Anda di halaman 1dari 14

I.

Kompensasi
Pengertian Kompensasi
Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi
jasa suatu organisasi. Pemberian kompensasi finansial merupakan salah satu fungsi dalam
manajemen organisasi yang berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan individu
karyawan sebagai pertukaran dalam balas jasa atas aktivitas keorganisasian yang dilakukan.
Tujuan secara umumnya adalah untuk membantu organisasi mencapai tujuan keberhasilan
strategi organisasi dan menjamin terciptanya keadilan internal dan eksternal. Tujuan manajemen
kompensasi efektif sebagaimana dikemukakan Rangkuti (2004:12) meliputi:
a. Memperoleh karyawan yang berkualitas yaitu di mana kompensasi yang cukup tinggi
sangat dibutuhkan untuk memberi daya tarik kepada karyawan untuk meningkatkan
semangat kerja.
b. Mempertahankan karyawan yang ada yaitu para karyawan dapat keluar jika besaran
kompensasi tidak kompetitif dan akibatnya akan menimbulkan perputaran karyawan yang
semakin tinggi.
c. Menjamin keadilan yaitu manajemen kompensasi selalu berupaya agar keadilan internal
dan eksternal dapat terwujud.
d. Penghargaan terhadap perilaku yang diinginkan yaitu pembayaran hendaknya
memperkuat perilaku yang diinginkan dan bertindak sebagai insentif untuk perbaikan
perilaku di masa depan.
e. Mengendalikan biaya yaitu setiap kompensasi yang rasional membantu perusahaan
memperoleh dan mempertahankan karyawan dengan biaya yang beralasan.
f. Mengikuti aturan hukum yaitu sistem gaji yang sehat mempertimbangkan faktor-faktor
legal dalam menjamin kebutuhan karyawan.
g. Menfasilitasi pengertian yaitu mudah dipahami oleh spesialis SDM, manajer operasi dan
para karyawan.
h. Meningkatkan efisiensi administrasi yaitu program pengupahan dan penggajian yang
dirancang untuk sistem informasi SDM yang optimal.
Kompensasi finansial terdiri dari kompensasi tidak langsung dan langsung. Kompensasi
langsung terdiri dari pembayaran karyawan dalam bentuk upah, gaji, bonus atau komisi.
Kompensasi tidak langsung atau benefit terdiri dari semua pembayaran yang tidak tercakup
dalam kompensasi finansial langsung yang meliputi liburan, berbagai macam asuransi, jasa
seperti perawatan anak atau kepedulian keagamaan dan sebagainya. Penghargaan non finansial
seperti pujian dan pengakuan yang dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan, produktivitas
dan kepuasan. Mondy dan Noe (1993:320) menyatakan bahwa kompensasi dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu kompensasi finansial dan kompensasi non finansial. Kompensasi
finansial terdiri dari kompensasi finansial langsung (direct financial compensation) dan
kompensasi finansial tidak langsung (indirect financial compensation). Kompensasi finansial
langsung terdiri dari gaji, upah, bonus dan komisi. Sedangkan kompensasi finansial tidak
langsung disebut juga dengan tunjangan, yakni meliputi semua imbalan finansial yang tidak
tercakup dalam kompensasi langsung.
Kompensasi non finansial (non financial compensation) terdiri dari kepuasan yang diterima
baik dari pekerjaan itu sendiri, seperti tanggung jawab, peluang akan pengakuan, peluang adanya
promosi, atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik dimana orang tersebut berada, seperti
rekan kerja yang menyenangkan, kebijakan-kebijakan yang sehat, adanya kafetaria, sharing
pekerjaan, minggu kerja yang dipadatkan dan adanya waktu luang.
Dengan demikian kompensasi tidak hanya berkaitan dengan imbalan-imbalan moneter
(ekstrinsik) saja, akan tetapi juga pada tujuan dan imbalan intrinsik organisasi seperti pengakuan,
maupun kesempatan promosi. Michael dan Harold (1993:443) menjelaskan bahwa pembagian
kompensasi dalam tiga bentuk, yaitu material, sosial dan aktivitas: (i) Bentuk gaji tidak hanya
berbentuk uang seperti gaji, bonus dan komisi, melainkan segala bentuk penguat fisik (physical
reinforcer), misalnya fasilitas parkir, telepon dan ruang kantor yang nyaman, serta berbagai
macam bentuk tunjangan misalnya pensiun, asuransi kesehatan, (ii) Tunjangan berhubungan erat
dengan kebutuhan berinteraksi dengan orang lain. Bentuk kompensasi ini misalnya status,
pengakuan sebagai ahli di bidangnya, penghargaan atas prestasi, promosi, kepastian masa
jabatan, rekreasi, pembentukan kelompok-kelompok pengambilan keputusan, dan kelompok
khusus yang dibentuk untuk memecahkan permasalahan organisasi kerja, dan (iii) Insentif
merupakan kompensasi yang mampu mengkompensasikan aspek-aspek pekerjaan yang tidak
disukainya dengan memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas tertentu. Bentuk insentif
dapat berupa kekuasan yang dimiliki seorang karyawan untuk melakukan aktivitas di luar
pekerjaan rutinnya, sehingga tidak timbul kebosanan kerja, pendelegasian wewenang,
tanggungjawab (otonomi), partisipasi dalam pengambilan keputusan, serta training
pengembangan kepribadian. Ketiga bentuk kompensasi tersebut akan dapat memotivasi
karyawan baik dalam pengawasan, prestasi kerja maupun komitmen terhadap organisasi kerja.
