Anda di halaman 1dari 14

FILSAFAT HUKUM DAN ETIKA PROFESI (HKUM4103)

Soal

Kasus

Nenek Asyani didakwa sebagai tersangka atas hilangnya 7 batang kayu jati di Situbondo, Jawa Timur. Beliau
terjerat hukum atas kasus pencurian tersebut dan terjerat pasal 12 huruf c dan d jo pasal 83 ayat (1) huruf a
Undang-Undang No.18 tahun 2003 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Kasus ini
mampu menjadi perhatian masyarakat luas lantaran dalam proses dan penegakan hukum, dinilai terlalu
berlebihan. Hukum yang seharusnya mampu melahirkan keadilan, dalam kasus ini justru melahirkan
ketidakadilan yang merugikan pihak kecil.

Meskipun dalam kenyataannya Nenek Asyani sudah meminta maaf dan bahkan hingga menyembah penegak
keadilan, hukum yang diterimanya begitu berat. Nenek Asyanti akhirnya dikenai hukuman 1 tahun penjara,
dengan ganti rugi sebesar Rp500.000.000 untuk 7 batang kayu jati, yang bahkan dia tidak merasa mencuri.
Dengan melihat latar belakang dan bagaimana kondisi fisik, sosial dan ekonominya, seharusnya hal itu
mampu menjadi pertimbangan lebih agar permasalahan itu mampu diselesaikan secara adil.

 Sumber : https://www.mediasulsel.com/

Menilik dari kasus yang dialami oleh nenek Asyani, kemukakanlah pendapat anda tentang bagaimanakah
makna keadilan yang ideal menurut hukum? Jelaskan analisis anda!

Jawaban
Keadilan menurut hukum atau yang sering dimaksud adalah keadilan hukum (legal justice) adalah keadilan
yang telah dirumuskan oleh hukum dalam bentuk hak dan kewajiban, dimana pelanggaran terhadap keadilan
ini akan ditegaskkan lewat proses hukum. (Fuady, 2007 : 118).

Keadilan, yang menurut teori etis tujuan hukum adalah semata-mata untuk mewujudkan keadilan. Keadilan
menjadi lebih penting lagi karena erat kaitannya dengan hak dan kewajiban. mengimbangi unsur-unsur tujuan
hukum lain seperti kemanfaatan dan kepastian hukum.

Filsafat hukum merupakan salah satu bidang kajian yang merupakan hasil pengembangan filsafat secara
umum. Filsafat hukum sudah sejak dulu ada dan pada mulanya hanya memiliki porsi pembahasan yang
terbatas. Seiring dengan berkembangnya zaman permasalahan yang dihadapi manusia menjadi semakin
kompleks sehingga porsi pembahasan filsafat hukum dewasa ini menjadi sedemikian berkembang. Salah satu
permasalahan filsafat hukum yang masih banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum
adalah tujuan hukum.

Dalam kasus hukum nenek Asyani dengan “pencurian tujuh kayu jati”, dalam pandangan hukum normatif atau
hukum negara yang berparadigma legalistik-positivistik, adalah tindakan pelanggaran hukum sebagaimana
yang diatur dalam No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perngrusakan Hutan (P3H),
karena layak untuk diberi hukuman. Namun dalam pandangan sosiologi hukum, kasus nenek Asyani adalah
perkara kecil dengan nilai meterial yang kecil, pun demikian dilakukan oleh kelompok sosial yang marginal,
warga miskin yang buta bukum, karena itu, hadirnya hukum negara bukannya melahirkan keadilan hukum,
justru sebaliknya menimbulkan ketidakadilan hukum. Karena itu, kasus hukum yang menimpa masyarakat
miskin sebaiknya lebih menggunakan pendekatan yang lebih sosiologis dan humanis. Penyelesaian ini yang
dikenal dalam dunia akademik-teoritik sebagai prinsip restorative justice, yakni keadilan yang diperoleh di luar
pengadilan hukum positif, melalui proses pemulihan dengan semangat saling memaafkan antara pelaku dan
korban. Restorative justice adalah solusi yang paling  baik dan tepat untuk menyelesaikan masalah hukum
yang menimpa masyarakat miskin.

