Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM PEMASARAN FARMASI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Praktikum


Pemasaran Farmasi

apt. Agung Dewantoro,M.Farm

DI SUSUN OLEH :

(05FARE005)

Adelia Putri Hermayanti (191040400263)

PROGRAM STUDI D3 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHARISMA PERSADA

2020
a. Carilah informasi lowongan kerja Medical Representative di surat kabar,
internet dll. (Di screenshoot)
b. Sebutkan persyaratan yang menjadi kriteria seorang Medical Representative
yang disyaratkan oleh Perusahaan Farmasi.

1. Min D3 semua jurusan


2. Diutamakan lulusan Biologi/Kedokteran/Farmasi
3. Pria/wanita, usia max. 45 th, jujur, disiplin & siap bekerja keras
4. Dapat bekerja dengan komputer, Microsoft office, IPK>2.75
5. Diutamakan mempunyai kendaraan sendiri
6. Mampu membina hubungan yang baik dengan pelanggan dan mencari
pelanggan baru
c. Gambarkan bagaimana sistem kerja seorang medrep

Tugas utama (job description) seorang medical representative adalah


mempromosikan produk yang dibawanya ke dokter, sehingga dokter tersebut
mau meresepkan produknya. Selain itu, masih ada beberapa tugas lainnya yang
menjadikan profesi ini menarik sekali untuk dijadikan alternatif profesi yang
menjanjikan bagi masa depan. Silakan klik setiap poin tugas di bawah ini untuk
penjelasan lebih lanjutnya:

1. Melakukan kunjungan rutin kepada customer


2. Melakukan promosi secara beretika dan berkomunikasi atas dasar kejujuran
dan ketulusan
3. Menjalin hubungan dan relasi yang baik dengan customer dalam jangka
panjang
4. Mengelola area coveragenya secara profesional sehingga memberikan hasil
yang optimal
5. Memberikan laporan secara lisan dan tertulis kepada atasannya secara teratur
yang berisi rencana kunjungan, hasil kunjungan, evaluasi kunjungan, aktifitas
kompetitor, dan sales yang dihasilkan
6. Survey apotek untuk mengenai pola peresepan dokter terhadap produk sendiri
maupun kompetitor.

d. bagaimanakah sistem penggajian medrep apa saja komponennya

Komponen Penggajian

2.3.1 Cuti

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003


tentang Ketenagakerjaan Pasal 79, terdapat aturan bahwa pengusaha wajib
memberi waktu cuti kepada pekerja. Terdapat beberapa cuti yang diatur oleh
Undang-undang tersebut, yaitu:

1. Cuti Tahunan
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 79, cuti tahunan didapat sekurang-
kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja yang bersangkutan
bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus. Berdasarkan
Pasal 84, setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak tersebut berhak
mendapat upah penuh. Cuti tahunan diatur dalam Perjanjian Kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

2. Cuti Sakit

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun


2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 93, pekerja yang mengalami sakit
sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan diperbolehkan mengambil
waktu istirahat/cuti sesuai dengan jumlah hari yang disarankan oleh
dokter dan berhak mendapat upah. Ketentuan untuk cuti sakit biasanya
juga diatur oleh perusahaan melalui Perjanjian Kerja.

3. Cuti Besar

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan Pasal 79, pekerja mendapatkan istirahat/cuti panjang sekurang-kurangnya
2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ke-7 (tujuh) dan ke-8 (delapan) masing-masing
1 (satu) bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus
pada perusahaan yang sama. Dengan ketentuan, pekerja tersebut tidak berhak lagi atas
istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap
kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

4. Cuti Bersama

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor


B.70/M.NAKER/PHIJSK-SES/V/2018 Tentang Pelaksanaan Cuti Bersama pada
Perusahaan, cuti bersama merupakan bagian dari cuti tahunan. Pekerja yang melaksanakan
cuti pada hari cuti bersama, maka hak cuti yang diambil mengurangi ha katas cuti tahunan
pekerja yang bersangkutan. Sedangkan bagi pekerja yang bekerja pada hari cuti bersama,
maka hak cuti tahunannya tidak berkurang dan pekerja berhak atas upah penuh.

