DI SUSUSN OLEH:
IR. SAMORA PARLAGUTAN SIREGAR
Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa regulasi ini mengatur hak dan
kewajiban masing-masing pihak, pada artikel ini akan sedikit dibahas mengenai hak
kedua belah pihak. Tentu, sebagai pemilik perusahaan atau bagian HR yang
berurusan langsung dengan karyawan Anda perlu memahami dan mencermati
regulasi ini. Selain sebagai pengetahuan dasar dalam berbisnis, regulasi ini juga
penting untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Secara singkat, perusahaan memiliki hak yang tercantum dalam uraian Undang-
Undang Ketenagakerjaan, yakni dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Hak-hak tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
1. Perusahaan berhak atas hasil dari pekerjaan karyawan.
2. Perusahaan berhak untuk memerintah/mengatur karyawan atau tenaga kerja
dengan tujuan mencapai target.
3. Perusahaan berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh/karyawan jika melanggar ketentuan yang telah disepakati
sebelumnya.
Tiga hal di atas adalah sedikit kutipan mengenai hak yang dimiliki perusahaan atau
pengusaha. Jelas, setiap poinnya memiliki penjabaran yang rinci jika dilihat pada
regulasi baku yang tertulis.
Di sisi lain, karyawan atau pekerja juga memiliki hak yang dicantumkan dalam
regulasi tersebut. Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, karyawan setidaknya
memiliki beberapa hak berikut ini.
1. Menjadi Anggota Serikat Tenaga Kerja
Dalam regulasi disebutkan bahwa setiap karyawan berhak menjadi anggota atau
membentuk serikat tenaga kerja. Setiap karyawan diperbolehkan untuk
mengembangkan potensi kerja sesuai dengan minat dan bakat. Karyawan juga
mendapatkan jaminan dari perusahaan dalam hal keselamatan, kesehatan, moral,
kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat berdasarkan
norma serta nilai keagamaan dan kemanusiaan.
Hak ini tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal 104, terkait serikat pekerja
dan UU Nomor 21 tahun 2000 mengenai serikat pekerja.
Karyawan juga berhak mendapatkan jaminan sosial yang berisi tentang kecelakaan
kerja, kematian, hari tua hingga pemeliharaan kesehatan. Sekarang ini,
implementasi hak karyawan bidang jaminan sosial dan K3 adalah berupa BPJS.
Anda sebagai pemilik perusahaan atau pemberi kerja wajib mendaftarkan setiap
karyawan sebagai anggota BPJS dalam rangka pemenuhan hak ini.
Tercantum dalam Permen Nomor 1 tahun 1999 Pasal 1 Ayat 1, UU Nomor 13 tahun
2003, PP tahun 1981, Peraturan Menteri Nomor 01 tahun 1999 dan paling baru
adalah Permenaker Nomor 1 tahun 2017.
Hak ini tercantum dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE
907/Men.PHI-PPHI/X/2004. Setiap karyawan berhak mendapat perlindungan dan
bantuan dari Pemerintah melalui DInas Tenaga Kerja bilamana mengalami PHK
secara tidak adil.
Secara umum hak ini tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal 76 Ayat 2
yang menyatakan bahwa perusahaan atau pengusaha dilarang mempekerjakan
perempuan hamil yang bisa berbahaya bagi kandungannya dan dirinya sendiri.
Selain poin tersebut, pada Pasal 82 Ayat 2 UU Nomor 13 tahun 2003 juga
menyebutkan perihal hak cuti keguguran. Selanjutnya pada UU Nomor 3 tahun 1992
mengatur tentang hak biaya persalinan yang bisa didapat oleh karyawan. Pada
Pasal 83 UU Nomor 13 tahun 2003 juga masih membicarakan mengenai hak
karyawan perempuan yakni terkait hak menyusui. Terakhir adalah hak cuti
menstruasi yang diatur dalam Pasal 81 UU Nomor 13 tahun 2003.
Dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 Pasal 79, hak ini dicantumkan
secara jelas. Perusahaan wajib memberi waktu istirahat dan cuti pada setiap
karyawan. Secara jelas misalnya, terkait waktu istirahat, disebutkan bahwa
karyawan memiliki hak untuk mendapatkan istirahat antara jam kerja minimal
setangah jam setelah bekerja selama empat jam.
