Anda di halaman 1dari 2

SEPTIANI AMALIA

1906010171
7G MANAJEMEN

Berdasarkan pasal 56 UU Cipta Kerja, membedakan perjanjian kerja ada 2 macam yaitu perjanjian
yang dapat dibuat untuk waktu tertentu (PKWT) atau perjanjian kerja yang dapat dibuat untuk
waktu tidak tertentu (PKWTT). PKWT pada umunya masyarkat mengenal sebagai karyawan kontrak,
sedangkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu pada umumnya masyarakat mengenal sebagai
karyawan tetap.
Dalam pekerjaan dengan waktu tertentu diatur oleh pasal 57 UU Cipta Kerja harus memiliki PKWT
secara tertulis. Namun, ketentuan tertulis dalam UU Cipta Kerja ini tidak memiliki akibat hukum jika
tidak dilaksanakan oleh Pihak Pemberi Kerja, Hal ini berbeda dengan Pasal 57 UU Ketenagakerjaan
yang mengatur bahwa jika tidak dibuat secara tertulis maka PKWT berubah menjadi PKWTT.
Pada praktiknya, perjanjian kerja (baik PKWT dan PKWTT) dibuat secara sepihak oleh Pemberi
kerja/Pengusaha tanpa adanya negoisasi dengan Calon Pekerjanya. Calon Pekerja hanya diberikan
pilihan menyepakati atau tidak menyepakati perjanjian kerja tersebut. Meskipun, berdasarkan Pasal
54 ayat 2 UU Ketenagakerjaan menentukan bahwa Ketentuan dalam perjanjian kerja tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Ketentuan perjanjian kerja di dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja bersifat memaksa,
artinya para pihak yang terikat dalam perjanjian-kerja tidak dapat membuat perjanjian kerja
menyimpang dari ketentuan peraturan perundangundangan ketenagakerjaan. Ketentuan PKWT di
dalam UU Ketenagakerjaan harus diperhatikan pengusaha dalam membuat isi dari perjanjian. Hal ini
disebabkan keterlibatan pemerintah di dalam mengawasi Perjanjian kerja Waktu Tertentu.
Pemerintah Indonesia serius melindungi hak Pekerja dengan menerapkan sanksi kepada Pengusaha
yang mencoba mengabaikan kewajibannya terhadap hak-hak Para Pekerja, seperti memberikan
jaminan sosial kepada Pekerja.
Dalam Perjanjian kerja Nomor 17/PKWT/PT-A/VIII/2019 merupakan perjanjian yang proses lamaran
pekerjaan sampai dengan kesepakatan dalam perjanjiannya dilakukan secara online (transaksi
elektronik) karena Pemberi kerja dan Calon Pekerja berada di tempat yang berbeda (remote
working). Pasal 11 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik juga mengatur bahwa tanda
tangan elektronik yang memiliki kekuatan hukum. Tanda tangan hasil scan dianggap sebagai tanda
tangan elektronik yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah. Kekuatan hukum hasil
scan tanda tangan basah sangat rendah, karena fungsi autentikasinya sangat sulit untuk dipenuhi
serta kekuatan nilai pembuktiannya relatif lemah. Dengan demikian, kedudukan perjanjian kerja
tersebut tidak memiliki kekuatan hukum, baik dari KUHPerdata, UU Ketenagakerjaan, UU Hak Cipta,
maupun UU ITE. Dengan kata lain, para pihak, baik Pekerja maupun Pengusaha, tidak mendapatkan
perlindungan secara hukum karena tidak memenuhi syarat formal yang telah ditentukan oleh aturan
perundang-undangan.
Pada pasal 89 RUU Omnibuslaw Cipta Kerja (RUU Cilaka) soal perubahan UU No.13 tahun 2003 (UU
Ketenagakerjaan/UUK) ayat 12 menyatakan menghapus pasal 59. Pasal 59 sebelumnya pada UUK
pada ayat 1 menyatakan “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan
tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
tertentu”. Selanjutnya juga menjelaskan beberapa pekerjaan yang bersifat sementara dan tidak bisa
mempekerjakan buruh untuk jenis pekerjaan yang bersifat tetap untuk kegiatan produksi dan dalam
waktu yang lama atau lebih dari 3 tahun. Dalam RUU omnibus pasal ini dihapuskan, rantai pekerjaan
inti (Core Business) di flexibelkan agar memenuhi perkembangan era digital.
Selain menghilangkan ketentuan yang tegas soal Core Business Omnibuslaw juga menghilangkan
ketentuan soal alih daya (outsourching). Ketentuan pada UUK pasal 64 dihapus melalui ketentuan
pasal 89 ayat 16 RUU Cipta kerja. Pada lingkungan produksi berbasis digitalisasi jelas akan sangat
banyak jenis dan sifat pekerjaan yang dapat dikerjakan dengan alih daya. Hal ini akan menghilangkan
aturan yang ketat atas jenis Core Business kepada siapapun tanpa aturan ketenagakerjaan. Jika
sebelumnya ada larangan untuk perusahaan alih daya tidak dapat mempekerjakan buruhnya pada
produksi pokok, kini tidak ada aturan yang ketat tentang hal tersebut. Aturan yang ditentukan pada
pasal 65 UUK, kini akan diatur melalui Peraturan Pemerintah.
Situasi ini membuka ruang yang sangat luas akan lahirnya industri-industri yang sepenuhnya bekerja
dalam rangkaian atau jaringan rantai alih daya atau outsourcing. Industri yang tidak memiliki inti
industri yang jelas, dimana modal yang lebih kecil akan cenderung berkembang dengan resiko yang
lebih besar. Model industri yang rapuh, fleksibel dan rendah dalam melindungi para pelaku industri
khususnya tenaga kerja yang dilibatkan di dalamnya. RUU Cilaka cenderung terlalu optimis melihat
perkembangan model industri tersebut memberikan penambahan nilai dan kesempatan berusaha
ketimbang resiko yang akan diderita kebayakan rakyat yang akan terlibat didalamnya.
4. Kebetulan dalam perusahaan tempat saya bekerja menerapkan system hubungan kerja secara
remote.
Menurut saya, remote working berbeda dengan WFH dimana W FH itu jam kerjanya sama persis
dengan jam kerja di kantor, hanya saja lokasi pengerjaannya tidak lagi berada di kantor.
Sementara kalau Working Remote itu waktunya fleksibel, kapanpun bisa dilakukan pekerjaan
tersebut. Dari segi upah pun WFH diberikan dengan gaji tetap, sedangkan upah para pekerja
remote kadang berbanding lurus dengan hasil kerja yang diselesaikan. Kerjaan banyak, ya dapat
upah banyak. Kerjaan sedikit, ya minim pula dapatnya.
Menurut saya jika sebagai pihak perusahaan, tidak sepakat dengan adanya remote working
karena situasi kerja dari rumah dan konvensional sangat berbeda. Jika bekerja di kantor
langsung maka segala yang diperlukan lebih mudah sehingga waktu bekerja lebih efisien.
Namun jika dilihat dari sisi beban gaji, maka perusahaan akan lebih sedikit mengeluarkan biaya
gaji karena pekerja remote working diberi gaji sesuai dengan apa yang mereka kerjaan.
Jika sebagai pekerja, sepakat dengan adanya remote working karena kita waktu bekerja nya
lebih fleksibel. Namun disisi lain, status ketenagakerjaan kita hanyalah kontrak dan salary pun
tidak menentu di setiap bulan nya.

Anda mungkin juga menyukai