Anda di halaman 1dari 6

Comparison UU No.11 Thn 2020 (Ciptaker) dengan UU No.

13 Thn 2003

Undang-Undang No.11 thn 2020 mengenai Cipta Kerja merupakan UU yang dibuat dalam
rangka penguatan perlindungan kepada tenaga kerja dan meningkatkan peran dan kesejahteraan
pekerja/buruh dalam mendukung ekosistem investasi, dimana Undang-Undang ini mengubah,
menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam, salah
satunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Beberapa materi
dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, seperti upah minimum, outsourcing (Alih Daya),
Tenaga Kerja Asing (TKA), pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK), serta jam kerja,
direvisi melalui Undang-Undang Cipta Kerja.

Berikut Comparison UU Cipta Kerja dengan UU Ketenagakerjaan :

1. Mengenai Waktu Istirahat dan Cuti


a. UU Ketenagakerjaan
Pada Pasal 79
- Istirahat Mingguan : 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu
atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
- Istirahat Panjang : Sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada
tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang
telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang
sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas Istirahat
tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap
kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

Pada Pasal 80

- Istirahat/cuti untuk menjalankan Ibadah : Pengusaha wajib memberikan kesempatan


yang secukupnya kepada pekerja/ buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan
oleh agamanya.

Pada Pasal 81

- Cuti Haid : Pekerja/buruh perempuan bisa memperoleh libur pada saat haid hari
pertama dari kedua.

Pada Pasal 82-83

- Cuti Hamil-Melahirkan :
(1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu
setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan
sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
(2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak
memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat
keterangan dokter kandungan atau bidan.

- Hak untuk Menyusui bagi Perempuan yang telah melahirkan : Pekerja/buruh


perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya
untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

b. UU Cipta Kerja
Pasal 79 (Dipersingkat menjadi 1 pasal mengenai waktu istirahat dan cuti)
- Istirahat Mingguan : Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu.
- Istirahat Panjang : Istirahat panjang/cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas)
hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas)
bulan secara terus menerus dan menyerahkan aturan kepada perusahaan atau
perjanjian kerja sama yang disepakati.
- Istirahat/cuti menjalankan Ibadah : Tidak diatur, hanya menyebutkan jatah cuti
tahunan minimal 12 hari kerja, dan di luar istirahat dan cuti, perusahaan tertentu
dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
- Cuti Haid : Tidak ada cuti haid bagi perempuan
- Cuti Hamil-Melahirkan : Tidak diatur
- Hak untuk Menyusui bagi Perempuan yang telah melahirkan : Tidak diatur

2. Mengenai Upah
a. UU Ketenagakerjaan
- Upah satuan dan waktu : Tidak diatur
Pasal 89
- Upah minimum Sektoral :
(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat
terdiri atas : a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada
pencapaian kebutuhan hidup layak.
(3) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi
dan/atau Bupati/Walikota.
(4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

b. UU Cipta Kerja
Pasal 88B
- Upah Satuan dan Waktu :
(1) Upah ditetapkan berdasarkan: a satuan waktu; dan/ atau b. satuan hasil.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai upah berdasarkan satuan waktu dan/atau
satuan hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
- Upah Minimum Sektoral : Tidak ada upah minimum sektoral

3. Mengenai Pesangon
a. UU Ketenagakerjaan
Pasal 156 ayat (3&4)
- Uang Penggantian Hak :
(3) Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memperoleh uang penggantian hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4).
(4) Bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tugas dan
fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain uang
penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah
yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
- Uang Pesangon :
 Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha
dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara
berturut-turut.
 Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan
kepemilikan perusahaan dan pekerja/ buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan
kerja, maka pekerja/ buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156
ayat (4).
 Pasal 164 dan 165 mengatur mengenai pekerja/buruh yang di PHK karena
perusahaan merugi dan pailit berhak mendapat pesangon.
 Pasal 166 mengatur hak keluarga buruh atau pekerja. Bila buruh atau pekerja
meninggal dunia, pengusaha harus memberikan uang kepada ahli waris. Pasal 167
mengatur mengenai pesangon untuk pekerja/buruh yang di PHK karena
memasuki usia pensiun. Besaran pesangon 32 kali upah, 23 dari pemberi kerja.
b. UU Cipta Kerja
- Uang Penggantian Hak : Tidak ada uang penggantian hak.
- Uang Pesangon :
• Menghapuskan uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena surat
peringatan.
• Menghapuskan uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena
peleburan, pergantian status kepemilikan perusahaan. Pekerja/buruh yang di PHK
karena pergantian status kepemilikan perusahaan tidak akan diberi pesangon lagi
oleh perusahaan awal.
• Menghapuskan uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena
perusahaan merugi 2 tahun dan pailit.
• Menghapuskan uang santunan berupa pesangon bagi ahli waris atau keluarga
apabila pekerja/buruh meninggal.
• Menghapuskan uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena akan
memasuki usia pensiun.
• Nilai pesangon 25 kali upah, terdiri 19 dari pemberi kerja dan 6 kali dari BPJS
Ketenagakerjaan/Pemerintah.

