Anda di halaman 1dari 24

Soal

Diskusikanlah makna “Harus ada kesalahan pada pelaku”. Berikan juga contoh dari kesalahan
pada pelaku tersebut!

Jawaban

Agar dapat dikenakan Pasal 1365 tentang Perbuatan Melawan Hukum tersebut, undang-undang
dan yurisprudensi mensyaratkan agar pada pelaku haruslah mengandung unsur kesalahan
(schuldelement) dalam melaksanakan perbuatan tersebut. Karena itu, tanggung jawab tanpa
kesalahan (strict liability) tidak termasuk tanggung jawab berdasarkan kepada Pasal 1365 KUH
Perdata. Jikapun dalam hal tertentu diberlakukan tanggung jawab tanpa kesalahan tersebut (strict
liability), hal tersebut tidaklah didasari atas Pasal 1365 KUH Perdata, tetapi didasarkan kepada
undang-undang lain.

Karena Pasal 1365 KUH Perdata mensyaratkan adanya unsur “kesalahan” (schuld) dalam suatu
perbuatan melawan hukum, maka perlu diketahui bagaimanakah cakupan dari unsur kesalahan
tersebut. Suatu tindakan dianggap oleh hukum mengandung unsur kesalahan sehingga dapat
dimintakan tanggung jawabnya secara hukum jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

a. Ada unsur kesengajaan, atau


b. Ada unsur kelalaian (negligence, culpa), dan
c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsrond), seperti keadaan
overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain-lain.

Timbul pertanyaan dalam hal ini, yakni apakah perlu dipersyaratkan unsur “kesalahan” di
samping unsur “melawan hukum” dalam suatu perbuatan melawan hukum, apakah tidak cukup
dengan unsur “melawan hukum” saja. Untuk menjawab pertanyaan ini, berkembang 3 (tiga)
aliran sebagai berikut:

a. Aliran yang menyatakan cukup hanya unsur melawan hukum saja Aliran ini menyatakan
bahwa dengan unsur melawan hukum terutama dalam artinya yang luas, sudah inklusif
unsur kesalahan di dalamnya, sehingga tidak diperlukan lagi unsur kesalahan terhadap
suatu perbuatan melawan hukum. Di negeri Belanda aliran ini dianut misalnya oleh Van
Oven.
b. Aliran yang menyatakan cukup hanya unsur kesalahan saja Sebaliknya, aliran ini
menyatakan bahwa dengan unsur kesalahan, sudah mencakup juga unsur perbuatan
melawan hukum di dalamnya, sehingga tidak diperlukan lagi unsur “melawan hukum”
terhadap suatu perbuatan melawan hukum. Di negeri Belanda aliran ini dianut misalnya
oleh Van Goudever.
c. Aliran yang menyatakan diperlukan, baik unsur melawan hukum maupun unsur
kesalahan Aliran ketiga ini mengajarkan bahwa suatu perbuatan melawan hukum mesti
mensyaratkan unsur melawan hukum dan unsur kesalahan sekaligus, karena dalam unsur
melawan hukum saja belum tentu mencakup unsur kesalahan. Di negeri Belanda aliran
ini dianut misalnya oleh Meyers.

Kesalahan yang disyaratkan oleh hukum dalam perbuatan melawan hukum, baik kesalahan
dalam arti “kesalahan hukum” maupun “kesalahan sosial”. Dalam hal ini hukum menafsirkan
kesalahan sebagai suatu kegagalan seseorang untuk hidup dengan sikap yang ideal, yakni sikap
yang biasa dan normal dalam suatu pergaulan masyarakat. Sikap yang demikian kemudian
mengkristal dalam istilah hukum yang disebut dengan standar “manusia yang normal dan wajar”
(reasonable man).

Berikut adalah beberapa contoh kesalahan yang dapat dilakukan oleh pelaku:

a. Pencurian, pelaku melakukan tindakan mengambil barang milik orang lain tanpa izin
atau tanpa hak yang sah.
b. Penipuan, pelaku melakukan tindakan menipu atau memperdaya orang lain dengan
maksud untuk memperoleh keuntungan pribadi.
c. Pembunuhan, pelaku dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain tanpa alasan
yang sah.
d. Pemalsuan dokumen, pelaku membuat atau mengubah dokumen dengan maksud untuk
menipu atau memperoleh keuntungan pribadi.
e. Penganiayaan, pelaku melakukan tindakan kekerasan atau perlakuan tidak manusiawi
terhadap orang lain.

Sumber
Sari, Indah. “Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Dalam Hukum Pidana dan Hukum Perdata”.
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara 11, No. 1 (2020): 67-68
Soal

Menurut saudara, kebijakan pengupahan yang telah diterapkan oleh pemerintah apakah sudah
dilaksanakan secara maksimal oleh perusahaan-perusahaan terhadap pekerjanya? Sertakan alasan
hukumnya!

Jawaban

Definisi upah dalam Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003:

“Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan
termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa
yang telah atau akan dilakukan”.

