Anda di halaman 1dari 33

UU No.

13 Th 2003
Ketenagakerjaan
Setiap perusahaan sudah pasti mempunyai
kebijakannya masing-masing dalam mengelola
para karyawannya. Namun, undang-undang
ketenagakerjaan pun harus tetap dijadikan
patokan. Jangan sampai, inovasi dalam rancangan
pertautan perusahaan sendiri bertentangan
dengan undang-undang ketenagakerjaan. Adapun
undang-undang ketenagakerjaan tersebut
terdapat di dalam UU No 13 Tahun 2003 yang
terdiri atas 193 pasal. Adapun ringkasan dari
undang-undang ketenagakerjaan tersebut
diantaranya sebagai berikut.
1. Tentang Status Karyawan
UU ketenagakerjaan no.13 th 2003 mengatur perjanjian kerja
antara karyawan dengan perusahaan, yang akan menentukan
yang bersangkutan dalam perusahaan itu. Perjanjian kerja untuk
waktu tertentu (PKWT) mengacu pada karyawan kontrak.
Perjanjiannya didasarkan pada jangka waktu tertentu atau
selesainya sebuah pekerjaan. Sedangkan perjanjian kerja untuk
waktu tidak tertentu (PKWTT) merupakan perjanjian kerja untuk
karyawan tetap. Pasal yang mengatur perjanjian kerja untuk
karyawan tetap dan karyawan kontrak yakni Pasal 56 – Pasal 60
UU Ketenagakerjaan. Di dalamnya juga dirinci mengenai jenis-
jenis pekerjaan yang boleh diserahkan kepada karyawan kontrak
(PKWT).

Untuk karyawan kontrak, departemen HR harus selalu


memperhatikan kapan kontrak kerja berakhir, diperpanjang,
atau diangkat sebagai karyawan tetap.
2. Tentang Upah
“Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”

Untuk mewujudkan Pasal 88 ayat 1 dari UU Ketanagekerjaan di


atas, pemerintah kemudian menetapkan kebijakan-kebijakan
pengupahan yang meliputi upah minimum, upah kerja lembur,
upah tidak masuk kerja karena berhalangan, upah tidak masuk
kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaan, upah
karena menjalankan hak waktu istirahat, dan lain-lain.
Lanjutan..
Ditekankan pula dalam UU Ketenagakerjaan tersebut bahwa
upah untuk pekerja/karyawan tidak boleh lebih rendah dari
ketentuan pemerintah. Dalam menetapkan struktur dan skala
upah pun perusahaan perlu memperhatikan golongan, jabatan,
masa kerja, pendidikan, serta kompetensi para karyawannya.
Jika perusahaan kemudian menyusun komponen upah karyawan
terdiri atas gaji pokok dan tunjangan tetap, maka persentase gaji
pokok minimal 75% dari total upah tetap.

Penghitungan gaji sendiri pada praktiknya biasa dilakukan


bersamaan dengan berbagai macam komponen kompensasi dan
benefit, misalnya tunjangan kehadiran, upah lembur, BPJS,
potongan untuk cicilan kasbon, dan lain-lain.
Lanjutan..
Berdasarkan UU, upah tidak diberikan jika karyawan tidak melakukan pekerjaannya.
Namun, ada beberapa kondisi di mana perusahaan tetap wajib menggaji karyawan yang
tidak bekerja. Kondisi-kondisi tersebut, yaitu:

1. Karyawan sakit,
2. Karyawati sakit karena haid pada hari pertama dan kedua,
3. Karyawan menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri
melahirkan atau keguguran, suami/ isteri/ anak/ menantu/ orang tua/ mertua/
anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia,
4. Sedang menjalankan kewajiban terhadap negara,
5. Karyawan menjalankan ibadah agamanya,
6. Karyawan telah bersedia melakukan pekerjaan yang dijanjikan tetapi pengusaha
tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan
yang seharusnya dapat dihindari pengusaha,
7. Karyawan melaksanakan hak istirahat,
8. Karyawan melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan
pengusaha,
9. Karyawan melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Selengkapnya, Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur soal pengupahan dalam