4. Mengenai Jaminan Sosial


a. UU Ketenagakerjaan
- Jaminan Pensiun
Pasal 167 ayat (5) menyatakan : Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan
pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada
program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang
pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa
kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 16 ayat (4).
- Jaminan Kehilangan Pekerjaan : Tidak diatur

b. UU Cipta Kerja
- Jaminan Pensiun : Tidak diatur.
- Jaminan Kehilangan Pekerjaan : Menambahkan program jaminan sosial baru,
yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), yang dikelola oleh BPJS,
ketenagakerjaan berdasarkan prinsip asuransi sosial. Manfaat JKP berupa uang
tunai, akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja.

5. Mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


a. UU Ketenagakerjaan
Ada 9 alasan perusahaan boleh melakukan PHK seperti :
• Perusahaan bangkrut
• Perusahaan tutup karena merugi
• Perubahan status perusahaan
• Pekerja/buruh melanggar perjanjian kerja pekerja/buruh melakukan kesalahan berat
pekerja/buruh memasuki usia pension
• Pekerja/buruh mengundurkan diri
• Pekerja/buruh meninggal dunia pekerja/buruh mangkir.
b. UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja menambah 5 poin lagi alasan perusahaan boleh melakukan PHK,
diantaranya meliputi :
• Perusahaan melakukan efisiensi
• Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan
perusahaan.
• Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang Perusahaan
melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/ buruh
• Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja
dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas).

6. Mengenai Status Kerja


a. UU Ketenagakerjaan
Pasal 59 mengatur Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) terhadap pekerja
maksimal dilakukan selama 2 tahun, lalu boleh diperpanjang kembali dalam 1 tahun.
b. UU Cipta Kerja
Menghapus pasal 59 yang mengatur tentang syarat pekerja waktu tertentu atau
pekerja kontrak. Dengan penghapusan pasal ini, maka tidak ada batasan aturan
seseorang pekerja bisa dikontrak, akibatnya bisa saja pekerja tersebut menjadi pekerja
kontrak seumur hidup.

7. Mengenai Jam Kerja


a. UU Ketenagakerjaan
Waktu kerja lembur palig banyak hanya 3 jam per hari dan 14 jam per minggu.
b. UU Cipta Kerja
Waktu kerja lembur maksimal 4 jam per hari dan 18 jam per minggu.

8. Mengenai Outsourcing (Alih Daya)


a. UU Ketenagakerjaan
Penggunaan outsourcing (alih daya) dibatasi dan hanya untuk tenaga kerja di luar
usaha pokok.
b. UU Cipta Kerja
Membuka kemungkinan bagi lembaga outsourcing untuk mempekerjakan pekerja
untuk berbagai tugas, termasuk pekerja lepas dan pekerja penuh waktu. Ada
perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih
daya.
9. Mengenai Tenaga Asing
a. UU Ketenagakerjaan
- Pasal 42 ayat 1 UUK menyatakan : Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan
tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.
- Pasal 43 ayat 1 Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus
memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
- Pasal 44 ayat 1 Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan
mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku.

b. UU Cipta Kerja
- Dalam RUU Cipta Kerja, izin tertulis TKA diganti dengan pengesahan rencana
penggunaan TKA.
- Pasal 43 mengenai rencana penggunaan TKA dari pemberi kerja sebagai syarat
mendapat izin kerja dimana dalam RUU Cipta kerja, informasi terkait periode
penugasan ekspatriat, penunjukan tenaga kerja menjadi warga negara Indonesia
sebagai mitra kerja ekspatriat dalam rencana penugasan ekspatriat dihapuskan.
- Pasal 44 mengenai kewajiban menaati ketentuan mengenai jabatan dan
kompetensi TKA dihapus.

Anda mungkin juga menyukai