Sistem Pengupahan Karyawan merupakan suatu pertimbangan-pertimbangan dan atau cara yang
dilakukan secara rinci agar sampai pada besarnya upah yang diberikan kepada karyawan atau
pekerja atau buruh yang digunakan oleh pengusaha berdasarkan aturan perundang-undangan
yang berlaku. Adanya penerapan sistem pengupahan karyawan ini, diharapkan akan
terpenuhinya kebutuhan hidup layak atau disingkat bagi karyawan atau pekerja atau buruh yang
bekerja diperusahaan. Mengenai bentuk upah, dapat berupa uang, barang, maupun jasa. Adapun
yang berupa uang, KUH Perdata Pasal 1602, menetapkan bahwa pembayarannya harus
dilakukan dalam alat pembayaran yang sah di Indonesia, artinya dengan mata uang Indonesia.

Pekerja dan keluarganya sangat tergantung pada upah yang mereka terima untuk dapat
memenuhi kebutuhan sandang, pangan, perumahan dan kebutuhan lain. Sebab itu, para pekerja
dan serikat pekerja selalu mengharapkan upah yang lebih besar untuk menghidupkan taraf hidup
mereka. Namun di lain pihak, para pengusaha sering melihat upah sebagai bagian dari biaya saja,
sehingga pengusaha biasanya enggan atau sangat hati-hati untuk meningkatkan upah.

Pemerintah berkepentingan untuk menetapkan kebijakan pengupahan. Di satu pihak untuk tetap
dapat menjamin standar kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya, meningkatkan
produktivitas dan daya beli masyarakat. Di lain pihak, kebijakan pengupahan dimaksudkan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja serta mampu menahan laju
inflasi.

Dengan demikian sistem pengupahan di satu pihak harus mencerminkan keadilan dengan
memberikan imbalan yang sesuai dengan kontribusi jasa kerja dan mendorong peningkatan
kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Di lain pihak, sistem pengupahan di perusahaan harus
mampu mendorong peningkatan produktivitas kerja, serta pertumbuhan dan pengembangan
perusahaan.

Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat 1 No. 13/2003). Kebijakan pemerintah mengenai pengupahan
yang melindungi pekerja/buruh meliputi:

1. upah minimum;
2. upah kerja lembur;
3. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
4. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
5. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
6. bentuk dan cara pembayaran upah;
7. denda dan potongan upah;
8. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
9. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
10. upah untuk pembayaran pesangon; serta
11. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Upah Layak dapat ditelusuri dalam Pasal 88 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 yang
menyatakan:

1. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan


yanglayak bagi kemanusiaan.
2. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak
bagikemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan
kebijakanpengupahan yang melindungi pekerja/buruh.
Intinya adalah berupa kebijakan-kebijakan pengupahan yang digunakan oleh pemerintah dalam
rangka untuk melindungi pekerja/buruh atau karyawan yang bekerja di perusahaan. Perusahaan
dalam membuat besarnya upah, melandaskan pada undang-undang yang dibuat oleh pemerintah
dalam hal ini terdapat dalam Kepmenakertrans Nomor 49 Tahun 2004 tentang Ketentuan
Struktur dan Skala Upah, dimana dalam menentukan besarnya upah, perusahaan memperhatikan
analisa jabatan, uraian jabatan, dan evaluasi jabatan. Perusahaan juga memperhatikan dasar-dasar
pertimbangan penyusunan struktur upah yang dapat dilakukan melalui struktur organisasi, rasio
perbedaan bobot pekerjaan antar jabatan, kemampuan perusahaan, upah minimum, dan kondisi
pasar.

Upah pekerja belum layak karena disebabkan:

1. Mekanisme Upah masih terpaku pada penetapan upah minimum. Padahal UpahMinimum
hanya berlaku bagi mereka yang lajang dan belum berpengalaman.
2. Perusahaan yang menerapkan struktur dan skala upah masih terbatas pada
perusahaanbesar. Ketentuan tentang penyusunan struktur skala upah belum bersifat wajib
(tidak adasanksi).
3. Perundingan Upah secara kolektif belum berjalan optimal.Dari 207.000 perusahaan yang
terdaftar, hanya sekitar 10 - 20 % perusahaan yangmempunyai Serikat Pekerja dan dari
jumlah tersebut hanya 5,15% yang memilikiPerjanjian Kerja Bersama (PKB).

Seharusnya struktur dan skala upah yang diberikan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan dan skala upah yang diberikan tidak boleh lebih rendah dari upah
minimum yang berlaku atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Jika
ketentuan-ketentuan tersebut dilanggar, maka kesepakatan tersebut batal demi hukum dan
pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Ancaman pidana bagi pengusaha yang membayar upah pekerjanya di bawah upah
minimum adalah pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta. Setiap tangal 1 Mei,
buruh sedunia termasuk di Indonesia, memperingati hari buruh disertai tuntutan kesejahteraan
dan perubahan kebijakan perburuhan melalui aksi demonstrasi. Isu actual yang selalu
didengungkan adalah upah buruh, karena upah adalah pangkal menuju kesejahteraan. Namun
tampaknya upah minimum buruh di Indonesia tidak memungkinkan untuk sejahtera. Dalam
menetapkan UMP/K, belum semua daerah menyesuaikan dengan kebutuhan hidup layak (KHL).
Seharusnya UMK menjadi patokan pengusaha dalam memberikan upah kepada pekerjanya.
Namun, dalam implementasinya masih banyak perusahaan yang melanggar ketetapan UMK ini.
Dalam hal implementasi seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang lebih besar karena
sebuah kebijakan yang bagus tidak akan berdampak baik apabila dalam pengimplementasiannya
tidak berjalan dengan baik. Ini menandakan pemerintah masih kurang memperhatikan nasib
buruh. Upaya penegakan hukum adalah tugas pemerintah sebagai pihak yang memiliki
kekuasaan memaksa, sementara buruh hanya bisa menekan melalui aksi-aksinya.

