Kewajiban utama majikan, berdasarkan perjanjian kerja yang sah, adalah membayar
upah kepada buruh (pasal 1602 KUHPa). Selain itu, majikan juga memiliki kewajiban lain
seperti mengatur pekerjaan, tempat kerja, memberikan surat keterangan, dan menyediakan
buku upah serta pembayaran upah. Kewajiban ini bertujuan untuk menjaga kesehatan,
keselamatan, dan kesusilaan buruh, yang juga merupakan bagian dari kewajiban majikan
dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja. Umumnya, besaran dan bentuk upah
ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian perburuhan,
kadang-kadang juga diatur oleh undang-undang. Bagi buruh, upah seringkali menjadi
sumber utama kehidupan bagi dirinya dan keluarganya, sehingga peraturan yang menjamin
pembayaran upah oleh majikan sangat penting untuk memastikan keberlangsungan hidup
mereka.
Penetapan upah dalam hubungan kerja biasanya terjadi melalui perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau peraturan upah yang ditetapkan oleh majikan atau melalui
perjanjian perburuhan. Jika tidak ada ketentuan yang jelas mengenai upah dalam perjanjian
atau peraturan, buruh berhak atas upah yang sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan,
dengan mempertimbangkan keadilan. Namun, penetapan upah berupa uang harus
ditetapkan dalam perjanjian kerja, dan tidak boleh diserahkan kepada salah satu pihak.
Pembukuan majikan penting untuk menentukan bagian keuntungan dan provisi, di mana
buruh berhak atas informasi yang relevan. Upah sehari biasanya dihitung berdasarkan
waktu kerja, dengan satu hari setara dengan sepuluh jam, satu minggu dengan enam hari,
satu bulan dengan dua puluh lima hari, dan setahun dengan tiga ratus hari. Jika tidak ada
ukuran yang jelas, upah rata-rata selama tiga puluh hari kerja sebelumnya dapat digunakan.
Upah dalam hubungan kerja dapat berupa uang, barang, atau jasa. Namun, jika
upah berupa uang, KUHPa Pasal 1602h menetapkan bahwa pembayarannya harus
dilakukan dalam mata uang yang sah di Indonesia, yaitu mata uang Indonesia. Selain itu,
jika upah ditetapkan dengan mata uang asing, perhitungannya harus mengikuti kurs pada
saat dan tempat pembayaran dilakukan. Upah dalam bentuk barang sehari-hari dikenal
sebagai upah-in-natura atau catu.
Sejumlah peraturan mengatur pembayaran upah dalam bentuk barang atau jasa,
termasuk penyediaan perumahan yang layak, perawatan kesehatan, dan pemberian
barang-barang seperti pakaian, makanan, atau kebutuhan sehari-hari lainnya kepada buruh.
Larangan juga diberlakukan terhadap praktik-praktik yang dapat merugikan buruh, seperti
penjualan barang dengan harga yang tidak wajar atau pengikatan buruh untuk
menggunakan upahnya dalam cara-cara tertentu, kecuali jika hal tersebut dilakukan secara
sukarela oleh buruh atau disetujui oleh Menteri Tenaga Kerja.
Tindakan atau keputusan yang melanggar ketentuan ini dapat dikenai sanksi berupa
denda atau kurungan. Selain itu, larangan juga diberlakukan terhadap praktik-praktik yang
dapat mengurangi upah buruh, seperti meminta bunga atas pinjaman atau pembayaran atas
pemakaian bahan atau alat perusahaan, serta meminta tanggung jawab buruh atas
kewajiban buruh lainnya terhadap majikan. Hal ini bertujuan untuk melindungi kepentingan
dan kesejahteraan buruh dalam hubungan kerja.
KUHPa menetapkan bahwa upah yang ditetapkan menurut jangka waktu harus
dibayar mulai dari saat buruh mulai bekerja hingga berakhirnya hubungan kerja. Jika
hubungan kerja berakhir sebelum waktunya atau dalam jangka waktu pembayaran, majikan
wajib membayar upah untuk semua hari kerja yang telah dilakukan. Namun, jika upah
bergantung pada hasil tertentu (upah-potongan), upah hanya dibayar jika hasil tersebut
sudah ada pada saat pengakhiran hubungan kerja. Namun, jika pekerjaan buruh memiliki
nilai tertentu meskipun belum selesai, buruh berhak atas sebagian upahnya.
