A. Waktu istirahat
a. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2
(dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu
b. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-
masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada
perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2
(dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
a. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
b. UU Cipta Kerja Omnibus Law tidak mencantumkan istirahat panjang dua bulan setelah masa kerja enam tahun
berturut-turut di perusahaan yang sama.
Tidak ada pengaturan terkait upah berdasarkan satuan hasil dan waktu.
b. satuan hasil.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai upah berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
"Upah yang dihitung per jam ini pernah disampaikan Menteri Ketenagakerjaan, sebagaimana bisa kita telusuri kembali
dari berbagai pemberitaan di media," kata Iqbal.
Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas:
a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota
3. Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan
ketenagakerjaan.
4. Syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pertumbuhan ekonomi daerah dan inflasi pada
kabupaten/kota yang
bersangkutan.
5. Upah minimum kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus lebih tinggi dari upah minimum
provinsi.
6. Kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan data yang bersumber
dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.
7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
UU Cipta Kerja Omnibus Law juga mengatur upah pekerja UMKM dalam Pasal 90 B:
1. Ketentuan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan bagi Usaha
Mikro dan Kecil.
2. Upah pada Usaha Mikro dan Kecil ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh
di perusahaan.
3. Kesepakatan upah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya sebesar persentase tertentu dari
rata-rata konsumsi masyarakat berdasarkan data yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai upah bagi Usaha Mikro dan Kecil diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang
pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja
c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Perubahan juga dilakukan pada UU Cipta Kerja Omnibus Law, dengan menghilangkan kalimat 'paling banyak' pada
pasal 156 ayat dua. Pasal ini mengatur besar pesangon atau uang penggantian hak yang diterima pekerja.
Baca juga:
Ini Isi Omnibus Law yang Ditolak Buruh dan Picu Demo Rusuh
E. Jaminan sosial
b. Pasal 184
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (5), dikenakan sanksi pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Aturan yang baru merevisi UU Nomor 13 Tahun 2003 dengan menghapus pasal 167 dan 184. UU Cipta Kerja
Omnibus Law juga merevisi jenis jaminan sosial yang diberikan pada pekerja dengan menambahkan jaminan
kehilangan pekerjaan. Ketentuan ini merevisi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
Ketentuan menjelaskan beberapa hal yang bisa menjadi penyebab PHK yaitu perusahaan bangkrut, rugi, berubah
status, melanggar perjanjian kerja, melakukan kesalahan, mangkir, dan mengundurkan diri.
Aturan ini merevisi pasal 154 dan 155 dengan memasukkan pasal 154 A yang menjelaskan pemutusan hubungan
kerja dapat terjadi karena:
Aturan ini tidak mengatur PKWT, namun mengatur lamanya kontrak seorang pekerja dalam pasal 59:
1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau
kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan
yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
3. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
4. Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2
(dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau
kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam
percobaan atau penjajakan, atau
e. pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
3. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu
perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
H. Lama lembur
Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam
dalam 1 (satu) minggu.
Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam
dalam 1 (satu) minggu.
Pasal 42:
1. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat
yang ditunjuk.
3. Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak berlaku bagi perwakilan negara asing yang
mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.
4. Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu
tertentu.
5. Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) ditetapkan dengan
Keputusan Menteri.
6. Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) yang masa kerjanya habis dan tidak dapat di
perpanjang dapat digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya.
1. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja
asing yang disahkan oleh Pemerintah Pusat.
b. pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing, atau
c. tenaga kerja asing yang dibutuhkan oleh Pemberi Kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan
darurat, vokasi, perusahaan rintisan (start-up), kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.
4. Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu
tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.
6. Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.