Kompensasi, sering kali digunakan dalam kehidupan sehari-hari, tak terkecuali di dunia
bisnis. Pengertian kompensasi yang dimaksud di sini adalah semua imbalan yang diterima
oleh seorang pekerja atas jasa atau hasil kerjanya pada sebuah organisasi/ perusahaan dimana
imbalan tersebut dapat berupa uang ataupun barang, baik langsung ataupun tidak langsung.
Penjelasan tersebut sejalan dengan pendapat Hasibuan (2002), mengemukakan bahwa
pengertian kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau
tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada
perusahaan.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh
perusahaan atau habis kontrak. Kompensasi PHK adalah imbalan yang wajib dibayarkan oleh
perusahaan atau penyedia kerja kepada karyawan ketika berakhirnya masa kerja atau terjadi
PHK.
Perusahaan harus mengalokasikan biaya untuk membayar uang kompensasi bagi pekerja
PKWT. Pemberian kompensasi bagi pekerja PKWT didasari pada PP Nomor 35 Tahun 2021
sebagai turunan dari UU Cipta Kerja.
Pemerintah akhir tahun lalu telah mensahkan UU Cipta Kerja yang salah satunya mengatur
perubahan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam UU Cipta Kerja
tersebut mengatur salah satunya mengenai kompensasi bagi pekerja PKWT (Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu). Kompensasi terhadap pekerja PWKT ini diatur secara rinci di dalam PP
Nomor 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan
PHK (PP 35/2021). Dengan adanya aturan ini, Perusahaan harus mengalokasikan biaya untuk
membayar uang kompensasi untuk pekerja PKWT-nya. Lalu bagaimana aturan mengenai
kompensasi ini? Apakah semua pekerja PKWT mendapatkan kompensasi?
1. Kompensasi diberikan untuk pekerja yang telah bekerja minimal satu bulan
Adapun syarat bagi pekerja PKWT untuk mendapatkan uang kompensasi saat berakhirnya
PKWT adalah telah bekerja minimal atau paling sedikit satu bulan secara terus menerus.
Sesuai dengan Pasal 15 ayat (3) PP 35/2021, “Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja paling sedikit 1
(satu) bulan secara terus menerus”.
Menelisik lebih lanjut, uang kompensasi bagi pekerja PKWT tidak hanya diberikan pada saat
PKWT selesai, akan tetapi juga diberikan pada saat masa perpanjangan berakhir apabila
PKWT dilakukan perpanjangan. Pasal 15 ayat (4) PP 35/2021 menyebutkan bahwa “Apabila
PKWT diperpanjang, uang kompensasi diberikan saat selesainya jangka waktu PKWT
sebelum perpanjangan dan terhadap jangka waktu perpanjangan PKWT, uang kompensasi
berikutnya diberikan setelah perpanjangan jangka waktu PKWT berakhir atau selesai”.
Besaran uang pesangon PKWT yang diatur tidaklah sedikit. Uang kompensasi akan
dikalkulasi sesuai dengan masa kerja dengan hitungan upah satu bulan kerja. Besaran uang
pesangon ini diatur lebih lanjut dan secara rinci pada Pasal 16 ayat (1) PP 35/2021. Adapun
satu bulan upah yang dijadikan dasar perhitungan uang kompensasi PKWT terdiri dari upah
pokok dan tunjangan tetap, kecuali bagi perusahaan yang menerapkan tunjangan tidak tetap
ataupun tidak ada tunjangan maka dasar perhitungan hanya dari upah pokok, sesuai
disebutkan pada Pasal 16 ayat (2) hingga (4) PP 35/2021.
Uang Kompensasi ini diberikan sesuai dengan selesainya masa bekerja. Apabila selesainya
suatu pekerjaan lebih cepat dari yang disepakati di PKWT, maka perhitungan uang
kompensasi dihitung sampai dengan saat selesainya pekerjaan itu.
Sedangkan untuk pekerja PWKT yang bekerja lebih dari 12 bulan maka perhitungannya :
Masa kerja
x 1 bulan upah
12
4. Uang kompensasi tetap diberikan walaupun salah satu pihak mengakhiri sebelum
kontrak selesai
Selain itu uang kompensasi tetap diberikan pada pekerja PKWT, apabila salah satu pihak
mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam
PKWT. Besaran uang pesangon tetap dihitung berdasarkan jangka waktu yang telah
dilaksanakan oleh pekerja/buruh.
5. Uang kompensasi tidak diberikan kepada WNA
Pemberian uang kompensasi terhadap pekerja PKWT hanya berlaku bagi pekerja yang
berkewarganegaraan Indonesia. Sehingga perusahaan tidak diperlukan untuk membayar uang
kompensasi bagi pekerja WNA.