Dalam hal upah ditetapkan berdasarkan perjalanan, KUHD memberikan aturan yang
menyatakan bahwa jika perjalanan diperpanjang karena alasan yang melebihi waktu
perjalanan biasa, buruh berhak atas tambahan upah yang seimbang. Jika perjalanan
terhenti karena tindakan dari pengusaha kapal, hubungan kerja dianggap berakhir dan
buruh tetap berhak atas ganti rugi sesuai dengan KUHPa.
Bab 7A KUHPa menetapkan bahwa tidak ada upah yang dibayarkan untuk waktu
yang tidak melakukan pekerjaan yang diperjanjikan, kecuali dalam beberapa pengecualian
seperti sakit atau kecelakaan yang menghalangi buruh untuk bekerja. Selain itu, ada
pengecualian untuk hari-hari tertentu seperti hari istirahat mingguan atau hari libur. Jika
buruh memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh undang-undang atau pemerintah tanpa
bayaran, atau jika buruh bersedia melakukan pekerjaan tetapi majikan tidak menggunakan
tenaga kerja buruh, maka buruh masih berhak atas upahnya.
Upah dalam hukum perdata, dagang, dan peraturan kepailitan memiliki kedudukan
yang aktif. Hutang atau piutang yang timbul dari perjanjian kerja, termasuk pembayaran
upah yang belum dibayarkan, diberikan perlindungan khusus untuk melindungi kepentingan
buruh. Pasal-pasal seperti 1139 KUHPa dan 316 Kitab Undang-undang Hukum Dagang
mengatur preferensi pembayaran upah, bahkan di atas hutang-hutang lainnya, seperti biaya
pelelangan, tagihan nakhoda dan pelaut, serta biaya-biaya perkapalan. Ini menunjukkan
perlindungan istimewa yang diberikan kepada upah dalam rangka memastikan pembayaran
yang adil kepada buruh.
Pasal 1149 KUHPa, misalnya, memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada
upah buruh terhadap pelbagai piutang lainnya, termasuk biaya perkara, biaya penguburan,
tagihan karena penyakit, serta upah yang belum dibayarkan beserta tambahan lainnya.
Selain itu, peraturan-peraturan seperti Pasal 1616 KUHPa memberi hak kepada buruh untuk
menahan barang milik majikan sampai semua biaya dan upah dibayar lunas, kecuali jika
telah ada tanggungan yang cukup atas pembayaran tersebut. Semua ini menunjukkan
bahwa upah memang diberikan kedudukan istimewa untuk melindungi hak-hak buruh dalam
hukum.
Selain itu, dalam hal pemotongan terjadi pada akhir hubungan kerja, majikan
diperbolehkan untuk memotong upah untuk hutang lainnya juga. Namun, batasan-batasan
tertentu harus diperhatikan, seperti jumlah maksimum yang dapat dipotong dan ketentuan
mengenai jenis-jenis pemotongan yang diizinkan. Ketentuan mengenai pembayaran upah
juga berlaku untuk berbagai jenis pekerjaan, termasuk pekerjaan di kapal laut, di mana
pembayaran harus dilakukan sesuai dengan mata uang yang berlaku dan kurs yang berlaku
pada saat itu. Terdapat ketentuan-ketentuan khusus yang mengatur pembayaran upah
dalam mata uang asing, namun pembayaran tersebut harus dilakukan dalam mata uang
yang sah di Indonesia, yaitu rupiah. Semua aturan tersebut harus dipatuhi secara ketat, dan
pelanggaran terhadap ketentuan pembayaran upah dapat dikenai sanksi pidana, baik dalam
bentuk kurungan maupun denda.
