Anda di halaman 1dari 8

PENGATURAN HAK CUTI DAN HAK IZIN KARYAWAN

A. Hak Cuti Karyawan


1. Cuti Tahunan
a. Karyawan setelah menjalani masa kerja 12 (dua belas) bulan terus menerus
berhak atas cuti tahunan selama 12 (dua belas) hari kerja dengan upah penuh
dengan berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
b. Karyawan yang hendak menggunakan cuti tahunannya wajib memberitahukan
secara tertulis kepada bagian personalia dengan mengisi formulir permohonan
cuti yang telah disediakan dan disetujui Personalia selambat-lambatnya 1
(satu) bulan sebelum daftar dinas di serahkan.
c. Cuti tahunan diberikan dalam waktu 1 (satu) tahun setelah memenuhi syarat
hak cuti.
d. Apabila hak cuti tahunan tidak dilaksanakan seperti dimaksud pada point c
diatas, maka hak cutinya dinyatakan hangus.
e. Rumah sakit dapat mengatur cuti tahunan sebagai berikut :
1. Sebanyak-banyaknya 3 (tiga) hari dapat digunakan oleh masing-masing
Karyawan menurut kepentingannya.
2. Cuti bisa diatas 3 (tiga) hari jika Karyawan keluar kota/provinsi dan akan
diatur lama perjalanannya

2. Cuti Karena Sakit


Aturan perundang-undangan yakni pasal 93 ayat (2) huruf a Undang-
undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003) mengatur
perusahaan wajib membayar upah pekerja yang sakit sehingga tidak dapat
melakukan pekerjaan atau dengan kata lain memberikan kesempatan untuk
mengambil waktu istirahat (cuti) selama pekerja sakit.
Lebih lanjut pasal 153 ayat (1) huruf a dan UU 13/2003 jo Undang-undang
Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2020) menyebut larangan
melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan pekerja berhalangan
masuk kerja karena sakit selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-
menerus, termasuk pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan
kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter
yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Pekerja dapat mengajukan cuti sakit kepada perusahaan dengan
menyertakan surat hasil pemeriksaan dari dokter. Namun demikian harus dipahami
bahwa sakit merupakan kondisi yang tidak dapat diprediksi. Oleh karenanya pada
prakteknya cuti sakit seringkali diajukan atau diberitahukan secara mendadak dan
lisan kepada atasan pekerja maupun kepada bagian personalia perusahaan,
kemudian hasil pemeriksaan medis diserahkan setelah pekerja menjalani
pemeriksaan.
Pekerja yang mengambil cuti sakit berhak mendapatkan upah. Kewajiban
pengusaha untuk membayar upah pekerjanya yang sakit atau cuti sakit berbayar
diatur dalam pasal 93 ayat (2) huruf a UU 13/2003.
Pada prinsipnya perusahaan tidak dapat melakukan PHK terhadap pekerja
yang sakit termasuk pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan
kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter
yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan. Namun demikian
peraturan perundang-undangan memberikan batasan PHK dapat dilakukan setelah
melampaui 12 bulan cuti sakit terus-menerus (pasal 154 A UU 13/2003 jo. UU
11/2020).
Lebih lanjut pasal 55 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021
mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Istirahat,
serta Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021) yang merupakan peraturan
pelaksana dari UU 11/2020 menyebut Pengusaha dapat melakukan PHK kepada
pekerja yang sakit berkepanjangan setelah melampaui batas 12 bulan, dengan
ketentuan pengusaha harus membayarkan uang pesangon sebesar 2 kali,
ketentuan pasal 40 ayat (2) PP 35/2021, uang penghargaan masa kerja sebesar 1
kali, ketentuan pasal 40 ayat (3) PP 35/2021, dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan pasal 40 ayat (4) PP 35/2021.
Dengan ini, jika ada karyawan sakit dan mengambil cuti sakitnya maka
tidak akan memotong cuti tahunannya. Untuk pembayaran upah bagi karyawan
yang mengambil cuti sakit seperti yang tersebut di bawah ini.
1. Karyawan yang sakit berkepanjangan akan diberikan cuti sakit secara bertahap
berdasarkan hasil pemeriksaaan kesehatan sebagai berikut :
a. 4 (empat) bulan pertama;
b. 4 (empat) bulan kedua;
c. 4 (empat) bulan ketiga.
2. Apabila setelah 1 (satu) tahun karyawan tersebut sebagaimana ayat (1) Pasal
ini belum sembuh, maka akan diberikan perpanjangan cuti sakit maksimal 4
(empat) bulan, sebelum diberhentikan dengan hormat.
3. Penghasilan karyawan tetap yang sakit berkepanjangan yang dimaksud pada
point 1 dan 2, diberikan penghasilan sesuai Pasal 52 peraturan ini ;
4. Apabila setelah mendapat perpanjangan sebagaimana point 2 diatas,
karyawan tersebut belum sembuh, maka akan diberhentikan dengan hormat
sebagai karyawan.