Sumber

Modul ADBI4336 Hukum Ketenagakerjaan

https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/upah-kerja/pertanyaan-mengenai-gaji-atau-upah-kerja-
1https://

www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4e07ff3200377/aturan-kenaikan-upah-secara-
berkala/
Soal

Bagaimanakah tata cara seorang yang apatride untuk dapat kewarganegaraannya?

Jawaban

Status sebagai warga negara dijamin dan menjadi hak bagi setiap orang. Di Indonesia, hukum
kewarganegaraan ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar atau UUD 1945 Pasal 28D. Asas
kewarganegaraan lebih lanjut akan menentukan seperangkat hak-hak dan kewajiban yang
melekat pada diri seseorang dalam sebuah negara. Negaralah yang memberi batasan dan
persyaratan kewarganegaraan tersebut.

Apatride adalah istilah untuk orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Sedangkan
Bipatride adalah istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan ganda (dua). Bahkan
juga ada istilah multipatride atau yang lebih dikenal dengan orang yang memiliki
kewarganegaraan banyak (lebih dari satu).

Penentuan kewarganegaraan sendiri berdasarkan dari dua asas, yaitu asas ius soli dan asas ius
sanguinis. Ius sendiri berarti hukum atau dalil, sedangkan Soli berasal dari Kota Solum yang
artinya tanah. Sanguinis berasal dari kata sanguis yang berarti darah.

1. Asas ius soli adalah asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan
dari tempat di mana orang tersebut dilahirkan.
2. Asas ius sanguinis adalah asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang
ditentukan berdasar keturunan dari orang tersebut.

Penentuan kewarganegaraan juga dapat didasarkan pada aspek perkawinan yang mencakup asas
kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.

a. Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan
yang tidak terpecah sebagai inti dari masyarakat. Dengan asas ini diusahakan status
kewarganegaraan suami dan istri adalah sama dan satu.
b. Asas persamaan derajat berasumsi bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan
perubahan status kewarganegaraan suami dan istri. Keduanya memiliki hak yang sama
untuk menentukan sendiri kewarganegaraannya.

Contoh munculnya apatride:


Seorang bayi lahir di negara A yang menganut asas ius sanguinis. Bayi tersebut adalah anak dari
pasangan suami istri yang berkewarganegaraan B di mana B menganut asas ius soli. Dengan
demikian si bayi akan menjadi apatride. Ia tidak memperoleh kewarganegaraan A sebab ia
bukan keturunan orang yang berkewarganegaraan A. Bayi itu juga tidak berkewarganegaraan B
sebab ia lahir di luar wilayah negara B.

Sumber

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5755129/apa-itu-apatride-dan-bipatride-ini-penjelasan-
beserta-contohnya
Soal

Berikan analisa hukum anda tentang kasus penerobosan dan pengrusakan terhadap gedung
konsulat Amerika di Libya pada tahun 2012 yang mengakibatkan duta besar dan staffnya
meninggal dunia, ditinjau dari hukum diplomatic & konsuler serta tanggung jawabnya!

Jawaban

Kasus penerobosan dan pengrusakan terhadap gedung konsulat Amerika di Libya pada tahun
2012 merupakan suatu peristiwa yang memiliki implikasi hukum diplomasi dan konsuler yang
sangat serius.

Dalam analisis hukum, kita akan meninjau aspek hukum diplomasi dan konsuler serta
pertimbangan tentang tanggung jawab negara terkait dengan peristiwa tersebut.

Hukum diplomatik dan konsuler merupakan seperangkat peraturan dan konvensi internasional
yang mengatur hubungan diplomatik antara negara-negara.

Dalam konteks ini, ada beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan:

1. Kekebalan Diplomatik dan Konsuler


Diplomat dan pejabat konsuler memiliki kekebalan hukum yang diberikan oleh Konvensi
Wina tentang Hubungan Diplomatik (1961) dan Konvensi Wina tentang Hubungan
Konsuler (1963). Kekebalan ini memberikan perlindungan kepada diplomat dan pejabat
konsuler dari tuntutan hukum di negara penerima.
2. Perluasan Perlindungan
Kekebalan diplomatik dan konsuler juga melibatkan perlindungan terhadap fasilitas
diplomatik dan konsuler, seperti gedung konsulat. Ini berarti bahwa gedung-
gedung diplomatik dan konsuler dilindungi oleh hukum internasional.
3. Tanggung Jawab Negara
Negara penerima memiliki kewajiban untuk melindungi diplomat, pejabat konsuler, dan
fasilitas diplomatik serta konsuler. Kegagalan dalam memenuhi kewajiban ini dapat
mengakibatkan tanggung jawab negara penerima.

