha penanaman modal yang didorong
untuk investasi. Kriteria investasi yang dimaksud mencakup teknologi
tinggi, investasi besar, berbasis digital, dan padat karya. Kedua, untuk
kegiatan usaha UMKM dapat bermitra dengan modal asing. Ketiga, status
Penanaman Modal Asing (PMA) hanya dikaitkan dengan batasan
kepemilikan asing. Persyaratan keempat dan terakhir, ketentuan
persyaratan investasi dalam UU sektor dihapus karena akan diatur dalam
Perpres Bidang Usaha Penanaman Modal (BUPM).
Dengan UU Cipta Kerja yang disahkan oleh pemerintah diharapkan
akan mendorong masuknya investasi yang berkualitas sehingga
berdampak pada penyerapan tenaga kerja serta meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

7. UU Cipta Kerja Memperluas Lapangan Pekerjaan.


Dilansir dari :
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
SIARAN PERS
HM.4.6/21/SET.M.EKON.3/02/2021
Peraturan Pelaksanaan UU Cipta Kerja, Ciptakan Era Baru Berusaha
untuk Perluasan Lapangan Kerja
Jakarta, 21 Februari 2021
Pemerintah telah menyelesaikan 51 peraturan pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta
Kerja). Hal ini sesuai ketentuan Pasal 185 UU Cipta Kerja yang
mengamanatkan penetapan peraturan pelaksanaan paling lama 3 (tiga)
bulan sejak UU Cipta Kerja mulai berlaku pada 2 November 2020.
Peraturan pelaksanaan yang pertama kali diselesaikan adalah 2
(dua) Peraturan Pemerintah (PP) terkait Lembaga Pengelola Investasi
(LPI), yaitu PP Nomor 73 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola
Investasi (LPI) dan PP Nomor 74 Tahun 2020 tentang Modal Awal
Lembaga Pengelola Investasi.
Selanjutnya, diselesaikan juga 49 peraturan pelaksanaan yang
terdiri dari 45 PP dan 4 Peraturan Presiden (Perpres) yang disusun
bersama-sama oleh 20 kementerian/lembaga (K/L) sesuai klasternya
masing-masing.
K/L tersebut yaitu: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan,
Kementerian Kesehatan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian
Dalam Negeri, Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan
Transmigrasi, Kementerian Agama, Kementerian Komunikasi dan
Informatika, dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
Secara substansi, peraturan pelaksanaan tersebut dikelompokkan
dalam 11 klaster pengaturan, yaitu:
1. Perizinan dan Kegiatan Usaha Sektor: 15 PP
2. Koperasi dan UMKM serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDes): 4
PP
3. Investasi: 5 PP dan 1 Perpres
4. Ketenagakerjaan: 4 PP
5. Fasilitas Fiskal: 3 PP
6. Penataan Ruang: 3 PP dan 1 Perpres
7. Lahan dan Hak Atas Tanah: 5 PP
8. Lingkungan Hidup: 1 PP
9. Konstruksi dan Perumahan: 5 PP dan 1 Perpres
10. Kawasan Ekonomi: 2 PP
11. Barang dan Jasa Pemerintah: 1 Perpres
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto
mengatakan bahwa hal mendasar yang diatur dalam PP dan Perpres
tersebut adalah perubahan untuk kemudahan dan kepastian dalam
perizinan serta perluasan bidang untuk investasi, sejalan dengan maksud
dan tujuan UU Cipta Kerja.
“Hal itu akan dapat memperluas lapangan kerja baru, dan
diharapkan akan menjadi upaya Pemerintah mengungkit ekonomi akibat
pandemi Covid-19. Sebab, pertumbuhan ekonomi nasional ditargetkan
sebesar 5,3% pada tahun 2021 ini,” katanya di Jakarta, Minggu (21/2).

