Anda di halaman 1dari 8

Menurut Pasal 50 Undang-Undang Ketenagakerjaan bahwa “Hubungan kerja terjadi karena

adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh”. Kemudian Pasal 52 menjelaskan:
(1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan,
dan peraturan perundang undangan yang berlaku.
(2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
(3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.

Ketentuan THR diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang
Pengupahan juncto Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan
Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/ Buruh di Perusahaan, pemberian THR Keagamaan
merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja/ buruh”.
Di Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 diatur bahwa prinsipnya
pemberian THR wajib dibayarkan oleh perusahaan kepada pekerja buruh tujuh hari sebelum hari
raya keagamaan, jadi walaupun seperti masa Pandemi covid-19 ini perusahaan tetap wajib
membayar THR sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku. Dari sini jelas bahwa para
pekerja PT. Joint berhak atas THR sesuai dengan ketentuan diatas, sehingga tidak ada alasan
bahwa pandemi mengakibatkan perusahaan tidak bisa memenuhi apa yang sudah disepakati.

Pembayaran THR Keagamaan dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:


1. THR Keagamaan diberikan kepada:
a. Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau
lebih.
b. Pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan
perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.
2. Besaran THR Keagamaan diberikan sebagai berikut:
a. Bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja dua belas bulan secara terus
menerus atau lebih, diberikan sebesar satu bulan upah.
b. Bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus tetapi
kurang dari dua belas bulan, diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan:
masa kerja dibagi 12 dikali satu bulan upah.
3. Bagi pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah satu bulan
dihitung sebagai berikut:
a. Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja dua belas bulan atau lebih, upah satu
bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam dua belas bulan terakhir
sebelum hari raya keagamaan.
b. Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari dua belas bulan, upah satu bulan
dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
4. Bagi pekerja/buruh yang upahnya ditetapkan berdasarkan satuan hasil maka upah satu bulan
dihitung berdasarkan upah rata-rata dua belas bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
5. Bagi perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR Keagamaan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih
besar dari nilai THR Keagamaan sebagaimana nomor 2 di atas maka THR Keagamaan yang
dibayarkan kepada pekerja/buruh sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan.
6. THR Keagamaan wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.

https://setkab.go.id/inilah-edaran-menaker-mengenai-pelaksanaan-pemberian-thr-keagamaan-
tahun-2022/
https://www.hukumonline.com/klinik/a/ketentuan-thr-lt5018a59e1d077

Pelanggaran pengusaha dengan tidak membayarkan THR sesuai ketentuan yang berlaku dapat
dikenakan sanksi administratif. [6] Sanksi tersebut berupa: [7] 1. teguran tertulis; 2.
pembatasan kegiatan usaha; 3. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan
4. pembekuan kegiatan usaha. Langkah Jika THR Tidak Dibayar Penuh Jika memang ada
pelanggaran terhadap ketentuan pembayaran THR ini (THR tidak dibayar secara penuh), langkah
pertama yang dapat Anda tempuh adalah dengan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan
antara Anda dan pengusaha, yang disebut dengan penyelesaian secara bipartit. Perselisihan
hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan
bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Selain itu, Anda juga bisa melapor ke
Posko Satgas Ketenagakerjaan. Dinperinaker membentuk pos Pelayanan Konsultasi dan
Penegakan Hukum THR 2022. Pembentukan posko pada dasarnya untuk menerima keluhan atau
pengaduan pekerja dan pengusaha yang menghadapi masalah pembayaran THR. Apabila
penyelesaian secara bipartit tidak berhasil dilakukan, cara yang dapat ditempuh adalah dengan
melalui mediasi hubungan industrial, yaitu melalui musyawarah antara pekerja dan pengusaha
yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Jika mediasi masih gagal atau tidak
mencapai kesepakatan, pekerja bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial
(PHI) sebagaimana yang diatur dalam UU PPHI.