sebelas pasal, yaitu Pasal 88 s.d. 98.
3. Lembur
Pasal 77 UU Ketenagakerjaan mengatur waktu
kerja karyawan, yaitu selama 40 jam/minggu (7
jam/hari untuk 6 hari kerja, atau 8 jam/hari untuk
5 hari kerja). Selebihnya, perusahaan diwajibkan
membayar upah lembur kepada karyawan.
Meskipun begitu, UU tersebut juga membatasi
waktu kerja lembur karyawan, yaitu maksimal
selama 3 jam/ hari dan 14 jam/minggu. Jangan
lupa, penugasan untuk bekerja lembur ini pun
harus atas persetujuan karyawan yang
bersangkutan.
4. Cuti dan Istirahat
Seperti apa aturan cuti itu sendiri di Indonesia? Dalam Pasal 79 UU
Ketenagakerjaan disebutkan bahwa perusahaan diwajibkan memberikan
waktu istirahat dan cuti bagi karyawannya. Waktu istirahat dan cuti yang
dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Istirahat antara jam kerja, minimal 30 menit setelah bekerja selama


4 jam terus menerus. Waktu istirahat ini tidak dihitung sebagai
jam kerja;
2. Istirahat mingguan: 1 hari untuk 6 hari kerja/minggu, atau 2 hari
untuk 5 hari kerja/minggu;
3. Cuti tahunan minimal 12 hari kerja setelah karyawan bekerja
selama 12 (dua belas) bulan terus menerus;
4. Istirahat panjang untuk karyawan yang telah bekerja selama 6
tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama. Total
waktu yang dapat digunakan untuk istirahat panjang minimal 2
bulan, yang dilaksanakan pada tahun ke-7 dan ke-8 bekerja
(masing-masing 1 bulan). Dengan diambilnya cuti panjang oleh
karyawan, ia tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2
tahun berjalan. Selanjutnya, hal yang sama berlaku untuk setiap
kelipatan masa kerja 6 tahun.
5. Tentang Hak Karyawan
Perempuan
Pasal-pasal yang mengatur tentang hak-hak khusus untuk
karyawan perempuan, adalah:

1. Pasal 81, tentang hak bagi karyawan perempuan yang


merasakan sakit untuk tidak bekerja pada hari pertama
dan kedua masa haid
2. Pasal 82 ayat 1, tentang waktu istirahat untuk karyawati
(karyawan perempuan) yang melahirkan
3. Pasal 82 ayat 2, tentang hak waktu istirahat bagi karyawati
yang mengalami keguguran
4. Pasal 83, tentang kesempatan bagi karyawati menyusui
anaknya
6. Tentang Pekerja Asing
Pemerintah Indonesia pun mengatur tentang tenaga kerja asing
melalui UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Bagi
perusahaan yang ingin mempekerjakan tenaga kerja asing, ada
beberapa kewajiban yang perlu diketahui, antara lain:

1. Perusahaan wajib terlebih dahulu mendapatkan izin


tertulis dari Menteri Ketenagakerjaan atau pejabat yang
ditunjuk. Sedangkan pemberi kerja perseorangan (bukan
perusahaan) dilarang sama sekali untuk mempekerjakan
tenaga kerja asing.
2. Perusahaan wajib memastikan tenaga kerja asing itu
dipekerjakan dalam jabatan dan waktu yang sesuai
dengan Keputusan Menteri terkait hal tersebut
4. Perusahaan wajib menunjuk tenaga kerja WNI sebagai tenaga
pendamping bagi tenaga kerja asing yang dipekerjakan, dengan
tujuan alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing
tersebut
5. Perusahaan wajib melaksanakan pendidikan dan pelatihan
kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi
jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing yang sedang
dipekerjakan
6. Perusahaan wajib memulangkan tenaga kerja asing ke negara
asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir

Lebih lanjut, sebanyak 8 Pasal telah mengatur mengenai


keberadaan tenaga kerja asing yang dipekerjakan di Indonesia,
yaitu dari Pasal 42 hingga Pasal 49.
7. Pemutusan Hubungan Kerja
Bagaimana perhitungan uang pesangon apabila terjadi PHK?
Perhitungan uang pesangon yang ditetapkan berdasarkan pasal 156
ayat 2 Undang – Undang no. 13 tahun 2003 adalah :
• masa kerja kurang dari 1 tahun = 1 bulan upah
• masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun = 2 bulan
upah
• masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun = 3 bulan
upah
• masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun = 4 bulan
upah
• masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun = 5 bulan
upah
• masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 6 bulan
upah
• masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun = 7 bulan
upah
• masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun = 8 bulan
upah
• masa kerja 8 tahun atau lebih = 9 bulan upah
Bagaimana perhitungan uang penghargaan apabila terjadi PHK?
Perhitungan uang penghargaan berdasarkan pasal 156 ayat 3 Undang –
Undang no. 13 tahun 2003 sebagai berikut :

• masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 2 bulan
upah
• masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun = 3 bulan
upah
• masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun = 4 bulan
upah
• masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun = 5 bulan
upah
• masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun = 6 bulan
upah
• masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun = 7 bulan
upah
• masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun = 8 bulan
upah
• masa kerja 24 tahun atau lebih = 10 bulan upah.
Apa saja uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh
pekerja apabila terjadi PHK?

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima berdasarkan


pasal 156 UU No.13/2003 :

• Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;


• Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan
keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima
bekerja
• Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan
ditetapkan 15% dari uang pesangon dan atau uang
penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
• Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusanaan atau perjanjian kerja bersama
Apa saja komponen yang digunakan dalam perhitungan uang
pesangon dan uang penghargaan?

Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan


uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang
pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri
atas :

• upah pokok
• segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang
diberikan kepada pekerja dan keluarganya, termasuk
harga pembelian dari catu yang diberikan kepada
pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu
harus dibayar pekerja dengan subsidi, maka sebagai upah
dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga
yang harus dibayar oleh pekerja.
Apakah peraturan mengatur
mengenai jangka waktu
pengunduran diri?
Dalam Pasal 162 ayat (3) Undang – Undang No. 13 tahun 2003
mengenai Ketenagakerjaan diatur mengenai syarat bagi
pekerja/buruh yang mengundurkan diri adalah:

• Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis


selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal
mulai pengunduran diri;
• Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
• Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai
pengunduran diri.
• Dalam waktu paling lambat 14 hari sebelum tanggal mulai
pengunduran diri (tanggal terakhir bekerja), pengusaha harus
memberikan jawaban atas permohonan pengunduran diri
tersebut. Dan dalam hal pengusaha tidak memberi jawaban
dalam batas waktu 14 hari, maka pengusaha dianggap telah
menyetujui pengunduran diri secara baik tersebut (Pasal 26
ayat [3] dan [4] Kepmenakertrans 78/2001).

• Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat kita lihat


bahwa hukum ketenagakerjaan Indonesia menetapkan
permohonan pengunduran diri paling lambat/setidaknya
harus sudah diajukan 30 hari atau sering dikenal dengan “one
month notice” sebelum tanggal pengunduran diri/tanggal
terakhir bekerja. Sehingga, UUK maupun Kepmenakertrans
tidak menetapkan batas maksimal permohonan pengunduran
diri diajukan tapi justru menetapkan paling lambat 30 hari
sebelum tanggal pengunduran diri.
Apakah pekerja yang
mengundurkan diri berhak
mendapatkan uang pesangon
dan/atau uang penghargaan?
• Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak
diatur mengenai “hak pesangon” bagi pekerja yang
mengundurkan diri secara sukarela. Hak pesangon yang
dimaksud disini adalah uang pesangon dan uang penghargaan
masa kerja.
• Namun, bagi karyawan yang mengundurkan diri atas kemauan
sendiri hanya berhak atas Uang Penggantian Hak (Pasal 162
ayat (1) UU No.13/2003).
Berdasarkan ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU No.13/2003, Uang
Penggantian Hak meliputi:
1.Hak cuti tahunan yang belum diambil (belum gugur) saat
timbulnya di masa tahun berjalan, perhitungannya: 1/25 x
(upah pokok + tunjangan tetap) x sisa masa cuti yang belum
diambil.
2.Biaya ongkos pulang ke tempat (kota) di mana diterima pada
awal kerja (beserta keluarga).
3.Uang penggantian perumahan/pengobatan 15%* dari UP dan
UPMK (berdasarkan Surat Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi kepada para Kepala Dinas yang bertanggung
jawab di bidang Ketenagakerjaan No. 600/MEN/SJ-
HK/VIII/2005 tanggal 31 Agustus 2005).
*Catatan: Uang ini tidak didapatkan bagi yang resign
(mengundurkan diri secara sukarela), karena faktor perkaliannya
(yakni Uang pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja) nihil.
Sehingga: 15% x nihil = nol.
Hal-hal lain yang timbul dari perjanjian (baik dalam perjanjian
kerja, dan/atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama), seperti bonus, insentif dan lain-lain yang memenuhi
syarat.

• Hak Penggantian Hak di atas hanya dapat diperoleh jika syarat


dan ketentuan mengenai pengunduran diri (resign) dipatuhi
dan/atau dipenuhi. Maksudnya hak atas Uang Penggantian
Hak hanya dapat diberikan jika syarat dan ketentuan mengenai
pengunduran diri sudah dijalankan sesuai ketentuan.
Walaupun pengusaha dapat melepaskan haknya jika pekerja
menyimpang dari ketentuan dimaksud, khususnya mengenai
jangka waktu 30 hari sebelum benar-benar off (tidak lagi aktif
bekerja) atau melepaskan haknya atas ikatan dinas.
“Apakah Perusahaan yang Melanggar
UU Ketenagakerjaan Mendapatkan
Sanksi Pidana?”
Dapus
• https://www.gadjian.com/blog/2018/04/13/ringkasan-
lengkap-uu-ketenagakerjaan-di-indonesia/ diakses tgl
29/08/2019
• https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/kontrak-
kerja/pesangon diakses tgl 29/08/2019
• https://www.gadjian.com/blog/2018/03/20/sanksi-pidana-
bagi-perusahaan-yang-melanggar-uu diakses tgl 29/08/2019
Untuk memudahkan Anda, berikut kami rangkum ancaman sanksi pidana
bagi perusahaan berdasarkan Pasal 183-189 UU Ketenagakerjaan:

Pasal Pelanggaran Atas Ancaman Sanksi Pidana

Pasal Pasal 74, di mana pasal ini melarang • Merupakan tindak pidana
mempekerjakan dan melibatkan tenaga kejahatan
183 kerja anak untuk pekerjaan terburuk. • Sanksi pidana penjara 2-5 tahun
dan/atau denda 200 juta s.d.
500 juta rupiah

Pasal Pasal 167 ayat (5) yang mengatur • Merupakan tindak pidana
kewajiban perusahaan pada kejahatan
184 karyawannya yang pensiun bila • Sanksi pidana penjara 1-5 tahun
karyawan itu tidak diikutkan dalam dan/atau denda 100 juta s.d.
program pensiun. 500 juta rupiah

Pasal • Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), • Merupakan tindak pidana
• Pasal 68, kejahatan
185 • Pasal 69 ayat (2), • Ancaman sanksi pidana penjara
• Pasal 80, 1-4 tahun dan/atau denda 100
• Pasal 82, juta s.d. 400 juta rupiah
• Pasal 90 ayat (1),
• Pasal 143,
• Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7)

Pasal • Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), • Merupakan tindak pidana
• Pasal 93 ayat (2), pelanggaran
186 • Pasal 137, • Sanksi pidana penjara 1 bulan–
• Pasal 138 ayat (1) 4 tahun dan/atau denda 10 juta
s.d. 400 juta rupiah

Pasal • Pasal 37 ayat (2), • Merupakan tindak pidana


• Pasal 44 ayat (1), pelanggaran
187 • Pasal 45 ayat (1), • Sanksi pidana kurungan 1-12
• Pasal 67 ayat (1), bulan dan/atau denda 10 juta
• Pasal 71 ayat (2), s.d. 100 juta rupiah
• Pasal 76,
• Pasal 78 ayat (2),
• Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2),
• Pasal 85 ayat (3),
• Pasal 144
Pasal • Pasal 14 ayat (2), • Merupakan tindak pidana
• Pasal 38 ayat (2), pelanggaran
188 • Pasal 63 ayat (1), • Sanksi pidana kurungan 1 – 12
• Pasal 78 ayat (1), bulan dan/atau denda 10 juta
• Pasal 108 ayat (1), s.d. 100 juta rupiah
• Pasal 111 ayat (3),
• Pasal 114,
• Pasal 148
Berapa banyak uang pesangon, uang penghargaan, uang penggantian hak dan uang
pisah yang diterima untuk berbagai jenis alasan PHK?

Untuk memudahkan, berikut adalah tabel banyaknya uang pesangon, uang penghargaan, uang
penggantian hak dan uang pisah yang diterima untuk berbagai jenis alasan PHK :

Jenis PHK Uang Uang Uang Uang


Pesangon (X Penghargaan Penggantian Pisah (X
Gaji per (X Gaji per Hak (X Gaji Gaji per
Bulan) bulan) per bulan) bulan)
Pengunduran diri secara 1X
baik-baik
Pengunduran diri mengikuti 1X 1X
prosedur 30 hari sebelum
tanggal pengunduran diri
Berakhirnya kontrak kerja 1X
waktu tertentu untuk pertama
kali
Pekerja Mencapai Usia 2X 1X
Pensiun Normal
Pekerja Meninggal Dunia 2X 1X

Pekerja Melakukan 1X 1X
Kesalahan Berat
Pekerja Melakukan 1X 1X
Pelanggaran Ringan
Perubahan Status, 1X 1X
Penggabungan, Peleburan &
Pekerja Tidak Bersedia
Perubahan Status, 2X
Penggabungan, Peleburan &
Pengusaha Tidak Bersedia
Perusahaan Tutup Karena 1X 1X 1X
Merugi
Perusahaan melakukan 2X 1X 1X
efisiensi
Perusahaan Pailit 1X 1X 1X

Pekerja Mangkir Terus- 1X 1X


Menerus
Pekerja Sakit 1X
Berkepanjangan dan cacat
akibat kecelakaan kerja
Pekerja ditahan oleh pihak 1X 1X
berwajib
Ini Dia Hak Karyawan Berdasarkan UU
Ketenagakerjaan yang Perlu Diketahui
Kasus: Jam Lembur Tidak Dibayar
Sebut saja Imran (bukan nama sebenarnya) bekerja sebagai seorang karyawan di
sebuah perusahaan startup.

Setelah masa percobaan 3 bulan, ia ditetapkan sebagai pegawai tetap dan


mendapatkan berbagai fasilitas sesuai dengan perjanjian kerja yang telah dibuat.

Imran bekerja selama 5 hari kerja dengan total 40 jam kerja dalam satu minggu.

Seiring berjalannya waktu, ia dan rekan-rekan satu kantornya diminta untuk


bekerja lembur setiap hari, namun tanpa adanya tambahan kompensasi
pengganti jam lembur tersebut.

Menurut UU Ketenagakerjaan Repubik Indonesia No 13 Tahun 2013, pemberi


kerja atau pengusaha yang mempekerjakan karyawan melebihi waktu kerja,
wajib membayar upah kerja lembur.

Berikut ini adalah pasal-pasal dari UU Ketenagakerjaan Republik Indonesia No


13 Tahun 2013 yang bisa diaplikasikan pada kasus di atas:

1 Pasal 77 ayat 2

Waktu kerja meliputi:

• 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu
untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
• 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu
untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Pasal 78 ayat 2

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
Hak Karyawan Menurut UU Ketenagakerjaan Republik
Indonesia
Anda sebagai karyawan, sebaiknya mengetahui hak Anda sesuai dengan UU
Ketenagakerjaan Republik Indonesia.

Jangan sampai Anda dirugikan sebagai pihak pekerja karena ketidaktahuan


Anda akan hak karyawan yang sebetulnya dapat Anda klaim.

Berikut ini hak karyawan yang umumnya perlu Anda ketahui menurut UU
Ketenagakerjaan Republik Indonesia.

1 Hak Karyawan Menjadi Anggota Serikat Tenaga Kerja


Anda sebagai tenaga kerja memiliki hak untuk membentuk dan menjadi anggota dari serikat
tenaga kerja.

