Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kompensasi

1) Pengertian Kompensasi

Kompensasi, menurut Rivai dan Sagala dalam Sinambela

(2016:219) mendefinisikan kompensasi adalah sesuatu yang diterima

karyawan sebagai pengganti konstribusi jasa mereka pada perusahaan.

Menurut Robbins and Judge (2015:55) yang diterjemahkan oleh Saraswati

dan Sirait, kompensasi dapat digunakan sebagai suatu cara untuk

memotivasi, meningkatkan prestasi kerja, dan kepuasan kerja karyawan.

Jika balas jasa yang diterimanya semakin tinggi, statusnya semakin baik,

dan pemenuhan kebutuhan yang dinikimatinnya semakin banyak pula.

Dengan demikian kepuasan kerjanya semakin baik (Hasibuan 2013: 118).

Pendapatan adalah salah satu hal yang penting bagi setiap

karyawan yang bekerja dalam suatu perusahaan, karena dengan gaji yang

diperoleh seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasibuan

(2013) menyatakan bahwa “Gaji adalah balas jasa yang dibayar secara

periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang pasti” (p.

118). Pendapat lain dikemukakan oleh Handoko (2012), “Gaji adalah

pemberian pembayaran finansial kepada karyawan sebagai balas jasa

untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan sebagai motivasi pelaksanaan

kegiatan di waktu yang akan datang” (p. 218). Selain pernyataan Hasibuan

dan Handoko, ada pernyataan lainnya mengenai gaji dari Hariandja


(2002), yaitu Gaji merupakan salah satu unsur yang penting yang dapat

mempengaruhi kinerja karyawan, sebab gaji adalah alat untuk memenuhi

berbagai kebutuhan pegawai, sehingga dengan gaji yang diberikan

pegawai akan termotivasi untuk bekerja lebih giat. Teori yang lain

dikemukakan oleh Sastro Hadiwiryo (2014), yaitu:

“Gaji dapat berperan dalam meningkatkan motivasi karyawan

untuk bekerja lebih efektif, meningkatkan kinerja, meningkatkan

produktivitas dalam perusahaan, serta mengimbangi kekurangan dan

keterlibatan komitmen yang menjadi ciri angkatan kerja masa kini.

Perusahaan yang tergolong modern, saat ini banyak mengaitkan gaji

dengan kinerja”

2) Peranan, Fungsi dan Tujuan Kompensasi

Menurut Poerwono (1982) peranan gaji dapat ditinjau dari dua pihak, yaitu  :

a)      Aspek pemberi kerja (majikan) adalah manager

             Gaji merupakan unsur pokok dalam menghitung biaya

produksi dan komponen dalam menentukan harga pokok yang dapat

menentukan kelangsungan hidup perusahaan. Apabila suatu perusahaan

memberikan gaji terlalu tinggi maka, akan mengakibatkan harga pokok

tinggi pula dan bila gaji yang diberikan terlalu rendah akan

mengakibatkan perusahaan kesulitan mencari tenaga kerja.

b)      Aspek penerima kerja

            Gaji merupakan penghasilan yang diterima oleh seseorang dan

digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Gaji bukanlah merupakan

satu-satunya motivasi karyawan dalam berprestasi, tetapi gaji merupakan

salah satu motivasi penting yang ikut mendorong karyawan untuk


berprestasi, sehingga tinggi rendahnya gaji yang diberikan akan

mempengaruhi kinerja dan kesetiaan karyawan.

Menurut Komaruddin (2010) fungsi gaji bukan hanya membantu

manajer personalia dalam menentukan gaji yang adil dan layak saja,

tetapi masih ada fungsi-fungsi yang lain, yaitu (p. 164)  :

1) Untuk menarik pekerja yang mempunyai kemampuan ke dalam

organisasi.

2) Untuk mendorong pekerja agar menunjukkan prestasi yang tinggi.

3)  Untuk memelihara prestasi pekerja selama periode yang panjang

Menurut Hasibuan (2002) tujuan penggajian, antara lain:

a)      Ikatan kerja sama

            Dengan pemberian gaji terjalinlah ikatan kerja sama formal

antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan

tugas - tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha atau majikan

wajib membayar gaji sesuai dengan perjanjian yang disepakati.

b)      Kepuasan kerja

            Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi

kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga

memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.

c)      Pengadaan efektif

            Jika program gaji ditetapkan cukup besar, pengadaan

karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.

d)     Motivasi

         Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah

memotivasi bawahannya.
e)      Stabilitas karyawan

            Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta

eksternal konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan

lebih terjamin karena turnover relatif kecil.

f)       Disiplin

             Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin

karyawan semakin baik. Karyawan akan menyadari serta mentaati

peraturan-peraturan yang berlaku.

g)      Pengaruh serikat buruh

             Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh

dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada

pekerjaannya.

h)      Pengaruh pemerintah

             Jika program gaji sesuai dengan undang-undang yang berlaku

(seperti batas gaji minimum) maka intervensi pemerintah dapat

dihindarkan.

2.2 Punishment

1) Sanksi dan Hubungan Kerja

Hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan serta pengelolaan

pelanggaran kerja, mekanismenya diatur dalam aturan main “Industrial

relation”. Karyawan memiliki hak dan kewajiban yang seharusnya seimbang.

Contoh hak karyawan adalah seperti kompensasi yang sesuai dengan

perjanjian kerja, cuti tahunan/istirahat, pengembangan kompetensi, penilaian

kinerja. Hak
perusahaan misalnya seperti pencapaian target perusahaan, kedisiplinan

karyawan, loyalitas, perlindungan kerahasiaan, komitmen, kerjasama tim.

