Anda di halaman 1dari 3

Tugas Tutorial 3 Hukum Pajak dan Acara Perpajakan

Nama : Fathur Husain Otta Dhaulagiri


NIM : 044723188
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 133/PUU-XIII/2015
Permohonan uji materiil adalah persoalan mengenai:
- Ketentuan kewajiban 50% pajak terhutang bagi wajib pajak yang mengajukan banding
yang diatur dalam Pasal 36 ayat 4 UU 14 Tahun 2022 tentang Pengadilan Pajak.
- Ketentuan Pengajuan Permohonan Banding tidak menunda kewajiban membayar pajak
dan pelaksanaan penagihan yang berlaku bagi Pemohon karena diatur dalam Pasal II
angka 1 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
- Ketentuan pajak dan batas pengajuan Peninjauan Kembali hanya satu kali yang diatur
Pasal 89 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Pasal 66 ayat (1)
UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Pasal 24 ayat (2) UU Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

1. Berikan analisa berupa pendapat secara singkat dan jelas atas kasus posisi dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 133/PUU-XIII/2015!
2. Persoalan hukum apa yang menjadi pokok sengketa dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
tersebut?
Akses Putusan Mahkamah Konstitusi:
https://www.mkri.id/public/content/persidangan/putusan/133_PUU-XIII_2015.pdf

Jawaban:
1. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 133/PUU-XIII/2015 yang berkaitan pengujian
beberapa pasal dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pengadilan Pajak
dan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Beberapa ketentuan dalam aturan
Undang-Undang tersebut dianggap telah bertentangan dengan prinsip negara hukum
dan hak untuk mencari keadilaan. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 berbunyi “Indonesia
adalah Negara Hukum”, dimana menurut Aristoteles negara hukum adalah negara yang
berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Implementasi
paling riil dari prinsip negara hukum adalah hak untuk mencari keadilan bagi setiap
warga negara yang merasa mendapatkan ketidakadilan. Hal tersebut yang melandasi
pemohon untuk melakukan permohonan uji materiil terhadap beberapa Undang-
Undang Republik Indonesia dimana menurut pemohon ketentuan Undang-Undang
tersebut telah menghalangi hak konstitusionalnya untuk mencari keadilan atas
sengketa pajak yang dialami

Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 133/PUU-XIII/2015 didasari oleh pertimbagan


hukum Mahkamah Konstitusi yang memuat tentang kewenangan Mahkamah dan
kedudukan hukum atau legal standing pemohon. Kewenangan Mahkamah Konstitusi
tersebut bertujuan untuk mengetahui bahwa permohonan yang diajukan adalah
termasuk kewenangan Mahkamah Konstitusi, menimbang bahwa permohonan
pemohon adalah pengujian konstitusinalitas norma Undang-Undang. Dengan demikian
terhadap hal tersebut, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili permohonan
tersebut. Berikutnya legal standing pemohon bertujuan untuk mengetahui ada atau
tidaknya hak atau kewenangan konstitusional pemohon yang dirugikan dari
permohonan yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi. Dikarenakan terdapat
hubungan sebab akibat antara kerugian dimaksud dengan berlakunya Undang-Undang
yang dimohonkan pengujian, sehingga pemohon dianggap memiliki kedudukan hukum
(Legal Standing) untuk mengajukan permohonan. Karena pertimbangan tersebut di
atas maka permohonan untuk uji materiil terhadap beberapa ketentuan Undang-
Undang dapat dipertimbangkan.

2. Pokok sengketa dalam Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut adalah pengujian


terhadap beberapa pasal dalam Undang Undang Republik Indonesia tentang
Pengadilan Pajak dan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, beberapa
ketentuan dalam undang-undang tersebut menurut pemohon telah menghalangi hak
konstitusionalnya untuk mencari keadilan atas kasus sengketa pajak yang dialami.

 Ketentuan dalam Pasal 36 ayat 4 UU 14 Tahun 2022 tentang Pengadilan Pajak


mengenai kewajiban pembayaran 50% pajak terutang bagi wajib pajak yang
mengajukan banding dianggap mendiskriminasi wajib pajak yang tidak mampu
membayar 50% sebelum mengajukan banding tersebut. Jika tidak ada
ketentuan dalam pasal 36 ayat (4) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak tersebut Pemohon tidak terhalangi hak konstitusionalnya
untuk mencari keadilan karena tidak dikenakan kewajiban membayar 50%
pajak terhutang sebagai syarat pengajuan permohonan banding ke pengadilan
Pajak.

 Ketentuan Pengajuan Permohonan Banding tidak menunda kewajiban


membayar pajak dan pelaksanaan penagihan yang berlaku bagi Pemohon
karena diatur dalam Pasal II angka 1 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan. Tetap diberlakukannya ketentuan dalam Pasal 27
ayat (5) UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan yaitu “Pengajuan Permohonan banding tidak menunda kewajiban
membayar pajak dan pelaksanaan penagihan” terhadap pemohon. Hal itu
karena ada nya ketentuan yang diatur dalam Pasal II angka 1 UU Nomor 28
Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang berbunyi “Terhadap semua
hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2001 sampai dengan Tahun Pajak
2007 yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan Undang-Undang
Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2000”. Dimana menurut pemohon walaupun sengketa pajak
untuk tahun 2007, namun perhitungannya baru diketahui pemohon pada
tanggal 31 Desember 2008 dimana UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP
sudah diberlakukan, sehingga jika tidak terdapat aturan dalam Pasal II angka
1 UU Nomor 28 Tahun 2007 maka kewajiban membayar pajak pemohon
tertangguh sampai 1 bulan sejak tanggal putusan banding. Menurut pemohon
Pasal II angka 1 UU Nomor 28 Tahun 2007 yang bersifat peralihan semestinya
memuat aturan yang memudahkan bukannya merugikan warga negara. Jika
tidak ada ketentuan Pasal II angka 1 UU Nomor 28 Tahun 2007 pemohon tidak
terhalangi hak konstitusionalnya karena terhadap pemohon tidak dikenakan
ketentuan pengajuan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
melaksanakan penagihan.

 Keinginan Pemohon untuk kembali melaksanakan hak konstitusionalnya untuk


mencari keadilan dengan mengajukan peninjauan kembali untuk kedua kalinya
terhalang oleh:
a. Ketentuan pasal 66 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung yang berbunyi “permohonan peninjauan kembali dapat diajukan
hanya 1 (satu) kali”.
b. Ketentuan pasal 24 ayat (2) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi “Terhadap putusan peninjauan
kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali”.
c. Ketentuan Pasal 89 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak yang berbunyi, “permohonan peninjauan kembali
sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat (3) hanya dapat diajukan
1 (satu) kali kepada mahkamah agung memlalui Pengadilan Pajak”.
Jika tidak ada ketentuan tersebut diatas pemohon tidak terhalangi hak
konstitusionalnya karena pemohon bisa mengajukan Peninjauan Kembali lebih
dari satu kali.

Anda mungkin juga menyukai