Perizinan Berusaha Berbasis Risiko


Pengaturan yang berkaitan dengan perizinan dan kegiatan usaha
sektor merupakan upaya reformasi dan deregulasi yang menyesuaikan
dengan perkembangan ekonomi dan teknologi informasi. Penerapan
perizinan berusaha berbasis risiko mengubah pendekatan kegiatan
berusaha dari berbasis izin ke berbasis risiko (Risk Based
Approach/RBA). Rinciannya sebagai berikut:
a. Cakupan kegiatan berusaha mengacu ke Klasifikasi Baku
Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Tahun 2020.
b. Hasil RBA atas 18 sektor kegiatan usaha (1.531 KBLI) sebanyak
2.280 tingkat risiko, yaitu: Risiko Rendah (RR) sebanyak 707
(31,00%), Risiko Menengah Rendah (RMR) sebanyak 458
(20,09%), Risiko Menengah Tinggi (RMT) sebanyak 670 (29,39%),
dan Risiko Tinggi (RT) sebanyak 445 (19,52%).
c. Berdasarkan hasil RBA tersebut, maka penerapan Perizinan
Berusaha berdasarkan risiko dilaksanakan sebagai berikut: RR
hanya Nomor Induk Berusaha (NIB), RMR dengan NIB + Sertifikat
Standar (Pernyataan), RMT dengan NIB + Sertifikat Standar
(Verifikasi), dan RT dengan NIB + Izin (Verifikasi).
d. Implementasi di sistem melalui Online Single Submission (OSS)
yakni: untuk RR & RMR akan dapat selesai di OSS dan dilakukan
pembinaan serta pengawasan, sedangkan untuk RMT dan RT
dilakukan penyelesaian NIB di OSS serta dilakukan verifikasi
syarat/standar oleh kementerian/lembaga/daerah dan dilaksanakan
pengawasan terhadapnya.
e. Maka 51% kegiatan usaha cukup diselesaikan melalui OSS,
termasuk di dalamnya adalah kegiatan UMK.

Kemudahan Berinvestasi di Dalam Negeri


Untuk bidang usaha penanaman modal atau investasi, Pemerintah
telah mengubah konsep dari semula berbasis kepada Bidang Usaha
Daftar Negatif Investasi (DNI) menjadi Bidang Usaha Prioritas. Berbagai
bidang usaha yang menjadi prioritas ini akan diberikan insentif dan
kemudahan yang meliputi insentif fiskal dan non fiskal.
Insentif fiskal terdiri atas: (1) Insentif Perpajakan, antara lain pajak
penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu
dan/atau di daerah-daerah tertentu (tax allowance), pengurangan pajak
penghasilan badan (tax holiday), atau pengurangan pajak penghasilan
badan dan fasilitas pengurangan penghasilan neto dalam rangka
investasi, serta pengurangan penghasilan bruto dalam rangka kegiatan
tertentu (investment allowance). Kemudian, (2) Insentif Kepabeanan
berupa pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan
bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri.
Adapun insentif non fiskal meliputi kemudahan perizinan berusaha,
penyediaan infrastruktur pendukung, jaminan ketersediaan energi,
jaminan ketersediaan bahan baku, keimigrasian, ketenagakerjaan, dan
kemudahan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Di samping itu, ditetapkan juga bidang usaha
yang dialokasikan atau kemitraan dengan koperasi dan UMKM.
“Perubahan dalam proses perizinan dan perluasan bidang usaha
untuk investasi, kami yakini akan menjadi game changer dalam
percepatan investasi dan pembukaan lapangan kerja baru. Dengan
penerapan UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya, maka kita
memasuki era baru dalam memberikan kemudahan dan kepastian
perizinan dan kegiatan usaha, sehingga akan meningkatkan daya saing
investasi dan produktivitas, serta efisiensi kegiatan usaha,” tutur Menko
Airlangga.

Kesejahteraan Pekerja
UU Cipta Kerja juga mengatur perlindungan dan peningkatan
kesejahteraan pekerja/buruh. Sebagai aturan turunannya, terdapat 4 PP
yang mengatur pelaksanaan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan
(JKP) serta menyempurnakan ketentuan mengenai waktu kerja, hubungan
kerja, dan pemutusan hubungan kerja (PHK), serta pengupahan.
“Kami mengharapkan aturan ini dapat membantu menanggulangi
dampak pandemi Covid-19 terhadap kesejahteraan para pekerja. Selain
itu, di dalam UU Cipta Kerja juga diperjelas dan dipertegas ketentuan
mengenai penggunaan tenaga kerja asing (TKA) yang diperlukan hanya
untuk alih keahlian/keterampilan dan teknologi baru, serta pelaksanaan
investasi,” papar Menko Airlangga.