Pada dasarnya, aktivitas dan perilaku karyawan dalam perusahaan

diatur dalam aturan internal perusahaan, baik dalam bentuk Peraturan

Perusahaan, Kebijakan, SOP, Kode Etik dan sebagainya. Hal ini diperlukan

agar karyawan tidak melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan risiko-

risiko yang dapat berdampak juga pada perusahaan maupun rekan kerja (risiko

fisik maupun non-fisik; seperti reputasi, kedisiplinan, dan lain-lain). Dan

untuk menegakkan sebuah aturan, tentu harus juga dibuat reward &

punishment-nya, aturan bagi yang melanggar dan kompensasi bagi yang

menerapkan.

Terkait dengan pelanggaran, dapat dikenakan sanksi berupa surat

teguran/peringatan. Jika hal ini sudah dilakukan berulang-ulang maka

mekanisme pemberian surat peringatan dapat dilakukan sesuai Undang-

undang No. 13/2003 yakni Surat Peringatan Pertama (SP1), SP2, SP3/Akhir

hingga pemberian PHK jika setelah diberikan SP3 tidak ada upaya perbaikan

dan/atau pelanggaran yang dilakukan tergolong pelanggaran berat yang tidak

dapat ditoleransi. (Kategori pelanggaran berat dapat dilihat juga pada Undang-

undang atau merujuk pada kategori perdata, pidana dan/atau khusus seperti

korupsi).

2) Jenis-jenis Punishment

Berikut ini adalah jenis-jenis sanksi yang akan dijatuhkan kepada

karyawan sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan.

Sanksi-sanksi yang diberikan berupa:

1) Peringatan Tertulis (pertama, ke dua dan ke tiga).


2) Pemindahan lingkungan tugas.

3) Pengurangan gaji/penghasilan.

4) Penurunan strata/golongan/skala gaji.

5) Pencabutan tunjangan/kompensasi tertentu.

6) Penurunan status karyawan.

7) Diberhentikan sementara.

8) Diberhentikan dengan hormat.

9) Diberhentikan secara tidak hormat.

Tata cara pemberian  sanksi kedisiplinan/hukuman meliputi:

a) Karyawan yang melakukan pelanggaran sebelum dikenakan sanksi akan

Diadakan pemeriksaan oleh atasan langsungnya  atau Pejabat yang

ditunjuk oleh perusahaan melakukan pemeriksaan.

b) Hasil pemeriksaan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan

yangditandatangani oleh pemeriksa dan yang diperiksa.

c) Selanjutnya atasan langsung karyawan tersebut atau pejabat yang ditunjuk

 melakukan penilaian terhadap pelanggaran yang dilakukan dan

merekomendasikan macam dan nilai pelanggaran kepada Pimpinan

Perusahaan.

d) Dengan mempertimbangkan rekomendasi atasan langsung karyawan

tersebut, Pimpinan Perusahaan menetapkan sanksi kedisiplinan/hukuman

jabatan.

Beberapa macam/jenis hukuman disiplin dapat diberikan kepada

karyawan/pekerja sekaligus untuk suatu kasus pelanggaran tertentu hanya

apabila telah diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP)
atau perjanjian kerja bersama (PKB). Hal ini secara tersirat diatur dalam Pasal

161 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK):

(1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur

dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama,

pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada

pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua,

dan ketiga secara berturut-turut.

(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing

berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Menurut penjelasan Pasal 161 ayat (2) UUK masing-masing surat

peringatan dapat diterbitkan secara tidak berurutan sesuai dengan ketentuan

yang diatur dalam PK atau PP atau PKB. Bagi pekerja yang melakukan

pelanggaran sehingga mengakibatkan kerugian bagi perusahaan dapat juga

dikenakan denda (dalam prakteknya dilakukan dalam bentuk pemotongan

upah). Hal ini merujuk pada Pasal 95 ayat (1) UUK:

"Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan

atau kelalaiannya dapat dikenakan denda."

Namun, pengenaan denda terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran juga

wajib memperhatikan ketentuan dalam Pasal 20 ayat (1) PP No 8 Tahun 1981

tentang Perlindungan Upah (PP 8/1981) yakni denda atas pelanggaran sesuatu

hal hanya dapat dilakukan apabila hal itu diatur secara tegas dalam suatu

perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan (PK atau PP atau PKB). Lebih

jauh dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 20 ayat (4) PP 8/1981 bahwa yang

dimaksud dengan pelanggaran dalam hal ini adalah pelanggaran terhadap


kewajiban-kewajiban buruh yang telah ditetapkan dalam perjanjian tertulis

antara pengusaha dan buruh mengenai demosi (penurunan jabatan) tidak

diberikan pengaturannya dalam UUK maupun peraturan perundang-undangan

lain terkait dengan ketenagakerjaan. Dengan demikian, pengaturan mengenai

demosi ini dapat diatur sendiri di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan

atau perjanjian kerja bersama. Sehingga hal-hal yang terkait dengan pengenaan

disiplin terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran dan merugikan

perusahaan sebenarnya lebih diserahkan kepada pihak pengusaha dan pekerja

untuk disepakati bersama dalam bentuk PK atau PP atau PKB.

2.3 Disiplin Kerja

1) Pengertian Disiplin Kerja

Dalam kamus umum Bahasa Indonesia susunan Poerwadarminta

disiplin diartikan sebagai (a) latihan batin dan watak dengan maksud

supaya segala perbuatannya selalu mentaati tata tertib, (b) ketaatan pada

aturan dan tata tertib. Dengan kata lain disiplin adalah suatu sikap dan

perbuatan untuk selalu menaati tata tertib.

Disiplin kerja adalah suatu bentuk tindakan manajemen untuk

menengakkan standar-standar organisasi (Davis & Newstrom). Hal serupa

juga dikemukakan oleh Gibson (dalam Hapsari) bahwa disiplin adalah

penggunaan beberapa hukuman atau sanksi jika karyawan menyimpang

dari peraturan. Disiplin (discipline) adalah bentuk pengendalian diri

karyawan dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukkan tingkat

kesungguhan tim kerja dalam suatu organisasi (Simamora).


Menurut Handoko dalam Sinambela (2016:334) bahwa

kedisiplinan bukan hanya menyangkut masalah kehadiran yang tepat

waktu di tempat kerja namun lebih tepat diartikan sebagai suatu sikap,

tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan

baik tertulis maupun tidak. Jadi, kedisiplinan dalam suatu perusahan dapat

ditegakkan bilamana sebagian besar peraturan-peraturannya ditaati oleh

sebagian besar karyawan. Disiplin kerja akan membawa dampak positif

bagi karyawan maupun organisasi. Disiplin yang tinggi akan membuat

karyawan bertanggungjawab atas semua aspek pekerjaannya dan

meningkatkan prestasi kerjanya yang berarti akan meningkatkan pula

efektivitas dan efisiensi kerja serta kualitas dan kuantitas kerja.

Disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua

peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Adapun arti

kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua

peraturan dan sadar akan tugas dan tanggungjawabnya. Sedangkan

kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang

sesuai dengan peraturan perusahaan baik yang tertulis maupun tidak

(Hasibuan, 2012).

Siswanto (dalam Hapsari) disiplin adalah suatu sikap

menghormati, menghargai, patuh dan taat pada peraturan-peraturan yang

berlaku baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup

menjalankan dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya

apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.

Berdasarkan pemahaman di atas, maka pengertian disiplin kerja

merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang untuk menaati peraturan


perusahaan atau organisasi baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis

dan tidak mengelak untuk menerima sanksi apabila melanggar tugas dan

wewenang yang diberikan kepadanya. Sehingga hal ini membuat

karyawan bertanggungjawab atas semua aspek pekerjaannya dan

meningkatkan prestasi kerjanya yang berarti akan meningkatkan pula

efektivitas dan efisiensi kerja serta kualitas dan kuantitas kerja.

2) Proses Pembentukan Disiplin Kerja

Ada dua jenis disiplin kerja berdasarkan terbentuknya yaitu disiplin diri

dan disiplin kelompok (Helmi, 2012).

a) Disiplin diri

Disiplin diri merupakan upaya yang dilakukan oleh seseorang

atas prakarsa sendiri dalam melaksanakan tugas. Disiplin diri menurut

Jasin (dalam Helmi, 2012 merupakan disiplin yang dikembangkan atau

dikontrol oleh diri sendiri berwujud pada kontrol terhadap tingkah laku

yang berupa ketaatan terhadap peraturan baik yang ditetapkan sendiri

maupun oleh pihak lain. Davis & Newstrom (2011) mengungkapkan

bahwa pembentukan disiplin pribadi merupakan tujuan disiplin

preventif yang ditetapkan oleh organisasi sehingga disiplin diri

ditujukan pula demi pencapaian tujuan organisasi.

Disiplin diri pada tiap karyawan bila telah tumbuh dengan baik

akan merupakan kebanggaan bagi setiap organisasi, karena pengawasan

yang terus menerus tidak dibutuhkan lagi. Melalui disiplin diri,

karyawan-karyawan merasa bertanggungjawab dan dapat mengatur diri

sendiri untuk kepentingan organisasi. Disiplin diri merupakan hasil

proses belajar (sosialisasi) dari keluarga dan masyarakat. Penanaman


nilai-nilai yang menjunjung disiplin, baik yang ditanamkan oleh orang

tua, guru atau pun masyarakat merupakan bekal positif bagi tumbuh

dan berkembangnya disiplin diri.

Penanaman nilai-nilai disiplin dapat berkembang apabila

didukung oleh situasi lingkungan yang kondusif yaitu situasi yang

diwarnai perlakuan yang konsisten dari orang tua, guru atau pimpinan.

Selain itu, orang tua, guru dan pimpinan yang berdisiplin tinggi

merupakan model peran yang efektif bagi berkembangnya disiplin

diri.

Disiplin diri sangat besar perannya dalam mencapai tujuan

organisasi. Melalui disiplin diri seorang karyawan selain menghargai

dirinya sendiri juga menghargai orang lain. Misalnya jika karyawan

mengerjakan tugas dan wewenang tanpa pengawasan atasan, pada

dasarnya karyawan telah sadar melaksanakan tanggungjawab yang

telah dipikulnya. Hal itu berarti karyawan sanggup melaksanakan

tugasnya. Pada dasarnya ia menghargai potensi dan kemampuannya.

Disisi lain, bagi rekan sejawat, dengan diterapkannya disiplin diri

akan memperlancar kegiatan yang bersifat kelompok. Apalagi jika

tugas kelompok tersebut terkait dalam dimensi waktu ; suatu proses

kerja yang dipengaruhi urutan waktu pengerjaannya.

Ketidakdisiplinan dalam suatu bidang kerja akan menghambat bidang

kerja lain.

Jadi dalam hal ini ada beberapa manfaat yang dapat diambil

oleh karyawan jika mempunyai disiplin diri diantaranya :


(1) Disiplin diri adalah disiplin yang diharapkan oleh organisasi. Jika

harapan organisasi terpenuhi karyawan akan mendapat reward

(penghargaan) dari organisasi, apakah itu dalam bentuk prestasi

atau kompetisi lainnya.

(2) Melalui disiplin diri merupakan bentuk penghargaan terhadap

orang lain. Jika orang lain merasa dihargai, akan tumbuh

penghargaan serupa dari orang lain pada dirinya. Hal ini semakin

memperkukuh kepercayaan diri .

(3) Penghargaan terhadap kemampuan diri. Hal ini didasarkan atas

pandangan bahwa jika karyawan mampu melaksanakan tugas,

pada dasarnya ia mampu mengaktualisasikan kemampuan

dirinya. Hal itu berarti ia memberikan penghargaan pada potensi

dan kemampuan yang melekat pada dirinya.

b) Disiplin kelompok

Kegiatan organisasi bukanlah kegiatan yang bersifat individual

semata. Selain disiplin diri masih diperlukan disiplin kelompok.

Bagaimana disiplin kelompok terbentuk?. Disiplin kelompok akan

tercapai jika disiplin diri telah tumbuh dalam diri karyawan. Artinya

kelompok akan menghasilkan pekerjaan yang optimal jika masing-

masing anggota kelompok dapat memberikan andil yang sesuai

dengan hak dan tanggungjawabnya. Karyawan juga dituntut untuk

mampu mengatur sikap dan perilaku yang sesuai dengan peraturan

kerja sehingga hal ini menjadi sarana untuk mempertahankan

eksistensi organisasi.
Pimpinan juga bertanggungjawab untuk menciptakan iklim

organisasi dalam rangka pendisiplinan preventif. Dalam upaya ini

pimpinan berusaha agar karyawan mengetahui dan memahami standar

yang berlaku, karena apabila karyawan tidak mengetahui standar yang

diharapkan untuk mereka lakukan, perilaku mereka cenderung tidak

menentu dan salah arah.

Kedisiplinan tidak lahir dengan sendirinya. Disiplin lahir,

tumbuh dan berkembang melalui akumulasi pengalaman dan proses

sosialisasi. Disiplin dibangun dari kepribadian yang matang dan

identifikasi terhadap norma-norma kelompok masyarakat. Norma

kelompok berfungsi menegakkan disiplin melalui fungsi pengawasan

dan kontrol sosial disebut dengan pengawasan ekternal yaitu berupa

pengawasan pimpinan, orang tua atau teman sekerja. Pengawasan

internal datang dari dalam individu dan menghasilkan kontrol diri.

Oleh karena itu kontrol diri mempunyai peran penting dalam

membangun disiplin secara internal. Kontrol diri dibutuhkan untuk

mengaktifkan proses pendisiplinan (Davis & Newstrom).

Kaitan antara disiplin diri dan disiplin kelompok dilukiskan

oleh Jasin (dalam Helmi, 2012) seperti dua sisi dari satu mata uang.

Keduanya saling melengkapi dan menunjang sifatnya komplementer.

Disiplin diri tidak dapat dikembangkan secara optimal tanpa dukungan

disiplin kelompok. Sebaliknya, disiplin kelompok tidak dapat

ditegakkan tanpa adanya dukungan disiplin pribadi.

3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja


Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja menurut Steers,

Harris dan Nitisemito (dalam Suharsih, 2012) secara umum dapat

dibedakan menjadi dua yaitu faktor dari dalam individu dan faktor dari

luar individu. Faktor dari dalam individu meliputi kepribadian, semangat

kerja, motivasi kerja intrinsik serta kepuasan kerja. Sedangkan faktor dari

luar individu meliputi: motivasi kerja ekstrinsik, kepuasan kerja,

kepemimpinan, lingkungan kerja dan tindakan indisipliner yang diberikan.

Kepribadian dari para karyawan menentukan perilaku disiplin kerja.

Penelitian Yuspratiwi (2012), menemukan bahwa individu yang memiliki

locus of control internal lebih mampu mengontrol waktunya, lebih

bersungguh-sungguh dalam bekerja dan lebih menunjukkan performansi

kerja yang lebih baik pada situasi yang kompleks. Selain itu faktor

kepribadian juga akan berpengaruh pada persepsi karyawan terhadap gaya

kepemimpinan atasan, bagaimana atasan memperlakukan karyawannya

akan dinilai secara langsung oleh karyawan. Persepsi tersebut dapat

mempengaruhi performansi kerja seseorang, dalam hal ini disiplin kerja

diri karyawan (Spriegel dalam Yuspratiwi, 2012).

Disiplin kerja dapat pula terbentuk bila karyawan benar-benar

mampu mempunyai semangat kerja yang tinggi, apabila terdapat semangat

kerja diantara karyawan, dapat diharapkan tugas yang diberikan kepada

mereka akan dilakukan dengan baik dan cepat, Harris (dalam Suharsih

2001). Dengan adanya semangat kerja yang tinggi maka akan timbul

kesetiaan, kegembiraan, kerja sama, dan ketaatan atau disiplin terhadap

peraturan-peraturan perusahaan.
Faktor motivasi kerja dan kepuasan kerja juga sangat

mempengaruhi disiplin kerja. Motivasi kerja dan kepuasan kerja

dimasukkan sebagai faktor dari dalam diri individu dan faktor dari luar

individu. Motivasi kerja intrinsik dalam hal ini yaitu adanya perasaan

bangga dari dalam diri individu terhadap pribadi dan organisasi tempat dia

bekerja sehingga hal ini akan membangun kepercayaan diri karyawan,

karyawan sendiri akan secara sukarela melaksanakan apa yang menjadi

kewajibannya di perusahaan tersebut. Sedangkan untuk motivasi kerja

ekstrinsik yaitu adanya penghargaan dan pujian dari atasan, hal ini bisa

dijadikan sebagai reward untuk bekerja lebih baik. Penghargaan dan pujian

tersebut akan mendorong karyawan untuk bekerja secara maksimal dengan

memperhatikan ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang berlaku di

dalam perusahaan, Soejono dan Djono (Suharsih, 2012).

Kepuasan kerja sendiri juga mempengaruhi disiplin kerja seorang

karyawan. Kepuasan kerja yang berasal dari dalam diri individu yaitu arti

dari pekerjaan itu sendiri bagi karyawan. Dengan adanya kepuasan kerja

yang tumbuh dalam diri individu membuat karyawan lebih giat bekerja

secara suka rela tanpa adanya paksaan. Sedangkan yang merupakan faktor

dari luar individu berupa gaji yang cukup maka akan mendorong karyawan

untuk meningkatkan disiplin kerjanya. Faktor lain yang merupakan faktor

dari luar individu berupa kepemimpinan, dimana keteladanan pimpinan

mempunyai pengaruh yang sangat besar dan memberi efek yang positif

dalam menengakkan disiplin. Ketika karyawan dituntut untuk menaati

peraturan maka pimpinan diharapkan juga mentaati peraturan yang

berlaku. Ketaatan pimpinan ini akan menjadi contoh untuk diikuti


karyawan (Nitisemito,2010). Lingkungan kerja juga berpengaruh terhadap

perilaku disiplin kerja. Lingkungan kerja yang berpengaruh pada perilaku

disiplin kerja dapat dikatakan sebagai lingkungan dalam organisasi yang

menciptakan lingkungan cultural dan sosial tempat berlangsungnya

kegiatan organisasi. Lingkungan selain memberikan rangsangan terhadap

individu untuk berperilaku, termasuk perilaku tidak disiplin, juga

memberikan tekanan terhadap individu seperti tuntutan yang berlebihan

dari lingkungan (rekan kerja, organisasi, pekerjaan masyarakat, dan

sebagainya). Lebih jauh hal ini dapat membawa pada situasi yang

merangsang timbulnya perilaku tidak patuh, melanggar aturan, dan

kurangnya rasa tanggungjawab (Steers, 2010).

Usaha meningkatkan disiplin juga diperlukan kebiasan yang terus

menerus. Tindakan tegas untuk setiap tindakan indisipliner diperlukan

untuk membentuk disiplin kerja. Tindakan indisipliner bukan semata-mata

berupa hukuman tetapi lebih ditekankan agar karyawan melakukan

kebiasaan yang dianggap baik oleh perusahaan. Hal ini bisa menjadi

pendamping peningkatan kesejahteraan sehingga diharapkan pencapaian

disiplin akan lebih berhasil (Nitisemito, 2010).

Penegakan disiplin/tindakan indisipliner dapat dibagi menjadi dua

yaitu positif dan negatif. Tindakan disiplin positif adalah dengan diberi

nasehat untuk kebaikan dimasa yang akan datang. Sedangkan tindakan

disiplin yang negatif adalah dengan cara-cara (a) memberikan peringatan

lisan, (b) memberikan peringatan tertulis, (c) dihilangkan sebagai haknya,

(d) didenda, (e) dirumahkan sementara, (f) diturunkan pangkatnya, (g)

dipecat. Urutan-urutan tindakan disiplin negatif ini disusun berdasarkan


tingkat kekerasannnya dari yang paling lunak sampai yang paling berat

(Ranupandojo dan Husnan, 2013).

4) Aspek-aspek Disiplin kerja

Aspek-aspek yang terdapat dalam disiplin kerja berdasarkan dari definisi

disiplin kerja menurut Siswanto dan Prijodarminto (dalam Hapsari, 2012)

dan Nitisemito antara lain:

a) Aspek pemahaman terhadap peraturan yang berlaku

Sebelum mematuhi suatu peraturan perlu diketahui apakah

karyawan sudah mengetahui atau memahami standar atau peraturan

dengan jelas. Seorang karyawan menunjukkan kedisiplinan yang baik

bila perilakunya menunjukkan usaha-usaha untuk memahami secara

jelas suatu peraturan, berarti karyawan secara proaktif berusaha

mendapatkan informasi tentang peraturan sehingga karyawan akan

rajin mengikuti briefing, membaca pengumuman atau menanyakan

ketidakjelasan suatu peraturan.

b) Aspek kepatuhan dan ketaatan terhadap aturan standar

Karyawan mempunyai disiplin tinggi jika tidak memiliki

catatan pelanggaran selama kerjanya, mentaati suatu peraturan tanpa

ada paksaan dan secara sukarela dapat menyesuaikan diri dengan

aturan organisasi yang telah ditetapkan. Senantiasa menghargai waktu

sehingga membuat bekerja tepat waktu, tahu kapan memulai dan


mengakhiri suatu pekerjaan, tahu membedakan kapan waktu istirahat

dan kapan waktu bekerja serius, menyelesaikan suatu pekerjaan yang

telah ditetapkan merupakan contoh dari bentuk-bentuk kepatuhan

terhadap aturan standar.

c) Aspek pemberian hukuman jika terjadi pelanggaran

Disiplin sering dikonotasikan sebagai hukuman namun tidak

semua ketentuan disiplin berbentuk hukuman. Hukuman hanya

diberikan ketika seseorang karyawan melakukan pelanggaran.

Pemberian hukuman juga dilakukan sesuai jenis dan tingkat

pelanggaran yang dilakukan.

Lateiner dan Lavine (1985) mengemukakan kurang lebih

sama seperti Siswanto dan Prijodarminto (dalam Hapsari, 1998) dan

Nitisemito (1982) bahwa aspek disiplin kerja karyawan diantaranya :

a) Bahwa umumnya disiplin yang sejati terdapat apabila para

karyawan datang ke kantor dengan teratur dan tepat pada

waktunya.

b) Berpakaian seragam di tempat kerja

c) Menggunakan bahan dan perlengkapan dengan hati-hati

d) Menghasilkan kuantitas dan kualitas pekerjaan yang memuaskan

e) Mengikuti cara bekerja yang ditentukan oleh kantor atau perusahaan

dan menyelesaikan pekerjaan dengan semangat yang baik.

Dalam Anoraga & Suyati (1995) juga ada kesamaan seperti

yang diungkapkan oleh Siswanto dan Prijodarminto (dalam Hapsari, 1998)


dan Nitisemito (1982) serta Lateiner dan Lavine (1985). Menurut Anoraga

& Suyati (1995) untuk mengetahui tingkat kedisiplinan kerja yang baik

yaitu :

a) Kepatuhan tenaga kerja pada jam-jam kerja

b) Kepatuhan tenaga kerja terhadap perintah atasan serta tata tertib yang

berlaku

c) Penggunaan dan pemeliharaan bahan-bahan dan alat kantor dengan

hati-hati

d) Bekerja dengan mengikuti cara-cara kerja yang telah ditetapkan telah

organisasi atau perusahaan

Anoraga & Suyati (1995) hanya menambahkan yaitu berkaitan

dengan kegairahan kerja. Menurut Anoraga & Suyati (1995), kegairahan

kerja termasuk salah satu faktor yang penting di dalam bekerja. Tenaga

kerja yang sudah tidak mempunyai gairah dalam bekerja akan malas dalam

bekerja sehingga hasilnya kurang optimal. Tugas dari organisasi atau

perusahaan adalah membuat perubahan-perubahan agar tenaga kerjanya

tidak merasa jenuh dalam bekerja. Perubahan-perubahan yang dibuat

hendaknya berdampak positif bagi kinerja karyawan.

Berdasarkan dari beberapa hal di atas, penulis menentukan aspek-

aspek disiplin kerja berdasarkan dari teori Alfred R. Lateiner dan I. E.

Lavine( 1985), Siswanto dan Prijodarminto (dalam Hapsari, 1998) dan

Nitisemito (1982) sebagai berikut :

a) Disiplin terhadap peraturan-peraturan

Disiplin terhadap peraturan-peraturan dapat diartikan

sebagai ketaatan karyawan terhadap ketentuan-ketentuan yang


berlaku di lingkungan kerjanya, hal ini meliputi peraturan yang

tertulis maupun yang tidak tertulis. Disiplin ini dapat berupa

ketaatan untuk memberitahukan bila tidak masuk kerja, berpakaian

sesuai dengan ketentuan, ketaatan dalam menggunakan alat-alat

perlengkapan yang ada.

b) Disiplin Waktu

Disiplin waktu dapat diberi pengertian sebagai ketaatan

karyawan terhadap waktu kerja. Hal ini meliputi ketaatan karyawan

terhadap jam masuk kerja, jam pulang kerja dan kehadiran di tempat

kerja

c) Disiplin terhadap tugas dan tanggung jawab

Disiplin terhadap tugas dan tanggung jawab ini dapat diberi

pengertian sebagai ketaatan karyawan dalam melaksanakan tugas

dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Hal ini meliputi

ketaatan karyawan untuk mematuhi cara-cara kerja yang telah

ditentukan, menerima tugas yang dibebankan dan ketaatan untuk

menyelesaikan setiap tugas.

d) Menerima sanksi-sanksi apabila melanggar peraturan dan juga

apabila melanggar tugas dan wewenang yang diberikan

Hal ini diberi pengertian bahwa karyawan yang melanggar

peraturan-peraturan yang telah ditetapkan organisasi ataupun tidak

menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang diembannya akan

diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.


2.4 Kinerja Karyawan

1) Pengertian Kinerja Karyawan

Pada umumnya kinerja diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang

didalam meaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi Lawler dan Porter

(1967), yang menyatakan bahwa kinerja adalah kesuksesan seseorang

dalam melaksanakan tugas. Prawirosentono (1999), mengemukakan

kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau

sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan

tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan

organisasi bersangkutan secara legal, tdak melanggar hukum, dan sesuai

moral maupun etika. Menurut Minar (1990), kinerja adalah bagaimana

seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berprilaku sesuai dengan tugas

yang telah dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana

seseorang harus berprilaku dalam melaksanakan tugas, berarti

menunjukan suatu peran dalam organisasi (Edy Sutrisno, 2010).

Penilaian kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan

kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang

sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu

kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk

mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang

dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku

nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan

oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Beberapa

pengertian penilaian kinerja yang dikemukakan oleh ahli seperti : Melayu

S. P. Hasibuan (2001 : 34) mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah


suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas

yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman

dan kesungguhan serta waktu (Yani, 2012).

Kinerja karyawan adalah sebuah proses untuk menetapkan apa yang

harus dicapai dan pendekatannya untuk mengelola dan pengembangan

manusia melalui suat cara yang dapat meningkatkan kemungkinan bahwa

sasaran akan dapat dicapai dalam suatu jangka waktu tertentu baik pendek

maupun panjang. Adapun indikator yang mempengaruhi kinerja karyawan

diantaranya, yaitu :

1) Kualitas Kerja

Kualitas merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil

pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan

yang diharapkan. Kualitas yang dihasilkan menerangkan tentang

jumlah kesalahan, waktu, dan ketepatan dalam melakukan tugas. Juga

merupakan suatu hasil yang dapat diukur dengan efektifitas dan

efisiensi suatu pekerjaan yang dilakukan oleh sumber daya manusia

atau sumber daya lainnya dalam pencapaian tujuan atau sasaran

perusahaan dengan baik dan berdaya guna. Ada beberapa cara yang

dapat dilakukan oleh perusahaan yaitu dengan memberikan pelatihan

atau training, memberikan insentive atau bonus dan mengaplikasikan

atau menerapkan teknologi yang dapat membantu meningkatkan

efisiensi dan efektifitas kerja. Kualitas kerja dapat diukur melalui

ketepatan, kelengkapan, dan kerapian. Yang dimaksud ketepatan

adalah ketepatan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan, artinya

terdapat kesesuaian antara rencana kegiatan dengan sesaran atau tujuan


yang telah ditetapkan. Yang dimaksud dengan kelengkapan adalah

kelengkapan ketelitian dalam melaksanakan tugasnya. Yang dimaksud

kerapian adalah kerapian dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.