Secara singkat, perusahaan memiliki hak yang tercantum dalam uraian Undang-Undang


Ketenagakerjaan, yakni dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hak-hak tersebut
antara lain adalah sebagai berikut.
1. Perusahaan berhak atas hasil dari pekerjaan karyawan.
2. Perusahaan berhak untuk memerintah/mengatur karyawan atau tenaga kerja dengan tujuan
mencapai target.
3. Perusahaan berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh/karyawan jika
melanggar ketentuan yang telah disepakati sebelumnya.

Tiga hal di atas adalah sedikit kutipan mengenai hak yang dimiliki perusahaan atau pengusaha.
Jelas, setiap poinnya memiliki penjabaran yang rinci jika dilihat pada regulasi baku yang tertulis.
Selain memiliki hak, sebuah perusahaan juga memiliki kewajiban yang wajib untuk diberikan
pada karyawannya, seperti:

1. Membayarkan gaji

Hak dan kewajiban perusahaan yang pertama adalah untuk memberikan gaji pada karyawannya.
Jumlah besarnya gaji tidak boleh kurang dari dari UMP atau UMK. Setidaknya ada 3 komponen
mengenai gaji yang bisa Anda jadikan tolak ukur atau acuan besarnya upah yaitu gaji pokok, gaji
pokok dengan tunjangan tetap, atau gaji pokok dengan tunjangan tetap dan tidak tetap.

2. Menyediakan jaminan ketenagakerjaan

Selain memberikan kewajiban berupa gaji, perusahaan juga memiliki kewajiban untuk
memberikan jaminan ketenagakerjaan. Hal tersebut sudah diatur dalam UU 13/2003.

Biasanya bentuk jaminan yang diberikan adalah jaminan sosial tenaga kerja atau jamsostek yang
juga bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan.
3. Memberikan waktu istirahat

Perusahaan juga memiliki kewajiban untuk memberikan waktu istirahat pada semua pekerjanya.
Hal tersebut seperti yang sudah ada dalam Pasal 79 UU Ketenagakerjaan yang menjelaskan
mengenai waktu istirahat paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus
menerus.

Selain itu, dalam jangka waktu kurang lebih seminggu penuh, pekerja juga berhak untuk
mendapatkan istirahat selama 2 hari jika waktu kerjanya 5 hari dalam satu minggu. Sedangkan
untuk jam kerja 6 hari dalam satu minggu wajib diberikan istirahat selama 1 hari dengan jam
kerja 7 jam sehari.

4. Menyediakan waktu untuk beribadah

Dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 80, perusahaan wajib untuk memberikan waktu yang cukup
bagi karyawannya untuk melakukan ibadah sesuai dengan kepercayaannya masing-masing.

Perusahaan juga tidak diperbolehkan memutuskan hubungan kerja karena alasan ibadah yang
dilakukan oleh pekerjanya.

Adapun hak-hak tenaga kerja menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang
telah diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yaitu sebagai berikut:

 
Hak atas kesempatan dan perlakuan yang sama
 
Sesuai dengan Pasal 5 yaitu setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa
diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan Pasal 6 yaitu Setiap pekerja/buruh berhak
memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.
 
Hak untuk mendapatkan pelatihan kerja
 
Pada Pasal 11 tertulis bahwa setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau
meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya melalui pelatihan kerja.
 
Hak atas penempatan tenaga kerja
 
Pada Pasal 31 tertulis bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama
untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di
dalam atau di luar negeri.
 