Analisis Kasus:
Dalam kasus penerobosan dan pengrusakan gedung konsulat Amerika di Libya pada tahun 2012,
beberapa poin penting yang perlu dipertimbangkan adalah:

1. Pelanggaran Kekebalan Diplomatik dan Konsuler


Penerobosan dan pengrusakan gedung konsulat Amerika merupakan pelanggaran
terhadap kekebalan diplomatik dan konsuler yang diatur dalam Konvensi Wina. Ini
adalah pelanggaran serius dalam hukum internasional.
2. Kewajiban Negara Penerima
Negara Libya memiliki kewajiban untuk melindungi fasilitas diplomatik Amerika dan
personelnya. Kegagalan dalam memberikan perlindungan yang memadai dapat
mengakibatkan tanggung jawab negara.
3. Tindakan Terorisme
Serangan terhadap konsulat Amerika di Libya dapat dianggap sebagai tindakan terorisme.
Komunitas internasional secara luas mengutuk tindakan terorisme, dan ada sejumlah
perjanjian internasional yang mengharuskan negara untuk bekerjasama dalam
pencegahan dan penanganan tindakan terorisme.
4. Tanggung Jawab Negara Penerima
Tanggung jawab negara penerima dalam kasus serangan terhadap misi diplomatik dan
konsuler sangat penting. Negara Libya, dalam hal ini, dapat dianggap bertanggung jawab
jika tidak mampu memberikan perlindungan yang memadai terhadap gedung konsulat
Amerika dan personelnya.
5. Investigasi dan Penegakan Hukum
Penegakan hukum terhadap para pelaku serangan dan mereka yang terlibat
dalam pengrusakan gedung konsulat harus dilakukan. Hal ini penting untuk menegakkan
keadilan dan menghindari impunitas.

Kesimpulan:

Kasus penerobosan dan pengrusakan terhadap gedung konsulat Amerika di Libya pada tahun
2012 merupakan pelanggaran serius terhadap hukum diplomatik dan konsuler
serta hukum internasional.
Negara Libya memiliki kewajiban untuk melindungi fasilitas diplomatik dan konsuler Amerika
serta personelnya, dan kegagalan dalam memenuhi kewajiban ini dapat mengakibatkan tanggung
jawab negara.

Penting untuk mencatat bahwa setiap kasus akan bergantung pada faktor-faktor khusus, seperti
apakah serangan tersebut diorganisir oleh kelompok teroris atau pelaku individu, dan bagaimana
negara penerima merespons serangan tersebut.

Namun, prinsip-prinsip hukum diplomatik dan konsuler serta perlindungan fasilitas diplomatik
dan konsuler harus tetap dihormati dan dijalankan dalam upaya untuk mencegah serangan
semacam itu dan menegakkan hukum internasional.

Sumber
Suryokusumo, Sumaryo, Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, Penerbit Alumni, Bandung, 1995.
Suryono, Edy, Perkembangan Hukum Diplomatik, Penerbit Mandar Madju, Bandung, 1992.
http://id.wikipedia.org/wiki/Libya
http://id.shvoong.com/humanities/history/2220739-negara-libya/
Soal

Jelaskan jenis-jenis asuransi yang anda ketahui disertai contohnya!

Jawaban

Berdasarkan objek pertanggungannya, asuransi baik konvensional maupun syariah, dibedakan ke


dalam dua macam asuransi yaitu asuransi kerugian dan asuransi jiwa.

Asuransi Kerugian

Asuransi kerugian adalah asuransi yang menanggung risiko atas kerugian, kehilangan manfaat,
dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
Contoh produk asuransi kerugian adalah asuransi kebakaran, asuransi angkutan laut, asuransi
kendaraan bermotor, asuransi laut, dan asuransi properti.