Anda dan rekan tenaga kerja Anda sangat diperbolehkan untuk mengembangkan dan
meningkatkan potensi kerja Anda sesuai dengan minat dan bakat.

Tidak hanya itu saja, Anda sebagai tenaga kerja mendapatkan jaminan dari perusahaan
(tempat Anda bekerja) dalam hal keselamatan, kesehatan, moral, kesusilaan dan perlakuan
yang sesuai dengan harkat serta martabat berdasarkan norma dan nilai-nilai keagamaan dan
kemanusiaan.

Peraturan Pemerintah yang masuk dalam UU Ketenagakerjaan tersebut tertulis dalam


Undang-undang nomor 13 tahun 2003 pasal 104 tentang Serikat Pekerja dan Undang-undang
nomor 21 Tahun 2000 mengenai Serikat Pekerja.

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 mengenai Serikat Pekerja memberikan hukuman pidana
kepada siapapun yang melakukan tindakan anti serikat pekerja/serikat buruh.

Tindakan yang dimaksud termasuk melarang orang membentuk, bergabung atau melakukan
aktivitas serikat pekerja/serikat buruh, memecat atau mengurangi upah pekerja/buruh karena
melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh, melakukan kampanye anti serikat dan
intimidasi dalam bentuk apapun.

2 Hak Karyawan Atas Jaminan Sosial dan K3 (Keselamatan serta


Kesehatan Kerja)

Sebagai tenaga kerja, Anda berhak mendapatkan jaminan sosial yang berisi tentang
kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan pemeliharaan kesehatan.

Bila isi ketentuan perjanjian kerja mengenai hal ini dirasa meragukan, Anda sebagai tenga
kerja berhak untuk mengajukan keberatan kepada pihak pemberi kerja atau perusahaan.
Peraturan mengenai hak karyawan atas jaminan sosial ini tertulis dalam UU Ketenagakerjaan
No. 13 Tahun 2003, UU No. 03 Tahun 1992, UU No. 01 Tahun 1970, Ketetapan Presiden
(Keppres) No. 22 Tahun 1993, Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 1993, Peraturan
Menteri (Permen) No. 4 Tahun 1993, dan No. 1 Tahun 1998.

3 Hak Karyawan Menerima Upah yang Layak

Upah Minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau
pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau
kerjanya.

Oleh karena pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap provinsi berbeda-beda, maka disebut
Upah Minimum Provinsi.

Menurut Permen No. 1 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1, upah minimum adalah upah bulanan
terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap.

Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh
kabupaten/kota di satu provinsi.

Upah minimum ini ditetapkan setiap satu tahun sekali oleh gubernur berdasarkan
rekomendasi Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan
Daerah (sekarang Dewan Pengupahan Provinsi).

Selain itu ada juga yang disebut dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota yang merupakan
upah minimum yang berlaku di daerah kabupaten/kota.

Penetapan upah minimum kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur yang penetapannya harus
lebih besar dari upah minimum provinsi.

Sebagai informasi, karyawan lelaki dan wanita upahnya harus sama berdasarkan beban
kerjanya.

Peraturan tersebut tertulis dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003, PP No. 8 Tahun 1981
dan Peraturan Menteri No. 01 Tahun 1999.

Jika beban kerja dan gaji Anda tak berimbang, Anda memiliki hak untuk mengajukan
kenaikan.

Kalau perusahaan mangkir dari tanggung jawabnya, Anda dapat melaporkannya pada Dinas
Ketenagakerjaan.

Berbicara mengenai upah, sudahkah Anda memprioritaskan upah yang Anda dapatkan untuk
persiapan hari tua atau masa pensiun Anda?

Apakah Anda sudah mengetahui bahwa persiapan dana hari tua memerlukan perencanaan
yang matang dan sistematis dan persiapannya perlu sesegera mungkin?
Segera persiapkan dana hari tua Anda dengan aplikasi Finansialku! Dijamin, Anda bisa
menikmati masa pensiun Anda tanpa rasa khawatir.

4 Hak Karyawan atas Pembatasan Waktu Kerja, Istirahat, Cuti & Libur

UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Pasal 79 mengenai waktu kerja:

• Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.


• Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi:
o istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja
selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak
termasuk jam kerja;
o istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
o cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah
pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara
terus menerus; dan
o Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada
tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh
yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada
perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak
lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya
berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
o Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.

• Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya berlaku
bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.
• Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan Keputusan
Menteri.

Jangan diam saja jika Anda mendapatkan perlakuan tidak adil atas jam kerja yang
melebihi perjanjian dan beban kerja Anda, ditambah lagi dengan jam lembur yang
tidak dibayar.

5 Hak Karyawan Membuat Perjanjian Kerja (PKB)

Anda yang telah tergabung dalam Serikat Tenaga Kerja memiliki hak untuk dapat membuat
Perjanjian Kerja atau PKB yang dilaksanakan berdasarkan proses musyawarah.

Perjanjian Kerja tersebut berisi tentang berbagai persetujuan bersama di antaranya hak dan
kewajiban pengusaha beserta karyawan, jangka waktu berlakunya perjanjian dan perjanjian yang
disepakati oleh keduanya.

Peraturan mengenai hak membuat perjanjian kerja ini tertulis dalam UU Ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003 dan UU No. 21 Tahun 2000.
6 Hak Karyawan Perempuan Seperti Libur PMS atau Cuti Hamil

Pemerintah Republik Indonesia juga memperhatikan para pekerjanya yang berjenis kelamin
perempuan melalui beberapa peraturan sebagai berikut:

6.1 Hak Cuti Hamil dan Cuti Melahirkan

UU No.13 Tahun 2013 Pasal 82 mengatur hak cuti hamil dan melahirkan bagi perempuan.
Pekerja perempuan berhak atas istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan
setelah melahirkan.

Keluarga pekerja wajib memberi kabar ke perusahaan mengenai kelahiran anaknya dalam
tujuh hari setelah melahirkan serta wajib memberikan bukti kelahiran atau akta kelahiran
kepada perusahaan dalam enam bulan setelah melahirkan.

6.2 Hak Perlindungan Selama Masa Kehamilan

UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 76 ayat 2 menyatakan bahwa pengusaha dilarang


mempekerjakan perempuan hamil yang bisa berbahaya bagi kandungannya dan dirinya
sendiri.

Oleh karena itu, perusahaan wajib menjamin perlindungan bagi pekerja wanita yang sedang
hamil, karena pekerja yang sedang hamil berada dalam kondisi yang sangat rentan oleh
karena itu harus dihindarkan dari beban pekerjaan yang berlebih.

Pekerja yang mengalami keguguran juga memiliki hak cuti melahirkan selama 1,5 bulan
dengan disertai surat keterangan dokter kandungan. Peraturan ini diatur dalam pasal 82 ayat 2
UU No. 13 Tahun 2003.

6.4 Biaya Persalinan

Berdasarkan UU No 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja, perusahaan yang
mempekerjakan lebih dari 10 tenaga kerja atau membayar upah paling sedikit
Rp1.000.000/bulan wajib mengikut sertakan karyawannya dalam program BPJS
Ketenagakerjaan.

Salah satu program BPJS Ketenagakerjaan adalah jaminan kesehatan yang mencakup
pemeriksaan dan biaya persalinan.

6.5 Hak Menyusui

Pasal 83 UU no. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa pekerja yang menyusui minimal diberi
waktu untuk menyusui atau memompa ASI pada waktu jam kerja.
6.6 Hak Cuti Menstruasi

Setiap pegawai perempuan memiliki hak untuk cuti menstruasi pada hari pertama dan kedua
periode haidnya.

Hal ini tercantum dalam pasal 81 UU no 13 tahun 2003. Walaupun demikian, masih banyak
pekerja perempuan yang belum mengetahui hak yang seharusnya bisa mereka dapatkan.

7 Hak Karyawan Atas Perlindungan Keputusan PHK yang Tidak Adil

Jika Anda mendapatkan keputusan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK secara tidak adil,
Anda memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari Pemerintah melalui Dinas Tenaga
Kerja.

Hal ini diatur dalam surat edaran menteri tenaga kerja nomor SE 907/Men.PHI-PPHI/X/2004.
Aturan ini juga mencatat tentang pencegahan pemutusan hubungan kerja massal.

Anda mungkin juga menyukai