Hak untuk melaksanakan kerja sesuai waktu yang ditentukan
 
Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Waktu kerja meliputi:

1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
2. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

 
Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau
pekerjaan tertentu. Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau
pekerjaan tertentu diatur pada PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,
Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
 
Hak untuk istirahat dan cuti 
 
Pengusaha wajib memberi: (a) waktu istirahat dan wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling
sedikit meliputi:
 

1. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat)
jam terus menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan
2. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

 
Ketentuan waktu istirahat pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu diatur lebih lanjut pada PP
No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan
Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
 
dan (b) Cuti yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh, yaitu:
 

1. cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang
bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.
2. Cuti sakit, cuti dapat diberikan apabila pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat
melakukan pekerjaan.
3. Cuti haid, Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan
memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua
pada waktu haid.
4. Cuti bersalin, Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu
setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah
melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
5. Cuti keguguran, Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak
memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan
dokter kandungan atau bidan.
6. Cuti alasan penting, Pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja dengan alasan sebagai
berikut: (a) Pekerja/buruh menikah; (b) Menikahkan anaknya; (c) Mengkhitankan
anaknya; (d) Membaptiskan anaknya; (e)Isteri melahirkan atau keguguran kandungan; (f)
Suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia; dan (g) Anggota
keluarga dalam satu rumah meninggal dunia

 
Hak untuk melaksanakan ibadah
 
Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/ buruh untuk
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya
 
Hak atas kesehatan dan keselamatan kerja 
 
Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
 

1. keselamatan dan kesehatan kerja;


2. moral dan kesusilaan; dan
3. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

 
Hak atas upah yang layak
 
Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berhak
memperoleh upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya, oleh karena itu Pengusaha
wajib membayar upah kepada pekerja/buruh sesuai dengan kesepakatan yang berdasarkan pada
PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan
 
Hak atas kesejahteraan
 
Sesuai dengan Pasal 99 yaitu setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh
jaminan sosial tenaga kerja. Oleh karena itu merujuk pada UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial pada Pasal 15 tertulis bahwa Pemberi Kerja secara bertahap wajib
mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program
Jaminan Sosial yang diikuti. Selain itu untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya, pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan serta membentuk koperasi
pekerja/buruh dan usaha-usaha produktif di perusahaan.
 
Hak kebebasan berserikat
 
Sesuai dengan Pasal 104 yaitu setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota
serikat pekerja/serikat buruh.
 
Hak untuk melakukan mogok kerja 
 
Hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh yaitu melakukan mogok kerja secara
sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan. Sekurang-kurangnya dalam waktu 7
(tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat
buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. 

Hak atas pesangon bila di PHK


 
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
 
Selain dari hak-hak pekerja di atas, terdapat beberapa hak bagi para pekerja perempuan, adapun
Hak khusus bagi perempuan yaitu:
 

1. Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan
kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
(Pasal 81)
2. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan
sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan
menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. (Pasal 82)
3. Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh
istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan
atau bidan.
4. Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan
sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.
(Pasal 83)

 
Untuk mendapatkan hak-hak pekerja, tentu saja seorang pekerja harus memenuhi kewajiban
seorang pekerja terlebih dahulu, Kewajiban bagi pekerja/buruh diatur pada KUHPerdata, yaitu:
 

1. Buruh wajib melakukan pekerjaan yang diperjanjikan menurut kemampuannya dengan


sebaik-baiknya. Jika sifat dan luasnya pekerjaan yang harus dilakukan tidak dirumuskan
dalam perjanjian atau reglemen, maka hal itu ditentukan oleh kebiasaan. (Pasal 1603)
2. Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya, hanya dengan izin majikan ia dapat
menyuruh orang lain menggantikannya. (Pasal 1603a)
3. Buruh wajib menaati aturan-aturan pelaksana pekerjaan dan aturan-aturan yang
dimaksudkan untuk perbaikan tata tertib perusahaan majikan yang diberikan oleh atau
atas nama majikan dalam batas-batas aturan perundang-undangan, perjanjian atau
reglemen, atau jika ini tidak ada, dalam batas-batas kebiasaan. (Pasal 1603b)
4. Pada umumnya buruh wajib melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang dalam
keadaan yang sama seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang buruh yang
baik. (Pasal 1603d)

Anda mungkin juga menyukai