1. Asuransi Kendaraan Bermotor


Mengutip buku Hukum Asuransi di Indonesia, asuransi kendaraan bermotor adalah
asuransi kerugian yang tidak mendapat pengaturan khusus dalam KUHD. Ketentuan
umum asuransi kerugian dalam KUHD berlaku terhadap asuransi kendaraan bermotor.
Polis asuransi kendaraan bermotor harus memenuhi syarat-syarat umum dalam Pasal 256
KUHD, yaitu:
 Hari dan tanggal serta tempat di mana asuransi kendaraan bermotor diadakan.
 Nama tertanggung yang mengasuransikan kendaraan bermotor untuk diri sendiri
atau untuk kepentingan pihak ketiga.
 Keterangan yang cukup jelas mengenai kendaraan bermotor yang diasuransikan
terhadap bahaya (risiko) yang ditanggung.
 Jumlah yang diasuransikan terhadap bahaya (risiko) yang ditanggung.
 Evenemen-evenemen penyebab timbulnya kerugian yang ditanggung oleh
penanggung.
Evenemen adalah peristiwa terhadap mana benda itu dipertanggungkan,
evenemen ini tidak dapat diketahui sebelumnya dan tidak diharapkan terjadi.
 Waktu asuransi kendaraan bermotor mulai berjalan dan berakhir yang menjadi
tanggungan penanggung.
 Premi asuransi kendaraan bermotor yang dibayar oleh tertanggung.
 Janji-janji khusus yang diadakan antara tertanggung dan penanggung.
Adapun risiko yang ditanggung oleh penanggung terdiri dari dua jenis, yaitu kerugian
atau kerusakan kendaraan bermotor dan tanggung jawab hukum tertanggung terhadap
pihak ketiga.
2. Asuransi Kebakaran
Asuransi kebakaran diatur dalam Buku I Bab 10 Pasal 287-298 KUHD. Hal-hal yang
diatur dalam KUHD meliputi:
 Polis asuransi kebakaran.
 Objek asuransi kebakaran.
 Evenemen dan ganti kerugian asuransi kebakaran.
 Asuransi rangkap dan perubahan risiko.
 Janji-janji khusus.
Polis asuransi kebakaran mencakup:
 Hari dan tanggal kapan asuransi kebakaran itu diadakan.
 Nama tertanggung yang mengadakan asuransi kebakaran untuk diri sendiri atau
untuk kepentingan pihak ketiga.
 Keterangan yang cukup jelas mengenai benda yang diasuransikan terhadap
bahaya kebakaran.
 Jumlah yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran.
 Bahaya-bahaya penyebab kebakaran yang ditanggung oleh penanggung.
 Waktu bahaya-bahaya mulai berjalan dan berakhir menjadi tanggungan
penanggung.
 Premi asuransi kebakaran yang dibayar oleh tertanggung.
 Janji-janji khusus yang diadakan antara pihak-pihak dan keadaan yang perlu
diketahui oleh dan untuk kepentingan penanggung.
 Letak dan perbatasan benda yang diasuransikan.
 Pemakaian untuk apa benda yang diasuransikan.
 Sifat dan pemakai gedung yang berbatasan, sejauh itu berpengaruh terhadap risiko
kebakaran yang menjadi beban penanggung.
 Harga benda yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran.
 Letak dan perbatasan gedung dan tempat di mana terdapat, tersimpan atau
tertimbun benda bergerak yang diasuransikan.
3. Asuransi Laut
Asuransi laut diatur dalam:
 Buku I Bab IX Pasal 246-286 KUHD.
 Buku II Bab IX Pasal 592-685 dan Bab X Pasal 686-695 KUHD.
 Buku II Bab XI Pasal 709-721 KUHD.
 Buku II Bab XII Pasal 744 KUHD.
Asuransi laut pada dasarnya meliputi unsur-unsur sebagai berikut: Objek asuransi yang
diancam bahaya, terdiri dari kapal dan barang muatan.
Jenis bahaya yang mengancam benda asuransi yang bersumber dari alam (badai,
gelombang besar, hujan angin, kabut tebal, gunung es, dan sebagainya) dan yang
bersumber dari manusia (nahkoda, awak kapal, dan pihak ketiga), seperti perombakan
bajak laut, pemberontakan awak kapal, penahanan atau perampasan penguasa negara dan
sebagainya.
Berbagai jenis benda asuransi, yaitu tubuh kapal, muatan kapal, alat perlengkapan kapal,
bahan keperluan hidup, dan biaya angkutan.

Asuransi Jiwa

Menurut Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), asuransi jiwa adalah program perlindungan
dalam bentuk pengalihan resiko ekonomis atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.

Tujuan mengambil asuransi jiwa adalah untuk menutupi potensi kehilangan pendapatan.
Asuransi jiwa diatur dalam Buku I Bab X Pasal 302-308 KUHD. Pasal 302 KUHD berbunyi:

“Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk
selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian.”

Polis asuransi jiwa sesuai dengan Pasal 255 KUHD adalah:

 Hari diadakan asuransi.


 Nama tertanggung.
 Nama orang yang diasuransikan.
 Saat mulai dan berakhirnya evenemen.
 Jumlah asuransi.
 Premi asuransi.

Adapun jenis-jenis asuransi jiwa meliputi:

 Asuransi jiwa berjangka (term life insurance), yaitu produk asuransi yang memberikan
manfaat dengan nominal tertentu kepada penerima manfaat selama jangka waktu tertentu
atau terbatas yang telah disepakati para pihak di awal.
 Asuransi jiwa seumur hidup (whole life insurance), yaitu asuransi yang memberikan
manfaat pertanggungan seumur hidup, biasanya sampai dengan usia 99 tahun.
 Asuransi unit link, yaitu kontrak asuransi yang memberikan manfaat perlindungan
dengan premi rendah sekaligus investasi. Jenis asuransi ini memberikan manfaat
perlindungan asuransi kematian dan investasi sekaligus.

Sumber

HUKUM ASURANSI JIWA: MASALAH-MASALAH AKTUAL DI ERA DISRUPSI


4.0.. (2020). (n.p.): SCOPINDO MEDIA PUSTAKA.