Majikan juga bertanggung jawab atas perawatan dan pengobatan bagi buruh yang
sakit atau kecelakaan selama hubungan kerja berlangsung, dengan jangka waktu tertentu.
Selain itu, majikan diharuskan membuat daftar buruh, mengadakan buku pembayaran, dan
melaporkan hal ketenagakerjaan di perusahaan kepada pemerintah. Majikan tertentu juga
wajib mengikuti program asuransi sosial tenaga kerja.
Perlu diperhatikan bahwa ganti-rugi untuk kerugian yang tidak berwujud, seperti rasa
sakit, juga harus diberikan kepada buruh. Dalam kasus tertentu, buruh berhak atas upah
selama berhalangan melakukan pekerjaan akibat sakit atau kecelakaan. Majikan juga harus
memberikan pensiun kepada buruh yang tidak mampu lagi melakukan pekerjaan, sesuai
dengan tuntutan tata-susila masyarakat. Jika majikan tidak memenuhi kewajiban mereka,
mereka dapat diwajibkan membayar ganti-rugi kepada buruh.
Kaidah otonom dan heteronom adalah konsep yang sering digunakan dalam konteks hukum
dan etika.
1. Kaidah Otonom: Kaidah otonom adalah standar atau prinsip yang ditetapkan oleh
orang atau organisasi yang bersangkutan. Dalam ranah hukum, norma-norma
otonom seringkali terkait dengan konsep seperti hukum alam atau natural law, yang
berpendapat bahwa panduan moral dan etika berasal dari prinsip-prinsip yang
melekat atau universal daripada dari otoritas luar seperti negara atau lembaga
keagamaan.
Oleh karena itu, perbedaan utama antara aturan otonom dan heteronom adalah
sumber atau otoritas yang menetapkannya: aturan otonom adalah aturan yang ditetapkan
oleh orang atau kelompok yang bersangkutan, sedangkan aturan heteronom ditetapkan oleh
pihak ketiga.
Perjanjian kerja memiliki dasar hukum yang kuat dalam hukum ketenagakerjaan di
suatu negara. Dasar hukum ini biasanya terdiri dari undang-undang ketenagakerjaan,
peraturan pemerintah, dan kebijakan perusahaan. Di Indonesia, dasar hukum utama untuk
perjanjian kerja adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Undang-undang ini mengatur hak dan kewajiban pekerja serta majikan, prosedur
penyelesaian perselisihan, dan berbagai aspek lain dari hubungan kerja. Selain itu,
peraturan pemerintah, seperti Peraturan Pemerintah tentang Upah Minimum, Jam Kerja,
dan Cuti, juga turut mengatur berbagai ketentuan terkait perjanjian kerja. Di tingkat
perusahaan, kebijakan internal perusahaan dan kontrak kerja individual juga merupakan
dasar hukum untuk perjanjian kerja antara pekerja dan majikan. Dengan dasar hukum yang
jelas dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, perjanjian kerja memberikan dasar yang
kuat bagi hubungan kerja yang adil dan berkeadilan antara kedua belah pihak.
Dengan adanya peraturan perusahaan yang jelas dan diterapkan secara konsisten,
perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, meningkatkan produktivitas,
dan menjaga keamanan serta kesejahteraan para karyawan. Selain itu, peraturan
perusahaan juga dapat menjadi landasan untuk penyelesaian sengketa internal yang
mungkin timbul antara manajemen dan karyawan.
Perjanjian kerja bersama (PKB) adalah kesepakatan tertulis antara serikat pekerja
atau serikat buruh dengan pengusaha atau organisasi pengusaha yang diatur berdasarkan
undang-undang ketenagakerjaan. Dasar hukumnya tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur PKB dalam Pasal 44 dan
Pasal 155-160. PKB mengatur berbagai hal terkait hubungan kerja, seperti upah, jam kerja,
cuti, keselamatan dan kesehatan kerja, serta hak dan kewajiban lainnya, dan bertujuan
untuk menjaga keadilan dan kesejahteraan pekerja serta meningkatkan hubungan kerja
yang harmonis antara kedua belah pihak.