Dalam pemberian kompensasi finansial tersebut, tingkat atau besarnya kompensasi harus benar-
benar diperhatikan karena tingkat kompensasi akan menentukan gaya hidup, harga diri dan nilai
organisasi kerja. Kompensasi mempunyai pengaruh yang besar dalam penarikan karyawan,
motivasi, produktivitas dan tingkat perputaran karyawan. Bernardin dan Russel (1993:373)
menyatakan bahwa kompensasi bukan merupakan satu-satunya faktor yang berpengaruh
terhadap kepuasan karyawan, akan tetap diyakini bahwa kompensasi merupakan salah satu faktor
penentu dalam menimbulkan kepuasan karyawan yang tentu saja akan memotivasi karyawan
untuk meningkatkan produktivitas kerja mereka. Jika karyawan merasa bahwa usahanya akan
dihargai dan jika organisasi kerja menerapkan system kompensasi yang dikaitkan dengan
evaluasi pekerjaan, maka organisasi kerja telah mengoptimalkan motivasi. Kompensasi dapat
berperan meningkatkan prestasi kerja dan kepuasan karyawan jika kompensasi dirasakan:
a. Layak dengan kemampuan dan produktivitas pekerja
b. Berkaitan dengan prestasi kerja
c. Menyesuaikan dengan kebutuhan hidup
Kondisi-kondisi tersebut akan meminimalkan ketidakpuasan diantara para karyawan,
mengurangi penundaan pekerjaan, dan meningkatkan komitmen organisasi. Jika pekerja merasa
bahwa usahanya tidak dihargai, maka prestasi karyawan akan sangat di bawah kapabilitasnya.
Hampir semua peneliti setuju bahwa administrasi kompensasi yang efektif mempunyai pengaruh
yang kuat dalam meningkatkan kepuasan karyawan. Robbins (1993:647) menyatakan bahwa
kepuasan kompensasi sangat penting karena jika kepuasan kompensasi rendah maka kepuasan
kerja juga rendah, konsekuensinya turnover dan absenteeisme karyawan akan meningkat dan
menimbulkan biaya yang tinggi bagi organisasi kerja. Semakin tinggi pembayaran, semakin
karyawan merasa puas pada kompensasi yang diterimanya. Biaya hidup, semakin rendah biaya
hidup dalam masyarakat, semakin tinggi kepuasan kompensasi. Pendidikan, semakin rendah
tingkat pendidikan semakin tinggi kepuasan kompensasi.Harapan di masa datang, semakin
optimis dengan kondisi pekerjaan di masa datang, semakin tinggi tingkat kepuasan kompensasi.
Ada beberapa penyebab dari kepuasan dan ketidakpuasan karyawan atas kompensasi
yang mereka terima, yaitu:
a. Kepuasan individu terhadap kompensasi berkaitan dengan harapan dan kenyataan
terhadap sistem kompensasi. Kompensasi yang diterima tidak sesuai dengan yang
diharapkan, apabila kompensasi yang diterima terlalu kecil jika dibandingkan
dengan harapannya.
b. Kepuasan dan ketidakpuasan karyawan akan kompensasi juga timbul karena
karyawan mencoba membandingkan kompensasinya dengan karyawan lain di
bidang pekerjaan dan organisasi sejenis. Rasa ketidakpuasan akan semakin
muncul manakala atasan mereka bersifat tidak adil dalam memperlakukan
bawahan serta memberikan wewenang yang berbeda untuk karyawan dengan
level jabatan yang sama.
c. Karyawan sering salah persepsi terhadap sistem kompensasi yang diterapkan
organisasi kerja. Hal ini terjadi karena organisasi kerja tidak mengkomunikasikan
informasi yang akurat mengenai kompensasi dan tidak mengetahui jenis
kompensasi yang dibutuhkan oleh karyawan.
d. Kepuasan dan ketidakpuasan akan kompensasi juga tergantung pada variasi dari
kompensasi itu sendiri. Kompensasi tersebut mempunyai fungsi yang berbeda
sehingga kombinasi variasi kompensasi yang baik akan memenuhi kebutuhan dan
kepuasan karyawan.
II. Insentif
Pengertian Insentif
Insentif sebagai salah satu cara untuk memotivasi para pegawai untuk bekerja dengan
kemampuan yang optimal, yaitu sebaga pendapatan ekstra di luar gaji atau upah yang telah
ditentukan. Pemberian insentif dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan para pegawai dan
keluarga mereka. Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan
rencana-rencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung atau tidak langsung dengan
berbagai standar kinerja pegawai atau profitabilitas organisasi.
