Anda di halaman 1dari 23

BAB II

LANDASAN TEORITIS

MGH 103
Riset Sumber Daya Manusia

Seksi A
Ahmad Jaka Ismaya W
2015-011-260 / 12015-000-399
BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Pengantar

Terdapat pada waktunya, ketika setiap perusahaan hanya ingin mencari sebuah
keuntungan saja tanpa melihat faktor lain yang mempengaruhi proses perkembangan
sebuah bisnis. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi proses perkembangan
sebuah bisnis adalah faktor sumber daya manusia. Mempunyai hubungan yang erat
dan harmonis antara organisasi dengan sumber daya manusianya menjadi salah satu
tujuan yang ingin dicapai oleh seluruh organisasi. Bahwa setiap karyawan memiliki
harapan untuk bekerja & berkarir bersama organisasi dalam jangka waktu yang lama.
Namun, hal ini tidak dapat terjadi apabila kebutuhan yang harus dimiliki oleh
karyawan belum dipenuhi oleh organisasi. Salah satu kebutuhan utama yang penting
dimiliki oleh karyawan dari organisasi adalah praktik kompensasi yang diberikan
oleh organisasi dalam meninjau imbalan yang harus diberikan atas kinerja karyawan,
lalu pengembangan karir yang harus diberikan kepada karyawan agar kemampuan
dalam bekerja semakin berkembang, kemudian terciptanya komitmen berkelannjutan
dari karyawan sehingga memiliki kemauan untuk tetap bekerja dalam organisasi.

Pada bab 2 ini, penulis akan membahas beberapa variabel yang terkait pada
penilitian dengan rinci dan mendalam. Setiap variabel yang akan diteliti sesuai
dengan topik penelitian penulis yaitu Pengaruh Compensation Practices,, Career
Development, Continuance Commitment terhadap Turnover Intentions pada Bank
Central Asia (BCA). Setiap variabel ini dipilih menjadi faktor yang mendukung
keadaan atau fenomenan yang terjadi pada organisasi untuk diteliti. Walaupun masih
banyak faktor lain yang mempengaruhi turnover intentions. Karena keterbatasan dari
penulis, semua variabel ini mejadi tujuan utama dalam penilitian yang dilakukan oleh
penulis. Berikut penjelasan teoritis variabel yang terdiri dari Compensation
Practices,, Career Development, Continuance Commitment terhadap Turnover
Intentions
2.2 Compensation Practices

Mondy (2008) menyatakan bahwa, kompensasi mengacu pada gaji atau imbalan
yang diteria karyawan dari organisasi atau perusahaan untuk layanan (services) atau
pekerjaan yang sudah diberikan karyawan bagi perusahaan. Lalu menurut Dessler
(2005) menjelaskan bahwa, kompensasi merupakan bentuk imbalan dari pekerjaan
karyawan yang diberikan perusahaan. Selanjutnya, Husein Umar (2007) menyatakan
bahwa, kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima oleh karyawan berupa
gaji, upah, insentif, bonus, premi, pengobatan, asuransi dan lain-lain yang sejenis dan
dibayar langsung oleh perusahaan. Mondy & Noe (2000:129) menjelaskan bahwa
kompensasi adalah setiap bentuk imbalan yang diterima oleh seseorang sebagai
balasan atas kontribusinya terhadap organisasi.

Berikutnya Milkovich & Newman (2005:6) mendefinisikan kompensasi


mengacu pada semua wujud, dari imbalan keuangan serta jasa & manfaat terukur
yang karyawan terima sebagai bagian dari satu hubungan ketenagakerjaan.
Ivancevich (2007) menyatakan bahwa kompensasi adalah fungsi dari Manajemen
Sumber Daya Manusia yang berhubungan dengan segala tipe penghargaan yang
diterima oleh individu sebagai pertukaran dari pelaksanaan seluruh tugas organisasi.
Terakhir, Armstrong (2013) menjelaskan bahwa kompensasi berbasis kinerja dilihat
sebagai proses yang efektif untuk menyediakan imbalan yang terukur bagi karyawan
per-individu ataupun grup.

Berdasarkan definisi para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa Compensation


Practices adalah sebuah proses pemberian imbalan kepada karyawan dari
perusahaan/organisasi atas kinerja & kontribusinya demi mencapai tujuan organisasi.
2.2.1 Filosofi Kompensasi Menurut Mathis & Jackson (2011:374)

Pada pembahasan kompensasi terdapat dua filosofi kompensasi yang diterapkan


dalam setiap perusahaan. Dua filosofi tersebut dikemukakan oleh Mathis & Jackson
(2011:374), antara lain :

a.) Entitlement Orientation Philosophy

Merupakan folosofi kompensasi yang mengasumsikan bahwa


individu yang telah bekerja minimal satu tahun berhak untuk
mendapatkan kenaikan gaji, tanpa harus memperlihatkan perbedaan
kinerja yang telah dihasilak oleh karyawan tersebut.

b.) Performance Orientation Philosophy

Merupakan filosofi kompensasi yang mengharuskan perubahan setiap


kompensasi yang diberikan kepada karyawan harus didasari dari
kinerja yang telah dihasilkan sehingga karyawan dapat termotivasi
untuk bekerja.