Ganie, A. J. (2011). Hukum asuransi Indonesia. Indonesia: Sinar Grafika.

https://katadata.co.id/intan/finansial/620cb37da59d8/asuransi-pengertian-dasar-hukum-jenis-dan-
fungsinya?page=all
Soal

Hukum perlindungan konsumen dalam banyak aspek berkolerasi erat dengan hukum-hukum
perikatan perdata, namun tidak berarti hukum perlindungan konsumen semata-mata ada dalam
wilayah hukum perdata. Ada aspek-aspek hukum perlindungan konsumen yang berada dalam
hukum publik. Coba Anda diskusikan dengan teman-teman Anda mana yang lebih efektif dalam
aspek hukum publik berkaitan dengan perlindungan konsumen.

Jawaban

Hukum Perlindungan Konsumen dalam banyak aspek berkorelasi erat dengan hukum-hukum
perikatan perdata, tidak berarti Hukum Perlindungan Konsumen semata-mata ada dalam wilayah
hukum perdata. Ada aspek –aspek Hukum Perlindungan Konsumen yang berada dalam hukum
public, terutama hukum pidana dan hukum administrasi Negara. Jadi, tepatnya Hukum
Perlindungan Konsumen ada di wilayah hukum Privat (perdata) dan diwilayah hukum Publik.

Yang dimaksud hukum perdata yakni dalam arti luas, termasuk hukum perdata, hukum dagang
serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat dalam berbagai peraturan perundang- undangan
lainnya. Kesemuanya itu baik hukum perdata tertulis maupun hukum perdata tertulis maupun
hukum perdata tidak tertulis (hukum adat). Aspek keperdataan yang dimaksud yaitu segala yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban konsumen yang bersifat keperdataan. Beberapa hal
yang dinilai penting dalam hubungan konsumen dan penyediaan barang dan atau jasa (pelaku
usaha) antara lain:

A. Hal-hal yang berkaitan dengan Informasi

Hak atas informasi ini sangat penting, karena tidak memadai informasi yang disampaikan
kepada konsumen ini dapat juga merupakan salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang
dikenal dengan cacat instruksi atau cacat karena informasi yang tidak memadai. Hak atas
informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh
gambaran yang benar tentang suatu produk, karena dengan informasi tersebut, konsumen
dapat memilih produk yang inginkan/sesuai kebutuhannya serta terhindar dari kerugian
akibat kesalahn dalam penggunaan.
Bagi konsumen, informasi tentang barang dan atau jasa merupakan kebutuhan pokok
sebelum menggunakan sumber dananya untuk mengadakan transaksi konsumen tentang
barang/jasa. Dengan transaksi konsumen dimaksudkan diadakannya hubungan hukum
(jual beli, beli- sewa, sewa-menyewa, pinjam meminjam, dan sebagainya) tentang produk
konsumen dengan pelaku usaha itu.

Informasi tersebut meliputi tentang ketersediaan barang atau jasa yang dibutuhkan
masyarakat, kualitas produk, keamanannya, harga, cara memperolehnya, jaminan atau
garansi produk, dan tersedianya pelayanan. Beberapa bentuk informasi di antara berbagai
informasi tentang barang atau jasa konsumen yang diperlukan konsumen, yang paling
berpengaruh pada saat ini adalah informasi yang bersumber dari kalangan pelaku usaha.
Terutama dalam bentuk iklan atau label, sedang untuk produk hasil industri lainnya,
informasi tentang produk itu terdapat dalam bentuk standar yang ditetapkan oleh
pemerintah, standar internasional, atau standar lain yang ditetapkan oleh pihak yang
berwenang.

Dari kalangan usaha (penyedia dana, produsen, importir, atau lain-lain pihak yang
berkepentingan), diketahui sumber-sumber informasi itu umumnya terdiri dari berbagai
bentuk iklan baik melalui media nonelektronik atau elektronik label termasuk pembuatan
selebaran, seperti brosur, pamflet, katalog, dan lain-lain sejenis dengan itu. Bahan-bahan
informasi ini pada umumnya disediakan atau dibuat oleh kalangan usaha dengan tujuan
memperkenalkan produknya, mempertahankan, dan/atau meningkatkan pangsa produk
yang telah dan/atau ingin lebih lanjut diraih. Adapun label merupakan informasi yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan tertentu. Seorang pengusaha yang baik
adalah yang beritikad baik, itikad baik demikian dapat dilihat dengan upayanya
memberikan informasi yang sebenarnya, secara jujur dan sejelas-jelasnya tentang kondisi
dan jaminan dari produknya, baik mengenai soal penggunaannya, perbaikannya, maupun
pemeliharaannya.

B. Beberapa Bentuk Informasi

Di antara berbagai informasi tentang barang atau jasa konsumen yang diperlukan
konsumen, tampaknya yang paling berpengaruh pada saat ini adalah informasi yang
bersumber dari para pengusaha. Terutama dalam bentuk iklan atau label, tanpa
mengurangi pengaruh dari berbagai bentuk informasi pengusaha lainnya.