Serap Aspirasi UU Cipta Kerja


Dalam penyusunan serta pembahasan PP dan Perpres yang telah
ditetapkan tersebut, K/L terkait telah memperhatikan arahan Presiden
Joko Widodo untuk sungguh-sungguh memperhatikan masukan dari
masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan melalui kegiatan serap
aspirasi. Untuk itu, telah dilakukan serap aspirasi melalui:
a. Portal resmi UU Cipta Kerja (https://uu-ciptakerja.go.id/)
Seluruh draft RPP dan RPerpres telah diunggah di dalam portal
resmi UU Cipta Kerja, dan masyarakat juga stakeholders lainnya telah
memberikan masukan melalui portal tersebut. Masukan tersebut telah
disampaikan kepada K/L untuk dibahas dalam penyusunan dan
penyelesaian RPP dan RPerpres.
b. Tim Serap Aspirasi
Tim Serap Aspirasi dibentuk dengan Keputusan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 332 Tahun 2020 yang
beranggotakan para tokoh, akademisi, dan praktisi dengan berbagai latar
keahlian sesuai kebutuhan.
Tim Serap Aspirasi secara aktif telah melakukan kegiatan serap
aspirasi publik, baik melalui webinar, rapat, dan pertemuan dengan
berbagai unsur masyarakat, asosiasi, pelaku usaha, akademisi, LSM, dan
pihak lainnya.
Sampai 31 Januari 2021, Tim Serap Aspirasi telah mengumpulkan
238 aspirasi masyarakat yang terkait dengan 39 peraturan pelaksanaan
UU Cipta Kerja dengan rincian poin sebanyak 2.585 poin.
c. Kegiatan Serap Aspirasi
Kemenko Perekonomian bersama dengan K/L terkait telah
melakukan kegiatan serap aspirasi ke 15 kota, antara lain Jakarta,
Semarang, Palembang, Banjarmasin, Surabaya, Ternate, dan Manado.
Kegiatan ini diikuti oleh berbagai elemen, yaitu unsur pemerintah dan
instansi daerah, universitas, pelaku usaha, masyarakat, LSM, dan media.

d. Posko Cipta Kerja


Posko Cipta Kerja berkantor di Gedung Pos Lantai VI. Tugasnya
menerima perwakilan masyarakat dan pihak-pihak terkait, baik yang
meminta penjelasan tentang UU Cipta Kerja maupun yang memberikan
masukan atas RPP dan RPerpres. Masukan dari Posko Cipta Kerja
tersebut disampaikan kepada K/L untuk menjadi bahan pembahasan RPP
dan RPerpres.
Untuk makin memperkuat pembahasan RPP dan RPerpres UU
Cipta Kerja, Pemerintah juga menunjuk juga Tim Ahli yang beranggotakan
akademisi/pakar dan praktisi, dengan Prof. Romli Atma Sasmita sebagai
koordinatornya. Tim Ahli memberikan reviu atas draft RPP dan RPerpres
yang disusun agar sesuai dan sejalan dengan tujuan UU Cipta Kerja.
Implementasi Aturan Pelaksanaan UU Cipta Kerja
PP dan Perpres yang telah disahkan sebagai aturan pelaksanaan
UU Cipta Kerja tersebut telah dapat dioperasionalkan atau
diimplementasikan, namun K/L akan melakukan penyesuaian untuk
petunjuk teknis pelaksanaan (misalnya terkait SDM, anggaran, dan
organisasi). Pengaturan teknis tersebut tidak akan mengganggu
implementasi PP dan Perpres.
Sedangkan, terkait implementasi dalam Sistem OSS, Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) saat ini tengah melakukan
peningkatan sistem dan akan dapat berjalan sepenuhnya paling lambat 4
bulan setelah PP ditetapkan atau sekitar Juli 2021.
Untuk itu, Kementerian Dalam Negeri juga telah berkoordinasi
dengan Pemerintah Daerah untuk penyiapan dan penyesuaian dalam
pelayanan perizinan di daerah melalui Sistem OSS, termasuk untuk
penyiapan SDM, infrastruktur jaringan, perangkat pendukung, serta
penyesuaian Peraturan Daerah (Perda) terkait.
“K/L terkait akan menyampaikan penjelasan detil atas masing-
masing PP dan Perpres, serta akan melakukan sosialisasi kepada
masyarakat, pemangku kepentingan, dan juga media dalam waktu dekat
ini,” pungkas Menko Airlangga.
8. Opini Masyarakat Tentang UU Cipta Kerja
Masyarakat memberikan penolakan pada rancangan UU Cipta
Kerja karena terdapat pasal-pasal bermasalah meliputi ketenagakerjaan,
pendidikan, pers, hingga lingkungan hidup. Banyak yang menyuarakan
bahwa Rancangan UU Cipta Kerja berisi pasal-pasal yang dapat
mengancam hak pekerja mendapatkan kondisi kerja yang adil dan
menyenangkan.
Kekhawatiran yang timbul adalah peluang UU ini disalahgunakan
dan membahayakan hak pekerja karena memberikan ruang bagi
perusahaan dan korporasi untuk mengeksploitasi tenaga kerja. Beberapa
isu di antaranya terkait dengan cuti haid, kebijakan PHK, kontrak PKWT
hingga masalah waktu lembur.
Sayangnya, kekhawatiran masyarakat ini diperparah dengan
banyaknya hoax beredar mengenai rancangan UU Cipta Kerja. Hal ini
terjadi karena kurangnya sosialisasi menyeluruh dari pemerintah dan
DPR. Padahal, sosialisasi masif sangat diperlukan untuk menyampaikan
tujuan yang baik dari UU Cipta Kerja.