2.2.2 Dimensi Kompensasi

Dari penilitian Jacues Igalens & Patrice Roussel (1999), mereka mengemukakan
bahwa kompensasi dapat diukur menggunakan dimensi-dimensi sebagai berikut :

a.) Internal Equity of Fixed Pay, merupakan keadilan dalam pemberian


kompensasi untuk karyawan sesuai dengan jabatan, kontribusi kerja,
keahlian, dan keterampilan didalam suatu perusahaan.

b.) Pay Raises, merupakan kesempatan bagi karyawan untuk


memperoleh kenaikan gaji berdasarkan promosi jabatan, masa kerja,
kontribusi & prestasi kerja yang diberikan.

c.) Benefits Level & Administrations, merupakan kesempatan bagi


karyawan untuk memperoleh benefit berdasarkan tingkat jabatan,
kontribusi kerja & masa kerja.

2.2.3 Tujuan Kompensasi

Menurut Milkovich & Newman yang dikutip oleh Hasibuan (2012), tujuan
pemberian kompensasi antara lain :
a.) Ikatan Kerjasama

Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerjasama formal


antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan
tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha atau majikan wajib
membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati.

b.) Kepuasan Kerja

Dengan balas jasa karyawan akan dapat memenuhi seluruh kebutuhan


fisik, status sosial dan egoistic sehingga memperoleh kepuasan kerja
di jabatannya.

c.) Pengadaan Efektif

Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan


karyawan yang qualified untuk perusahan akan lebih mudah.

d.) Motivasi

Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan lebih mudah
memotivasi bawahannya.

e.) Stabilitas Karyawan

Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta


eksternal konsistensi yang kompetitif maka stabilitas karyawan akan
lebih terjamin karena turnover relatif kecil.

f.) Disiplin

Pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan


semakin baik, mereka akan menyadari serta menaati semua peraturan
yang berlaku.

g.) Pengaruh Serikat Buruh

Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat


dihindarkan & karyawan akan berkonsetrasi pada pekerjaannya.
h.) Pengaruh Pemerintah

Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan


yang berlaku (seperti batas upah minimum) makan intervensi
pemerintah dapat dihindarkan

2.2.4 Jenis Kompensasi

Kompensasi adalah segala sesuatu yang harus diterima oleh karyawan baik
secara finansial maupun non-finansial sebagai balas jasa atas hasil kontribusi
terhadap di perusahaan. Menurut Mondy (2003:442) keseluruhan program
kompensasi secara umum dikelompokan ke dalam kompensasi finansial dan non-
finansial.

a.) Kompensasi Financial

Kompensasi secara financial, merupakan kompensasi secara


langsung yang dapat meliputi bayaran pokok (gaji/ upah), bayaran
prestasi, bayaran insentif (bonus, komisi, pembagian
laba/keuntungan dan opsi saham) dan bayaran tertangguh (program
tabungan dan anuitas pembelian saham).

Kompensasi finansial tidak langsung berupa ; program proteksi


(asuransi kesehatan, jiwa, pension, dan tenaga kerja), bayaran diluar
jam kerja dan fasilitas seperti kendaraan, ruang kantor & tempat
parker.

b.) Kompensasi non Financial

Kompensasi secara non-Financial merupakan bentuk kompensasi


yang meliputi kebijakan organisasi, pembagian pekerjaan,
lingkungan pekerjaan yang memadai, supervisoryang kompeten,
waktu bekerja yang fleksibel.
2.2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kompensasi

Dalam pemberian kompensasi finansial wajib diperhatikan bahwa kompensasi


finansial harus diperhatikan bahwa kompensasi finansial dapat mempunyai nilai
yang berbeda bagi setiap individu yang menerimanya. Hal ini disebabkan karena
setiap individu memiliki kebutuhan, keinginan & pandangan yang berbeda satu sama
lainnya. Oleh sebab itu dalam memutuskan suatu kebijakan pemberian imbalan
terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan selain faktor jumlah dari
kompensasi tersebut.

Menurut Hasibuan (2012:127) mengemukakan bahwa beberapa faktor yang


mempengaruhi kompensasi adalah sebagai berikut :

a.) Penawaran & Permintaan Tenaga Kerja

Jika pencarian kerja (penawaran) lebih banyak dari pada lowongan


pekerjaan (permintaan) maka kompensasi relative kecil. Sebaliknya
jika pencari kerja lebih sedikit dari pada lowongan pekerjaan maka
kompensasi relative semakin besar.

b.) Kemampuan & Kesediaan Perusahaan

Bila kemampuan & kesediaan perusahaan untuk membayar semakin


baik, maka tingkat kompensasi akan semakin besar, tetapi sebaliknya
jika kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar kurang,
maka tingkat kompensasi relative kecil.
c.) Produktivitas Kerja Karyawan

Jika produktivitas kerja karyawan baik dan tinggi, maka kompensasi


akan semakin besar, sebaliknya apabila produktivitaas kerjanya
buruk serta rendah maka kompensasi akan semakin mengecil.

d.) Serikat Buruh / Organisasi Karyawan

Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat


kompensasi semakin bessar, sebaliknya jika serikat buruh tidak kua
& kurang berpengaruh, maka tingkat kompensasi relative kecil.

e.) Pemerintah

Pemerintah dengan undang-undang besarnya batas upah / balas jasa


minimum. Penetapan pemerintah ini sangat peniting supaya
pengusaha jangan sewenang-wenang menetapkan besarnya balas
jasa bagi karyawan karena pemerintah berkewajiban untuk
melindungi masyarakat dari tindakan ketidak-adilan.

f.) Biaya Hidup / Cost of Living

Bila biaya hidup di daerah itu tinggi maka tingkat kompensasi / upah
semakin tinggi. Tetapi sebaliknya karyawan yang biaya hidup di
daerah itu rendah, maka tingkat kompensasi / upah relative kecil.