Periklanan merupakan media informasi sangat penting dalam rangka promosi atau
pemasaran produk. Media ini malahan dipandang sebagai sarana terpenting dari sejumlah
media pemasaran yang dikenal dengan perdagangan. Dengan demikian, periklanan sangat
erat sekali hubungannya dengan dunia usaha, karena media iklan merupakan jembatan
penting antara pelaku usaha dan konsumen. Media periklanan dapat dibedakan ke dalam
tiga jenis, yakni:

1. Media lisan
2. Media cetak seperti, surat kabar, majalah, brosur, pamflet, selebaran
3. Media elektronik seperti, televisi, radio, komputer atau internet.

Dari sejumlah jenis media tersebut, media yang paling efektif dan paling berpengaruh
sekarang ini dalam periklanan adalah media televisi.

KUHPerdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dan/atau KUHD (Kitab Undang-


Undang Hukum Dagang) tidak memberikan pengertian dan/atau memuat kaidah-kaidah
tentang periklanan. Menurut ketentuan dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, Pasal 9 ayat (1) berbunyi:

“Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang


dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah.........”

Sayangnya dalam undang-undang ini tidak dicantumkan apa yang dimaksud dengan
iklan. Yang terdapat dalam perundang-undangan ini hanyalah berbagai larangan dan
suruhan berkaitan dengan periklanan saja. Iklan adalah bentuk informasi yang umumnya
bersifat sukarela, sekalipun pada akhir-akhir ini termasuk juga yang diatur didalam UU
tentang Perlindungan Konsumen (pasal 9, 10, 12, 13, 17 dan pasal 20).

Selain iklan, ada juga Label yang merupakan informasi produk konsumen yang bersifat
wajib ini, ditetapkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Ketentuan tersebut
terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
UU Barang, UU No. 10 tahun 1961, memberikan informasi tentang barang. Pasal 2 ayat
(4) UU ini menentukan:

1. Pemberian nama dan /atau tanda-tanda yang menunjukan asal, sifat, susunan
bahan, bentuk banyaknya dan kegunaan barang-barang yang baik diharuskan
maupun tidak diperoleh dibubuhkan atau dilekatakn pada barang
pembungkusannya, tempat barang- barang itu diperdagangkan dan alat-alat
reklame, pun cara pembubuhan atau melekatkan nama dan tanda-tanda itu

2. Baik produk makanan, maupun obat diwajibkan mencantumkan label pada wadah
atau pembukusnya. Pasal 21 ayat 2 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
menjelaskan lebih lanjut ketentuan tentang pelabelan makanan. Setiap makanan
yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang memuat keterangan tentang:

a. Bahan yang dipakai.


b. Komposisi setiap bahan.
c. Tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa.
d. Ketentuan lainnya; dinyatakan bahwa”ketentuan lainnya misalnya
pencantuman kata atau tanda halal menjamin bahwa makanan dan
minuman dimaksud diproduksi dan diproses sesuai persyaratan makanan
halal”

Perbuatan mengedarkan makanan tanpa label dinyatakan sebagai tindak pidana


pelanggaran dengan ancaman pidana kurungan maksimum satu tahun dan/atau denda
maksimum Rp.15.000.000,-.

Dari uraian ini tampak bahwa informasi produk konsumen itu dapat ditemukan dalam
penandaan atau informasi lain. Pada penandaan label atau etiket informasi yang bersifat
wajib dilakukan dengan sanksi-sanksi administratif dan/atau pidana tertentu apabila tidak
dipenuhi persyaratan-persyaratan etiket dan/atau label tersebut.