2) Ketepatan Waktu

Ketepatan waktu (timeliness) merupakan salah satu faktor

penting dalam penyajian suatu informasi yang relevan. Ketepatan

waktu merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu

yang dikehendaki, dengan memerhatikan koordinasi output lain serta

waktu yang tersedia untuk kegiatan orang lain. Waktu kerja

menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan, serta masa

kerja yang telah dijalani individu pegawai tersebut. Ketepatan waktu

merupakan salah satu syarat agar suatu informasi dapat bermanfaat,

ketika informasi disajikan terlambat maka nilai yang terkandung tidak

menjadi relevan lagi dengan keadaan yang ada. Juga merupakan suatu

pemanfaatan informasi oleh pengambil keputusan sebelum informasi

tersebut kehilangan kapasitas atas kemampuannya untuk mengambil

keputusan.

3) Motivasi Dalam Bekerja

Motivasi mengacu pada proses dimana usaha seseorang diberi

energi, diarahkan, dan berkelanjutan menuju tercapainya suatu tujuan.

Defenisi ini memiliki tiga elemen kunci : energi, arah dan ketekunan.

Elemen energi adalah ukuran dari intensitas atau dorongan. Seseorang


yang termotivasi menunjukkan usaha dan bekerja keras. Namun,

kualitas usaha itu juga harus dipertimbangkan. Usaha tingkat tinggi

tidak selalu mengarah pada kinerja pekerjaan yang menguntungkan

kecuali usaha tersebut disalurkan ke arah yang menguntungkan

organisasi. Usaha yang diarahkan dan konsisten dengan tujuan

organisasi adalah jenis usaha yang kita inginkan dari para karyawan.

Akhirnya, motivasi mencakup dimensi ketekunan. Kami menginginkan

karyawan untuk tekun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tersebut.

“Teori motivasi yang paling terkenal mungkin adalah teori hierarki

kebutuhan Abraham Maslow. Maslow adalah seorang psikolog yang

menyatakan bahwa dalam setiap orang terdapat sebuah hierarki dari lima

kebutuhan :

a) Kebutuhan Fisiologis (physiological needs) yaitu kebutuhan seseorang

akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks dan kebutuhan fisik

lainnya.

b) Kebutuhan Keamanan (safety needs) yaitu kebutuhan seseorang akan

keamanan dan perlndungan dari kejahatan fisik dan emosional, serta

jaminan bahwa kebutuhan fisik akan terus dipenuhi.

c) Kebutuhan Sosial (social needs) yaitu kebutuhan seseorang akan kasih

sayang, rasa memiliki, penerimaan dan persahabatan.

d) Kebutuhan Penghargaan (esteem needs) yaitu kebutuhan seseorang akan

faktor-faktor penghargaan internal, seperti harga diri, otonomi dan prestasi

serta faktor-faktor penghargaan eksternal seperti status, pengakuan dan

perhatian.
e) Kebutuhan Aktualisasi Diri (self-actualization needs) yaitu kebutuhan

seseorang akan pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang dan

pemenuhan diri: dorongan untuk mampu menjadi apa yang diinginkan.

Teori Maslow menganggap kebutuhan fisiologis dan keamanan pada

tingkatan kebutuhan yang lebih rendah dan Maslow menganggap kebutuhan

sosial, penghargaan dan aktualsasi diri pada tingkatan kebutuhan yang lebih

tinggi.

Kebutuhan yang lebih rendah sebagian besar dipenuhi secara eksternal,

sedangkan kebutuhan yang lebih tinggi dipenuhi secara internal.” (Stephen P.

Robbins, 2010).

2.5 Model Penelitian

Kompensasi

Punishment
Kinerja Karyawan

Disiplin
Kerja

2.6 Hipotesis

Ada hubungan yang signifikan antara Kompensasi, Punishment Dan Disiplin Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan PT Environmental Indokarya Project Jakarta Land


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian korelasional yaitu penelitian yang

bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara kepuasan kerja dengan

disiplin kerja. Arikunto (2013) menegaskan bahwa penelitian korelasional

bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel yang

diteliti. Jika ada, berapa eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya

hubungan itu,untuk mengetahui hubungan tersebut digunakan teknik korelasi.

Besarnya atau tingginya hubungan dinyatakan dalam bentuk koefisien

korelasi.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini memiliki dua variable yang dapat diidentifikasikann sebagai

berikut :

1. Variabel Bebas : Kompensasi, Punishment dan Disiplin Kerja

2. Variabel Terikat : Kinerja Karyawan


C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1) Kompensasi

Kompensasi adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan

tetap serta mempunyai jaminan yang pasti

2) Punishment

Punishment adalah ancaman hukuman yang bertujuan untuk memperbaiki

kinerja karyawan,memelihara peraturan yang berlaku dan memberikan pelajaran

kepada pelanggar

3) Disiplin kerja

Disiplin kerja merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang untuk

menaati peraturan perusahaan atau organisasi baik yang tertulis maupun

yang tidak tertulis dan tidak mengelak untuk menerima sanksi apabila

melanggar peraturan, tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.

D. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian yang akan dilakukan adalah di PT. Environtmental

Indokarya. Subjek penelitian dipilih melalui purposive sample atau sample

bertujuan yaitu pengambilan subjek yang didasarkan atas adanya tujuan

tertentu dan dalam hal ini berupa keterbatasan waktu dan tenaga untuk

penelitian sehingga tidak dapat mengambil sample yang jauh dan besar,

sehingga pengambilan sample didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau

karakteristik tertentu yang telah diketahui sebelumnya (Arikunto, 1996 ;Hadi,

1996).
Kategori yang dijadikan subjek dalam penelitian ini adalah : sudah

bekerja minimal 1 tahun dan minimal pendidikannya SMU. Hal ini dengan

anggapan bahwa karyawan yang sudah bekerja minimal 1 tahun dan minimal

pendidikan SMU, telah memiliki pengetahuan yang cukup luas tentang

pekerjaannya serta kondisi-kondisi yang ada dalam perusahaan tempat ia

bekerja dan juga dianggap mampu untuk memberikan penilaian terhadap

situasi dan kondisi berkaitan dengan pekerjaannya itu dengan baik.

E. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu

alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 1997). Uji validitas

akan dilakukan untuk skala kepuasan kerja, untuk melihat tingkat

ketepatan alat ukur ini untuk mengungkap kepuasan kerja karyawan

terhadap organisasi. Untuk skala disiplin kerja yaitu untuk melihat

tingkat

ketepatan alat ukur ini untuk mengungkap disiplin kerja karyawan

terhadap organisasi.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu validitas isi.

Validitas isi adalah validitas yang dipandang dari segi isi skala, yang

sejauh mana skala tersebut isinya telah dianggap dapat mengukur hal-hal

yang mewakili keseluruhan tentang hal-hal yang hendak diukur


(Suryabrata, 1983). Validitas isi diselidiki lewat analisis rasional terhadap

isi tes serta didasarkan pada Professional judgement yang bersifat

subyektif. Uji coba validitas isi dilakukan sebelum uji coba dilaksanakan.

Analisis validitas isi dilakukan dengan cara memeriksa relevansi

antara item-item yang telah disusun dengan atribut psikologis yang ingin

diukur (Azwar, 1999). Kesesuaian antara item dengan aspek yang

bersangkutan dapat dilakukan dengan cara membandingkan item yang

telah dibuat oleh penulis dengan tabel spesifikasi yang memuat tentang

bagian dari sisi tes dan kompetensi yang diukur dalam tiap bagian sesuai

dengan kawasan ukur. Analisis rasional ini selain diperiksa oleh penulis

juga dikoreksi oleh seseorang yang dianggap ahli, dalam hal ini dosen

pembimbing.

2. Uji Kesahihan Butir Item

Uji kesahihan butir item dilakukan guna melihat dan memilih

item-item yang lolos seleksi yang dapat dipergunakan dalam pengambilan

data penelitian serta membuang item-item yang tidak lolos seleksi (gugur)

sehingga item-item yang gugur tidak lagi digunakan dalam pengambilan

data penelitian.

Uji kesahihan butir item dilakukan berdasarkan koefisien korelasi

item total. Besarnya koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai

dengan 1,00 dengan tanda positif atau negatif. Semakin baik daya beda

item maka koefisien korelasinya semakin mendekati 1,00. koefisien yang

mendekati angka 0 atau negatif mengindikasikan bahwa daya beda

itemnya tidak baik. Uji kesahihan butir item berdasarkan korelasi item

total dan digunakan batasan rix ≥ 0,30. semua item yang mencapai
koefisien korelasi minimal 0,30 maka daya bedanya dianggap memuaskan.

Namun apabila jumlah item yang lolos seleksi ternyata masih tidak

mencukupi jumlah yang diinginkan, maka dapat dipertimbangkan untuk

menurunkan batas kriteria dari 0,30 menjadi 0,25 ( Azwar, 1999).

3. Reliabilitas

Reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti keterpercayaan,

keterandalan, kestabilan konsistensi dan sebagainya, namu ide pokok yang

terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil pengukuran

tersebut relatif konsisten. Suatu hasil penelitian hanya dapat dipercaya bila

dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap suatu kelompok

subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang

diukur dalam diri subjek belum berubah (Azwar, 1995).

Dalam penelitian ini, reliabilitas skala diukur dengan pendekatan

konsistensi internal, yaitu koefisien Alpha yang didasarkan pada bentuk

final masing-masing skala. Pendekatan ini dianggap memiliki nilai praktis

dan efisiensi yang tinggi (Azwar, 1999). Reliabilitas dinyatakan oleh

koefisien yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai 1,00.

Semakin tinggi koefisien reliabilitasnya mendekati 1,00 berarti semakin


tinggi reliabilitasnya sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati

angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya.

G. Metode dan Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan analsis statistik.

Analisis statistik digunakan karena dapat mewujudkan kesimpulan peneliti

dengan memperhitungkan aspek validitas. Selain itu pertimbangan lain

adalah bahwa statistik bekerja dengan angka-angka, bersifat objektif dan

universal dalam arti digunakan hampir pada semua bidang penelitian

(Hadi, 1995). Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

metode Correlation Product Moment Person dengan bantuan program

SPSS 12.0 for Windows. Penggunaan teknik ini karena merupakan

analisis korelasional yang dapat dipakai untuk menguji hubungan antar

variabel.

Anda mungkin juga menyukai