g.) Posisi Jabatan Karyawan

Karyawan yang mempunyai jabatan tinggi akan menerima gaji /


kompensasi yang lebih besar. Sebaliknya karyawan yang
jabatannya lebih rendah akan memperoleh gaji / kompensasi yang
lebih kecil. Hal ini sangatlah wajar karena seseorang yang
mendapatkan kewenangan & tanggung jawab lebih besar harus
mendapatkan gaji / kompensasi yang lebih besar.

h.) Pendidikan & Pengalaman Kerja

Jika pendidikan lebih tinggi & pengalaman kerja lebih lama maka
gaji / balas jasanya akan semakin besar, karena kecakapan &
keterampilannya lebih baik. Sebaliknya karyawan yang
berpendidikan rendah & pengalaman kerja yang kurang maka
tingkat gaji / kompensasinya lebih kecil.
i.) Kondisi Perekonomian Nasional

bila kondisi perekonomian sedang maju maka tingkat upah /


kompensasi akan semakin besar, karena mendekati full
employement. Sebaliknya jika kondisi perekonomian kurang maju
(depresi) maka tingkat upah akan semakin turun dikarenakan
terdapat pengangguran (Disquieted unemployment).

j.) Jenis & Sifat Pekerjaan

Jika jenis & sifat termasuk sulit / sukar dan mempunyai resiko
(finansial, keselamatannya) besar, maka tingkat upah / balas
jasanya semakin besar, karena meminta kecakapan serta keahlian
untuk mengerjakannya. Tetapi jika jenis & sifat pekerjaan relative
mudah & resikonya (finansial, kecelakaannya) kecil, maka tingkat
upah / balas jasanya relative rendah.

2.2.6 Sistem Pemberian Kompensasi

Menurut Hasibuan (2011:124) ada beberapa patokan umum yang diharapkan


dijadikan pedoman dalam praktik sistem kompensasi, yaitu :

a.) Sistem Waktu

Dalam sistem waktu, besar suatu kompensasi ditetapkan


berdasarkan standar waktu seperti jam, hari, waktu, bulan. Sistem
waktu ini administrasi pengupahannya relatif mudah serta dapat
diterapkan kepasa karyawan tetap maupun kepada pekerja harian.

b.) Sistem Hasil

Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi ditetapkan atas kesatuan


unit yang dihasilkan pekerja seperti perpotong, meter, lites,
kilogram. Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi dibayar selalu
didasarkan kepada banyaknya hasil yang dikerjakan bukan kepada
lamanya waktu mengerjakannya. Sistem hasil ini tidak bisa
diterapkan pada karyawan tetap & jenis pekerjaannya yang tidak
mempunyai tandar fisik seperti bagi karyawan administrasi.
c.) Sistem Borongan

Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan


besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama
mengerjakannya. Penetapan besarnya balas jasa berdasarkan
sistem borongan ini cukup rumit, lama mengerjakannya serta
berapa banyak alat yang diperlukan untuk menyelesaikannya.

2.3 Career Development

Dessler (2009:46) mengemukakan bahwa Career Development adalah kegiatan


sepanjang hidup dan kegiatan yang memberikan kontribusi untuk mengeksplorasi,
pembentukan & pemenuhan karir seseorang. Noe (2007), menyatakan bahwa
Career Development adalah sebuah proses dimana kemajuan karyawa melalui
sebuah tahapan, yang masing-masing dikelompokan dalamsebuah perbedaan dari
pengembangan seluruh tugas, aktivitas dan hubungan.

Greenhaus et al (2011) mengatakan Career Development adalah sebuah proses


dimana karyawan melalui tahapan-tahapan yang ditandai dengan perbedaan aturan
tugas, aktivitas, & hubungan. Monis & Sreedhara (2011) mengatakan bahwa
perencanaan & pengembangan karir di lingkungan kerja dapat membantu
perusahaan menarik & mempertahankan kinerja yang tinggi pada karyawannya.

Berdasarkan pendapat dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa pengembangan


karir merupakan suatu proses yang dilaksanakan oleh perusahaan demi
mengembangkan keahlian & kemampuan seluruh karyawannya melalui pemberian
kegiatan dengan mengembangkan kebutuhan dari setiap karyawannya.

2.3.1 Arah Career Development

Career Development mempunyai arah yang akan memberikan kesempatan untuk


karyawan demi mengembangkan karirnya sesuai dengan kemampuan & tujuannya
didalam perusahaan. Arah atau pilihan yang diberikan oleh perusahaan bagi
karyawan harus dikembangkan secara baik untuk meningkatkan kemampuan
semaksimal mungkin.

Arah atau pilihan Career Development menurut Sutrisno (2009:163-164),


a.) Enrichment adalah kegiatan pengembangan & peningkatan melalui
pemberian tugas secara khusus.
b.) Laternal, adalah pengembangan suatu pekerjaan secara horizontal yang
mungkin lebih cocok dengan keterampilan & memberikan pengalaman
lebih luas.
c.) Vertical adalah pengembangan secara vertikal terhadap posisi yang
mempunyai tanggung jawab / wewenang yang lebih besar dibidang
keahlian khusus.
d.) Relocation adalah perpindahan secara fisik ke unit organisasi lain.
e.) Exploration adalah menjelajah kearah yang lebih luas lagi kepada pilihan
karir didalam unit organisasi maupun diluar organisasi.
f.) Realignment adalah pengerakan vertikal bawah yang mungkin dapat
merefleksikan suatu peralihan atau pertukaran prioritas pekerjaan bagi
karyawan untuk mengurangi resiko, tanggung jawab & stress.