Dengan mengetahui hak setiap pihak, tentu bisa menentukan langkah strategis dan
pengambilan keputusan yang melibatkan perusahaan dan karyawan di dalamnya.
Seperti misalnya dalam pengaturan pemberian hak cuti dan libur, bisa
merundingkan serta mendiskusikan hak karyawan berkenaan dengan cuti dan libur.
Pengupahan di Indonesia
a. upah minimum;
b. struktur dan skala upah;
c. upah kerja lembur;
d. upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu;
e. bentuk dan cara pembayaran upah;
f. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
g. upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.
Ketentuan rinci mengenai kebijakan pengupahan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36
Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai aturan turunan UU Cipta Kerja, yang sekaligus
mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015.
Pemberian THR diatur oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016
tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016, ada 6 poin penting
yang perlu diketahui tentang THR:
THR wajib diberikan kepada pekerja yang telah bekerja minimal 1 bulan di perusahaan.
Perhitungan untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan dan lebih dari 12
bulan berbeda. Jika pekerja dengan masa kerja lebih dari 12 bulan mendapatkan THR
sebesar upah 1 bulan, pekerja dengan masa kerja 1 bulan dan kurang dari 12 bulan
mendapatkan THR dengan perhitungan ((masa kerja)/12) x upah 1 bulan.
Definisi “upah” yang digunakan sebagai basis perhitungan THR dapat berbeda-beda
sesuai dengan kebijakan perusahaan. Namun pada dasarnya, perusahaan menggunakan
salah satu besaran berikut sebagai basis perhitungan THR:
1. Bentuk THR
THR hanya dapat diberikan dalam bentuk uang rupiah. Dengan kata lain, pemberian THR
berupa voucher, paket sembako, parsel dan hadiah lainnya tidak dihitung sebagai THR.
Perdebatan seringkali muncul jika terjadi kasus pemutusan hubungan kerja dalam waktu yang
cukup dekat dengan Hari Raya Keagamaan. Ada baiknya hal-hal tersebut dibahas dengan pihak
manajemen serta karyawan yang bersangkutan secara terbuka dan kekeluargaan untuk
menghindari sengketa lebih lanjut.
4. Pajak THR
PPh 21 atas THR hanya dikenakan bagi pekerja yang mendapatkan THR di atas
Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per
tahun.
Jika pekerja mendapatkan THR kurang dari Rp 4,5 juta, maka pekerja tersebut tidak
dikenakan PPh 21 THR. Lihat di sini untuk mempelajari contoh kasusperhitungan PPh
21 THR secara lebih mendetail.
5. Sanksi Perusahaan
Sebelum adanya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 yang mengatur
tentang THR, perusahaan tidak dikenakan sanksi apapun jika tidak memberikan THR
kepada pekerja. Namun, setelah adanya peraturan tersebut, perusahaan akan dikenakan
sanksi berupa denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan jika tidak
memberikan THR kepada pekerja.
Denda yang dimaksud adalah THR yang harus dibayarkan oleh perusahaan ke pekerja ditambah
dengan 5% dari total THR yang didapatkan oleh pekerja. Sehingga, perusahaan akan lebih
dirugikan secara finansial sebagai sanksi akibat tidak memberikan THR sebagaimana peraturan
pemerintah.
Jam Kerja
Jam kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari
dan/atau malam hari. Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
mengatur jam kerja bagi pekerja di sektor swasta. Sedangkan, untuk pengaturan mulai
dan berakhirnya waktu jam kerja diatur sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam
Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 Pasal 77 ayat 1 mewajibkan setiap perusahaan untuk
mengikuti ketentuan jam kerja yang telah diatur dalam 2 sistem yaitu:
Kedua sistem jam kerja yang berlaku memberikan batasan jam kerja yaitu 40
(empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. Apabila jam kerja dalam
perusahaan melebihi ketentuan tersebut, maka waktu kerja yang melebihi
ketentuan dianggap sebagai lembur, sehingga pekerja berhak atas upah
lembur.