9. Dunia Kerja Setelah Disahkannya UU Cipta Kerja


Setelah disahkan, UU Cipta Kerja telah memiliki aturan turunan
lengkap berupa 45 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden
(Perpres). Terdapat peraturan yang sudah mulai diimplementasikan, salah
satunya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 yang
merupakan turunan dari Undang-undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya
(Outsourcing), Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK).
Isu yang beredar di masyarakat, yang sering juga ditemukan
sebagai hoax tentang UU Cipta Kerja, adalah isu mengenai tidak adanya
batas waktu kontrak bagi pekerja. Faktanya, perusahaan dapat
menyelenggarakan kontrak kerja PKWT dalam periode maksimal 5 tahun,
seperti dinyatakan dalam Pasal 8 Ayat 1 PP No. 35 Tahun 2021.
Hal ini memang berbeda dari aturan sebelumnya, Pasal 59 Ayat 4
UU Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa jangka waktu kontrak
PKWT maksimal hanya selama 3 tahun dengan rincian 2 tahun kontrak
PKWT dan perpanjangan maksimal setahun. Meskipun dalam hal ini
pekerja menjadi kurang diuntungkan, di sisi lain aturan baru ini membuat
pekerja jaminan pekerjaan yang lebih terjamin.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga akan menekankan peningkatan
lapangan kerja dimulai dari tahun 2021. Momentum ini, merupakan
peluang yang sangat baik bagi para lulusan muda atau fresh graduate
yang akan memasuki dunia kerja. Lapangan kerja yang berlimpah
diharapkan juga membantu perbaikan ekonomi di Indonesia.
Demikian informasi yang kamu perlu ketahui tentang dampak dari
UU Cipta Kerja pada dunia kerja di 2021. Pada kesimpulannya, UU Cipta
Kerja diciptakan untuk memperbaiki aturan sebelumnya dan bertujuan
meningkatkan ekonomi negara, sehingga kamu tidak perlu khawatir tidak
memperoleh pekerjaan yang kamu inginkan dengan jaminan dan hak
layak sebagai pekerja.

10. Dampak UU Cipta Kerja Terhadap UU Ketenagakerjaan.


Diantaranya UU Ketenagakerjaan masih hukum positif, sebagian
kaidahnya mengalami perubahan, yang sudah dihapus tidak berlaku lagi,
mengubah besaran pesangon, berpotensi menimbulkan konflik dalam
proses perubahan PP atau PKB, tertutupnya peluang peralihan hubungan
kerja.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
berdampak pada 76 UU, salah satunya UU No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. UU Cipta Kerja mengubah 31 pasal, menghapus 29
pasal, dan menyisipkan 13 pasal baru dalam UU Ketenagakerjaan.
Praktisi Hukum Ketenagakerjaan, Juanda Pangaribuan, mencatat
sedikitnya ada 10 dampak UU Cipta Kerja terhadap UU Ketenagakerjaan.
Pertama, kendati sebagian pasalnya terdampak UU Cipta Kerja,
tapi UU Ketenagakerjaan tetap berlaku sebagai hukum positif. Kedua,
sebagian kaidah UU Ketenagakerjaan mengalami perubahan. Ketiga,
ketentuan UU Ketenagakerjaan yang dihapus UU Cipta Kerja otomatis
tidak berlaku.
Keempat, bila kaidah UU Ketenagakerjaan diubah, yang digunakan
sebagai pedoman yakni ketentuan dalam UU Cipta Kerja. Kelima,
mengubah besaran pesangon. Keenam, memperlemah, memperkuat, dan
menata ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan, misalnya soal pesangon,
kompensasi untuk perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), dan cara
melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketujuh, berpotensi menimbulkan konflik dalam proses perubahan
peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB).
Kedelapan, sebagian peraturan pelaksana UU Ketenagakerjaan akan
mengalami perubahan. Kesembilan, tertutupnya peluang peralihan
hubungan kerja dari pekerja penerima pekerjaan (vendor) menjadi pekerja
pada perusahaan pemberi pekerjaan. Sepuluh, untuk membaca UU
Ketenagakerjaan harus berdampingan dengan UU Cipta Kerja.
“Peraturan pelaksana UU Ketenagakerjaan yang berpotensi
berubah akibat terbitnya UU Cipta Kerja, seperti PP No.78 Tahun 2015
tentang Pengupahan,” kata Hakim Ad Hoc PHI Jakarta periode 2006-2016
itu dalam Bootcamp Hukumonline 2020 Hari Ke-1: Hukum
Ketenagakerjaan, Hubungan Industrial, dan Tata Cara Penggunaan TKA,
Senin (16/11/2020).
Juanda menegaskan meskipun UU Cipta Kerja mengubah UU
Ketenagakerjaan, bukan berarti ketentuan yang ada dalam PP atau PKB
berubah atau batal. PP atau PKB masih tetap berlaku sampai masa
berlakunya berakhir. Perubahan terhadap PP atau PKB dapat dilakukan
setelah jangka waktunya berakhir, tapi perlu diingat amandemen ini dapat
berisiko terutama jika penyesuaian yang dilakukan cenderung mengurangi
kualitas. “UU Cipta Kerja tidak mewajibkan perubahan terhadap kaidah
PP/PKB,” kata dia.
Plt Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian
Ketenagakerjaan, Reni Mursidayanti, mengatakan Kementerian
Ketenagakerjaan sedikitnya menyusun 4 RPP yakni tentang RPP
penggunaan TKA; RPP Hubungan kerja, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat
serta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK); RPP Pengupahan (revisi PP
No.78 Tahun 2015); dan RPP Penyelenggaraan Program Jaminan
Kehilangan Pekerjaan (JKP).
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Undang-Undang Cipta Kerja atau Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (disingkat UU Ciptaker atau UU CK)
adalah undang-undang di Indonesia yang telah disahkan pada tanggal 5
Oktober 2020 oleh DPR RI dan diundangkan pada 2 November 2020
dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan
investasi asing dan dalam negeri dengan mengurangi persyaratan
peraturan untuk izin usaha dan pembebasan tanah. Karena memiliki
panjang 1.187 halaman dan mencakup banyak sektor, UU ini juga disebut
sebagai undang-undang sapu jagat atau omnibus law.
Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dikutip dari
keterangan resminya, Minggu (5/10/2020).
Berikut ini sejumlah manfaat yang diklaim pemerintah:
 UMKM dan Koperasi
 Sertifikasi Halal
 Perkebunan Masyarakat di Kawasan Hutan
 Pesangon dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan
 Penyederhanaan Izin untuk Nelayan
 Insentif Fiskal dan Perlindungan Hukum
 Perumahan bagi MBR
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Cipta_Kerja

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5fb4e462866ba/10-dampak-
uu-cipta-kerja-terhadap-uu-ketenagakerjaan/

https://ekonomi.bisnis.com/read/20201005/12/1300806/ini-kelebihan-ruu-
cipta-kerja-versi-pemerintah

https://nasional.kontan.co.id/news/putusan-mk-omnibus-law-uu-112020-
cipta-kerja-inkonstitusional-ini-penyebabnya

https://www.bkpm.go.id/id/publikasi/detail/berita/uu-cipta-kerja-berikan-
jalan-mudah-untuk-berinvestasi-di-indonesia

https://jdih.bapeten.go.id/id/dokumen/peraturan/undang-undang-no-11-
tahun-2020-tentang-cipta-kerja

https://www.jobstreet.co.id/career-resources/dampak-uu-cipta-kerja-
ppada-pekerja-di-tahun-2021/?utm_campaign=id-c-ao-
[c]_jsid_google_all_sem_dsa_allpages_ao&utm_source=google&utm_me
dium=cpc&utm_content=&utm_term=&pem=google&gclid=CjwKCAiAtouO
BhA6EiwA2nLKH7fo9A2SrOB_SiBKqTETOV2YAE2-
pYVcd22iwInpWVN5oQiy6ldlRhoC1mUQAvD_BwE

Anda mungkin juga menyukai