Anda di halaman 1dari 3

Legal Issue

Sistem perhitungan Upah bagi PKWT, PKWTT, dan Freelance

Legal Opini

1. Bahwa Upah sebagaimana diatur pada Pasal 1 Angka 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN adalah hak pekerja/buruh yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja
kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
2. Bahwa Perusahaan dalam memberikan Upah kepada karyawan wajib mengacu pada Upah yang
ditetapkan oleh pemerintah Provinsi hal ini tercantum pada Pasal 15 PERATURAN MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 “Pengusaha dilarang membayar
upah lebih rendah dari Upah Minimum yang telah ditetapkan.”
3. Bahwa Upah minimum sebagaimana dimaksud pada angka 2 diatur pada PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN Pasal 41
ayat (1) yaitu terdiri atas :
a. Upah tanpa tunjangan; atau
b. Upah pokok termasuk tunjangan tetap.
4. Bahwa upah pekerja/buruh harian lepas, ditetapkan secara bulanan yang dibayarkan
berdasarkan jumlah hari kehadiran dengan perhitungan upah sehari:
a. Bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 (enam) hari dalam seminggu, upah bulanan
dibagi 25 (dua puluh lima);
b. Bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 (lima) hari dalam seminggu, upah bulanan
dibagi 21 (dua puluh satu).
5. Bahwa terhadap Perusahaan yang tidak dapat membayar Upah Minimum dapat memintakan
Penangguhan. Penangguhan upah minimum ini diatur dalam Pasal 90 UU KETENAGAKERJAAN
yang berbunyi:
a. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89.
b. Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.
c. Tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan
Menteri.
6. Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyebutkan sebagai berikut:
“Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu dimaksudkan
untuk membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah minimum yang berlaku
dalam kurun waktu tertentu. Apabila penangguhan tersebut berakhir maka perusahaan yang
bersangkutan wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku pada saat itu tetapi tidak wajib
membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan
penangguhan.”
7. Bahwa Tata cara penangguhan upah minimum diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi No. KEP-231/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan
Upah Minimum (“Kepmenakertrans 231/2003”).
8. Bahwa pada Pasal 3 Ayat 2 KEPUTUSAN MENAKER KEP.231/MEN/2003 Pengusaha yang tidak
mampu membayar sesuai upah minimum dapat mengajukan permohonan penangguhan upah
minimum kepada Gubernur melalui Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
Provinsi paling lambat 10 hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum. Kemudian pada Pasal
4 Ayat 1 KEPUTUSAN MENAKER KEP.231/MEN/2003 Permohonan tersebut merupakan hasil
kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
yang tercatat.
9. Maka berdasarkan ketentuan tersebut, jelas bahwa untuk dapat mengajukan permohonan
penangguhan UMK, pengusaha harus mencapai kesepakatan dengan pihak buruh/pekerja terkait
penangguhan upah minimum.
10. Bahwa berdasarkan KEPUTUSAN MENAKER KEP.231/MEN/2003 ketika telah tercapai
kesepakatan mengenai penangguhan upah minimum, maka langkah selanjutnya adalah
menyampaikan permohonan kepada Gubernur. Permohonan penangguhan upah minimum harus
disertai dengan:
a. Naskah asli kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh
atau pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan;
b. Laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca, perhitungan rugi/laba beserta
penjelasan-penjelasan untuk 2 (dua) tahun terakhir;
c. Salinan akte pendirian perusahaan;
d. Data upah menurut jabatan pekerja/buruh;
e. Jumlah pekerja/buruh seluruhnya dan jumlah pekerja/buruh yang dimohonkan
penangguhan pelaksanaan upah minimum;
f. Perkembangan produksi dan pemasaran selama 2 (dua) tahun terakhir, serta rencana
produksi dan pemasaran untuk 2 (dua) tahun yang akan datang.
11. Bahwa jika perusahaan yang memohon penangguhan upah minimum berbentuk badan hukum,
atau jika Gubernur merasa perlu untuk pembuktian ketidakmampuan keuangan perusahaan,
maka laporan keuangan harus diaudit oleh Akuntan Publik sebagaimana yang diatur pada
