Anda di halaman 1dari 4

Sarah Nadya Anrosy Sihite

170200357

Upah dan Pergeseran yang dibawa oleh UU Cipta Kerja.

Pendahuluan

UU Ciptaker merupakan terobosan besar di bidang hukum dalam


mempercepat dan memberikan kepastian hukum kepada para pelaku bisnis. Omnibus
law pertama di Indonesia dibahas maraton dalam 4,5 bulan. UU Ciptaker dinilai
urgen guna mencegah Indonesia dari failed state, negara gagal. Negara yang tidak
mampu membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan warga bangsa.
Dengan ledakan jumlah penduduk usia produktif, lapangan pekerjaan menjadi
taruhan.

Namun, terjadi beberapa pergeseran dalam praktik kerja yang terjadi antara
buruh dan pengusaha. Pemerintah mengubah sejumlah ketentuan terkait pengupahan
dalam Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang telah disahkan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 5 September 2020. Pergeseran yang
diakibatkan oleh UU Cipta Kerja meliputi banyak hal lainnya seperti pengaturan
tentang PKWT, alih daya (outsourcing), lembur, cuti, tenaga kerja asing, PHK, dan
beberapa cakupan lainnya.

Isi

Sejumlah perubahan dalam pengupahan meliputi penghapusan ketentuan


mengenai upah minimum provinsi atau kabupaten/kota (UMK) dan upah minimum
berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Pengaturan tentang
UMK dan upah minimum berdasarkan sektor itu sebelumnya tercantum dalam Pasal
89 dan Pasal 90 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. pemerintah
memberikan kewajiban bagi gubernur untuk menetapkan upah minimum provinsi dan
dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu. Ketentuan
ini diatur dalam Pasal 81 poin 25 UU Ciptaker, melalui selipan pasal 88C yang
sebelumnya tidak ditemui dalam UU Ketenagakerjaan. Klausul ‘dapat’ dan ‘dengan
syarat’ ini dinilai berpotensi membuat pekerja dalam satu provinsi mendapatkan upah
dengan besaran yang sama terlepas dari perbedaan kondisi perekonomian tiap
kabupaten/kota.

Dalam Pasal 88C pemerintah menyatakan jika syarat UMK tersebut meliputi
pertumbuhan ekonomi dan inflasi pada kabupaten/kota yang bersangkutan. UMK
dengan syarat itu harus lebih tinggi dari upah minimum provinsi. Selain pasal
tambahan 88C, pemerintah juga menyelipkan Pasal tambahan yaitu 88A. Pasal baru
itu mengatur terkait upah yang ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil.
Ketentuan lebih lanjut mengenai upah berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil
akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Selanjutnya, pemerintah juga
menambahkan Pasal baru, yakni Pasal 90A dan Pasal 90B yang sebelumnya belum
ada di UU Ketenagakerjaan. Tambahan dua pasal baru itu tercantum dalam Pasal 81
poin 28 UU Ciptaker.

Pemerintah juga mengubah komponen penyusun struktur dan skala upah di


perusahaan. Dalam pasal 92 UU Ketenagakerjaan disebutkan jika pengusaha
menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa
kerja, pendidikan, dan kompetensi. Kemudian, pengusaha melakukan peninjauan
upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan
produktivitas. Namun, pemerintah mengubah komponen struktur dan skala upah
melalui Pasal 81 poin 30 UU Ciptaker yang mengubah Pasal 92 UU Ketenagakerjaan.
Aturan baru menyatakan struktur dan skala upah di perusahaan dengan
memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Selanjutnya, struktur dan
skala upah itu digunakan sebagai pedoman pengusaha dalam menetapkan upah.
Dengan demikian, pemerintah menghapuskan komponen golongan, jabatan, masa
kerja, pendidikan, dan kompetensi.

Selanjutnya, pemerintah menghapuskan denda bagi pengusaha yang lalai


sehingga telat membayar upah. Sebelumnya, Pasal 95 UU Ketenagakerjaan
menegaskan jika pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya
mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan
persentase tertentu dari upah pekerja atau buruh. Namun, pemerintah meniadakan
ayat tersebut melalui Pasal 81 poin 33 UU Ciptaker yang mengubah Pasal 95 UU
Ketenagakerjaan.

Penutup
1. Kesimpulan

Ketentuan upah minimum di UU Cipta Kerja juga menyatakan bahwa upah


minimum kabupaten/kota harus lebih tinggi dari upah minimum provinsi.
Perhitungan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan menggunakan data yang
bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik. Namun, kedua beleid
sama-sama melarang pengusaha membayar upah lebih rendah dari upah
minimum. Sementara untuk upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan
kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh di perusahaan. UU Cipta Kerja
memberi keleluasaan di mana pengusaha bisa menyusun struktur dan skala upah
di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.
Struktur dan skala upah digunakan sebagai pedoman pengusaha dalam
menetapkan upah. Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan
memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Komponen upah
terdiri dari gaji pokok paling sedikit 75 persen dari total upah ditambah tunjangan
tetap.
2. Saran

UU Ciptaker terdiri atas 15 bab, 186 pasal, dan 812 halaman. Umumnya,
sebuah UU hanya memiliki 55-60 halaman. Diantara begitu banyak pasal dan
berbagai ketentuan yang tertuang kedalam UU yang telah disusun dan disahkan
oleh pemerintah, pastilah ada isi pasal yang menimbulkan kontroversi dalam
masyarakat. Mungkin, beberapa pasal terkesan menguntungkan satu pihak, namun
bisa saja pasal-pasal tadi menimbulkan efek positif dalam jangka panjang.

3. Daftar Pustaka

 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja


 https://tirto.id/mereka-yang-melawan-omnibus-law-cipta-kerja-di-mk-f5Yx
 https://www.beritasatu.com/anselmus-bata/ekonomi/687081/angin-segar-
uu-cipta-kerja
 Slide Kemnaker dari Google Classroom

Anda mungkin juga menyukai