2.3.2 Metode Career Development

Metode Career Development menurut Mondy, Noe & Premax (2007:323) yaitu
sebagai berikut : A.) Superior / Subordinate Discussions, dimana bawahan dan
atasan secara bersama menyusun aktivitas yang dapat dilakukan dalam karir guna
mencapai tujuan. B.) Company Material, merupakan penyediaan fasilitas yang
dapat menunjang para karyawannya untuk merencanakan dana demi
pengembangan karir mereka. C.) Performance Appraisal System, merupakan
sistem penilaian kinerja yang menjadi alat pengukuran Career Development.
Pencatatan akan kekurangan & kelemahan karyawan dapat membantu unutk
memenuhi kebutuhan organisasi. D.) Workshop, secara rutin perusahaan
melakukan kegiatan lokakarya untuk mengetahui tujuan spesifik karir mereka
dengan kebutuhan organisasi.

2.3.3 Tujuan Career Development

Secara umum, tujuan diadakannya pengembangan karir adalah untuk


menyelaraskan antara kebutuhan & tujuan karyawan bekerja dengan pencapaian
perusahaan. Dimana dalam hal ini, perusahaan harus bisa mengasah potensi karir
karyawan akan bisa membawa benefit bagi karyawan itu sendiri maupun
perusahaan. Adapun tujuan pengembangan karir menurut Andrew J.Durbin (2007)
adalah :

a.) Membantu karuawan untuk menyadari potensi.


b.) Membantu dalam pencapaian tujuan individu & perusahaan.
c.) Menunjukan hubungan kesejahteraan karyawan dengan perusahaan.
d.) Membantu memperkuat pelaksanaan seluruh program perusahaan, agar
semua tujuan perusahaan dapat tercapai.
e.) Menghilangkan kebosanan profesi & manajerial.
f.) Menggiatkan analisis dari keseluruhan karyawan.
g.) Memperkuat hubungan antara karyawan & perusahaan.
h.) Mengurangi Turnover & biaya kepegawaian.

Bahkan menurut Nawawi (2005:291), tujuan diadakannya pengembangan karir


adalah untuk memperbaiki & meningkatkan efektivitas pelaksanaan pekerjaan oleh
para pekerja, agar semakin mampu memberikan kontribusi terbaik dalam
mewujudkan tujuan bisnis organisasi / perusahaan. Pelaksanaan pekerjaan yang
semakin meningkat mampu berpengaruh langsung pada peluah bagi seorang
karyawan untuk memperoleh posisi / jabatan yang diharapkan atau dicita-citakan.

2.3.4 Manfaat Career Development

Menurut Martoyo (2007) manfaat Career Development sebagai berikut :

a.) Meningkatkan kemampuan karyawan


Dengan dilakukannya Career Development, dapat meningkatkan
kemampuan intelektual & keterampilan karyawan yang disumbangkan
kepada perushaan.
b.) Meningkatkan suplai karyawan yang berkualitas
Jumlah karyawan yang memiliki kemampuan yang tinggi dari sebelumnya
akan bertambah, sehingga memudahkan pihak pimipinan (manajemen)
untuk menempatkan karyawan dalam pekerjaan yang lebih tepat. Dengan
demikian suplai karyawan yang berkemampuan mampu meningkat dan
menguntungkan perusahaan.

2.3.4 Praktek Career Development

Menurut Robbins (2014) terdapat lima hal yang dapat dilakukan agar membuat
Career Development menjadi efektif :

a.) Challenge Job Assignment, penugasan pekerjaan yang lebih menantang


memberikan banyak bukti bahwa karyawan yang secara khusus menerima
penugasan pekerjaan yang menantang dari awal karir mereka dapat
melakukan pekerjaan yang lebih baik. Singkatnya, tingkat rangsangan &
tantangan dalam pekerjaan tersebut, terutama jika berhasil dikerjakan, akan
mendorong seseorang untuk berkinerja dengan baik.

b.) Job Postings, pengumuman pekerjaan terbuka akan memberikan informasi


kepada semua karyawan mengenai peluang yang terbuka. Pengumuman
pekerjaan (persyaratan kemampuan, pengalaman & senioritas untuk
lawangan tersebut) dan biasanya dikomunikasikan melalui papan
pengumuman atau publikasi dari perusahaan.

c.) Career Counseling, penyuluhan karir merupakan sebuah program yang


efektif untuk membantu karyawan mengenali tujuan & harapan atas karir
mereka dan menentukan kegiatan pengembangan diri khusus akan
membimbing mereka dalam pencapaian tujuan.

d.) Workshop, lokakarya adalah kegiatan mengumpulkan karyawan dalam


beberapa kelompok bersama penyelia dan manager mereka untuk
menemukan masalah dengan mengenali kesalahan persepsi sehingga
diharapkan masalah tersebut dapat terselesaikan.
e.) Periodic Job Changer, perubahan pekerjaan berkala dapat merangsang
pertumbuhan karir, perubahan tersebut dapat berupa promosi vertikal atau
penugasan sementara. Unsur terpenting disini adalah perubahan akan
memberikan karyawan tersebut berbagai pengalaman baru.

2.4 Continuance Commitment

2.4.1 Pengertian Organizational Commitment

Greenberg & Baron (2003:160) mengatakan bahwa komitmen organisasional


sebagai suatu tingkatan dimana individu mengindentifikasi dan terlibat dengan
organisasinya dan/atau tidak ingin meninggalkannya. Newstrom (2011:223)
mengemukakan pengertian yang sama antara Organization Commitmen dengan
Employee Loyalty, yaitu sebagai suatu tingkatan dimana karyawan
mengidentifikasi dengan organisasi dan ingin melanjutkan secara aktif partisipasi
di dalamnya. Karyawan mengidentifikasi dengan organisasi menunjukkan bahwa
karyawan bercampur dengan baik dan sesuai terhadap etika dan harapan organisasi
bahwa mereka mengalami perasaan kesatuan dengan perushaan.

Luthans (2011:147) berpendapat bahwa komitmen organisasional sering


didefinisikan sebagai :

a.) Sebuah keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tertentu.
b.) Keinginan untuk mendesak usaha pada tingkat tinggi atas nama organisasi.
c.) Keinginan yang pasti dalam dan penerimaan atas seluruh nilai dan tujuan
organisasi.

Dengan kata lain, komitmen adalah suatu sikap yang mencerminkan loyalitas
pekerja pada organisasi dan merupakan suatu proses yang sedang berjalan melalui
perserta organisasi menyatakan perhatian mereka terhadap organisasi dan
kelanjutan keberhasilan dan kesejahteraannya.
Menurut Colquitt,LePine & Wesson (2011:69) komitmen organisasional adalah
sebagai keinginan pada sebagian karyawan untuk tetap menjadi anggota organisasi.
Komitmen organisasional mempengaruhi apakah seseorang pekerja tetap tinggal
sebagai anggota organisasi (is retained) atau meninggalkan untuk mengejar
pekerjaan (turnover). Menurut Schermerhorn, Hunt, Osborn & Uhl-Bien (2011:72)
mengatakan bahwa komitmen organisasional merupakan tingkat loyalitas yang
dirasakan individu terhadap organisasi.

Dari beberapa pendapat para pakar mengenai Commitment, dapat disimpulkan


bahwa komitmen pada dasarnya adalah merupakan keinginan & niat karyawan
untuk bertahan dan menunjukan loyalitas kepada organisasi karena adanya
keterlibatan diri terhadap organisasi.

2.4.1 Tipe Commitment

Menurut Schermerhorn, Hunt, Osborn, Uhl-Bien (2011:72) terdapat dua dimensi


khusus dalam komitmen organisasi, yaitu Rational Commitmen & Emotional
Commitment. Rational Commitment menyatakan bahwa pekerjaan memberikan
pelayanan pada kepentingan finansial, pengembangan dan profesional individu.
Sedangkan Emotional Commitment menyatakan bahwa apa yang dilakukan
seseorang adalah penting, berharga, dan memberi manfaat nyata bagi orang lain.
Dikatakan bahwa Emotional Commitment yang kuat pada organisasi didasarkan
kepada seluruh nilai & kepentingan orang lain dan memberikan pengaruh positif
empat kali lipat terhadap kinerja daripada Rational Commitment, yang didasarkan
pada pembayaran dan kepetingan sendiri.

2.4.2 Dimensi Commitment

Dimensi komitmen menurut Meyer & Allen (Luthans, 2011:148) adalah :

a.) Affective Commitment, menyangkut keterikatan emosional pekerja pada


identifikasi dengan dan pelibatan dalam organisasi
b.) Continuance Commitment, menyangkut komitmen didasarkan pada biaya
yang bersangkutan dengan pekerja dengan meninggalkan organisasi.
c.) Normative Commitmnet, menyangkut perasaan pekerja atas kewajiban
untuk tetap tinggal dengan organisasi karena itu merupakan yang terbaik

Menurut Colquitt, LePine & Wesson (2011:73) menyebutkan bahwa ada tiga
macam tipe Commitment, yaitu :
a.) Affective Commitment adalah sebagai keinginan untuk tetap menjadi
anggota organisasi karena keterikatan emosional pada, dan keterlibatan
dengan organisasi. Mereka tinggal karena menginginkan. Sebagai alasan
emosional atau Emotion-Based, dapat berupa beberapa perasaan
persahabatan, iklim atau budaya perusahaan, dan perasaan kesenangan
ketika menyelesaikan tugas pekerjaan.

b.) Continuance Commitment adalah sebagai keinginan untuk tetap menjadi


anggota organisasi karena kepedulian atas biaya yang berkaitan apabila
meninggalkannya. Kita tinggal di dalam organisasi karena kita memerlukan
organisasi yang saat ini sedang kita jalani. Ini merupakan Cost-Based
Reason untuk tetap, termasuk masalah gaji, tunjangan & promosi, serta yang
berkaitan dengan menumbangkan keluarga.

c.) Normative Commitment adalah sebagai keinginan untuk tetap menjadi


anggota organisasi karena merasa sebagai kewajiban. Kita tetap tinggal
karena memang seharusnya. Dengan demikian, merupakan alasan
Obligation-Based untuk tetap dalam organisasi, termasuk perasaan utang
budi kepada atasan, kolega atau perusahaan yang lebih besar.

2.4.3 Continuance Commitment

Menurut Meyer & Allen (1997), Continuance Commitment merupakan suatu


kepercayaan tentang kerugian-kerugian yang akan ditanggung bila karyawan
sampai meninggalkan perushaan. Karyawan percaya bahwa ada mata rantai dalam
perusahaan yang berdasar pada Continuance Commitment untuk tetap bertahan
bekerja dalam perusahaan yang sekarang, karena mereka membutuhkan untuk
melakukan hal tersebut (need). Menurut Mathieu & Zajac (1990), mengemukakan
bahwa Continuance Commitment dijelaskan sebagai komitmen kalkulatif
berdasarkan dengan biaya yang dibebankan jika karyawan meninggalkan
perusahaan. Menurut Scholl (1981), Continuance Commitment terjadi ketika
karyawan mendapatkan sebuah investasi (pension,gaji,upah) selama bekerja dalam
sebuah organisasi.
Menurut Reichers (1985) Commitment Continuance merupakan sebuah
pengorbanan yang dipersifikasikan dari investasi dikaitkan dengan pengaturan
birokrasi (mencakup isu ekonomi seperti pembayaran, tunjangan & kesempatan
promosi) dan masalah diluar pekerjaan seperti segala hal yang melibatkan kaitan
dengan komunitas dan penyesuaian yang harus dilakukan oleh keluarga karyawan
bila meninggalkan pekerjaannya.
Karyawan merasa lebih melekat dan berkomitmen pada oorganisasi jika mereka
merasa bahwa organisasi mendukung, menyemangati (ethical conduct), dan akan
berlaku sebaliknya terhadap unethical conduct (Trevino, et al. : (1998))
Semua pengertian mengenai Continuance Commitment emnjelaskan bahwa
komitmen ini bergantung dengan balas jasa / kompensasi yang diterima karyawan.
Jika karyawan keluar dari sebuah organisasi ini, mereka tidak akan mendapat balas
jasa / kompensasi yang mereka terima sewaktu bekerja pada organisasi. Singkatnya
komitmen ini bergantung pada tingkat kebutuhan karyawan.

2.5 Intention to Stay

Menurut Lyons et al. (2012), keinginan untuk bertahan adalah sikap yang
ditunjukan dari karyawan untuk terikat dan bertahan pada organisasi dimana
mereka bekerja. Dan menurut Johari et al. (2012) menyatakan bahwa keinginan
untuk bertahan adalah niat karyawan untuk tetap tinggal di organisasi dimana ia
bekerja sekarang. Menurut Harvard Business Review, Flowers et al. (1973)
mengemukakan bahwa ada lima alasan yang membuat karyawan memiliki
keinginan bertahan dalam organisasi, yaitu : rasa bangga terhadap organisasi,
adanya atasan (supervisor) yang kompeten, kompensasi yang adil dan menarik,
budaya kerja yang saling menghargai dan menghormati, serta pekerjaan yang
menarik dan memberikan arti.
Lalu dari Castle et al. (2007) yang menyatakan bahwa keinginan karyawan untuk
bertahan di dalam organisasi dipengaruhi oleh beberapa karakteristik, seperti :
karaktersitik personal, karakteristik yang berhubungan dengan peran dalam
perusahaan, fasilitas perusahaan, peluang terjadinya perputaran karyawan,
karakteristik pekerjaan itu sendiri. Semakin tinggi tingkat kepuasan karyawan
terhadap lingkungan pekerjaan dan pekerjaannya, berpengaruh juga terhadap
loyalitas karyawan terhadap organisasi. Semakin tinggi tingkat loyalitas karyawan,
maka mereka juga akan merasa nyaman dan semakin menjadi bagian dari
organisasi.
Berbeda dengan turnover, turnover merupakan pemutusan hubungan kerja
secara permanen antara karyawan dengan organisasi sebelumnya. Turnover
karyawan dapat menjadi sebuah indeks stabilitas kerja di sebuah organisasi karena
turnover yang berlebihan pasti tidak diinginkan dan dapat menghabiskan banyak
biaya pada organisasi tersebut. Collins et al. (2006) mengemukakan, ketika terjadi
pengakhiran hubungan kerja, maka akan memunculkan biaya bagi organisasi untuk
menggantinya dengan karyawan baru.
Menurut Cao et al. (2013), terdapat dua karakteristik utama untuk karyawan
mengundurkan diri, yaitu :
a.) Involuntary, yang arrtinya dilakukan untuk mengakhiri hubungan kerja
dengan seorang karyawan, dilakukan oleh organisasi tersebut.

b.) Voluntary, yang artinya tindakan untuk mengakhiri hubungan kerja


dilakukan oleh karyawan itu sendiri.

Lalu menurut Jewell et al. (1998), ada dua faktor yang mempengaruhi keinginan
untuk pindah (turnover intention), yaitu :

a.) Faktor Pribadi, antara lain : kepuasan kerja, usia, jenis kelamin, pendidikan,
lamanya kerja, pelatihan kerja, profesionalisme, kebutuhan pribadi,
geografis & jarak tempat, keinginan untuk meninggalkan organisasi.

b.) Faktor organisasi, antara lain : sistem penghargaan, sistem salary, sistem
benefit, sistem jaminan sosial, dan sistem komunikasi di dalam organisasi.

2.6 Tinjauan Pustaka


2.6.1 Hubungan Compensation Practices terhadap Intention to Stay

Di dalam penulisan ini, penulis menggunakan panduan dari penilitian


sebelumnya oleh Palwasha Bibi, Ashfaq Ahmad, Abdul H. A. Majid yang berjudul
“HRM Practices & Employee Retention : The Moderating Effect of Work
Environment”. Didalam penelitian ini para penulis tersebut menemukan enam
hipotesa, yaitu :
 H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara kompensasi dengan retensi
karyawan.

 H2 : Pelaihan & Pengembangan mempunyai hubungan positif dengan


retensi karyawan.