Kompensasi dan insentif mempunyai hubungan yang sangat erat, di mana insentif merupakan
komponen dari kompensasi dan keduanya sangat menentukan dalam pencapaian tujuan dan
sasaran organisasi secara keseluruhan.Insentif dapat dirumuskan sebagai balas jasa yang
memadai kepada pegawai yang prestasinya melebihi standar yang telah ditetapkan. Insentif
merupakan suatu faktor pendorong bagi pegawai untuk bekerja lebih baik agar kinerja pegawai
dapat meningkat.
Menurut Sarwoto (2010:144), insentif merupakan suatu sarana motivasi dapat diberi batasan
perangsang atau pendorong yang diberikan sengaja kepada para pekerja agar dalam diri mereka
timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi organisasi.
Menurut Wirawan, (2008:176), insentif adalah perangsang yang ditawarkan kepada para
karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari standar-standar yang telah
ditetapkan.
Menurut Gary Dessler (2008:850, insentif adalah ganjaran finansial yang diberikan kepada
karyawan yang tingkat produksinya melampaui standar yang telah ditetapkan sebelumnya
Menurut Moekijat (2010:180), nsentif yang bentuknya sederhana adalah standard potongan
yang menghubungkan pendapatan dengan produktifitas dan dapat menggunakan premi, bonus
atau bermacam-macam standard untuk memberikan imbalan jasa kepada pelaksanaan pekerjaan
yang lebih baik.
Menurut Hasibuan, (2013:117). Mengemukakan bahwa : Insentif adalah tambahan balas jasa
yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini
merupakan alat yang dipergunakan pendukung prinsip adil dalam pemberian kompensasi.
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan, bahwa insentif adalah
dorongan pada seseorang agar mau bekerja dengan baik dan agar lebih dapat mencapai tingkat
kinerja yang lebih tinggi sehingga dapat membangkitkan gairah kerja dan motivasi seorang
karyawan, jadi seseorang mau bekerja dengan baik apabila dalam dirinya terdapat motivasi, yang
menjadi masalah adalah bagaimana pula menciptakan gairah kerja dan motivasinya, sebab
walaupun motivasi sudah terbentuk apabila tidak disertai dengan gairah kerjanya maka tetap saja
karyawan tersebut tidak akan bisa bekerja sesuai yang diharapkan.
Jenis-Jenis Insentif
Pembagian insentif menurut Dessler (2008:141), terdiri dari 2 kelompok, yaitu:
1. Insentif individual, yaitu insentif yang memberikan pemasukan lebih dan gaji di atas gaji
pokok kepada karyawan individual yang memenuhi satu standar kinerja individual secara
spesifik.
2. Insentif kelompok, yaitu insentif yang memberi upah lebih dan di atas gaji pokok kepada
semua anggota kelompok ketika kelompok atau tim secara kolektif mencapai satu standar
yang khusus untuk kinerja, produktivitas, atau perilaku sehubungan dengan kerja lainnya.
Menurut Hasibuan (2013:201), secara garis besar insentif dapat digolongkan menjadi 3 bagian,
yaitu:
1. Insentif materil atau financial Insentif materiil atau finansial adalah daya perangsang
yang diberikan kepada karyawan berdasarkan prestasi kerjanya, berbentuk uang atau
barang.
2. Insentif non mateiil atau non financial Insentif non materil atau non finansial adalah
perangsang yang diberikan kepada karyawan yang berbentuk penghargaan atau
pengukuhan berdasarkan prestasi kerjanya, seperti piagam, piala, medali dan sebagainya
yang nilainya tidak terkira.
3. Insentif social Insentif sosial adalah perangsang pada karyawan yang diberikan
berdasarkan prestasi kerjanya berupa fasilitas dan kesempatan untuk mengembangkan
kemampuannya, seperti promosi, mengikuti pendidikan, naik haji dan sebagainya.
Menurut Sarwoto (2010:156), secara garis besar keseluruhan insentif dapat dibagi menjadi 2
golongan:
1. Insentif Material
a. Insentif dalam bentuk uang:
i. Bonus Uang yang diberikan sebagai balas jasa atas hasil kerja yang
telah dilaksanakan, biasanya diberikan secara selektif dan khusus
kepada para pekerja yang berhak menerima dan diberikan secara sekali
terima tanpa suatu ikatan di masa yang akan datang. Perusahaan yang
menggunakan sistem insentif ini biasanya beberapa persendari laba
yang melebihi jumlah tertentu dimasukkan ke dalam sebuah dana
bonus, kemudian dana tersebut dibagi-bagi antara pihak yang
menerima bonus.
ii. Komisi Merupakan jenis bonus yang dibayarkan kepada pihak yang
menghasilkan penjualan yang baik, biasanya dibayarkan kepada
bagian penjualan dan diterimakan kepada pekerja bagian pejualan.
iii. Profit Share Merupakan salah satu jenis insentif tertua.