Untuk penghitungan gaji karyawan yang ,mengajukan cuti sakit antara lain sebagai
berikut:
1. Untuk 4 bulan pertama, dibayar 100% dari upah.
2. Untuk 4 bulan kedua, dibayar 75% dari upah.
3. Untuk 4 bulan ketiga, dibayar 50% dari upah, dan.
4. Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum pemutusan hubungan
kerja dilakukan oleh pengusaha.

3. Cuti Melahirkan
1. Karyawan perempuan berhak memperoleh istirahat atau cuti melahirkan
selama 60 hari dan pengajuan cuti tersebut dapat di ajukan baik sebelum
melahirkan dan sesudah melahirkan.
2. Apabila istirahat karena melahirkan waktunya bersamaan dengan cuti kolektif,
maka istirahat karena melahirkan dengan demikian cuti kolektif tersebut tidak
diperhitungkan.
3. Karyawan perempuan yang menjalankan istirahat karena melahirkan
sebagaimana dimaksud diatas maka berhak mendapatkan gaji/upah penuh.
4. Karyawan perempuan yang akan mengambil hak istirahat karena melahirkan
harus mengajukan permohonan cuti secara tertulis kepada pimpinan unit dan
setelah disetujui, diserahkan ke Bagian personalia dan untuk cuti ini sendiri di
atur oleh Undang-Undang yang berlaku dan sama sekali tidak mengurangi cuti
tahunan karyawan.
5. Karyawan perempuan yang telah mengakhiri istirahat karena melahirkan
diwajibkan melaporkan diri kepada bagian personalia untuk bertugas kembali.
4. Cuti Besar

Cuti besar adalah hak istirahat panjang bagi seorang pekerja yang telah
lama bekerja di sebuah perusahaan. Dalam pasal 79 ayat (2) huruf d UU
Ketenagakerjaan 13/2003 jo. Kepmenaker No. KEP.51/MEN/IV/2004 tentang
Istirahat Panjang pada Perusahaan Tertentu, dijelaskan bahwa yang dimaksud
istirahat panjang adalah istirahat sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan
dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan
yang diberikan kepada pekerja/buruh setelah masa kerja 6 (enam) tahun secara
terus menerus pada perusahaan yang sama. Perusahaan yang sama adalah
perusahaan yang berada dalam satu badan hukum. Dengan ketentuan pekerja
tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunan dalam 2 (dua) tahun berjalan dan
selanjutnya istirahat panjang berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam)
tahun.
Namun melalui UU Cipta Kerja 21/2020 jo PP 35/2021 aturan ini diubah,
demikian:
“Perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu diatur dengan Peraturan
Pemerintah.”
Atau dengan kata lain aturan istirahat panjang sekurang-kurangnya 2
(dua) bulan telah dihapus dan selanjutnya ketentuan istirahat panjang dapat
diatur/dinegosiasikan di masing-masing perusahaan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Cuti Besar dimaksudkan untuk memberikan istirahat dalam rangka
pembinaan kesegaran jasmani dan rohani karyawan termasuk dalam
menjalankan ibadah agama serta untuk kepentingan pribadi yang tidak dapat
dipenuhi oleh Cuti Tahunan dan atau Cuti Karena Alasan Penting.
Berdasarkan PP 35/2021 pasal 35 dijelaskan bahwa Perusahaan tertentu
dapat memberikan istirahat panjang dan pelaksanaannya diatur dalam Perjanjian
Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
Pasal 3 Kepmenaker No. KEP.51/MEN/IV/2004 tentang Istirahat Panjang
pada Perusahaan Tertentu menegaskan bahwa selama menjalankan hak
istirahat panjang, pekerja berhak atas upah penuh yang wajib dibayar oleh
pengusaha namun dengan pengambilan cuti ini karyawan tidak berhak atas cuti
tahunan pada tahun tersebut.
Kategori untuk cuti besar ialah sebagai berikut :
1. Setiap karyawan yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun
secara terus-menerus dan setiap kelipatan 5 (lima) tahun berikutnya berhak
atas cuti besar selama 1 (satu) bulan kalender.
2. Cuti besar harus diambil sekaligus secara penuh 1 (satu) bulan atau diambil
2 (dua) kali masing-masing 2 (dua) minggu pada tahun yang sama.
3. Dalam hal karyawan mengambil cuti besar, maka pada tahun tersebut tidak
berhak atas cuti tahunan.
4. Cuti besar yang tidak diambil dinyatakan kadaluwarsa pada akhir tahun ke-
7 (tujuh).
5. Tata cara mengajukan cuti besar diatur dalam instruksi kerja.
5. Cuti Karena Alasan Penting
1. Cuti alasan penting diberikan kepada karyawan dengan maksud untuk
memenuhi kepentingan pribadi dan atau kepentingan lainnya di luar keputusan
yayasan.
2. Cuti Alasan Penting: Maksimal 2 bulan. Cuti alasan penting ini diberikan ketika
ibu, bapak, istri, suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu yang sedang
sakit keras atau meninggal dunia.
3. Karyawan mengalami musibah kebakaran dan bencana alam lainnya, maka
dengan ini karyawan berhak atas cuti karena alasan penting.
4. Untuk cuti karena alasan penting karyawan akan tetap menerima gaji/upah dari
perusahaan dengan penuh atau tanpa pemotongan gaji pokok sama sekali.
5. Keperluan melaksanakan Ibadah Haji dan Umroh/Perjalanan Religi lainnya
bukan merupakan kategori Cuti Alasan Penting.
6. Cuti Karena Alasan Lain-lain.
B. Hak Ijin Karyawan
1. Izin Sakit
Izin sakit di berikan kepada karyawan yang terganggu kesehatannya atau
tidak dapat menjalankan pekerjaannya sehingga pihak perusahaan memberikan
izin sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter yang merawat.
Untuk pengisian formulir izin sakit dapat di ambil pada bagian personalia, diisi
dengan baik dan benar, dilengkapi dengan tanda tangan pemohon dan atasan
langsung, kemudian di setor kembali pada bagian personalia sebagai arsip/laporan
kepegawaian.
Untuk karyawan yang sakit dan melaporkan ke bagian personalia dengan ini
tidak akan mengurangi gaji pokok, dengan kata lain tetap menerima gaji pokok
sesuai dengan yang telah di tentukan oleh perusahaan.