KEPUTUSAN MENAKER KEP.231/MEN/2003.
12. Bahwa terhadap permohonan penangguhan upah minimum, Gubernur akan memberikan
persetujuan atau penolakan setelah menerima saran dan pertimbangan Dewan Pengupahan
Provinsi. Apabila penangguhan upah minimum disetujui, Gubernur memberi penangguhan upah
minimum untuk jangka waktu paling lama 12 bulan.
13. Bentuk penangguhan upah minimum yang diberikan berdasarkan KEPUTUSAN MENAKER
KEP.231/MEN/2003 dapat berupa:[7]
a. Membayar upah minimum sesuai upah minimum yang lama; atau
b. Membayar upah minimum lebih tinggi dari upah minimum lama tetapi lebih rendah dari
upah minimum baru; atau
c. Menaikkan upah minimum secara bertahap.
14. Bahwa ketika masa penangguhan telah berakhir, pengusaha wajib membayar upah minimum
yang berlaku.
15. Bahwa terkait Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan pada point 6 dan KEPUTUSAN
MENAKER KEP.231/MEN/2003, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 72/PUU-
XIII/2015 menyatakan bahwa frasa “…tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah
minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan” bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Artinya, Mahkamah memberi
penegasan selisih kekurangan pembayaran upah minimum selama masa penangguhan tetap
wajib dibayar oleh pengusaha.
Dengan kata lain, penangguhan pembayaran upah minimum oleh pengusaha kepada
pekerja/buruh tidak serta-merta menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar selisih
upah minimum selama masa penangguhan. Selisih upah minimum yang belum terbayar selama
masa penangguhan adalah utang pengusaha yang harus dibayarkan kepada pekerja/buruhnya.
Penjelasan lebih lanjut soal Putusan MK tentang penangguhan upah minimum ini dapat Anda
simak dalam artikel Putusan MK Ini Kabar Baik Buat Pekerja.
16. Bahwa terhadap Perusahaan yang terlambat membayar gaji karyawan dikenakan denda.
Pengenaan denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar
upah kepada pekerja/buruh.
17. Bahwa Pasal 93 Ayat 2 UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (UUK)
mengatakan, Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan
keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah
pekerja/buruh.
18. Bahwa Denda pada point 9 diatas dikenakan dengan ketentuan sesuai Pasal 55 Ayat 1
PERATURAN PEMERINTAH NO. 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN:
a. Mulai Dari Hari Keempat Sampai Hari Kedelapan Terhitung Tanggal Seharusnya Upah
Dibayar, Pengusaha Dikenakan Denda Sebesar 5% (Lima Persen) Untuk Setiap Hari
Keterlambatan Dari Upah Yang Seharusnya Dibayarkan;
b. Sesudah Hari Kedelapan, Apabila Upah Masih Belum Dibayar, Pengusaha Dikenakan Denda
Keterlambatan Sebagaimana Dimaksud Dalam Huruf A Ditambah 1% (Satu Persen) Untuk
Setiap Hari Keterlambatan Dengan Ketentuan 1 (Satu) Bulan Tidak Boleh Melebihi 50% (Lima
Puluh Persen) Dari Upah Yang Seharusnya Dibayarkan; Dan
c. Sesudah Sebulan, Apabila Upah Masih Belum Dibayar, Maka Pengusaha Dikenakan Denda
Keterlambatan Sebagaimana Dimaksud Dalam Huruf A Dan Huruf B Ditambah Bunga Sebesar
Suku Bunga Yang Berlaku Pada Bank Pemerintah.
19. Bahwa Pengenaan denda sebagaimana dimaksud di atas tidak menghilangkan kewajiban
Pengusaha untuk tetap membayar Upah kepada Pekerja/Buruh sebagaimana pada Pasal 55 Ayat
2 PERATURAN PEMERINTAH NO. 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN
20. Bahwa terhadap Perusahaan yang tidak membayarkan Upah sesuai dengan Upah minimum dapat
dikenakan Sanksi Pidana berdasarkan Pasal 185 jo Pasal 90 ayat (1) UNDANG-UNDANG NO. 13
TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN menyatatakan:
“Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89.
Pasal 185 ayat (1) UUK menyatakan:
“Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4)
dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4
(empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).”
21. Sehingga berdasarkan bunyi ketentuan di atas, bisa diketahui bahwa perusahaan yang membayar
gaji karyawan di bawah upah minimum provinsi sebagaimana ditetapkan pemerintah dapat
dikenakan sanksi pidana berupa penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

Anda mungkin juga menyukai