Anda di halaman 1dari 7

Nama : Juliana Halawa

Npm : 20600197

Grup : D

Mata kuliah: Mata kuliah nya Hukum Ketenagakerjaan dan Perselisihan hubungan industrial

1. Jelaskan perbedaan dan persamaan dari UU 11 tahun 2020 dengan UU 13 tahun 2013 dari
UU ketenagakerjaan diatur dalam bab,pasal berapa dalam UU cipta kerja
Jawaban:
Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) telah mengubah
puluhan UU, salah satunya UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ada beberapa
perubahan signifikan dalam norma ketenagakerjaan, diantaranya aturan PKWT, alih daya,
penggunaan TKA, mekanisme PHK, hingga sanksi administratif dan pidana.
Pertama, pelatihan kerja, UU Ketenagakerjaan mengatur lembaga pelatihan kerja swasta
wajib memperoleh izin atau mendaftar ke instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan di kabupaten/kota. UU Cipta Kerja tak banyak mengubah ketentuan ini,
hanya menambah kewajiban untuk memenuhi perizinan berusaha yang diterbitkan
pemerintah pusat jika terdapat penyertaan modal asing.

Kedua, penempatan tenaga kerja. UU Ketenagakerjaan mengatur pelaksanaan penempatan


tenaga kerja terdiri dari instansi pemerintah bidang ketenagakerjaan dan lembaga swasta
berbadan hukum yang memiliki izin dari menteri ketenagakerjaan atau pejabat yang
ditunjuk. UU Cipta Kerja memperjelas lembaga penempatan tenaga kerja swasta harus
memenuhi perizinan berusaha dengan memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria
yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
“Ketentuan mengenai perizinan berusaha ini diatur lebih lanjut dalam PP No.5 Tahun 2021
dan Permenaker No.6 Tahun 2021,” kata Desy dalam diskusi secara daring bertema “Aspek
Ketenagakerjaan Pasca Berlakunya UU Cipta Kerja” yang diselenggarakan Hukumonline dan
Justika.com, Jumat (7/5/2021). (Baca Juga: Ini Bedanya Outsourcing di UU Ketenagakerjaan
dan UU Cipta Kerja)

Ketiga, penggunaan tenaga kerja asing (TKA). Desy menjelaskan UU Ketenagakerjaan


mewajibkan pemberi kerja yang memperkerjakan TKA untuk memiliki izin tertulis. UU Cipta
Kerja mengubah kewajiban itu dan sekarang pemberi kerja yang mempekerjakan TKA wajib
memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) yang disahkan pemerintah pusat.
RPTKA itu dikecualikan untuk direksi atau komisaris dengan kepemilikikan sahan tertentu;
pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau TKA yang
dibutuhkan oleh pemberi kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan
darurat; vokasi; perusahaan rintisan (start-up) berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan
penelitian untuk jangka waktu tertentu.

Keempat, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Desy menyebut UU Ketenagakerjaan


mengatur sanksi berupa peralihan PKWT menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu
(PKWTT) jika terjadi pelanggaran terkait jenis pekerjaan, jangka waktu dan perpanjangan
atau pembaharuan PKWT. UU Cipta Kerja hanya membuka peluang peralihan PKWT menjadi
PKWTT untuk pelanggaran terkait jenis pekerjaan. PKWT didasarkan atas 2 hal yaitu jangka
waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu UU Ketenagakerjaan melarang masa
percobaan dalam mekanisme PKWT. Hal tersebut juga diatur dalam UU Cipta Kerja dan
ditegaskan selain masa percobaan itu batal demi hukum, masa kerja tersebut tetap dihitung.
Hal baru yang diatur UU Cipta Kerja yakni adanya kompensasi bagi buruh pada saat
berakhirnya PKWT atau selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Kelima, alih daya (outosurcing). Desy menyebut UU Cipta Kerja menghapus sejumlah pasal
alih daya yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan yakni soal pemborongan
pekerjaan dan penyedia jasa pekerja. UU Cipta Kerja mengatur lebih tegas soal tanggung
jawab perusahaan alih daya terhadap perlindungan pekerja baik upah, kesejahteraan, syarat
kerja, dan perselisihan yang timbul. Ketentuan alih daya dalam UU Cipta Kerja mengadopsi
putusan MK yang intinya pengalihan perlindungan hak pekerja jika terjadi pergantian
perusahaan alih daya dan selama objek pekerjaannya tetap ada.

Keenam, waktu kerja, waktu istirahat, dan cuti. Menurut Desy perubahan yang paling
signifikan dalam UU Cipta Kerja yakni jam kerja lembur yang tadinya dilakukan paling banyak
3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu menjadi 4 jam per hari dan 18 jam per
minggu. UU Cipta Kerja tidak mengatur soal waktu istirahat panjang dan diserahkan
pengaturannya dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.

Ketujuh, upah. UU Cipta Kerja masih mengatur upah minimum provinsi dan upah minimum
kabupaten/kota, tapi menghapus upah minimum sektoral. UU Cipta Kerja juga mengatur
upah minimum untuk usaha mikro dan kecil ditetapkan berdasarkan kesepakatan pengusaha
dan pekerja. Soal struktur dan skala upah, UU Cipta Kerja mengatur pengusaha wajib
menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dan melakukan peninjauan upah secara
berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Sebelumnya UU
Ketenagakerjaan mengatur pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan
memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi dan melakukan
peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan
produktivitas.

Delapan, PHK. Desy mengatakan UU Ketenagakerjaan mengatur PHK dapat dilakukan


setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial. Tapi dalam
UU Cipta Kerja pemberi kerja harus memberitahukan maksud dan alasan PHK kepada
pekerja dan/atau serikat pekerja. Jika pekerja tidak menolak pemberitahuan itu, maka PHK
itu bisa dilakukan. Tapi jika pekerja menolak maka dilakukan perindingan bipartit dan jika
tidak mencapai kesepakatan, maka berlanjut sesuai mekanisme penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.

UU Cipta Kerja juga mengatur alasan baru yang dapat digunakan untuk melakukan PHK yaitu
penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). “PHK dapat terjadi karena alasan
perusahaan dalam keadaan PKPU. Besaran kompensasi pesangon yang diterima pekerja
dalam UU Cipta Kerja juga mengalami perubahan.”
Sembilan, sanksi pidana dan administratif. Desy mencatat ada beberapa perubahan terkait
sanksi pidana dan administratif UU Cipta Kerja yang sebelumnya diatur UU Ketenagakerjaan.
Misalnya, UU Ketenagakerjaan mengatur sanksi pidana berupa penjara 1 sampai 4 tahun
atau denda Rp10 juta sampai Rp400 juta dikenakan terhadap setiap pihak yang melanggar
ketentuan terkait mogok kerja.
• UU ketenagakerjaan diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003,Bab I – Bab XVIII

Anda mungkin juga menyukai