5. Cuti Hamil
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pasal 82, pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat/cuti selama 1,5
(satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan
sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Selain itu, pekerja
perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu
setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

6. Cuti Penting

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan Pasal 93, pekerja mendapatkan hak atas upah apabila tidak bekerja
karena alasan penting, seperti pekerja menikah, menikahkan anak, mengkhitankan anak,
membaptiskan anak, istri melahirkan atau mengalami keguguran kandungan, dan anggota
keluarga dalam satu rumah meninggal dunia.

2.3.2 Lembur

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan Pasal 78, kerja lembur hanya bisa dilakukan apabila ada perintah dari
pengusaha dan disetujui oleh karyawan. Dengan kata lain, lembur berlaku apabila
adanya kesepatakan antara kedua belah pihak. Pengusaha juga wajib untuk membayar
upah kerja lembur karyawan diluar upah. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja
Lembur dan Upah Kerja Lembur Pasal 1 menyatakan bahwa waktu kerja lembur adalah
waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari,
dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi
yang ditetapkan Pemerintah. Pada Pasal 8 disebutkan bahwa perhitungan upah lembur
didasarkan pada upah bulanan. Cara menghitung upah lembur dalam 1 (satu) jam adalah
1/173 kali upah 1 (satu) bulan karyawan. Pada Pasal 10 disebutkan bahwa dalam hal
upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar perhitungan upah lembur adalah 100%
(seratus persen) dari upah. Dalam hal upah terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap dan
tunjangan tidak tetap, apabila upah pokok tambah tunjangan tetap lebih kecil dari 75%
(tujuh puluh lima persen) keseluruhan upah, maka dasar perhitungan upah lembur 75%
(tujuh puluh lima persen) dari keseluruhan upah.
2.3.3 Tunjangan

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE07/MEN/1990 tentang


Pengelompokkan Upah, tunjangan tetap adalah suatu pembayaran yang teratur
berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya
serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok,
seperti: tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan perumahan, tunjangan kemahalan,
tunjangan daerah, dan lain-lain. Tunjangan makan dan tunjangan transport dapat
dimasukkan dalam komponen tunjangan tetap apabila pemberian tunjangan tersebut
tidak dikaitkan dengan kehadiran, dan diterima secara tetap oleh pekerja menurut satuan
waktu, harian, atau bulanan. Tunjangan tidak tetap adalah suatu pembayaran secara
langsung atau tidak langsung berkaitan dengan pekerja, yang diberikan secara tidak
tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak
sama dengan waktu pembayaran upah pokok. Seperti tunjangan transport yang
didasarkan pada kehadiran, tunjangan makan dapat dimasukkan ke dalam tunjangan
tidak tetap apabila tunjangan tersebut diberikan atas dasar kehadiran (pemberian
tunjangan biasa dalam bentuk uang atau fasilitas makan).

2.3.4 Jaminan Sosial

Pengertian jaminan sosial berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24


Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya yang layak. Dana jaminan sosial adalah dana amanat milik seluruh
peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola
oleh BPJS untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional
penyelenggaraan program Jaminan Sosial.

2.3.4.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berdasarkan Undang-undang Republik


Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial. BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota
keluarganya. Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan
pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang
diikuti.

2.3.4.2 BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun


2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menyelenggarakan program
jaminan kesehatan. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82
Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, karyawan perusahaan termasuk peserta
Pekerja Penerima Upah (PPU) Badan Usaha Swasta dikenakan tarif BPJS Kesehatan
sebesar 5% (lima persen) dari upah dan tunjangan tetap per bulan, dengan ketentuan
3% (tiga persen) dibayar oleh perusahaan atau pemberi kerja, dan 2% (dua persen)
dibayar karyawan lewat potongan gaji. Iuran jaminan kesehatan yang ditanggung oleh
pemberi kerja hanya untuk 5 orang anggota keluarga. Jika terdapat anggota keluarga
lain, maka harus membayar iuran per orang sebesar 1% (satu persen) dari gaji/upah.

2.3.4.3 BPJS Ketenagakerjaan

BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24


Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menyelenggarakan
program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari
Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, iuran JKK ditanggung sepenuhnya oleh
pemberi kerja, disesuaikan dengan tingkat risiko lingkungan kerja, dan dievaluasi
setiap 2 (dua) tahun sekali. Sementara itu, iuran JKM juga ditanggung penuh oleh
perusahaan dan ditetapkan sebesar 0.30% dari upah 1 (satu) bulan.

Kelompok Tingkat Risiko Presentase Iuran


(dari Upah/bulan)
I Sangat Rendah 0.24%
II Rendah 0.54%
III Sedang 0.89%
IV Risiko Tinggi 1.27%
V Risiko Sangat Tinggi 1.74&

Perusahaan harus mengumpulkan data mengenai nilai UMP/UMK wilayah setempat


yang berlaku serta memastikan batas tertinggi upah sebulan untuk Jaminan Pensiun
(JP), karena berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun
2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun, hal ini bergantung dengan
tingkat inflasi. Selanjutnya, dapat dihitung dengan persentase Jaminan Hari Tua (JHT)
sebesar 5.7% dari upah 1 (satu) bulan dengan rincian 3.7% ditanggung oleh pemberi
kerja dan 2% ditanggung oleh pekerja, serta Jaminan Pensiun (JP) sebesar 3% dari
upah 1 (satu) bulan dengan rincian 2% ditanggung oleh pemberi kerja dan 1%
ditanggung oleh pekerja.

2.3.5 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21)

2.3.5.1 Pengertian PPh Pasal 21

Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) berdasarkan Peraturan Direktur


Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang
Pribadi adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subyek
pajak dalam negeri. Menurut Lubis, Arifin, Djuanda, Dewi, dan Budiman (2018:75),
PPh Pasal 21 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) orang pribadi
dalam negeri, yaitu penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, serta
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.

2.3.5.2 Peserta Wajib Pajak PPh Pasal 21

Peserta wajib pajak PPh Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran
dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26
Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi

Pasal 3, yaitu:

1. Pegawai
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua,
dan jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Bukan pegawai yang dimaksud seperti
tenaga ahli, seniman/pekerja seni, olahragawan, penasihat, pengajar, pelatih,
penceramah, penyuluh, moderator, pengarang, peneliti, penerjemah, pemberi jasa
dalam segala bidang, agen iklan, pengawas atau pengelola proyek, pembawa
pesanan/yang menemukan langganan/perantara, petugas penjaja barang
dagangan, petugas dinas luar asuransi, distributor MLM, direct selling, dan
kegiatan sejenis lainnya.
4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan. Peserta kegiatan yang dimaksud
seperti peserta perlombaan dalam segala bidang, peserta rapat, konferensi,
sidang, pertemuan, kunjungan kerja, peserta/anggota dalam suatu kepanitiaan
sebagai penyelenggara kegiatan tertentu, peserta pendidikan, pelatihan, dan
magang, serta peserta kegiatan lainnya.

2.3.5.3 Penghasilan yang Dipotong dan Tidak Dipotong PPh Pasal

1. Penghasilan yang Dipotong

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yaitu penghasilan pegawai tetap, baik teratur
maupun tidak teratur, penghasilan penerima pensiun secara teratur, penghasilan sehubungan
dengan pemutusan hubungan kerja dan sehubungan pensiun yang diterima sekaligus,
penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, imbalan kepada bukan pegawai, serta
imbalan kepada peserta kegiatan

2. Penghasilan yang Tidak Dipotong

Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 yaitu pembayaran manfaat atau santunan
asuransi kesehatan, kecelakaan, jida, dwiguna, beasiswa, natura/kenikmatan dari wajib pajak
atau pemerintah, iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah disahkan Kementerian
Keuangan, iuran tunjangan hari tua/jaminan hari tua yang dibayar pemberi kerja,
zakat/sumbangan wajib keagamaan dari badan/Lembaga yang dibentuk/disahkan pemerintah,
beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat 3 huruf I Undang-undang Pajak
Penghasilan.

2.3.5.4 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) diatur


berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER16/PJ/2016 Tentang Pedoman
Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Orang Pribadi, serta Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
2.3.5.5 Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP diatur berdasarkan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

2.3.5.6 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Menurut Lubis et al. (2018:2), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang
diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak (WP) dalam
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Kerugian yang dialami jika WP
tidak memiliki NPWP maka dikenakan tarif PPh lebih tinggi 20% dari tarif PPh Wajib Pajak
yang memiliki NPWP.

e. apakah anda tertarik menjadi seorang medrep?? berikan alasannya baik ya ataupun
tidak

tidak tertarik, karena pengetahuan saya belum terlalu luas ditakutkan informasi atau
pengetahuan yang benar tidak akan tersampaikan dengan benar bila tidak disertai dengan
ketrampilan penyampaian/menjual, serta perilaku atau attitude “medrep” tersebut.

Anda mungkin juga menyukai