Anda di halaman 1dari 6

Perbedaan UU Ketenagakerjaan dan UU Ciptakerja

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201006214833-532-555197/perbedaan-isi-uu-
ketenagakerjaan-dan-omnibus-law-cipta-kerja

 Waktu Istirahat dan Cuti

UU Ketengakerjaan UU Ciptakerja

Pasal 79 ayat (2) huruf b Pasal 79 ayat (2) huruf b tersebut


mengalami perubahan di mana aturan 5
"Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 hari kerja itu dihapus, sehingga berbunyi:
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu
atau 2(dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari
dalam 1 (satu) minggu." kerja dalam 1 minggu.

 Istirahat Panjang

UU Ketengakerjaan UU Ciptakerja
Tidak lagi diatur.
Pasal 79 ayat (2) huruf d
Oleh karenanya Kembali ke perusahaan
istirahat panjang sekurang-kurangnya 2
(dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun
ketujuh dan kedelapan masing-masing 1
(satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah
bekerja selama 6 (enam) tahun secara
terusmenerus pada perusahaan yang sama
dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut
tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya
dalam 2 (dua) tahun berjalan dan
selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan
masa kerja 6 (enam) tahun.

 Upah Minimum Sektorial, dan Upah Minumum Kabupaten/ Kota

UU Ketengakerjaan UU Ciptakerja

Dalam UU Ketenagakerjaan, upah upah sektoral dihapuskan sedangkan


minimum ditetapkan di tingkat penetapan upah minimum provinsi diatur dan
provinsi, kabupaten/kotamadya, dan ditetapkan gubernur berdasarkan kondisi
sektoral diatur lewat Pasal 89 dan ekonomi dan ketenagakerjaan dengan syarat
diarahkan pada pencapaian tertentu.
kelayakan hidup.
Kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan yang
upah minimum provinsi ditetapkan diatur dalam Pasal 88 C didasarkan pada
Gubernur dengan memperhatikan data yang bersumber dari lembaga yang
rekomendasi dari Dewan Pengupahan berwenang di bidang statistik. Sementara,
Provinsi dan/atau Bupati/Walikota. syarat tertentu yang dimaksud meliputi
pertumbuhan ekonomi daerah dan inflasi
penghitungan komponen serta pada kabupaten/kota yang bersangkutan.
pelaksanaan tahapan pencapaian
kebutuhan hidup layak diatur dengan Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
Keputusan Menteri. penetapan upah minimum tersebut diatur
dalam peraturan pemerintah. Yang tak
berubah adalah upah minimum
kabupaten/kota tetap harus lebih tinggi dari
upah minimum provinsi.

 Uang Penggantian Hak

UU Ketengakerjaan UU Ciptakerja

Pasal 156 ayat (4) Pasal 156 ayat (4) bagian Ketenagakerjaan
Omnibus Law Cipta Kerja,
uang penggantian hak terdiri dari
uang pengganti cuti tahunan yang hanya ada dua jenis uang penggantian hak
belum diambil dan belum gugur; uang yang diwajibkan kepada pengusaha, yakni
pengganti biaya atau ongkos pulang uang pengganti cuti tahunan yang belum
untuk pekerja/buruh dan keluarganya diambil dan belum gugur serta biaya atau
ke tempat di mana diterima bekerja; ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan
dan uang penggantian perumahan keluarganya ke tempat dimana mereka
serta pengobatan dan perawatan diterima bekerja.
yang ditetapkan 15 persen dari uang
pesangon dan/atau uang
penghargaan masa kerja bagi yang
memenuhi syarat.

 Jaminan Pensiun

UU Ketengakerjaan UU Ciptakerja

Pasal 167 (5) jo pasal 184 Pasal 184 dihapuskan


Sehingga tidak ada sanksi pidana bagi
Dalam hal pengusaha tidak pengusaha yang tidak melakukan kewajiban
mengikutsertakan pekerja/buruh yang tersebut
mengalami pemutusan hubungan kerja
karena usia pensiun pada program
pensiun maka pengusaha wajib
memberikan kepada pekerja/buruh
uang pesangon sebesar 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4)
Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167
ayat (5), dikenakan sanksi pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

 Pemutusan Hubungan kerja


Pada UU Ciptakerja ditambahkan pasal 154 a ayat 1

(1) Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan :

a. perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan


perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau
pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh;
b. perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti
dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian;
c. perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus
menerus selama 2 (dua) tahun;
d. perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur) .
e. perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
f. perusahaan pailit;
g. adanya permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh
dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
1. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/ buruh;
2. membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
3. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu
sesudah itu;
4. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh
5. memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang
diperjanjikan; atau
6. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan
kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada
perjanjian kerja
h. adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang
menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf
g terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja/buruh dan pengusaha memutuskan
untuk melakukan pemutusan hubungan kerja;
i. pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:
1. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
2. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
3. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri;
j. pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa
keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil
oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis;
k. pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan
surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing
berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
l. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan
pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;
m. pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan
tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan
n. pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau
o. pekerja/buruh meninggal dunia.