 H3 : Penghargaan kinerja mempunyai hubuungan positif dengan retensi


karyawan.

 H4 : Lingkungan kerja memoderasi hubungan kompensasi dengan retensi


karyawan.
 H5 : Lingkungan kerja memoderasi hubungan pelatihan / pengembangan
dan retensi karyawan.

 H6 : Lingkungan kerja memoderasi hubungan penghargaan kinerja dan


retensi karyawan.

Dari enam hipotesa terdapat satu hipotesa yang mempunyai kesamaan dari topik
penilitian, yaitu H1, terdapat hubungan yang signifikan antara kompensasi dengan
retensi karyawan. Hipotesa ini didukung dari penilitian sebelumnya, yaitu Kosoe
(2010) mempelajari dampak dari kompensasi terhadap retensi karyawan dan
menemukan hubungan yang signifikan antara keduanya. Di penelitian yang sama,
Irshad (2000) mengamati pengaruh kompensasi dari kompensasi terhadap retensi
karyawan. Dan hasilnya menunjukan hubungan signifikan antara kompensasi
dengan retentsi karyawan.

Responden dari penilitian “HRM Practices & Employee Retention : The


Moderating Effect of Work Environment” merupakan pegawai tetap yang bekerja di
bidang industry hotel di Malaysia (Kuala Lumpur, Kedah, dan Melaka), khususnya
departemen jasa makan & minuman, departemen produksi makanan dan pelayanan
pelanggan (customer services).

Terdapat hubungan yang signifikan antara kompensasi dan retensi karyawan


dengan beta = 0.112, t = 2.200, and p < 0.01. Artinya didalam penilitian ini
ditemukan hubungan signifikan positif antara kompensasi dan retensi karyawan.
Hasil dari penilitian ini konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya (Nawab &
Bhatti, 2011; Saeed et al., 2013). Hal ini menyarankan ketika manajemen hotel
menyediakan paket kompensasi yang tepat dan mereka memberikan perhatian
kepada para karyawannya, ini dapat membuat karyawannya untuk bertahan lebih
lama dan meningkatkan niatan mereka untuk bertahan (Williams & Dreher, 1992).

Selain penilitian ini, penulis juga menggunakan panduan penilitian dari Yohana
Fransiska Siahaan yang berjudul “Pengaruh Human Resources Management
Practice Terhadap Employee Intention to Stay Pada PT MEDIA NUSANTARA
INFORMASI (SINDO)”, (JURNAL MANAJEMEN, VOL 11 NO. 2 NOVEMBER
2014:57-72). Didalam penelitian ini, ditemukan 4 hipotesa antara lain :

 H1 : Training & Development berpengaruh positif terhadap Intention to


Stay.

 H2 : Career Development berpengaruh positif terhadap Intention to Stay.

 H3 : Compensation & Benefit berpengaruh positif terhadap Intention to Stay.

 H4 : Performance Appraisal berpengaruh positif terhadap Intention to Stay


Jumlah sampel yang digunakan adalah 100 orang karyawan PT Media Nusantara
Informasi (SINDO). Teknik pengumpulan data menggunakan convenience
sampling. Dari hasil penelitian yang diuji menyatakan bahwa (H3) compensation
& benefits berhubungan signifikan positif dengan employee intention to stay.
Berdasarkan hasil analisis regresi yang disajikan diperoleh tingkat signifikansi
(0.000) dengan koofisien tertinggi, yaitu 0.610. karena itu, dapat disimpulkan,
compensation & benefits berpengaruh secara signifikan terhadap intention to stay.
Hasil penilitian ini mendukung penelitian sebelumnya, baik yang dilakukan Ghazali
et al. (2012) maupun Johari et al. (2012). Dalam teori 2 faktor Hezber diketahui
bahwa gaji atau benefit berada dalam hygiene factor, artinya ketidaksesuaian
imbalan yang diberikan akan mendorong ketidakpuasan karyawan yang bila tidak
dapat diatasi dapat berdampak pada intention to quit.

Yang terakhir, penulis juga menggunakan panduan penilitian dari Nivethita


Santhanam, Kamalanabhan T.J, Lata Dyaram, Hans Ziegler yang berjudul “Impact
of Human Resource Management Practices On Employee Turnover Intention :
Moderating Role of Psychological Contract Breach”. Sampel dari penilitian ini
merupakan karyawan dari industri hospitality di India. Dari penelitian ini
menunjukan terdapat hubungan negative signifikan antara kompensasi dan intenti
karyawan untuk keluar. Gaji dan insentif dalam industry hospitality dapat dianggap
sangat rendah dibandingkan sector jasa lainnya, yang dimana dapat menjadi alasan
umum terjadi employee turnover. Namun karyawan industry hospitality di India
memegang persepsi positif akan praktik kompensasi, kibatnya mereka memiliki
turnover rendah.

2.6.2 Hubungan Compensation Practices terhadap Continuance Commitment

Didalam penulisan ini penulis mampu menunjukan sebuah penelitian yang


membahas hubungan kompensasi dengan komitmen kontinuans, penulis
menggunakan panduan dari Praveena. R, Benita S. Monica, Ramababu. C. R, yang
berjudul “Study on Impact of Employee Compensation on Employe Commitment”.
Penilitian ini menggunakan sampel dari staf administrasi di industry manufaktur
sebanyak 100 responden. Penilitian juga mempunyai hipotesa sebanyak tiga yaitu :
 H1 : Terdapat hubungan signifikan antara Affective Commitment dengan
Compensation Practices.