Pembayarannya dapat diikuti bermacam-macam pola, tetapi biasanya
mencakup pembayaran berupa sebagian dari laba bersih yang
disetorkan ke dalam sebuah dana dan kemudian dimasukkan ke dalam
daftar pendapatan setiap peserta.
iv. Kompensasi Program balas jasa yang mencakup pembayaran di
kemudian hari, antara lain berupa:
Pensiun, mempunyai nilai insentif karena memenuhi salah satu
kebutuhan pokok manusia, yaitu menyediakan jaminan ekonomi
bagi karyawan setelah tidak bekerja lagi.
Pembayaran kontraktual, adalah pelaksanaan perjanjian antara
atasan dan karyawan, dimana setelah selesai masa kerja karyawan
dibayarkan sejumlah uang tertentu selama periode tertentu.
b. Insentif dalam bentuk jaminan sosial:
Insentif dalam bentuk ini biasanya diberikan secara kolektif, tanpa
unsur kompetitif dan setiap karyawan dapat memperolehnya secara sama
rata dan otomatis. Bentuk insentif sosial ini antara lain:
i. Pembuatan rumah dinas
ii. Pengobatan secara cuma-Cuma
iii. Berlangganan surat kabar atau majalah
secara gratis
iv. Kemungkinan untuk membayar secara
angsuran oleh pekerjan atas barang-barang
yang dibelinya dari koperasi anggota
v. Cuti sakit yang tetap mendapat pembayaran
gaji
vi. Pemberian piagam penghargaan
vii. Biaya pindah
viii. Pemberian tugas belajar untuk
mengembangkan pengetahuan
ix. Dan lain-lain.
2. Insentif non material
Insentif non material ini dapat diberikan dalam berbagai bentuk, antara lain:
a) Pemberian gelar (title) secara resmi b) Pemberian tanda jasa atau medali c) Pemberian
piagam penghargaan d) Pemberian pujian lisan maupun tulisan secara resmi ataupun
secara pribadi e) Ucapan terima kasih secara formal atau informal f) Pemberian hak
untuk menggunakan suatu atribut jabatan (misalnya, bendera pada mobil, dan
sebagainya) g) Pemberian perlengkapan khusus pada ruangan kerja (misalnya, meja rapat
permadani, dan sebagainya).
Tujuan Pemberian Insentif
Menurut Nawawi (2008:373) tujuan insentif pada dasarnya adalah:
1. Merit System (sistem insentif) didesain dalam hubungannya dengan sistem balas jasa,
sehingga berfungsi dalam memotivasi pekerja agar terus menerus berusaha memperbaiki
dan meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi
kewajiban atau tanggungjawabnya.
2. Merit System (sistem insentif) merupakan tambahan bagi upah atau gaji dasar yang
diberikan sewaktu-waktu, dengan membedakan antara pekerja yang berprestasi dengan
yang tidak berprestasi dalam melaksanakan pekerjaan atau tugas-tugasnya. Dengan
demikian akan berlangsung kompetisi yang sehat dalam berprestasi, yang merupakan
motivasi kerja berdasarkan pemberian insentif.
Insentif dimaksudkan sebagai pemberian salah satu bentuk penghargaan kepada
karyawan atas sumbangannya kepada organisasi yang terutama tercermin dari prestasi
kerjanya (Siagian, 2008:258). Insentif Menurut Handoko (2008:156) diberikan pada
karyawan bertujuan : 1. Memperoleh personalia yang qualifiedKompensasi yang diberikan
cukup tinggi untuk menarik para pelamar. Karena perusahaan-perusahaan bersaing dalam
pasar tenaga kerja, tingkat pengupahan harus sesuai dengan kondisi suplai dan permintaan
tenaga kerja. Kadang-kadang tingkat gaji yang relatip tinggi diperlukan untuk menarik para
pelamar cakap yang sudah bekerja diberbagai perusahaan lain. 2. Mempertahankan para
karyawan yang ada sekarang Bila tingkat kompensasi tidak kompetitif, niscaya banyak
karyawan yang baik akan keluar. Untuk mencegah perputaran karyawan, pengupahan harus
dijaga agar tetap kompetitif dengan perusahaan-perusahaan lain. 3. Menjamin Keadilan
Administrasi pengupahan dan penggajian berusaha untuk memenuhi prinsip keadilan.
Keadilan atau konsistensi internal dan eksternal sangat penting diperhatikan dalam penentuan
tingkat kompensasi. Prinsip keadilan dalam administrasi kompensasi akan dibahas di
belakang. 4. Menghargai perilaku yang diinginkan Kompensasi hendaknya mendorong
perilaku-perilaku yang di inginkan, Prestasi yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung
jawab baru dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui rencana kompensasi yang
efektif. 5. Mengendalikan biaya-biayaSuatu program kompensasi rasional membantu
organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan sumberdaya manusia pada tingkat biaya
yang layak, tanpa struktur pengupahan dan penggajian sistematik organisasi dapat membayar
kurang (underpay) atau lebih (overpay) kepada para karyawan.
Sistem insentif merupakan tambahan bagi upah atau gaji dasar yang diberikan sewaktu-
waktu, dengan membedakan antara pekerja yang berprestasi dengan yang tidak berprestasi
dalam melaksanakan pekerjaan atau tugas-tugasnya. Dengan demikian akan berlangsung
kompetisi yang sehat dalam berprestasi, yang merupakan motivasi kerja berdasarkan
pemberian insentif.
Insentif dimaksudkan sebagai pemberian salah satu bentuk penghargaan kepada
karyawan atas sumbangannya kepada organisasi yang terutama tercermin dari prestasi
kerjanya Siagian, (2008:258). Menurut Handoko (2008:176): Tujuan insentif adalah untuk
meningkatkan motivasi karyawan dalam berupaya mencapai tujuantujuan organisasi dengan
menawarkan perangsang finansial di atas dan melebihi upah dan gaji dasar.
Hasibuan (2003:202) merinci tujuan insentif sebagai berikut: 1. Manfaat bagi perusahaan
Penerapan sistem insentif dapat meningkatkan produktivitas karena mendorong karyawan
untuk lebih berprestasi dan lebih bersemangat lagi dalam bekerja sehingga tujuan perusahaan
dapatercapai. Selain itu juga untuk mempertahankan karyawan yang mempunyai
produktivitas tinggi untuk tetap berada di dalam perusahaan. 2. Manfaat bagi karyawan
Dengan penerapan sistem insentif yang tepat dapat mendorong karyawan agar terus
melaksanakan pekerjaanya dengan baik. Karena dengan penerapan sistem insentif tersebut,
karyawan merasa mendapat perhatian, penghargaan, dan merasa dibutuhkan oleh perusahaan.
Hal ini dapat membangun semangat kerja yang tinggi sehingga prestasi kerja dapat diraihnya.
Sistem Pelaksanaan Insentif
Pedoman penyusunan rencana insentif oleh Gary Dessler (2008:155) dalam bukunya yang
diterjemahkan oleh Agus Dharma dapat juga dijadikan bahan acuan, antara lain:
1. Pastikan bahwa usaha dan imbalan langsung terkait. Insentif dapat memotivasi pegawai jika
mereka melihat adanya kaitan antara upaya yang mereka lakukan dengan pendapatan yang
disediakan, oleh karena itu program insentif hendaklah menyediakan ganjaran kepada
pegawai dalam proporsi yang sesuai dengan peningkatan kinerja mereka. Pegawai harus
berpandangan bahwa mereka dapat melakukan tugas yang diperlukan sehingga standar yang
ditetapkan dapat tercapai.
2. Buatlah rencana yang dapat dipahami dan mudah di kalkulasi oleh pegawai Para pegawai
diharapkan dapat mudah menghitung pendapatan yang bakal diterima dalam berbagai level
upaya dengan melihat kaitan antara upaya dengan pendapatan. Oleh karena itu program
tersebut sebaiknya dapat dimengerti dan mudah di kalkulasi.
3. Tetapkanlah standar yang efektif Standar yang mendasari pemberian insentif ini sebaiknya
efektif, di mana standar dipandang sebagai hal yang wajar oleh pegawai. Standar sebaiknya
ditetapkan cukup masuk akal, sehingga dalam upaya mencapainya terdapat kesempatan
berhasil 50-50 dan tujuan yang akan dicapai hendaknya spesifik, artinya tujuan secara
terperinci dan dapat diukur karena hak ini dipandang lebih efektif.
4. Jaminlah standar anda Dewasa ini, para pegawai sering curiga bahwa upaya yang melampaui
standar akan mengakibatkan makin tingginya standar untuk melindungi kepentingan jangka
panjang, maka mereka tidak berprestasi di atas standar sehingga mengakibatkan program
insentif gagal. Oleh karena itu penting bagi pihak manajemen untuk memandang standar
sebagai suatu kontrak dengan pegawai anda begitu rencana itu operasional.
5. Jaminlah suatu tarif pokok per jamTerutama bagi pegawai pabrik, pihak perusahaan
disarankan untuk menjamin adanya upah pokok bagi pegawai, baik dalam per jam, hari,
bulan dan sebagainya agar mereka tahu bahwa apapun yang terjadi mereka akan memperoleh
suatu upah minimum yang terjamin.
Jika suatu insentif yang diinginkan berjalan dengan efektif maka harus memenuhi kondisi-
kondisi sebagai berikut: 1. Pekerjaan-pekerjaan individu mestilah tidak begitu tergantung
terhadap pekerjaan lainnya. 2. Basis yang kompetitif dan memadai terhadap gaji dan
tunjangantunjangan dasar pada puncak di mana insentif dapat menghasilkan pendapatan variabel.
3. Dampak signifikan individu atau kelompok atas kinerja hasil-hasil yang penting. 4. Hasil-hasil
yang dapat diukur. 5. Standar produksi terhadap mana program insentif didasarkan haruslah
disusun dan dipelihara secara cermat. 6. Begitu standar produksi selesai disusun, standar tersebut
haruslah dikaitkan terhadap tingkat gaji. 7. Rentang waktu yang masuk akal. 8. Komitmen
manajemen terhadap program-program adalah vital bagi kesuksesannya. 9. Iklim organisasional
yang sehat dan positif di mana perjuangan terhadap keunggulan individu dan kelompok
didorong.
Indikator Pemberian Insentif
Menurut Rivai (2009:388) pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat insentif
karyawan suatu organisasi, di antaranya:
1. Kinerja
Sistem insentif dengan cara ini langsung mengkaitkan besarnya insentif dengan kinerja
yang telah ditunjukkan oleh pegawai yang bersangkutan. Berarti besarnya insentif tergantung
pada banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu kerja pegawai. Cara ini dapat
diterapkan apabila hasil kerja diukur secara kuantitatif, memang dapat dikatakan bahwa
dengan cara ini dapat mendorong pegawai yang kurang produktif menjadi lebih produktif
dalam bekerjanya. Di samping itu juga sangat menguntungkan bagi pegawai yang dapat
bekerja cepat dan berkemampuan tinggi. Sebaliknya sangat tidak favourable bagi pegawai
yang bekerja lamban atau pegawai yang sudah berusia agak lanjut.
2. Lama Kerja
Besarnya insentif ditentukan atas dasar lamanya pegawai melaksanakan atau
menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per jam, per hari,
per minggu ataupun per bulan. Umumnya cara yang diterapkan apabila ada kesulitan dalam
menerapkan cara pemberian insentif berdasarkan kinerja. Memang ada kelemahan dan
kelebihan dengan cara ini, antara lain sebagai berikut:
a. Kelemahan
Terlihatnya adanya kelemahan cara ini sebagai berikut:
1) Mengakibatkan mengendornya semangat kerja pegawai yang sesungguhnya mampu
berproduksi lebih dari rata-rata.
2) Tidak membedakan usia, pengalaman dan kemampuan pegawai.
3) Membutuhkan pengawasan yang ketat agar pegawai sungguhsungguh bekerja.
4) Kurang mengakui adanya kinerja pegawai.

b. Kelebihan
Di samping kelemahan tersebut di atas, dapat dikemukakan kelebihan-kelebihan cara ini
sebagai berikut:
1) Dapat mencegah hal-hal yang tidak atau kurang diinginkan seperti: pilih kasih,
diskiminasi maupun kompetisi yang kurang sehat.
2) Menjamin kepastian penerimaan insentif secara periodik.
3) Tidak memandang rendah pegawai yang cukup lanjut usia.
3. Senioritas
Sistem insentif ini didasarkan pada masa kerja atau senioritas pegawai yang bersangkutan
dalam suatu organisasi. Dasar pemikirannya adalah pegawai senior, menunjukkan adanya
kesetiaan yang tinggdari pegawai yang bersangkutan pada organisasi di mana mereka
bekerja. Semakin senior seorang pegawai semakin tinggi loyalitasnya pada organisasi, dan
semakin mantap dan tenangnya dalam organisasi.
Kelemahan yang menonjol dari cara ini adalah belum tentu mereka yang senior ini
memiliki kemampuan yang tinggi atau menonjol, sehingga mungkin sekali pegawai muda
(junior) yang menonjol kemampuannya akan dipimpin oleh pegawai senior, tetapi tidak
menonjol kemampuannya. Mereka menjadi pimpinan bukan Karena kemampuannya tetapi
karena masa kerjanya. Dalam situasi demikian dapat timbul di mana para pegawai junior
yang energik dan mampu tersebut keluar dari perusahaan/instansi.
4. Kebutuhan
Cara ini menunjukkan bahwa insentif pada pegawai didasarkan pada tingkat urgensi
kebutuhan hidup yang layak dari pegawai. Ini berarti insentif yang diberikan adalah wajar
apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok, tidak berlebihan
namun tidak berkekurangan. Hal seperti ini memungkinkan pegawai untuk dapat bertahan
dalam perusahaan/instansi.
5. Keadilan dan Kelayakan
a) Keadilan
Dalam sistem insentif keadilan bukanlah harus sama rata tanpa pandang bulu, tetapi
harus terkait pada adanya hubungan antara pengorbanan (input) dengan (output), makin
tinggi pengorbanan semakin tinggi insentif yang diharapkan, sehingga oleh
karenanyayang harus dinilai adalah pengorbanannya yang diperlukan oleh suatu jabatan.
Input dari suatu jabatan ditunjukkan oleh spesifikasi yang harus dipenuhi oleh orang yang
memangku jabatan tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi pula output yang diharapkan.
Output ini ditunjukkan oleh insentif yang diterima para pegawai yang bersangkutan, di
mana di dalamnya terkandung rasa keadilan yang sangat diperhatikan sekali oleh setiap
pegawai penerima insentif tersebut.
b) Kelayakan
Disamping masalah keadilan dalam pemberian insentif tersebut perlu pula
diperhatikan masalah kelayakan. Layak pengertiannya membandingkan besarnya insentif
dengan perusahaan lain yang bergerak dalam bidang usaha sejenis. Apabila insentif
didalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan
lain, maka perusahaan/instansi akan mendapat kendala yakni berupa menurunnya kinerja
pegawai yang dapat diketahui dari berbagai bentuk akibat ketidakpuasan pegawai
mengenai insentif tersebut.