Kasus hukum yang menimpa masyarakat miskin seperti nenek Asyani ini sebenarnya bisa dihentikan di
tingkat  pertama, yakni Kepolisian. Aparat penegak hukum bisa menghentikan suatu kasus jika merasa, ketika
kasus dibawa ke tingkat lebih tinggi, justru akan melukai rasa keadilan. Pihak Kepolisian dengan kewenangan
diskresionalnya seharusnya bisa menghentikan kasus kecil yang menimpa masyarakat miskin seperti nenek
Asyani dengan pertimbangan etik, moral, sosial, kemanusiaan dan kemanfaatan sosial.

Dalam praktik penegakan hukum atas nenek Asyani,  pendekatan yang digunakan para penegak hukum hanya semata-
mata berorientasi pada pendekatan legalistic positivistik, dengan hanya mengedepankan sisi penggunaan kekuasaan
dan aturan normatif semata, tanpa mempertimbangkan sama sekali pendekatan yuridis sosiologis yang berdimensi keadilan bagi
masyarakat.

Dalam hal ini, nampak adanya pemahaman yang sempit dari para penegak hukum dalam penerapan hukum formal atas kasus
nenek Asyani ini. Penerapan hukum formal dipahami terbatas hanya sebagai penerapan hukum yang  bersifat prosedural
semata, tanpa mempertimbangkan sisi rasa keadilan masyarakat yang lebih bersifat substantif dan sosiologis. Pendekatan
dan penerapan hukum secara legalistik-positivistik, hanya menghadirkan keadilan yang bersifat legal-formal dan prosedural yang
kaku,  jauh dari nilai-nilai moral dan kemanusiaan. Sementara  pendekatan yuridis-sosiologis atau sosiologi
hukum akan lebih menghadirkan keadilan yang lebih substantif yang  berdasar pada basis etika, moral dan nilai
kemanusiaan masyarakat.
Hukum Ketenagakerjaan ADBI4336
Rafiqa Sari, S.H., M.H dan rafiqasari01@gmail.com

Soal

Diskusikan pertanyaan dibawah ini, namun kami sangat berharap mahasiswa tidak melakukan kopi paste dari
jawaban teman atau dari sumber. Bila anda mengutip dari sumber pustaka, diharapkan cantumkan kutipan
dan anda gunakan gaya bahasa  sendiri.

Di masa sekarang, pada umumnya orang bekerja dengan  kontrak. Menurut saudara, faktor-faktor apa saja
yang menyebabkan timbulnya pelanggaran terhadap perjanjian kerja  PKWT .

Apa keuntungan dan kerugian bagi pekerja dalam status PKWT, jelaskan dengan disertai aturan yang
mendukungnya.

Jawaban

Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya pelanggaran terhadap perjanjian kerja  PKWT, yaitu :

1. Karyawan Mengundurkan Diri Secara Sukarela;


2. Karyawan Meninggal Dunia;
3. Karyawan Melakukan Kesalahan Berat;
4. Karyawan Ditahan Pihak Berwajib;
5. Karyawan Mangkir Terus-Menerus;
6. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja;
7. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Keuntungan dan kerugian bagi pekerja dalam status PKWT dan jelaskan dengan disertai aturan yang
mendukungnya.

Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan
pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. PKWT
didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu berdasarkan perjanjian kerja.

Keuntunganya bagi pekerja dalam status PKWT, yaitu pekerja yang sudah di tentukan mungkin untuk pekerja
memiliki kepercayaan yang lebih baik. jangka waktu dari perjanjian yang sudah di setujui oleh pekerja dapat
memikirkan rencana selanjutnya setelah waktu kerja sama selesai. Kelebihan dari perjanjian kerja yang lain
adalah untuk pekerja yang memiliki dinamika karir yang lebih baik. Pengalaman yang dimiliki oleh pekerja
sebelumnya, pekerja dapat menaikkan gaji sesuai prosedur. Nah Untuk memperpanjang kontrak kerja dalam
di tempat yang sama atau berpindah ke tempat yang lain. Sebagai pekerja harus sudah memiliki bekal
pengalaman dan akan memiliki nilai tawaran yang lebih tinggi.

Kerugian bagi pekerja dalam status PKWT, yaitu pekerja tidak mendapatkan pesangonan jika kontrak kerja
selesai. Perusahaan atau pihak pengusaha menerapkan PKWT memang tidak memiliki kewajiban
memberikan pesangonan ke pekerja.

Dasar hukum yang mengatur tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) :
a. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. KEP.100/MEN/VI/2004 tentang Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 (PP 35/2021) tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih
Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, yang merupakan aturan
turunan dari UU Cipta Kerja No. 11 tahun 2020.
HUKUM PAJAK DAN ACARA
PERPAJAKAN (HKUM4407.53) 
Yolita Elgeriza Agustin, S.H.M.,H
elgeriza@gmail.com

Soal
Salah satu hak Wajib Pajak berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan adalah mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pada
praktiknya, NPWP berfungsi sebagai sarana yang digunakan Wajib Pajak untuk
melaksanakan kewajiban perpajakannya, dan salah satu sarana yang digunakan
Pemerintah untuk melakukan pengawasan kepada Wajib Pajak.

Berdasarkan hal tersebut, apakah Anda setuju bahwa memperoleh NPWP adalah hak
Wajib Pajak? Ataukah Anda lebih setuju bahwa hal tersebut merupakan suatu
kewajiban?

Jawaban

NPWP atau Nomor Pokok Wajib Pajak adalah identitas yang dimiliki oleh seorang wajib pajak untuk bisa
menjalankan administrasi pajaknya. Ketika seseorang menerima suatu penghasilan yang dikenai pajak baik
itu didapatkan dari suatu perusahaan ataupun usaha yang dijalankan sendiri.

Fungsi NPWP adalah Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Untuk menjaga ketertiban
dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.

Menurut saya lebih setuju bahwa memperoleh NPWP merupakan suatu kewajiban bukan hak wajib pajak,
dikarenakan seseorang menerima suatu penghasilan yang dikenai pajak baik itu didapatkan dari suatu
perusahaan ataupun usaha yang dijalankan sendiri sebagai warga Negara Indonesia yang baik dan taat
hukum wajib melaporkan diri untuk memperoleh NPWP.

Dasar hukum Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang berlaku di Indonesia adalah Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-02/ PJ/ 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-20/ PJ/ 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak,
Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak.
Hukum Perlindungan Konsumen/HKUM4312

Dr. Istiana Heriani,S.H.,M.H dan


Siheriani2579@gmail.com

Soal

Pelaku usaha adalah istilah yg digunakan pembuat uu yang sering disebut pengusaha (Adrian
Sutedi,2008:11).  Terdapat beberapa perbuatan yang dilarang oleh para pelaku usaha. Coba Anda
jelaskan perbuatan-perbuatan yang dilarang tersebut dan berikan contoh-contohnya. Selanjutnya,
diskusikan dengan teman-teman Anda!

Jawaban

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan produk secara tidak benar,
menyesatkan dan/atau menampilkan kesan seolah-olah. Selain itu, pelaku usaha dilarang
mengelabui/menyesatkan konsumen saat melakukan obral atau lelang. Pelaku usaha juga dilarang
membohongi konsumen. Selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Produk ataupun Jasa yang Dilarang; Contohnya : Pelaku usaha tidak mencamtumkan tanggal
kalduwarsa atau jangka waktu penggunan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut, tidak
mencamtumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai
dengan ketentuan perundang undangan.

2. Adanya Manipulasi Produk Ataupun Jasa Oleh Pelaku Usaha; Contohnya : Pelaku usaha menawarkan,
memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah olah
barang tersebut telah memenuhi dan/atau memilki potongan harga, harga khusus standar mutu tertentu,
gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu,sejarah atau guna tertentu.

3. Pelaku Usaha Memuat Informasi Menyesatkan; Contohnya : pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau
membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau tarif suatu barang
dan/atau jasa, kegunaan suatu barang dan/atau jasa, kondisi, tanggungan, jaminan, hak ayau ganti rugi
atas suatu barang dan/ayu jasa, tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; dan
bahaya penggunaan barang atu jasa.

4. Pelaku Usaha Membuat Obral/Lelang Yang Menyesatkan; Contohnya : Menyatakan barang dan/atau
jasa tersebut seolah olah telah memenuhi standar mutu tertentu, menyatakan barang dan/atau jasa
tersebut seolah tidak mengandung cacat tersembunyi, tidak berniat untuk menjual barang yang
ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain, tidak menyediakan barang dalam
jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain, tidak
menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud mejual jasa yang
lain, menaikan harga atau tarif barang dan/ atau jasa sebelum obral.

5. Pemberian Hadiah Yang Tidak Ditepati Pelaku Usaha; Contohnya : Pelaku usaha menawarkan,
mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian
hadiah berupa baranng dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau
memberikan atu meberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.
6. Iklan Yang Menyesatkan Dari Pelaku Usaha; Contohnya : Pelaku usaha dalam periklanan memproduksi
iklan yang mengelabui konsumen mengenai (kualitas, bahan, kegunaan atau harga barang dan/atau tarif
jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau tarif jasa) dan mengeksploitasi kejadian
dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.

Upaya untuk melindungi kepentingan konsumen yang dilakukan melalui perangkat hukum UUPK diharapkan
mampu menciptakan norma hukum perlindungan konsumen dan memberikan rasa tanggung jawab kepada
pelaku usaha. UUPK telah mengatur jenis jenis perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha mulai dari Pasal 8
sampai dengan Pasal 18 UUPK yang mana merupakan perbuatan curang oleh pelaku usaha terhadap
konsumen yang merugikan hak hak konsumen.
HUKUM TATA NEGARA

HKUM4201

Tutor: Jefri Porkonanta Tarigan, S.H., M.H.

Soal

Saudara mahasiswa, dalam Sesi 3 ini, kita akan membahas mengenai Bentuk Susunan Negara serta
Sistem Pemerintahan. 

Dari Modul/Literatur yang teman-teman baca maka berikan pendapat saudara dan diskusikanlah
bersama-sama mahasiswa lainnya yaitu:

Menurut saudara apakah bentuk yang MUNGKIN dapat diterapkan di Indonesia (Selain
Bentuk Negara Kesatuan dan Sistem Pemerintahan Presidensial) dari berbagai Bentuk
Negara dan Sistem Pemerintahan ada di Dunia dan bagaimana Konsekuensi?

Berikan pendapat Saudara pada kolom diskusi dalam inisiasi ini dengan me-reply, hindari memberi
jawaban melampirkan file tautan (attachment) yang berbentuk (word, atau lainnya).

Jawaban

Negara kesatuan adalah negara yang bersusun tunggal, baik dilihat dari segi penduduknya, wilayahnya,
pemerintahan, maupun kekuasaannya. Sedangkan negara federal adalah negara yang tersusun dari negara
yang berdiri sendiri dengan mengadakan ikatan yang efektif, sehingga terbentuk negara baru.

Indonesia pernah menggunakan susunan Negara federal yaitu pada masa Konstitusi RIS, tapi Negara federal
hanya bertahan selama 8 bulan. Hal tersebut disebabkan karena gerakan rakyat untuk kembali menjadi satu
dalam Negara kesatuan Republik Indonesia semakin lama semakin besar.

Menguatnya dorongan menuju ke Negara Kesatuan Republik Indonesia ditanggapi positif oleh parlemen,
dimana pada tanggal 2 Maret 1950, DPR menyetujui usul Mosi gabungan dari 60 anggota tentang
penggabungan berbagai daerah kepada Republik Indonesia. Sedangkan Senat pada bulan yang sama
membentuk panitia penyusunan rancangan UUD Negara Kesatuan yang hasilnya disampaikan ke Pemerintah
pada tanggal 22 Mei 1950. Mosi lainnya yang penting berkaitan dengan keinginan untuk kembali ke Negara
Kesatuan adalah Mosi Integral Mohammad Natsir tentang pembentukan Negara Kesatuan disampaikan pada
tanggal 3 April 1950 dan disetujui secara aklamasi oleh DPR RIS pada tanggal 15 April 1950. Mosi ini penting
karena Natsir memberikan pemikiran agar semua Negara bagian meleburkan diri ke dalam Negara baru
bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam konsep negara federal, masing-masing negara bagian punya wewenang khusus dalam mengatur
pemerintahan negara bagian. Sementara itu, pemerintah pusat punya wewenang untuk mengatur urusan
nasional.

Indonesia pernah menggunakan sistem pemerintahan semi presidensial dan sistem pemerintahan semi
parlementer. UUD 1945 (sebelum perubahan) menggunakan system pemrintahan semi presidensial,
sedangakan Konstitusi RIS dan UUDS RI menggunakan sistem pemerintahan semi parlementer. UUD 1945
(sesudah perubahan) dapat dikelompokkan ke dalam sistem pemerintahan presidensial yang khas Indonesia,
karena hanya dalam system pemerintahan presidensial di Indonesia yang mengatur bahwa eksekutif memiliki
kewenangan membahas dan menyetujui Undang-Undang bersama-sama dengan legeslatif.

Alasan kenapa Indonesia bentuknya Negara Kesatuan bukan federal dan sistem pemerintahan Indonesia
bukan menganut semi parlementer, dapat dijelaskan dikarenakan keragaman etnis dan budaya menjadikan
Indonesia sebagai bangsa yang paling artifisial di muka bumi ini (Anderson, 1991). Hal inilah yang menjadi
salah satu alasan utama mengapa Indonesia memakai konsep bentuk negara kesatuan dimana pemerintahan
yang mengatur jalannya negara secara umum adalah pemerintah pusat. Sedangkan sistem semi parlementer
merupakan bentuk pemerintahan negara yang mencoba mengatasi kelemahan-kelemahan sistem
parlementer maupun sistem presidensial. Diketahui, kelemahan pokok sistem parlementer adalah sifatnya
yang sangat tidak stabil karena setiap saat pemerintah, baik seluruh kabinet maupun setiap menteri, dapat
menerima mosi tidak percaya dari parlemen. Akibatnya pemerintah jatuh dan terjadi pergantian pemerintah.

Referensi
BMP Modul 3

HUKUM PIDANA HKUM 4203


 Siti Raudhah Nur Nasution,SH.,MH

Email: sitin8200@gmail.com

Soal

kemukakan pendapat dan diskusikan dengan dasar hukum/teori yang tepat mengenai
makna/terjemahan hukum dari Strafbaarfeit
Jawaban
Istilah “strafbaar feit” sendiri yang merupakan bahasa Belanda tersebut terdiri atas tiga kata, yaitu
straf yang berarti hukuman (pidana), baar yang berarti dapat (boleh), dan feit yang berarti tindak,
peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Jadi istilah strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau
perbuatan yang dapat dipidana.

Moeljatno,mengatakan bahwa strafbaar feit adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum, dimana larangan tersebut disertai ancaman (sanksi) yang berupa pemidanaan bagi siapa yang
melanggar larangan tersebut. Atau dapat juga dirumuskan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan
yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana.

Tindak pidana merupakan sebuah istilah yang umum dipergunakan dalam undang-undang di Indonesia,
dimana istilah tindak pidana lebih menekankan kepada suatu tindakan yang mencakup pengertian
melakukan atau berbuat (aktif) serta tidak berbuat (pasif) dimana erat kaitannya dengan suatu sikap
batin seseorang yang berbuat atau bertindak. Tindakan ataupun perbuatan yang dimaksud
mengandung unsur ataupun sifat melawan hukum dari suatu aturan hukum yang telah ada yang melarang
tindakan tersebut sehingga tindakan tersebut dapat dijatuhi hukuman.

Hukum Telematika HKUM4301


Soal
Jelaskan pengaturan domain name di Indonesia

Jawaban

Domain name atau nama domain digunakan untuk memudahkan pengunjung dalam mengakses website
Anda. Contoh domain yang sering kali kita temui adalah google.com, facebook.com, twitter.com, atau
kaskus.co.id.

Country Code Level Domain (ccTLD) adalah domain yang menunjukkan identitas negara dan
mengidentifikasikan bahwa konten website tersebut ditujukan untuk masyarakat dari negara tersebut. Domain
ccTLD pada umumnya berakhiran dengan inisial negara seperti .id, .sg, .au.

id adalah top-level domain kode negara Internet untuk Indonesia.

Domain name adalah konsep penamaan dalam dunia internet untuk memudahkan seseorang dalam
berinteraksi (alamat seseorang/IP address), sedang merek merupakan konsep kepemilikan. Sehingga dari situ
dapat ditarik, bahwa nama domain adalah sekedar alat, sedang merek itu sendiri tetap tunduk pada kaidah
merek yang ada. Dalam beberpa kasus, cara ini tidak bisa langsung diterapkan, karena belum tentu suatu
nama domain adalah suatu merek yang digunakan oleh seseorang.

Sedang nama domain belum ada satu peraturan yang memberikan definisi atau batasannya. Namun jika
ditanyakan apakah ada persamaan dan perbedaan antara domain name dengan merek, agak sulit juga
menjawabnya. Karena dengan adanya teknologi internet, banyak pemilik merek mendaftarkan merek
dagangnya. Dalam hal ini ketentuan mengenai merek bisa diterapkan.

Perselisihan yang timbul antara merek dengan nama domain seringkali terjadi dikarenakan pemilik suatu
merek menggunakan dan membuat nama domain sesuai nama mereknya, dan tidak menutup kemungkinan
terdapat pihak yang beritikad buruk mendaftarkan suatu nama domain dengan menyerupai merek pihak lain
yang telah dikenal.

Penyelesaian sengketa domain name dapat dilakukan oleh Registri Nama Domain (Pasal 75 ayat (3) PP
82/2011). PANDI (Pengelola Nama Domain Internet Indonesia) selaku registri nama domain diberikan
kewenangan untuk menyelesaikan sengketa domain, melalui panel PPND (Penyelesaian Perselisihan Nama
Domain).

Dalam hukum Indonesia nama domain telah diatur dalam Undang-Undang ITE. Akan tetapi mengenai
pengaturan tindakan kejahatan yang terjadi pada nama domain tidaklah diatur di Undang-Undang tersebut.
Adapun Pasal-Pasal yang mengatur masalah nama domain dalam Undang-Undang ITE yakni Pasal 23 ayat
(1), (2), (3).

Contoh kasus nama domain philips-indo.com yang akhirnya harus diserahkan ke produsen elektronik asal
Belanda, Phillips Electronics. Keputusan serupa juga terjadi pada domain bluesclues.com, mtv-girl.com, mtv-
girl.net dan mtv-girl.org, semuanya didaftarkan oleh pihak di Indonesia yang diputuskan untuk diserahkan ke
Viacom.

Referensi
Materi 3
www.google.com
Hukum Lingkungan HKUM4210
Soal

Pembuang limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) dapat dijerat pidana dengan sanksi denda
mencapai Rp 3 miliar. Sementara itu, produsen limbah B3 yang tidak mengolah limbahnya kembali
dapat didenda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp 3 miliar.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, pihaknya akan memproses
hukum terhadap perusahaan yang terbukti membuang limbah bahan beracun dan berbahaya (B3)
bekas produksi minyak goreng.

Gundukan tanah diduga limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) ditemukan di sejumlah titik di
kawasan Marunda sejak beberapa bulan terakhir. Limbah itu diduga berjenis spent bleaching earth
(SBE) dari industri minyak sawit yang berfungsi menjernihkan cairan minyak goreng.

sumber: https://megapolitan.kompas.com/read/2019/01/09/17062161/perusahaan-yang-buang-
limbah-b3-di-marunda-terancam-denda-rp-3-miliar.

Berdasarkan kasus di atas:

1. Jelaskan apa yang dimaksud polluter pays principle / prinsip pencemar membayar?
2. Dalam kasus tersebut apakah pelaku / penanggungjawab usaha dapat dikenakan kewajiban
pencemar membayar? Berikan dasar hukumnya!
3. Analisislah kaitan antara prinsip pencemar membayar dengan pertanggungjawaban mutlak
dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009!

Jawaban

1. Polluter pays principle adalah prinsip yang mengharuskan pencemar menanggung biaya atas tindakan
untuk mengurangi polusi sesuai dengan tingkat kerusakan yang ditimbulkan pada masyarakat atau yang
melebihi tingkat atau standar polusi yang dapat diterima (OECD, 2001).

Selaras dengan itu, Park (2007) mengartikan polluter pays principle sebagai prinsip yang mewajibkan
pencemar membayar biaya pengendalian atas pencemaran yang mereka hasilkan serta biaya untuk
memperbaiki kerusakan lingkungan  akibat pencemaran tersebut.

Prinsip ini pada dasarnya mewajibkan para pencemar menanggung biaya yang diperlukan pemerintah
untuk mencegah dan mengendalikan polusi guna memastikan lingkungan berada pada kondisi yang
dapat diterima.

Semetara itu, biaya untuk mencegah dan mengendalikan polusi tersebut harus tercermin dalam harga
barang dan jasa yang menyebabkan pencemaran selama  proses produksi atau proses konsumsinya
(OECD, 2008).

Secara garis besar, tujuan utama prinsip ini adalah untuk internalisasi biaya lingkungan. Sebagai salah
satu pangkal tolak kebijakan lingkungan, prinsip ini mengandung makna pencemar wajib bertanggung
jawab untuk menghilangkan atau meniadakan pencemaran yang ditimbulkan (Syarif dan Wibisana,
2000).
2. Dalam kasus tersebut bisa dikenakan pelaku / penanggungjawab usaha dapat dikenakan kewajiban
pencemar membayar, dapat dijelaskan sebagai berikut :

Dasar hukum sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 59

(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang
dihasilkannya.
(2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya
mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.
(3) Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya
diserahkan kepada pihak lain.
(4) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
(5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang
harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.
(6) Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 103

Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah Daerah

Pasal 90

(1) Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup
berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan
yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan
kerugian lingkungan hidup.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.

3. Kaitan antara prinsip pencemar membayar dengan pertanggungjawaban mutlak dalam Pasal 88 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 :

Pasal 88 (UU Nomor 32/2009)

Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan
dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup
bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

Didalam penjelasan Pasal 88 “Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict liability
adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti
rugi”. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum
pada umumnya.
Pays principle dapat diterapkan dengan berbagai cara mulai dari penetapan standar proses dan produk
hingga menarik pungutan. Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah mengenakan pajak pada
pencemar yang besarannya setara dengan nilai kerusakan yang ditimbulkan.

Misal, instrumen pajak karbon sebagai upaya untuk membebankan biaya perbaikan lingkungan pada
pihak yang mengeluarkan emisi karbon.

Anda mungkin juga menyukai