 H2 : Terdapat hubungan signifikan antara Continuance Commitment dengan


Compensation Practices.

 H3 : Terdapat hubungan signifikan antara Normative Commitment dengan


Compensation Practices.
Didalam penilitian dapat dibuktikan bahwa Continuance Commitment
berpengaruh signifikan positif terhadap Compensation Practices, dengan koefisien
tertinggi yaitu (0,340). Hal ini mampu mendukung penelitian sebelumnya dari
Boyd, Salamin (2001) yang menyatakan struktur kompensasi mampu
mempengaruhi komitmen seorang karyawan.

Lalu, Armstrong & Brown (2005), mengemukakan bahwa manajemen


kompensasi adalah konstituen dari manajemen sumber daya manusia. Hal ini
mendorong pencapaian karyawan dan mengikuti cara yang disengaja untuk
menghargai individu demi pencapaian kesuksesan mereka. Karena kepeduliannya
dalam pengembangan sumber daya manusai itu ditambahkan ke kegiatan
manajemen sumber daya manusia. Saran ini mengakhiri bahwa pekeerjaannya
hanya untuk membawa hubungan kerja yang optimis dan melibatkan perjanjian
intelektual dimana kompensasi membuat orang mudah diakui.

2.6.3 Hubungan Continuance Commitment terhadap Intention to Stay

Didalam penulisan ini penulis menggunakan panduan dari Veronica Tarigan &
Dorothea Wahyyu Ariani yang berjudul “Empirical study Relations Job
Satisfaction, Organizational Commitment, and Turnover Intention”. Didalam
penilitian ini mengambil sampel sebanyak 250 dari karyawan industry manufaktur
di Yogyakarta & Surakarta. Hasil yang didapat adalah adalah Continuance
Commitment memiliki dampak negatif terhadap intention to leave, artinya
Continuance Commitment mampu memberikan dampak positif terhadap intention
to stay. Hal ini mendukung penilitian sebelumnya yang dilakukan oleh Clugstone
(2000) yang mengemukakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen kontituans
yang tinggi akan bertahan di organisasi karena mereka merasa harus melakukannya.

Dan menurut Nagar (2012), komitmen kontinuans berhubungan dengan


pengalaman yang telah diberikan kepada organisasi. Karyawan dengan komitmen
kontituans yang tinggi akan merasasulit untuk meninggalkan organisasi
dikarenakan takut akan biaya peluang yang ditanggung ketika meninggalkan
organisasi atau karena mereka memiliki sedikit ataupun sama sekali tidak memiliki
peluang/biaya alternatif diluar organisasi.

2.6.4 Hubungan Career Development terhadap Continuance Commitment

Didalam penulisan ini penulis menggunakan panduan dari Samia Herman yang
berjudul “Impact of Career Development on Organizational Commitment”. Di
penilitian ini sampel yang dipakai berjumlah 200 karyawan dari sector
telkomunikasi di Pakistan, teknik sampling yang digunakan adalah Convinient
Sampling. Hasil yang didapat adalah pengembangan karir memiliki korelasi
signifikan terhadap komitmen kontinuans sebesar 0,697. Selain hasil korelasi, hasil
regresi menunjukan koefisien sebesar 0,596 menunjukan hubungan positif &
signifikan terjadi diantara pengembangan karir dan komitmen kontinuans. Jika satu
persen perubahan terjadi di pengembangan karir, maka sebesar 59,6% perubahan
terjadi di komitmen kontinuans, dan hasilnya sangat signifikan karena p-value
sangat signifikan sebesar 0,000 dan f & t values terdistribusi normal; f-value sebesar
92,4 yang dimana sangat tinggi dan t-value lebih besar dibandingkan 2 yaitu 3.92.

Hal ini mendukung penelitian sebelumnya oleh Shelton (2001) yang


menganalisa analisa dampak dari pengembangan karir terhadap retensi karyawan,
dan kepuasan kerja. Ashar, Ghafoor, Munir, & Hafeez (2013) mengemukakan
dengan adanya pelatihan dan pengembangan di organisasi menyediakan bantuan
kepada karyawan dengan mengembangkan tujuan karirnya dan membuat komitmen
terhadap organisasi.

2.7 Model Penilitian

Di dalam penilitian terdapat tiga variabel yang akan diteliti. Ketiga variabel
tersebut terdiri dari variabel terikat, variabel bebas dan variabel mediasi yang akan
disajikan melalui gambar berikut :

Compensation
Practices

Continuance
Intention to Stay
Commitment

Career
Development
Sesuai dengan model penelitian diatas, dapat dijelaskan bahwa :

1) Variabel Independen (X1) : Compensation Practices


2) Variabel Independen (X2) : Career Development
3) Variabel Mediasi (M) : Continuance Commitment
4) Variabel Dependen (Y) : Intention to Stay

2.7.1 Hipotesis Konseptual

Setelah melihat model penelitian, penulis dapat menyimpulkan hipotesis


konsepmtual sebagai berikut :
 H1 : Compensation Practices memiliki pengaruh signifikan terhadap
Continuance Commitment pada karyawan Bank BCA.

 H2 : Career Development memiliki pengaruh signifikan terhadap


Continuance Commitment pada karyawan Bank BCA

 H3 : Continuance Commitment memiliki pengaruh signifikan terhadap


Intention to Stay pada karyawan Bank BCA.

 H4 : Continuance Commitment memediasi Continuance Commitment &


Career Development dengan Intention to Stay secara signifikan.

Anda mungkin juga menyukai