C. Hal-hal yang berkaitan dengan perikatan


Hubungan hukum dan/atau masalah antara konsumen dengan penyedia barang atau
penyelenggara jasa, umumnya terjadi melalui suatu perikatan, baik karena perjanjian atau
karena undang-undang. Perikatan itu dapat terjadi secara tertulis maupun tidak tertulis,
tergantung bagaimana suasana hukum di lingkungan terjadinya perikatan itu.
Dalam KUHPerdata Buku ke 3, tentang perikatan (Van Verbintenissen), termuat
ketentuan-ketentuan tentang subyek hukum dari perikatan, syarat-syarat pembatalannya
dan berbagai bentuk perikatan yang dapat diadakan (pasal 1233). Perikatan yang terjadi
karena undang-undang, dapat timbul karena undang-undang, baik karena undang-undang
maupun sebagai akibat dari perbuatan seseorang. Perbuatan itu dapat dikatakan perbuatan
yang diperbolehkan (halal) atau perbuatan yang melanggar Hukum (Pasal 1352, 1353 dan
seterusnya). Dalam perikatan yang timbul karena perjanjian, tidak dipenuhinya atau
dilanggarnya butir-butir perjanjian itu, setelah dipenuhinya syarat tertentu, dapat
mengakibatkan terjadinya cidera janji (wanprestasi).
Hukum publik adalah aturan-aturan hukum yang mengatur kepentingan umum sehingga
yang melaksanakan adalah terutama pemerintah. Jika hukum perdata hukum yang umum
berlaku yang memuat ketentuan orang dalam masyarakat pada umumnya sedangkan
hukum publik memuat aturan tugas-tugas atau kewajiban negara dan mengakibatkan hak-
hak perorangan dicampuri oleh alat perlengakapan negara. Termasuk hukum publik
dalam kerangka hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan konsumen, adalah
hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum acara perdata, dan/atau hukum acara
pidana dan hukum internasional khususnya hukum perdata internasional.
1. Hukum Administasi Negara
Hukum administrasi negara mengatur penataan dan kendali pemerintah terhadap
berbagai kehidupan kemasyarakatan di antaranya membuat peraturan perundang-
undangan, pemberian izin atau lisensi, mengadakan perencanaan dan pemberian
subsidi. Pelaksanaan fungsi pemerintah dalam menumbuhkan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat umum diselenggarakan dengan menjalankan
kewenangan pembinaan dan pengawasan terhadap berbagai kegiatan yang
diselenggarakan masyarakat.
Campur tangan administratur negara idealnya harus dilatarbelakangi iktikad baik
melindungi masyarakat luas dari bahaya. Pengertian bahaya disini terutama
berkenaan dengan kesehatan dan jiwa. Itulah sebabnya, sejak prakemerdekaan
peraturan-peraturan tentang produk makanan, obat-obatan dan zat-zat kimia,
diawasi secara ketat. Syarat pendirian perusahaan yang bergerak dibidang tersebut
dan pengawasan terhadap proses produksinya dilakukan ekstra hati- hati. Sanksi
dalam hal pelanggaran atas peraturan-peraturan ini disebut sanksi administratif,
yang pada umumnya ditujukan kepada para produsen maupun penyalur hasil-hasil
produknya. Sanksi administratif berkaitan dengan perizinan yang diberikan
Pemerintah RI kepada pengusaha/penyalur jika terjadi pelanggaran, izin-izin itu
dapat dicabut secara sepihak oleh pemerintah
Hukum Administrasi:
a. Peraturan yang berhubungan dengan pembinaan dan pengawasan mutu
dan keamanan barang.
b. Peraturan yang berhubungan dengan praktik penjualan.
c. Peraturan yang berhubungan dengan lingkungan hidup
2. Hukum Pidana
Hukum pidana mengatur perbuatan yang merugikan konsumen, walaupun KUHP
tidak menyebutkan kata “konsumen” tetapi secara implisit dapat ditarik dalam
beberapa pasal yang terdapat dalam KUHP yang memberikan perlindungan
hukum bagi konsumen. Antara lain dalam pasal:
 328: Barangsiapa yang menjual, menawarkan atau menyerahkan makanan,
minuman, atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu palsu, dan
menyembunyikan hal itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun
 383: Penjual menipu pembeli tentang berbagai barang, keadaan, sifat, dst.
 386: Menyangkut khusus barang, makanan, minuman dan obat-obatan.
 386 ayat 2: Barang, makanan, minuman dan obat-obatan palsu yaitu yang
harga dan guna obat tersebut menjadi berkurang karena telah dicampur
dengan bahan-bahan lain, dst.
3. Hukum Transnasional
Sebutan hukum “transnasioanal” mempunyai dua konotasi. Pertama, hukum
transnasional yang berdimensi perdata, yang lazim disebut hukum perdata
internasional. Kedua, hukum internasional yang berdimensi publik, yang biasanya
disebut dengan hukum internasional publik. Hukum perdata internasional
sesungguhnya bukan hukum yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari hukum
perdata nasional. Hukum perdata internasional hanya berisi petunjuk tentang
hukum nasional mana yang akan diberlakukan jika terdapat kaitan lebih dari satu
kepentingan nasional. Melalui petunjuk inilah lalu ditentukan hukum atau
pengadilan mana yang akan menyelesaikan perselisihan hukum tersebut.
Salah satu resolusi yang pernah dicetuskan oleh perserikatan bangsa-bangsa
adalah tentang perlindungan konsumen terakhir, masalah ini dimuat dalam
resolusi No. 39/248 Tahun 1985. Di dalam Guidelines for consumer pontection
(bagian tiga prinsip-prinsip umum) dinyatakan hal-hal apa saja yang dimaksud
dengan kepentingan konsumen (legitimate needs) itu:
a. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan
keamanannya
b. Promosi dan perlindungan dari kepentingan sosial ekonomi konsumen
c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan
mereka kemampuan melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan
kebutuhan pribadi.

Dari uraian diatas menurut saya tidak ada yang mana lebih efektif, baik yang berkaitan Perdata
maupun Publik, keduanya sudah sesuaian dengan porsi masing – masing dalam melakukan
perlindungan konsumen, namun dalam pelaksanaannya masih banyak pedagang – pedagang
yang curang, atau tidak takut dengan kosekuensi yang mereka lakukan, demi mendapatkan
keuntungan semata.

Sumber

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. (Grasindo: Jakarta, 2004). Hal. 13

Munir fuadi, hukum bisnis dalam teori dan praktik, buku II (Citra Aditiya Bakti: Bandung, 1994)
Hal. 205

Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen kajian teoritis dan perkembangan
pemikiran. (Cetakan 1 FH Unlam Press: Banjarmasin, 2008). Hal. 29-32

Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen. (PT Raja Grafindo Persada,
2004) Hal.41
Celina Tri Siwi Kristiyani, Hukum Perlindungan Konsumen. (Sinar Grafika: Jakarta, 2009) Hal.
70

Anda mungkin juga menyukai