2. Izin Datang Terlambat


Yang dimaksud dengan jam kerja adalah jam kerja efektif karyawan dalam
melaksanakan job desk yang telah diberikan dan sesuai dengan telah disepakati
pada perjanjian kerja waktu tertentu yang telah disepakati.
Prosedur ini berlaku untuk semua karyawan sebagai panduan untuk mengajukan
ijin datang terlambat pada saat jam kerja.
Untuk kategori alasan datang terlambat adalah alasan yang dapat diterima dan
dapat dipertanggungjawabkan oleh karyawan tersebut kepada bagian personalia
sehingga dalam hal ini tidak ada satupun pihak yang dirugikan.
3. Izin Pulang Awal
Penganggungjawab untuk izin pulang awal adalah karyawan pada bagian
personalia dalam hal ini HRD.
Yang dapat dikategorikan untuk izin pulang awal ialah:
a. Keluarga meninggal dunia
b. Keperluan ibadah
c. Sakit mendadak
Dengan alasan pulang awal seperti yang telah di atur diatas, karyawan yang
meninggalkan pekerjaan tersebut tidak diwajibkan mengganti shift sesuai dengan
jam kerja yang telah ditinggalkan.
1. Karyawan yang memiliki keperluan mendesak atau karena tugas yang
mengharuskan meninggalkan pekerjaan, wajib terlebih dahulu meminta izin
pada bagian personalia.
2. Karyawan yang bersangkutan wajib mengisi from izin terlebih dahulu yang
kemudian di ajukan ke bagian personalia.
3. Setelah disetujui/diizinkan, maka karyawan baru bisa meninggalkan pekerjaan
pada jam yang telah di tentukan.
4. Karyawan yang bersangkutan wajib menjelaskan kepada personlia jika ada
tugas mandiri yang belum diselesaikan agar kemudian bisa di estafetkan
kepada karyawan yang lain.
4. Izin Kepentingan Keluarga
Kepentingan keluarga adalah kepentingan yang hanya menyangkut antar anggota
keluarga saja, tidak menyangkut orang lain di luar itu. Contohnya adalah:
Kepentingan keluarga untuk membayar asuransi dan acara adat keluarga serta
kepentingan keluarga untuk menziarahi makam keluarga dan mengahdiri wisuda
atau penamatan belajar keluarga.
Untuk pengajuan izin kepentingan keluarga dapat mengisi formulir izin yang ada
pada bagian pesonalia, di isi dengan baik dan benar kemudian menyetorkan
kembali formulir izin tersebut kepada bagian personalia yang bertanggungjawab.

5. Izin Haid/Menstruasi
Untuk izin haid/mesntruasi diberikan selama 2 hari dan karyawan yang
berhalangan masuk kerja dikarenakan alsaan haid/menstruasi tidak di wajibkan
untuk melampirkan surat ketengan dokter.

6. Izin Tidak Masuk Kerja Dengan Alasan Lain-Lain


a. Karyawan diperkenankan untuk izin tidak masuk kerja karena hal-hal sebagai
berikut:
1. Karyawan menikah, diberikan izin selama 3 (tiga) hari;
2. Menikahkan anak, diberikan izin selama 2 (dua) hari;
3. Mengkhitankan/ Membaptiskan anak, diberikan izin selama 2 (dua) hari;
4. Kematian keluarga Isteri/suami, anak/menantu, orang tua/mertua,
saudara kandung, kakek/nenek meninggal dunia, diberikan izin selama 2
(dua) hari;
5. Salah satu anggota dalam satu rumah meninggal dunia, diberikan izin
selama 1 (satu) hari;
6. Isteri melahirkan atau keguguran kandungan, diberikan izin selama 2
(dua) hari;
7. Hal-hal yang bersifat darurat seperti bencana, kebakaran dan yang
digolongkan tanggap darurat.
b. Izin tidak masuk kerja sebagaimana telah diatur ialah karyawan tetap
diberikan gaji/upah penuh.
c. Izin yang melebihi dari ketentuan diatas, maka pada hari selanjutnya
diategorikan izin dengan pemotongan upah/gaji pokok.
d. Untuk mendapatkan izin tidak masuk kerja, karyawan mengisi formulir
permohonan izin pada bagian personalia. .

Anda mungkin juga menyukai