6. Evaluasi Jabatan
Evaluasi jabatan adalah suatu usaha untuk menentukan dan membandingkan nilai suatu
jabatan tertentu dengan nilai jabatanjabatan lain dalam suatu organisasi. Ini berarti pula
penentuan nilai relatif atau harga dari suatu jabatan guna menyusun rangking dalam
penentuan insentif

III. Kinerja
Pengertian Kinerja
Kinerja (performance) semakin mendapat perhatian lebih besar ketika organisasi-
organisasi telah menjadi luntur dan menurut usaha yang lebih terfokus dari para stafnya.
Manajemen kinerja merupakan peranan manager yang paling penting. Karena tanpanya
organisasi hanya merupakan sekumpulan aktivitas tanpa tujuan atau kontrol tertentu. definisi
management kinerja menurut Cushway (1996: 56) dan Mitrani et, al. (1995: 34), merupakan
suatu proses management yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan
tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan korporasi dapat
bertemu.
Menurut Macaulya (1997: 45), bahwa management kinerja adalah pendekatan manajemen yang
dapat memberikan kesempatan kepada para karyawan untuk menghubungkan tujuan organisasi
dan tujuan tanggung jawab mereka sendiri. Manajemen kinerja sebagai alat dengan perilaku-
perilaku kerja para karyawan dipadukan dengan ke tujuan-tujuan organisasi. Lebih lanjut dia
mengatakan bahwa sebagian besar sistem manajemen kinerja mempunyai beberapa elemen yaitu
a. Mendefinisikan kinerja: sangat penting dalam menunjang tujuan-tujuan,strategi
organisasi, penetapan sasaran-sasaran yang jelas bagi masingmasing karyawan adalah
komponen kritis dari management kinerja.
b. Mengukur kinerja: dapat dilakukan dengan mengukur bermacam jenis kinerja lewat
berbagai cara. Kuncinya adalah sering mengukur kinerja dan menggunakan informasi
tersebut untuk koreksi- koreksi pertengahan periode.
c. Umpan balik dan pengarahan: Untuk meningkatkan kinerja karyawan membutuhkan
informasi tentang kinerja, disertai dengan arahan dalam meraih tingkat hasil-hasil yang
lainnya.
Management kinerja juga membutuhkan proses agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
Untuk itu ada 4 langkah pokok proses manajemen kinerja yang dikemukakan oleh Cushway
(1996: 23) yaitu: (1) Merencanakan kinerja meliputi penentuan tujuan kompetensi, (2) mengolah
kinerja, (3) meninjau kinerja termasuk di dalamnya menilai kinerja dan memastikan penilai
kinerja yang efektif, dan (4) imbalan kinerja meliputi apa yang dibayarkan dari hasil kerja. Lebih
jauh ditambahkan oleh Mitriani et.al (1995: 40) bahwa proses manajemen kinerja meliputi :
strategi dan sasaran pembatasan pekerjaan, penentuan sasaran, pelatihan dan pemberian nasehat,
tinjauan atas kinerja, pelatihan keterampilan, pembayaran/pengupahan berdasarkan kinerja, serta
pelatihan dan pengembangan bagi sumber daya manusia.
Jadi teori diatas dapat dikatakan bahwa kinerja sumber daya manusia Salah satu indikatornya
adalah produktivitas, yang mana jika dapat peningkatan kinerja sumber daya manusia melalui
pendidikan dan pelatihan, pemberian penghargaan, penataan lingkungan kerja, mendapat
promosi jabatan dan komunikasi dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan atau output
yang sesuai dengan harapan organisasi. Penilaian terhadap kinerja berdasarkan Futwengler
(2004:40) adalah penilaian suatu aktivitas kerja yang berkuantitas, berkualitas, mudah
diselesaikan, sesuai prosedur, tepat waktu di dalam menyelesaikan sesuai dengan kesederhanaan
aktivitas kerja yang dilaksanakan. Penilaian inilah menjadi indikator dalam menilai suatu
pengukuran kinerja.
Mendiagnosa masalah-masalah dalam perbaikan kinerja karyawan, kelompok maupun
organisasi melalui metode yang dapat memperlihatkan apa seharusnya diperlihatkan oleh
pimpinan yaitu metode hasil kerja. Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan
individu (individual executive) yang berhasil mengembangkan suatu keahlian (skill) yang pada
akhirnya dapat meningkatkan kinerja organisasi.
Keberhasilan seorang eksekutif sangat ditentukan pada kemampuan mengembangkan
pemikiran strategi (strategic thinking) dan membangun budaya (cultural building) dan
mengawinkan pemikiran strategi bersama, maka pemimpin harus memiliki visi yang luas (Broad
Visio) dan mengembangkan kemampuan untuk mengimplementasikan visi tersebut, tetapi ada
perilaku pemimpin yang dapat menimbulkan permasalahan apabila:
a. Orientasi hanya mencakup kwartal atau tahunan dan mengabaikan keuntungan jangka
panjang (short-stream orientation).
b. Berpikir dangkal dan terpaku pada masalah-masalah harian, strategi resiko rendah
(flow-risk), seseorang pemimpin harus berpikiran mendalam (deep thinking).
c. Hanya memperhatikan hal-hal murah dan gampang mengembangkan masalah-
masalah serius, hanya untuk mengobati symptom (quick-fix expectation).
Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau
prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) oleh
Anwar (2000 : 67) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja merupakan keseluruhan pelaksanaan aktivitas jasmaniah dan rohaniah yang
dilakukan oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu atau mengandung suatu maksud tertentu,
terutama yang berhubungan dengan kelangsungan hidupnya. Menurut Dessler (1993:73) kinerja
adalah penilaian terhadap hasil kerja karyawan dengan jalan membandingkannya hasil kerja
dengan standar kerja yang diharapkan yang meliputi kualitas, kuantitas, waktu dan tingkat
kepuasan pelayanan masyarakat.
Uraian dari pengertian tersebut melihat kinerja dalam berbagai dimensi yang dibatasi
berdasarkan kualitas, kuantitas waktu dan kepuasan atas pelayanan tersebut, namun hal tersebut
berbeda dengan pengertian yang dikemukakan oleh Furtwengler (2004:47) kinerja adalah hasil
kerja aktual yang dilakukan oleh individu birokrasi sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya
sehari-hari sesuai dengan apa yang telah digariskan untuk mencapai tujuan organisasi.
Pencapaian tujuan organisasi dapat diimplementasikan dengan peningkatan kinerja dalam bentuk
cepat, tepat, mudah, lancar dan berkualitas.
Bentuk dari suatu aktivitas yang cepat, tepat, mudah, lancar dan berkualitas, menjadi ciri
khas dari bentuk pelayanan yang dikembangkan oleh karyawan dalam menerapkan kinerjanya.
Kinerja karyawan merupakan upaya aktivitas karyawan dalam menghasilkan output optimal
berdasarkan pengembangan kerja yang terarah, terorganisir dan berkesinambungan untuk
mencapai substansi kinerja. Substansi kinerja yang dimaksud adalah kecepatan, ketepatan,
kemudahan dan kualitas output. Hal ini yang menjadi acuan definisi berbagai organisasi dalam
mendefinisikan kinerja secara luas. Menurut Moekijat (2000:48) kinerja karyawan merupakan
suatu proses pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dengan cepat, tepat, mudah dan berkualitas,
sebagai bentuk dari suatu tugas pokok yang harus diemban dan dipertanggungjawabkan sebagai
wujud pelaksanaan kinerja kerja yang harus ditingkatkan.
Hal itu jelas bahwa kinerja karyawan dalam berbagai batasan memberikan cakupan
bagaimana suatu kegiatan kerja harus berada dalam koridor manajemen dan administrasi yang
diselaraskan dengan target-target pencapaian optimal. Kinerja merupakan implementasi kerja
dari karyawan dalam menjalankan aktivitas kerja untuk menciptakan berbagai peluang kerja
yang cepat dan tepat sesuai strategi stratejik dalam berbagai aktivitas teknis, taktik dan praktis
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai secara bertanggungjawab.
Thompson (2003:5) mendefinisikan kinerja adalah suatu serangkaian aktivitas yang
dilakukan melalui input, proses, output, outcome, benefit dan impact terhadap suatu aplikasi
kegiatan kinerja pelayanan untuk mencapai tujuan organisasi. Artinya, kegiatan dari suatu
dinamika kerja tidak terlepas dari kebutuhan pencapaian kerja yang optimal sesuai dengan
bentuk kinerja pelayanan yang diberikan.
Pendapat tersebut di atas mengidentifikasikan bahwa kinerja pelayanan dalam suatu
organisasi tidak terlepas dari serangkaian kegiatan yang meliputi input, proses, output, outcome,
benefit dan impact untuk mencapai tujuan organisasi. Peranan tersebut sangat ditentukan dari
aplikasi kinerja yang diperlihatkan. Menurut Barata (2003:27) kinerja pelayanan adalah
kepedulian kepada masyarakat dengan memberikan layanan untuk memfasilitasi kemudahan
pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasan, agar masyarakat selalu loyal kepada
organisasi atau menjadikan manajemen sumberdaya manusia sebagai bagian yang integral dari
aktivitas kinerja pelayanan yang diberikan.
1. Apakah pemberian dan peningkatan insentif selalu didasari pada kinerja?
Mengapa atau mengapa tidak?
Dari uraian beberapa referensi dari para ahli dengan beberapa teori yang di kemukakan, kami
menyimpulkan bahwa pemberian dan peningkatan insentif tidak selalu di dasarkan pada kinerja,
karna banyak indicator lain selain kinerja yang dapat mempengaruhi pemberian dan peningkatan
insentif yang di lakukan organisasi, seperti yang dikemukakan oleh Rivai (2009:388). Meskipun
demikian kami tidak pungkiri bahwa kinerja lah yang paling berpengaruh besar dalam pemberian
dan peningkatan insentif dalam organisai.

Anda mungkin juga menyukai