Status Karyawan
Kontrak kerja atau perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan
pengusaha secara lisan dan/atau tulisan, baik untuk waktu tertentu maupun
waktu tidak tertentu, yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan
kewajiban pekerja dan perusahaan. Dalam kontrak kerja, pekerja dapat
mengetahui status kerja. Status kerja diatur dalam UU Cipta Kerja Bab IV
Ketenagakerjaan poin 12 hingga 16 yang merevisi Pasal 56 hingga 61 UU
Ketenagakerjaan.
Status pekerja berdasarkan waktu berakhirnya:
Selain status pekerja berdasarkan waktu berakhirnya hubungan kerja, ada juga
pekerja harian lepas (freelancer) dan pekerja alih-daya (outsourcing). Pada
dasarnya, mereka termasuk pekerja PKWT, namun agak berbeda dengan PKWT
secara umum.
a. Pekerja Harian Lepas (Freelancer)
Cuti
Sakit
Apabila sakit yang diderita karyawan cukup parah sehingga memerlukan waktu yang
lama untuk kembali bekerja, akan dilakukan penyesuaian terhadap upah yang
diterimanya:
1. Untuk 4 bulan pertama dibayar 100% dari upah,
2. Untuk 4 bulan kedua dibayar 75% dari upah,
3. Untuk 4 bulan ketiga dibayar 50% dari upah,
4. Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum pemutusan hubungan
kerja dilakukan
oleh pengusaha.
Peraturan Lembur
Upah kerja lembur dihitung menggunakan upah sejam yang didasarkan pada upah
bulanan. Upah sejam yaitu 1/173 kali upah sebulan (gaji pokok dan tunjangan
tetap). Berikut ini ketentuannya:
2. Apabila kerja lembur dilakukan pada libur akhir pekan atau hari libur
resmi untuk waktu 5 hari kerja dan 40 jam seminggu, maka:
a. untuk 8 jam pertama, upah setiap jam dibayar 2 kali upah sejam;
b. upah jam ke-9 dibayar 3 kali upah sejam;
c. untuk jam ke-10, ke-11, dan ke-12, upah setiap jam dibayar 4 kali upah
sejam.
3. Apabila kerja lembur dilakukan pada libur akhir pekan atau hari libur
resmi untuk waktu 6 hari kerja dan 40 jam seminggu, maka:
a. untuk 7 jam pertama, upah setiap jam dibayar 2 kali upah sejam;
b. upah jam ke-8 dibayar 3 kali upah sejam;
c. untuk jam ke-9, ke-10, dan ke-11, upah setiap jam dibayar 4 kali upah
sejam.
Apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek, maka:
a) untuk 5 jam pertama, upah setiap jam dibayar 2 kali upah sejam;
b) upah jam ke-6 dibayar 3 kali upah sejam;
c) untuk jam ke-7, ke-8, dan ke-9, upah setiap jam dibayar 4 kali upah sejam.
PENGERTIAN KETENAGAKERJAAN
Ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja
pada waktu sebelum, selama dan setelah selesai masa hubungan kerja, baik pada
pekerjaan yang menghasilkan barang maupun pekerjaan berupa. Dari aspek hukum
ketenagakerjaan merupakan bidang hukum privat yang memiliki aspek publik,
karena meskipun hubungan kerja dibuat berdasarkan kebebasan para pihak, namun
terdapat sejumlah ketentuan yang WAJIB tunduk pada ketentuan pemerintah dalam
artian hukum publik.
Lalu, apa saja yang berpotensi menjadi permasalahan dalam ketenagakerjaan?
Simak ulasannya dalam artikel berikut ini!
manusiawi
kesejahteraan
Tenaga kerja yang mempunyai keahlian pada bidang tertentu atau khusus yang
diperoleh dari bidang pendidikan. Sebagai contoh: dosen, dokter, guru, pengacara,
akuntan dan sebagainya.
1. Banyaknya Pengangguran
Disebabkan karena tingginya jumlah penduduk dan tidak diikuti dengan lapangan
kerja yang cukup, permasalah ini merupakan yang paling utama di Indonesia. Begitu
juga dengan rendahnya kualitas tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi yang
menjadi faktor utama dalam timbulnya masalah ini.