TUJUAN KOMPENSASI
Salah satu cara organisasi untuk memperoleh karyawan yang memenuhi persyaratan
(qualified) dapat dilakukan dengan pemberian sistem kompensasi. Sistem kompensasi yang
baik merupakan faktor penarik masuknya karyawan qualified. Sebaliknya, sistem
kompensasi yang buruk dapat mengakibatkan keluarnya karyawan yang qualified dari
suatu organisasi. Sebagai contoh, eksodus secara besar-besaran karyawan dari
perusahaan A ke perusahaan B merupakan indikasi lebih baiknya sistem kompensasi yang
ada pada perusahaan B daripada perusahaan A.
Menjamin keadilan
Pemberian kompensasi yang baik juga bertujuan untuk menjamin keadilan. Dalam
arti, perusahaan memberikan imbalan yang sepadan untuk hasil karya atau prestasi kerja yang
diberikan pada organisasi.
Mengendalikan biaya-biaya
Dalam jangka pendek, pemberian kompensasi pada karyawan yang berprestasi akan
memperbesar biaya. Namun secara jangka panjang, kerja karyawan yang lebih efektif dan
efisien akibat pemberian kompensasi yang baik dapat mengendalikan biaya-biaya yang tidak
perlu. Organisasi sering kali mengeluarkan biaya-biaya yang tidak perlu akibat rendahnya
produktifitas atau kurang efekif dan efisiennya kerja karyawan. Seringkali biaya yang tidak
perlu ini besarnya melebihi biaya tetap. Pemberian komensasi yang baik diharapkan dapat
mendorong karyawan untuk lebih produktif dan lebih efisien serta efektif dalam bekerja
sehingga organisasi dapat memperkecil atau mengendalikan biaya-biaya yang harus
dikeluarkan dan memperbesar pemasukannya.
Selain lima tujuan di atas, kompensasi juga bertujuan untuk memenuhi peraturan-
peraturan legal seperti Upah Minimum Rata-rata (UMR), Ketentuan Lembur, Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (Jamsostek), Asuransi Tenaga Kerja (Astek) dan fasilitas lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Martoyo (1994) berpendapat bahwa tujuan kompensasi
adalah :
Pemenuhan kebutuhan ekonomi karyawan atau sebagai jaminan economic security bagi
karyawan.
Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), masa berlaku perjanjian tidak
terbatas, dan otomatis berakhir ketika pekerja memasuki masa pensiun atau meninggal dunia
saat masa aktif. Meski demikian, UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 memungkinkan
salah satu pihak mengakhiri perjanjian melalui pemutusan hubungan kerja (PHK), yakni
apabila:
1. Pekerja mengundurkan diri atas kemauan sendiri. Hubungan kerja diakhiri tanpa penetapan
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. (Pasal 162)
3. Pekerja mengajukan permohonan PHK kepada PHI, dengan alasan pengusaha menganiaya,
menghina secara kasar, atau mengancam pekerja; menyuruh pekerja melakukan perbuatan
yang melanggar UU; terlambat membayar upah 3 bulan berturut-turut atau lebih; tidak
melakukan kewajiban yang dijanjikan; memerintahkan pekerja melakukan pekerjaan di luar
yang diperjanjikan; atau memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan,
kesehatan, dan kesusilaan, dan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian. (Pasal
169)
Dengan berakhirnya hubungan kerja, pengusaha wajib memberikan kompensasi PHK kepada
karyawan bersangkutan. Apa saja kompensasi itu?
1. Uang Pesangon
Pesangon wajib diberikan kepada karyawan yang di-PHK oleh perusahaan (poin 2) dan
karyawan yang mengajukan permohonan PHK ke pengadilan (poin 3), tetapi tidak diberikan
kepada karyawan yang resign atas kemauan sendiri (poin 1). Besarnya pesangon didasarkan
atas masa kerja, dengan ketentuan minimal di Pasal 156 ayat (2):
Karyawan yang berhak mendapat kompensasi ini adalah karyawan yang di-PHK oleh
perusahaan dan karyawan yang mengajukan permohonan PHK ke pengadilan. Karyawan
yang resign tidak mendapatkan UPMK. Sesuai Pasal 156 ayat (3) besaran kompensasi
minimal adalah:
Kompensasi karyawan ini berlaku untuk semua semua jenis PHK di atas. Uang penggantian
hak yang seharusnya diterima menurut Pasal 156 ayat (4) meliputi:
Uang penggantian cuti = (upah sebulan/jumlah hari kerja per bulan) x sisa cuti
b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat di mana pekerja
diterima bekerja
Aturan ini tidak dijelaskan lebih lanjut dalam UU, karena itu sebaiknya perusahaan
mengaturnya dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja
bersama (PKB). Seandainya tak diatur, pemberian uang penggantian ini harus dihitung
dengan nilai yang wajar.