 Waktu Kerja Lembur

UU Ketengakerjaan UU Ciptakerja
Pasal 78 (1) b Pasal 78 (1) b

waktu kerja lembur hanya dapat waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan
dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam paling lama 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari
dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu)
belas) jam dalam 1 (satu) minggu minggu.

Waktu kerja lembur diperpanjang

PERDA Pemkot Medan No 3 Tahun 2019


Tentang
Penyelenggaraan Ketenagakerjaan

Pasal 8 huruf c

Pemerintah daerah melalui dinas berwenang : c. mengadakan sistem informasi


ketenagakerjaan

Pasal 36
(1) Pelayanan pendaftaran pencari kerja, informasi lowongan, penyaluran, dan
penempatannya diberikan kepada pencari kerja.
(2) Pencari kerja yang akan bekerja di dalam dan di luar negeri wajib terdaftar di dinas
(3) Setiap perusahaan yang membuka lowongan kerja wajib lapor kepada dinas
(4) Dalam rangka pelayaan informasi kerja, Dinas melakukan komunikasi dengan berbagai
perusahaan pengguna tenaga kerja dan penyalur tenaga kerja
(5) Informasi pasar kerja dan penyaluran tenaga kerja diwajibkan untuk pencari kerja yang
terdaftar di dinas
Terdapat website https://disnaker.pemkomedan.go.id/website/main#
Bisa dilihat sendiri, sudah cukupkan informasi tentang ketenagakerjaan didalamnya?
Untuk mendapatkan akses lowongan kerja perlu mendaftar dahulu untuk mendapatkan
kartu AK-1 (Formulis kartu pencari kerja).
Dan untuk mengakses informasi lowongan kerja wajib punya akun terlebih dahulu.

Pasal 44
(1) Penguaha yang memperkerjakan pekerja/buruh paling sedikit 10 (sepuluh) orang wajib
membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh pejabat yang
membidangi ketenagakerjaan

(6) Peraturan perusahaan disusun dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari
wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan
(9) Peraturan perusahaan paling sedikit memuat :
a. Hak dan kewajiban pengusaha
b. Hak dan kewajiban pekerja/buruh
c. Syarat kerja
d. Tata tertib perusahaan
e. Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan
f. Hal hal yang merupakan pengatturan lebih lanjut daru peratutran perundang-
undangan

https://www.instagram.com/p/CdHX_T4LpYM/?igshid=MDJmNzVkMjY=

nyatanya banyak perusahaan yang membuat peraturan tidak tertulis yang berlaku dengan
sendirinya, (umumnya perusahaan swasta)

beberapa statement di dapatkan dari komentar masyarakat atas postingan Instagram cnbc tentang
upah karyawan yang bekerja di saat lebaran tersebut

PAsal 28 D (2) UUD 1945


Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja.

Pekerja Rumah Tangga

1. Sudah memenuhi unsur upah, perintah, dan pekerjaan. Maka PRT berhak mendapatkan hak
hak normatif dan perlindungan sebagaimana pekerja pada umumnya
2. Wilayah kerja bersifat privat sehingga tidak ada control dan pengawassan dari pemerintah.

Urgensi RUU PRT

1. Jumlah PRT di Indonesia berdsarkan survey Internastional Labour Organization dan


Universitas Indonesia per tahun 2015 mencapai 4,2 juta
2. Persentasi PRT tersebut 84% perempuan dan 14% anak yang tentu rentan terhadap
eksploitasi
3. PRT adalah kaum pekerja yang rentan, karena bekerja dalam situasi yang tidak layak : jam
kerja panjang (tidak dibatasi waktu), tidak ada istirahat, tidak ada hari libur, tidak ada
jaminan sosial (kesehatan PBI dan ketenagkerjaan). kekeraan dalam bekerja baik secara
ekonomi, fisik dan psikis (intimidasi, isolasi)
4. PRT tidak diakomodir dalam Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai