Banjar Margo
KabupatenTulangBawang, Lampung – 34684
Telp (0726) 7570122 – Fax (0726) 7570121
SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT PENAWAR MEDIKA
NOMOR : 030/SKD/RSPM/XII/2018
Tentang
PERATURAN RUMAH SAKIT TAHUN 2019
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
UMUM
Pasal 1
TUJUAN PERATURAN
Pasal 2
LUASNYA PERATURAN
(1) Peraturan RS ini berlaku untuk semua Karyawan yang bekerja atau memiliki
kesepakatan kerja dengan RS kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian khusus baik
secara keseluruhan maupun sebagian.
(2) Peraturan ini memuat hal-hal yang bersifat umum, apabila belum tercantum dalam
Peraturan RS ini maka tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 3
(2) Karyawan adalah tenaga kerja yang terikat hubungan kerja dengan RS dan telah
bersama-sama menyetujui status pekerja tertentu sebagaimana diuraikan di
pasal (4) dan oleh karenanya menerima gaji dari RS.
(3) Keluarga Karyawan pria adalah seorang istri sah dan anak-anak sah maksimal
sampai dengan 3 (tiga) anak dengan batas usia maksimal 21 (dua puluh satu) tahun,
belum menikah dan belum bekerja.
(4) Dalam hal jaminan pemeliharaan kesehatan, Karyawan wanita di anggap berstatus
lajang kecuali, ditentukan lain.
(5) Keluarga Karyawan wanita adalah anak-anak sah maksimum sampai dengan 3 (tiga)
anak dengan batas usia maksimal 21 (dua puluh satu) tahun, belum menikah, atau
belum bekerja dan terdaftar di RS. Status janda resmi dibuktikan dengan surat cerai
atau surat kematian suami.
(6) Anak adalah anak yang terdaftar di RS. maksimal jumlah anak yang terdaftar adalah
3 (tiga) orang berdasarkan persetujuan Direktur.
(7) Uang Pesangon adalah pembayaran berupa uang dari RS kepada Karyawan
sebagai akibat adanya pemutusan hubungan kerja.
(8) Uang Penghargaan Masa Kerja adalah uang jasa sebagai penghargaan RS kepada
Karyawan yang dikaitkan dengan lamanya masa kerja.
Pasal 4
b. Masa percobaan;
(3) Karena sesuatu hal Karyawan secara sepihak memutuskan mengundurkan diri
sebelum masa kesepakatan kerja berakhir dan/atau selama masa percobaan, maka
Karyawan berkewajiban untuk memberitahukan hal tersebut secara tertulis paling
lambat 1 (satu) bulan sebelumnya. Jika tidak, yang bersangkutan tidak diberikan gaji
sebagaimana seharusnya dan mengembalikan semua gaji yang pernah diterima
pada 3 (tiga) bulan terakhir serta tidak diberikan surat referensi kerja.
Bab II
PENERIMAAN KARYAWAN
Pasal 5
PENERIMAAN KARYAWAN
Pasal 6
(1) Untuk memberikan tantangan agar Karyawan lebih berprestasi serta menjamin
bahwa Karyawan yang berprestasi lebih baik mendapatkan penghargaan yang lebih
baik pula, maka RS membuat jenjang karir yang adil dan sistematis serta
berhubungan dengan paket kompensasi, fasilitas, dan penghargaan lain.
(2) Untuk tujuan tersebut di atas maka dibuat sistem pangkat, golongan, dan jabatan.
(3) Jabatan adalah sebutan untuk individu karena menduduki sebuah posisi dengan
pekerjaan tertentu. Pada kenyataannya beberapa jabatan yang sama dapat diduduki
oleh individu-individu yang berlainan golongan dan pangkatnya.
(4) Setiap Karyawan akan diberitahu golongan, pangkat, dan jabatan melalui surat
keputusan.
Bab III
Pasal 7
a. Setiap Karyawan wajib masuk kerja dan meninggalkan tempat kerja sesuai
jam kerja yang telah ditentukan.
b. Setiap Karyawan wajib melakukan rekam kehadiran secara elektronik atau
non elektronik, setiap kali masuk dan pulang kerja, kecuali Karyawan yang
menjalankan dinas luar. Jika tidak terdapat mesin rekam kehadiran
elektronik, dapat dilakukan secara non elektronik dan disahkan oleh
atasannya (dalam bentuk paraf/tanda tangan).
c. Karyawan yang dengan sengaja atau tidak sengaja (lalai) tidak melakukan
rekam kehadiran akan dianggap tidak hadir kerja, kecuali segera melaporkan
hal tersebut kepada atasannya dan ditandatangani oleh atasannya.
d. Bagi Karyawan yang terlambat hadir dikarenakan halangan yang bersifat
force majeure (misalnya: bencana alam, banjir, kebakaran, huru-hara,
kecelakaan besar, dll) atau Karyawan bertugas langsung ke lapangan dimana
sudah seizin atasannya, dianggap tidak terlambat dengan syarat segera
melaporkan hal tersebut kepada atasannya dan diparaf atasannya disertai
keterangan yang dapat diterima di rekam kehadiran non elektronik atau
ditandatangani formulir persetujuan perubahan kehadiran oleh atasannya..
e. Bagi Karyawan yang sakit atau berhalangan hadir diwajibkan memberi kabar
melalui telepon atau pesan singkat pada pagi hari yang sama kepada atasan
langsung. Apabila keadaan tidak memungkinkan dilakukan, harus segera
memberitahukan kepada atasan langsung keesokan harinya. Jika sakit lebih
dari 1 (satu) hari harus dibuktikan dengan surat keterangan sakit dari dokter
pada saat masuk kerja.
f. Dalam beberapa hal di mana RS meragukan keterangan Karyawan, maka
diberikan ketentuan khusus secara tertulis berupa keharusan melampirkan
surat keterangan sakit dari dokter pada saat masuk kerja meskipun sakit
hanya 1 (satu) hari;
g. Ketidakhadiran di tempat kerja tanpa pemberitahuan baik pada hari yang
sama maupun keesokan harinya maka dianggap cuti di luar tanggungan
(CDT) dengan konsekuensi gaji tidak akan dibayarkan sejumlah hari tidak
masuk bekerja, sebagaimana diatur dalam Pasal (20).
h. Ketidakhadiran di tempat tugas tanpa pemberitahuan, melakukan rekam
kehadiran baik elektronik maupun non elektronik orang lain tanpa kehadiran
fisik orang tersebut; tahu dan sengaja diabsenkan orang lain tanpa kehadiran
fisik dirinya sendiri, dan lain-lain yang berhubungan dengannya dikenakan
sanksi tindakan disiplin karena dianggap sebagai pelanggaran tata tertib dan
akan mempengaruhi dalam penilaian kinerja.
i. Semua jenis surat yang ada kaitannya dengan rekam kehadiran (misal: surat
pemberitahuan, surat persetujuan kehadiran kerja, surat dokter, cuti dll) harus
dikirim ke Staf Administrasi RS.
Pasal 8
KARTU IDENTITAS
(1) Kartu identitas (KI) merupakan alat bantu mengenal identitas Karyawan.
(2) Kecuali ditetapkan lain dalam Peraturan ini, KI dipakai selama hari dan jam kerja.
(3) Petugas sekuriti atau petugas lain yang ditunjuk akan melakukan pemeriksaan KI.
Apabila petugas yang ditunjuk tidak menjalankan tugasnya, maka petugas tersebut
dapat dikenakan teguran lisan bahkan memungkinkan untuk mendapatkan
peringatan tertulis.
(4) KI memuat foto, nama dan Nomor Induk Karyawan (NIK) yang bersangkutan.
a. NIK terdiri dari 15 (lima belas) digit, dimana 4 (empat) digit pertama adalah tahun
kelahiran, 2 (dua) digit berikutnya bulan kelahiran, 2 (dua) digit berikutnya adalah
tanggal kelahiran dan 4 (empat) digit berikutnya adalah bulan dan tahun masuk
sebagai karyawan RS dan 3 (tiga) digit terakhir merupakan penonomoran
berdasarkan sistem pencatatan data Karyawan.
b. KI tersebut milik RS, dengan demikian jika terjadi pemutusan hubungan kerja,
maka KI harus dikembalikan ke RS dan merupakan syarat pemberian keterangan
kerja.
(5) Karyawan wajib menyerahkan foto berwarna kepada Staf Adminitrasi dengan
ketentuan sebagai berikut;
a. Setengah badan, berwarna, dan berukuran 3x4 cm;
b. Pakaian kerja;
c. Foto tanpa efek atau variasi;
d. Dalam bentuk softcopy (file .jpg).
(7) Pekerja yang KI-nya rusak atau hilang diharuskan melapor ke Staf Administrasi
untuk dibuatkan yang baru. Jika kerusakan atau kehilangan KI dikarenakan
kesalahan Karyawan, maka akan dikenakan biaya penggantian sesuai dengan harga
yang berlaku.
(8) KI baru dapat diterima oleh Karyawan paling lambat 2 (dua) minggu sesudah
menyerahkan data secara lengkap ke Staf Administrasi.
Pasal 9
h. Karyawan yang mengetahui atau melihat adanya kemungkinan sesuatu hal atau
keadaan yang dapat membahayakan atau merugikan RS, diwajibkan
memberitahukan kepada atasan/pimpinan RS.
i. Karyawan wajib menjunjung tinggi kepercayaan dan nama baik RS serta tidak
melakukan hal-hal yang dapat merugikan RS.
j. Karyawan harus segera melaporkan setiap kerusakan atau kehilangan barang-
barang milik RS yang merupakan tanggung jawabnya atau tanggung jawab
instalasi kepada atasannya.
k. Karyawan harus menjaga kesehatan dan keselamatan bagi dirinya maupun
rekan sekerja serta bertanggung jawab atas kebersihan, kerapian dan ketertiban
lingkungan RS.
l. Karyawan yang mengetahui Karyawan lain mendapat kecelakaan, diwajibkan
memberi pertolongan secepat mungkin dalam batas kemampuan yang ada
padanya.
m. Pada waktu bekerja setiap Karyawan diharuskan menaati prosedur dan langkah-
langkah keselamatan kerja yang telah ada, termasuk mentaati keharusan
menggunakan perlengkapan kerja yang telah disediakan.
n. Karyawan berkewajiban memberikan saran-saran untuk perbaikan metode kerja,
efisiensi, dan syarat-syarat kerja demi suksesnya RS.
o. Karyawan yang masuk dikarenakan lembur pada hari libur diperkenankan
menggunakan pakaian bebas dan tetap sopan, namun tidak diperkenankan
menggunakan sandal atau sepatu sandal gunung.
p. Karyawan terikat dan wajib menaati setiap PPO, Instruksi Kerja, Tata Tertib, dan
aturan kerja lain yang berlaku di RS.
q. Karyawan diwajibkan melaporkan kepada Staf Administrasi setiap ada
perubahan status, identitas, tempat tinggal, hubungan pernikahan, nomor
telelpon genggam dan/atau segala informasi yang perlu didaftarkan.
(2) LARANGAN
a. Karyawan dilarang menjalankan dan/atau mempergunakan peralatan RS kecuali,
bila diberi wewenang untuk itu oleh Kepala Instalasi.
b. Karyawan dilarang merusak suasana kerja yang baik dan bersahabat antara
sesama Karyawan dan harus saling membantu dalam melaksanakan tugas
sehari-hari.
c. Karyawan dilarang menghasut atau melakukan usaha-usaha atau tindakan-
tindakan penghasutan serta mempengaruhi sesama Karyawan yang dapat
menuju ke arah keonaran, ketidak-tenangan, serta keruhnya suasana kerja di
lingkungan RS.
d. Karyawan dilarang untuk meminta dan/atau memberi sesuatu yang bersifat
menguntungkan pribadinya baik secara langsung maupun secara tidak langsung
dari para relasi RS.
e. Karyawan dilarang untuk membawa/memindahkan semua perlengkapan kerja,
dokumen-dokumen dan lain-lain peralatan RS, keluar dari RS tanpa seizin
Direktur.
f. Karyawan dilarang tidur selama waktu kerja, kecuali diizinkan oleh Kepala Tim/
Kepala Ruangan/ Kepala Instalasi.
g. Karyawan dilarang memiliki pekerjaan sambilan di luar kepentingan RS pada
waktu kerja dan menerima gaji, kecuali bila diberi wewenang/izin Direktur RS.
h. Karyawan dilarang mempergunakan kepala surat, amplop surat, dan cap/stempel
RS untuk kepentingan pribadinya. Surat keterangan untuk kepentingan yang
bersifat pribadi akan dibuat oleh Staf Umum dengan permintaan tertulis dari
Karyawan.
i. Karyawan atau sekelompok Karyawan dilarang melakukan usaha-usaha (bisnis)
pribadinya selama waktu kerja dan dalam lingkungan RS, kecuali bila diberi
wewenang oleh Direktur tertulis.
j. Setiap Karyawan dilarang menempel tulisan, poster, plakat, dan melakukan corat
coret dalam lingkungan RS dan mengedarkan surat edaran, kecuali bila diberi
wewenang oleh Direktur RS.
k. Karyawan dilarang merokok di dalam ruangan atau tempat tertentu lainnya yang
akan membahayakan RS atau lingkungan RS maupun diri Karyawan sendiri.
Merokok hanya diperkenankan ditempat yang ditentukan.
l. Karyawan dilarang membawa ke dalam lingkungan RS barang-barang/alat-
alat/bahan-bahan dan sebagainya dalam bentuk apapun yang dapat
membahayakan keamanan, ketentraman, dan keselamatan RS atau lingkungan
RS kecuali bila diberikan ijin secara tertulis oleh Direktur RS.
m. Karyawan dilarang menyalahgunakan fasilitas milik RS atau yang ada kaitannya
dengan RS, sehingga mengganggu suasana kerja dan/atau merugikan RS,
sesama pekerja, dan/atau orang lain, kecuali mendapat izin. Pengertian fasilitas
pada ayat ini dan ketentuan lebih lanjut mengenai tata-tertibnya diatur lebih lanjut
dalam Memo yang dikeluarkan RS.
Pasal 10
PERINTAH MUTASI
(1) Perintah Mutasi dirancang untuk dapat menyalurkan serta memberikan kesempatan
kepada Karyawan untuk berkarya menurut kemampuan, pengalaman, dan minat
pada tempat yang lebih sesuai.
(2) Kebijaksanaan ini dimaksudkan untuk menggantikan Karyawan yang keluar atau
dipindahkan pada posisi yang sudah ada, atau untuk mengisi suatu posisi baru
sesuai dengan sasaran RS.
(3) Perintah Mutasi memiliki beberapa terminologi yaitu Rotasi, Promosi, dan Demosi.
(4) Rotasi adalah perpindahan Karyawan untuk pangkat atau jabatan yang sama, dalam
satu RS berdasarkan kebutuhan dan persetujuan dari Instalasi/Direktur.
(5) Promosi adalah perpindahan Karyawan ke pangkat atau jabatan yang lebih tinggi
dalam satu Instalasi Bagian berdasarkan prestasi kerja dan kompetensi, sesuai
kebutuhan RS dan persetujuan dari Direktur.
(6) Demosi adalah perpindahan Karyawan ke pangkat atau jabatan yang lebih rendah
dalam satu Instalasi/Bagian karena penurunan prestasi kerja atau pelanggaran
dengan persetujuan dari Instalasi/Direktur.
(7) Karyawan yang menerima Promosi dapat mengalami penyesuaian terhadap gaji,
fasilitas dan/atau tunjangan yang diterimanya.
(8) Karyawan yang menerima Demosi dapat mengalami penyesuaian terhadap gaji,
fasilitas dan/atau tunjangan yang diterimanya.
Pasal 11
WEWENANG MUTASI
Pasal 12
PROSEDUR MUTASI
(1) Inisiatif Mutasi bisa datang dari atasan maupun Kepala Instalasi setelah mengetahui
adanya kesempatan untuk Mutasi (ada kebutuhan dan Karyawan memenuhi
kualifikasi atau sedang dipersiapkan untuk menguasai kompetensi tertentu).
(2) Proses pencarian kandidat pengisi posisi yang lowong dilakukan oleh Manajer Adm.
Umum & IT melalui diskusi dengan Manajer lain, Kepala Instalasi dan Direktur.
Bab V
KOMPENSASI
Pasal 13
(1) Gaji adalah sejumlah uang yang diberikan RS kepada Karyawan sebagai imbalan
suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan menurut suatu
persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu
perjanjian antara RS dan Karyawan.
(2) Penetapan gaji pada dasarnya dilakukan berdasarkan: jabatan, pangkat, golongan,
kompetensi, keahlian/kecakapan, prestasi kerja, perkembangan indeks biaya hidup
dan kemampuan RS serta Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(3) Peninjauan kenaikan gaji dilakukan minimal satu kali dalam dua tahun, yaitu pada
bulan Januari dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
a. Kemampuan RS;
b. Kompetensi Pekerja;
c. Prestasi Pekerja;
d. Tingkat inflasi;
e. Peraturan Pemerintah.
(4) Gaji bagi Karyawan Tetap dan Karyawan Tidak Tetap dibayarkan secepat-cepatnya
pada hari kerja terakhir setiap bulan.
(5) Gaji bagi Karyawan Baru yang masuk bukan pada tanggal 1 (satu) bulan yang
bersangkutan akan dibayarkan sebagai berikut:
a. Karyawan dengan jam kerja reguler 7 jam per hari dan 40 jam seminggu (6 hari
kerja) : Gaji dibagi 25 dikali jumlah hari masuk bekerja berdasarkan kalender
Pasal 14
KERJA LEMBUR
(1) Lembur merupakan kompensasi untuk Karyawan yang dilakukan diluar jam kerja
reguler atau pada hari libur
(2) Lembur harus dilakukan dengan perencanaan yang disetujui oleh Atasan,
sedangkan klaim lembur didasarkan pada pelaksanaan lembur yang disetujui oleh
Atasan.
(3) Pada dasarnya lembur adalah sukarela, kecuali:
a. Dalam keadaan darurat yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan
orang bila pekerjaan tidak diselesaikan dengan segera;
b. Menyelesaikan pekerjaan mendesak yang dapat merugikan RS dan/atau
mengganggu kelancaran operasional RS bila pekerjaan tidak diselesaikan pada
waktunya;
c. Meneruskan pekerjaan yang merupakan rangkaian proses yang tidak dapat
ditinggalkan;
d. Mengejar target yang telah ditentukan atau laporan yang harus diselesaikan.
(4) Seorang atasan memiliki wewenang untuk menentukan perlu tidaknya lembur,
sehingga apabila terdapat klaim lembur yang tidak disetujui oleh atasan maka
pekerjaan tersebut bukan dianggap lembur.
(5) Makan lembur senilai dengan uang makan yang diberikan jika bekerja lembur
setelah 3 (tiga) jam terus menerus.
(6) Khusus bagi golongan 3 (tiga) yang tidak mendapatkan insentif, jika melakukan
aktivitas di luar jam kerja reguler atas persetujuan dan permintaan atasan berhak
memperoleh penggantian uang makan lembur sebagaimana ketentuan dalam Pasal
ini.
(7) Uang transportasi lembur hanya diberikan bila kerja lembur dilakukan pada hari libur
resmi sesuai ketentuan pada Pasal 7 ayat (1) butir d.
(8) Karyawan yang mengikuti training melebihi jam kerja tidak diperhitungkan sebagai
kerja lembur.
Pasal 15
(1) Perjalanan dinas adalah perjalanan tugas luar kota yang dilakukan oleh Karyawan
atas nama RS dan atas persetujuan Direktur.
(2) Biaya Perjalanan Dinas adalah semua biaya yang timbul karena perjalanan dinas
kecuali keperluan pribadi.
(3) Biaya Perjalanan Dinas yang dapat diganti oleh RS terdiri dari:
a. Biaya Transportasi dalam dan/atau antar kota dan/atau antar negara
b. Biaya Parkir dan/atau Tol
c. Biaya Traktasi Relasi
1. Traktasi atau entertain hanya boleh dilakukan oleh golongan 3 (tiga) ke atas
atau jabatan tertentu yang disetujui Direktur dan hanya boleh dilakukan
dalam rangka menjamu relasi RS.
2. Traktasi atau entertain untuk menjamu rekan sekantor saat dinas kerja luar
kota tidak diperkenankan, kecuali seizin Direktur.
3. Pekerja golongan 3 (tiga) ke atas karena Jabatan dan sifat Pekerjaannya,
dapat memberikan wewenang kepada golongan di bawahnya untuk
melakukan traktasi dengan tanggung jawab penuh tetap pada pemberi
wewenang. Pemberian wewenang tersebut dapat diberikan dalam bentuk
memo khusus agar dapat diklaim di bagian keuangan.
d. Uang makandiberikan sesuai dengan kondisi pada saat melakukan perjalanan
dinas.
e. Biaya angkut hanya untuk mengangkut sampel dan barang RS di
Bandara/Terminal/ Dermaga/Stasiun/Penginapan.
f. Uang Saku; Besarnya Uang Saku tergantung pada golongan masing-masing
Karyawan dan akan diberikan tergantung pada jumlah malam menginap di luar
kota danatau jumlah jam bekerja di luar kota yang diatur dalam Surat Keputusan
Direktur;
g. Biaya Penginapan
1. Penggantian biaya penginapan hanya meliputi tarif kamar saja. Penggunaan
mini bar dan makan minum di dalam hotel hanya dapat diizinkan untuk
pertimbangan menjamu relasi RS. Bermalam di rumah keluarga atau saudara
tidak mendapatkan penggantian biaya penginapan.
BAB VI
Pasal 17
CUTI TAHUNAN
(1) Cuti merupakan fasilitas yang diberikan RS dengan tujuan memberikan kesempatan
istirahat kepada Karyawan agar dapat memulihkan kembali stamina untuk bekerja.
(2) Karyawan yang telah bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus
berhak atas Cuti Tahunan selama 12 (dua belas) hari kerja dengan tetap menerima
gaji penuh.
(3) Hak cuti muncul pertama kali pada tanggal 1 Januari tahun berikutnya dengan
perhitungan cuti proporsional berdasarkan bulan masuk bekerja, dengan ketentuan :
a. Apabila pekerja mulai masuk bekerja di RS sebelum atau hingga tanggal 15, hak
cuti pada bulan tersebut dihitung 1 (satu).
b. Apabila pekerja mulai masuk bekerja di RS tanggal 16 dan setelahnya,
perhitungan hak cuti dimulai pada bulan berikutnya.
(4) Sisa Cuti Tahunan yang diperoleh dapat dipergunakan selambat-lambatnya sampai
akhir tahun berjalan, sebelum muncul cuti tahunan lagi pada awal bulan Januari
tahun berikutnya.
(5) Karyawan yang hak cutinya telah habis dengan persetujuan atasan diperbolehkan
meminjam cuti sampai dengan batas maksimal mencapai -6 (minus enam) hari saja,
kecuali terkena cuti massal yang mengakibatkan hak cuti melebihi -6 (minus enam)
hari.
(6) Karyawan yang cutinya telah mencapai -6 (minus enam) hari atau lebih, jika tidak
masuk kerja baik karena pemberitahuan atau tidak kecuali, cuti yang diatur oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku atau karena memenuhi panggilan
untuk mewakili negara yang tidak dapat diwakilkan, maka diberlakukan Cuti Diluar
Tanggungan (CDT) yang memiliki konsekuensi gaji tidak dibayarkan sejumlah hari
CDT.
(7) Pada dasarnya cuti adalah sesuatu yang direncanakan, oleh karena itu jika ada
Karyawan yang tidak masuk kerja tanpa cuti, akan diberlakukan sebagai Cuti Diluar
Tanggungan (CDT) dengan konsekuensi gaji Karyawan tersebut tidak dibayarkan
sejumlah hari CDT. Hal ini tidak berlaku untuk cuti yang ditentukan pemerintah yang
bersifat mendadak.
Pasal 18
(1) Karyawan wanita yang memerlukan istirahat pada saat mengalami haid, merasakan
sakit dan setelah diteliti kebenaran dan kewajarannya dapat diberikan izin maksimal
2 (dua) hari dalam 1 (satu) kali periode haid.
(2) Istirahat melahirkan diberikan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Kepada Karyawan yang hamil diberikan hak istirahat 1½ (satu setengah) bulan
sebelum saatnya menurut perhitungan dokter atau bidan akan melahirkan, dan
1½ (satu setengah) bulan setelah melahirkan atau gugur kandungan.
b. Istirahat Melahirkan karena gugur kandungan hanya dapat diambil berdasarkan
surat keterangan dokter kandungan atau bidan yang merawatnya, dan jika
berkepanjangan, perhitungan gaji mengikuti ketentuan Pasal 22.
c. Istirahat Melahirkan ini dapat diperpanjang apabila dokter atau bidan yang
merawatnya memandang perlu bahwa Karyawan Wanita yang bersangkutan
masih harus istirahat, dan perhitungan gaji mengikuti ketentuan Pasal 22.
(3) Karyawan wanita yang masih menyusui akan mendapatkan kesempatan untuk
menyusui anaknya atau memompa ASI jika hal itu harus dilakukan selama waktu
kerja.
(4) Penggunaan istirahat haid, istirahat hamil, cuti melahirkan, dan keguguran, di luar
ketentuan dalam pasal ini, tidak diperkenankan.
Pasal 19
Pasal 20
25 hari
Pasal 21
(1) Meninggalkan pekerjaan tanpa izin atau mangkir atau alpa adalah apabila Karyawan
tidak masuk kerja dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh RS.
(2) Meninggalkan pekerjaan tanpa izin atau mangkir atau alpa dapat mengakibatkan
Karyawan yang bersangkutan tidak mendapatkan pembayaran gaji dan tunjangan-
tunjangan lainnya yang berkenaan dengan kehadiran Karyawan yang bersangkutan.
(3) Meninggalkan pekerjaan tanpa izin atau mangkir atau alpa adalah merupakan
pelanggaran disiplin yang dapat dikenakan sanksi peringatan, baik lisan maupun
tertulis.
Pasal 22
IZIN SAKIT
(1) Izin sakit merupakan izin tidak bekerja yang diberikan kepada Karyawan yang sakit,
dimana Karyawan tersebut tetap menerima gaji sampai saat yang ditentukan.
(2) Izin yang diberikan berlaku selama Karyawan tersebut memerlukan istirahat karena
sakit.
(3) Bagi Karyawan yang tidak hadir dikarenakan sakit diwajibkan memberi kabar melalui
telepon atau pesan singkat pada pagi hari yang sama kepada atasan langsung.
Apabila keadaan tidak memungkinkan dilakukan, harus segera memberitahu kepada
atasan langsung keesokan harinya. Jika ketidakhadiran karena sakit lebih dari 1
(satu) hari harus dibuktikan dengan surat keterangan sakit dari dokter pada saat
masuk kerja atau hari terakhir bekerja apabila karena sakitnya itu Karyawan
menyatakan mengundurkan diri.
(4) Dalam beberapa hal dimana RS meragukan keterangan Karyawan maka dapat
diberikan ketentuan khusus berupa keharusan melampirkan surat keterangan dari
dokter pada saat masuk kerja meskipun sakit hanya 1 (satu) hari.
(5) Apabila Karyawan dinyatakan sakit dalam jangka waktu yang lama berdasarkan
surat keterangan dari dokter dan/atau menurut ketentuan ketenagakerjaan yang
berlaku, maka selama masa tenggang waktu sakit berdasarkan petunjuk
pelaksanaan Peraturan pemerintah yang berlaku akan diberikan penerimaan gaji
pokok dan tunjangan tetap sebagai berikut:
a. 4 (empat) bulan pertama mendapatkan 100% (seratus persen)
b. 4 (empat) bulan kedua mendapatkan 75% (tujuh puluh lima persen)
c. 4 (empat) bulan ketiga mendapatkan 50% (lima puluh persen)
d. Untuk bulan berikutnya mendapatkan 25% (dua puluh lima persen) sebelum
pemutusan hubungan kerja dilakukan.
(6) Termasuk sakit dalam jangka waktu yang lama adalah sakit berkepanjangan secara
terus menerus, atau terputus-putus mampu bekerja kembali, tetapi dalam tenggang
waktu kurang dari 4 (empat) minggu, sakit kembali.
(7) Apabila Karyawan setelah 12 (dua belas) bulan terus menerus menderita sakit dan
dinyatakan tidak mampu bekerja lagi oleh dokter yang ditunjuk, maka dapat
mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberhentikan dengan hormat
karena tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan dan diselesaikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
JAMINAN SOSIAL
Pasal 23
BPJS KETENAGAKERJAAN
(1) Setiap Karyawan diikutsertakan dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja BPJS
Ketenagakerjaan yang meliputi:
a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
b. Jaminan Kematian (JK)
c. Jaminan Hari Tua (JHT)
d. Jaminan Pensiun (JP)
(2) RS berwenang untuk melakukan pemotongan gaji bulanan sebagai iuran untuk
pembiayaan JHT dan JP sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.
(3) Segala ketentuan mengenai manfaat BPJS Ketenagakerjaan di atas, berlaku sesuai
ketentuan dari BPJS Ketenagakerjaan.
Pasal 24
SUMBANGAN DUKA
(1) Sumbangan duka diberikan apabila Karyawan Tetap dan Karyawan tidak Tetap atau
anggota keluarganya meninggal dunia. RS memberikan sumbangan duka kepada
salah seorang anggota keluarganya yang besarnya sama untuk setiap Karyawan.
(2) Yang dimaksud dengan anggota keluarga dalam ketentuan ini adalah:
a. Istri / suami yang sah dan terdaftar di RS
b. Ayah / ibu kandung dari karyawan.
c. Ayah / ibu kandung dari istri / suami Karyawan dan terdaftar di RS.
d. Semua Anak yang sah.
(3) Sumbangan duka diberikan dalam bentuk uang dan bentuk lain.
(4) Besarnya sumbangan duka dapat berubah sesuai kebijakan RS yang dapat dilihat
dalam Surat Keputusan Direktur.
(5) Sumbangan duka tidak di klaim tetapi diberikan langsung oleh RS.
Pasal 25
SUMBANGAN PERNIKAHAN
(1) Sumbangan pernikahan diberikan kepada Karyawan Tetap dan Karyawan tidak
Tetap, yang melangsungkan pernikahan pertama kalinya.
(2) Sumbangan pernikahan diberikan dalam bentuk uang dan bentuk lain.
(3) Besarnya sumbangan pernikahan dapat berubah sesuai kebijakan RS yang dapat
dilihat dalam Surat Keputusan Direktur.
(4) Klaim sumbangan bersifat aktif, dimana Karyawan atau atasan Karyawan yang
bersangkutan mangajukan permohonan disertai dengan copy surat nikah.
(5) Sumbangan berlaku untuk pernikahan yang Sah.
(6) Pemberian sumbangan pernikahan dapat dipercepat dengan jalan diajukan oleh
atasannya dan menjadi tanggung jawab atasan untuk kelengkapan copy surat nikah.
Apabila dikemudian hari ternyata tidak dapat dibuktikan dengan copy surat nikah
yang sah, maka RS berhak untuk menarik kembali uang bantuan tersebut.
(7) Klaim sumbangan pernikahan hanya diperkenankan untuk masa waktu paling lama 2
(dua) bulan sejak pernikahan dilangsungkan.
Pasal 26
SUMBANGAN KELAHIRAN
(1) Sumbangan kelahiran diberikan kepada Karyawan Tetap untuk tiap kelahiran yang
hanya berlaku maksimal untuk kelahiran anak ketiga yang sah saja dari istri sah
Karyawan pria atau Karyawan wanita.
(2) Sumbangan kelahiran diberikan dalam bentuk uang.
(3) Besarnya sumbangan kelahiran dapat berubah sesuai kebijakan RS yang diatur
dalam Surat Keputusan Direktur.
BAB VIII
PEMBINAAN DISIPLIN
Pasal 27
SURAT PERINGATAN
(1) Surat peringatan adalah surat teguran yang dikeluarkan oleh pejabat RS kepada
seorang Karyawan karena pelanggaran atas ketentuan tata tertib/disiplin kerja yang
berlaku.
(2) Sebelum Surat Peringatan (SP) dikeluarkan, sejauh mungkin harus selalu didahului
dengan peringatan lisan.
(3) Pada dasarnya SP dimaksudkan untuk memperbaiki kesalahan/kekeliruan dan untuk
mendidik Karyawan. Usaha-usaha pembinaan Karyawan yang bersangkutan untuk
mencegah dikeluarkannya SP tingkat berikutnya akan dilakukan oleh:
a. Atasan langsung dan/atau atasan yang lebih tinggi;
b. Ketua komite Keperawatan atau Komite Medik
c. Direktur.
(4) Masing-masing SP mempunyai masa berlaku selama 6 (enam) bulan dan apabila
ternyata yang bersangkutan masih melakukan pelanggaran lagi maka RS dapat
memutuskan hubungan kerjanya dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Jangka waktu berlakunya SP dimulai sejak tanggal dikeluarkannya SP dimaksud
sampai berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan. Setelah jangka waktu tersebut
berakhir, SP menjadi gugur dengan sendirinya.
(6) Surat Peringatan ke-1 (SP I)
SP I dikenakan kepada Karyawan apabila:
a. Melakukan pelanggaran atas ketentuan kewajiban umum/disiplin kerja yang
ditetapkan;
b. Tidak mampu menyelesaikan tugas-tugasnya dengan alasan yang tidak dapat
diterima oleh RS.
c. 2 (dua) kali mangkir berturut-turut dalam 1 (satu) bulan.
d. Tidak memelihara dengan baik perlengkapan kerja yang diserahkan kepadanya,
sehingga mengakibatkan kerusakan.
e. Memberikan keterangan palsu pada saat dibutuhkan secara resmi.
f. 6 (enam) kali datang terlambat atau 6 (enam) kali pulang lebih awal, tanpa izin
dari atasan dalam 1 (satu) bulan dan/atau 12 (dua belas) kali datang terlambat
atau 12 (dua belas) kali pulang lebih awal, tanpa izin atasan dalam waktu 3 (tiga)
bulan berturut-turut.
(7) Surat Peringatan ke-2 (SP II)
SP II dikenakan terhadap Karyawan apabila:
a. Melakukan pelanggaran yang termasuk dalam kategori sanksi Surat Peringatan
ke-1 (SP I) dalam masa berlakunya SP I.
b. Lebih dari 6 (enam) kali datang terlambat atau 6 (enam) kali pulang lebih awal;
dan telah mendapatkan SP I, dan sejak diterbitkannya SP I melakukan
pelanggaran ulang dengan datang terlambat lebih dari 12 (dua belas) kali tanpa
izin atasan dalam waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut.
c. Melakukan perbuatan yang termasuk dalam kategori Larangan pada Pasal 9 ayat
(2).
(8) Surat Peringatan ke-3 (SP III) / Terakhir
SP III / Terakhir dikenakan terhadap Karyawan apabila:
a. Melakukan pelanggaran yang termasuk dalam kategori sanksi Surat Peringatan
ke-1 (SP I) dan/atau Surat Peringatan ke-2 (SP II) dalam masa berlakunya SP II.
b. Menolak perintah yang sah dan layak sesuai tugas dan tanggung jawabnya,
walaupun telah diperingatkan;
c. Dengan sengaja atau lalai mengakibatkan dirinya tidak dapat menjalankan
Pekerjaan yang diberikan kepadanya;
d. Melalaikan kewajibannya secara sembarangan;
e. Bertengkar hingga menyebabkan perkelahian di lingkungan RS baik sesama
Karyawan maupun dengan orang lain.
f. Tidak cakap melakukan Pekerjaan atau penugasan walaupun sudah dicoba pada
bidang tugas yang ada;
g. Mempunyai pekerjaan sampingan dan terbukti mempengaruhi prestasi kerja
dirinya sendiri dan/atau RS.
h. Melanggar ketetapan yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja atau
Peraturan RS.
i. Mengabsenkan/mencatatkan kehadiran orang lain tanpa kehadiran fisik orang
tersebut.
j. Meminta orang lain mengabsenkan/mencatatkan kehadirannya tanpa kehadiran
fisik dirinya sendiri.
(9) SP tidak harus diberikan berurutan, tetapi berdasarkan berat ringannya kesalahan/
pelanggaran yang dilakukan oleh Karyawan yang bersangkutan.
(10) Pihak-pihak yang berwenang mengeluarkan Surat Peringatan adalah sebagai
berikut:
a. Surat Peringatan ke-1 (SP I) dibuat oleh atasan langsung dan kepala
Unit/Ruangan dengan diketahui oleh atasan yang lebih tinggi.
b. Surat Peringatan ke-2 (SP II) dibuat oleh atasan langsung dan Kepala Unit/
Kepala Ruangan berserta Kepala Instalasi dengan diketahui oleh Diretur.
c. Surat Peringatan ke-3 (SP III) dibuat oleh atasan langsung dan Kepala Unit/
Kepala Ruangan beserta Kepala Instalasi dengan diketahui oleh Direktur.
(11) Setiap peringatan yang dikeluarkan didistribusikan sebagai berikut:
a. Lembaran asli untuk Karyawan yang bersangkutan.
b. Tembusan-tembusan untuk:
1. Atasan langsung Karyawan yang bersangkutan;
2. Atasan yang lebih tinggi yang mengetahui surat peringatan tersebut;
3. Bagian Administrasi.
(12) Pemutusan Hubungan Kerja.
Sanksi Pemutusan Hubungan Kerja dapat dilakukan kepada karyawan yang
melakuan pelanggaran ;
1. Dalam masa berlakunya Surat Peringatan Ketiga melakukan kembali
pelanggaran yang ada dalam katergori Surat Peringatan ke 1, Surat
Peringatan ke 2 atau Surat Peringatan ke 3.
2. Melakukan pelanggaran Larangan Keras sebagai dirinci dalam Pasal 9 ayat
(3).
Pasal 28
MANGKIR
(1) Karyawan yang tidak masuk bekerja tanpa alasan atau tanpa pemberitahuan kepada
Atasan dianggap mangkir, dan tidak mendapatkan Gaji.
(2) Karyawan mangkir bekerja 5 (lima) hari berturut-turut dan telah dipanggil Manajer
atasannya 2 (dua) kali secara tertulis tetapi Karyawan tidak dapat memberikan bukti
yang sah, maka dikualifikasikan mengundurkan diri secara tidak baik dan Direktur
dapat melakukan proses pemutusan hubungan kerja.
(3) Karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), tidak berhak menerima uang penggantian hak dan diberikan uang
pisah sebagaimana diatur lebih lanjut dalam surat keputusan Direktur.
Pasal 29
PIHAK BERWAJIB
(1) Pembebasan tugas atau skorsing dapat dikenakan terhadap Karyawan apabila
memenuhi seluruh atau salah satu kondisi sebagai berikut:
a. Menurut pertimbangan RS diperlukan penyelidikan lebih lanjut terhadap
pelanggaran berat yang dilakukan oleh Karyawan yang bersangkutan atau masih
menunggu keputusan dari instansi yang berwenang; atau
b. Dalam kondisi mendesak, di mana keberadaan Karyawan yang bersangkutan
dapat semakin merugikan RS dan/atau mengancam jiwa Direktur atau Karyawan
lain.
(2) Selama jangka waktu skorsing, Karyawan yang bersangkutan tidak diperbolehkan
masuk kerja dan/atau masuk ke dalam wilayah RS tanpa mendapat izin tertulis
terlebih dahulu dari Direktur.
(3) Selama menjalani skorsing dan RS atau pihak lain belum melaporkan dugaan
perbuatan tindak pidana Karyawan kepada pihak berwajib , Karyawan yang
bersangkutan masih akan memperoleh pembayaran gaji sebesar 75 % (tujuh puluh
lima persen) dari gaji pokok Karyawan.
(4) Apabila dugaan tindak pidana Karyawan telah dilaporkan kepada pihak berwajib,
Karyawan yang bersangkutan tidak berhak atas gaji tetapi diberikan bantuan kepada
keluarga yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan :
a. Untuk 1 (satu) orang tanggungan, 25 % dari gaji pokok
b. Untuk 2 (dua) orang tanggungan, 35 % dari gaji pokok
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan, 45 % dari gaji pokok
d. Untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih, 50 % dari gaji pokok
(5) Apabila Karyawan yang ditahan oleh Pengadilan tidak bersalah, maka gajinya
dibayarkan penuh dengan ketentuan bahwa:
a. Dalam hal Karyawan ditahan oleh pihak berwajib bukan atas permintaan /
pengaduan RS, maka Karyawan yang bersangkutan tidak mendapat
pembayaran gaji;
b. Jangka waktu penahanan tidak melebihi 6 (enam) bulan; setelah melewati 6
(enam) bulan status hubungan kerja dapat diputuskan sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
(6) Tindakan skorsing dilaksanakan berdasarkan usulan tertulis dari Kepala Unit/ Kepala
Ruanganyang diketahui oleh Kepala Instalasi/ Manajer terkait kepada Direktur.
(7) Setiap surat keputusan skorsing dibuat oleh Bagian Umum kemudian dicatatkan
pada Bagian Administrasi setelah disetujui oleh Direktur dan didistribusikan sebagai
berikut:
a. Lembar asli untuk Karyawan yang bersangkutan
b. Tembusan diserahkan ke komite terkait untuk maksud pembinaan
BAB IX
Pasal 30
UMUM
(1) Berakhirnya hubungan kerja adalah putusnya status hubungan kerja antara RS
dengan Karyawan berdasarkan sebab-sebab tertentu dengan mengindahkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Sebab-sebab tertentu yang dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagai berikut:
a. Diberhentikan secara baik pada usia pensiun;
b. Meninggal dunia;
c. Tidak mampu bekerja karena sakit yang cukup lama lebih dari 12 (dua belas)
bulan;
d. Berhenti atas permintaan sendiri dan dikualifikasikan mengundurkan diri;
e. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh RS;
(3) Kecuali ditetapkan lain oleh Direktur, paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum efektif
berakhirnya hubungan kerja, Karyawan wajib mengembalikan barang-barang milik
RS.
Pasal 31
(1) RS dapat memberhentikan Karyawan secara baik sejak Pekerja mencapai usia 58
(lima puluh lima) tahun.
(2) Pemberhentian yang dimaksudkan dalam ayat (1) di atas akan dilakukan pada hari
dimana Karyawan tersebut berulang tahun ke 58 (lima puluh delapan). Apabila hari
ulang tahun tersebut jatuh pada hari libur (Sabtu, Minggu, hari libur nasional,
dan/atau hari libur RS), maka pelaksanaannya dilakukan pada hari kerja berikutnya.
(3) Dalam kondisi khusus dimana RS masih memerlukan Karyawan tersebut dalam
beberapa waktu, RS dapat mempekerjakan Karyawan tersebut dengan sistem
kesepakatan kerja.
Pasal 32
MENINGGAL DUNIA
(1) Apabila Karyawan meninggal dunia, maka status hubungan kerja dengan sendirinya
berakhir demi hukum.
(2) Dalam hal Karayawan meninggal dunia baik karena kecelakaan maupun tidak,
kepada ahli warisnya diberikan:
a. Jaminan kematian sesuai dengan ketentuan BPJS Ketenagakerjaan.
b. Jaminan Hari Tua sesuai dengan ketentuan BPJS Ketenagakerjaan.
c. RS akan membayar santunan kepada ahli waris Karyawan yang Sah berupa gaji
penuh pada bulan berjalan.
d. Sumbangan duka diberikan oleh RS kepada ahli waris Karyawan sesuai
ketentuan Pasal (25).
Pasal 33
(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja karena Karyawan mengundurkan diri
secara baik atas kemauan sendiri, maka Karyawan mendapatkan hak-haknya sesuai
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pengunduran diri secara baik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Karyawan mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis disertai
alasannya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai
pengunduran diri,
b. Karyawan tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran
diri, kecuali ditetapkan lain oleh Direktur; dan
c. Karyawan tidak terikat dalam ikatan dinas.
(3) Hak-hak yang dimaksud dalam ayat (1) di atas yaitu uang gaji Karyawan bulan
terakhir.
(4) Dalam hal Karyawan masih mempunyai pinjaman uang kepada RS, maka pinjaman
tersebut wajib dilunasi terlebih dahulu sekaligus sebelum pengunduran dirinya
dikabulkan oleh
Pasal 34
(1) RS mengusahakan agar tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap
Karyawannya.
(2) Apabila setelah diadakan segala usaha, pemutusan hubungan kerja tidak dapat
dihindarkan, RS wajib menempuh prosedur berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
(3) Pemutusan hubungan kerja oleh RS akan diselesaikan berdasarkan kesepakatan
dan atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(4) Pemutusan hubungan kerja dengan mendapat uang pesangon 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 36, uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 37
sesuai Peraturan RS ini dapat diberlakukan kepada Karyawan jika:
a. RS tidak bersedia menerima Karyawan karena alasan perubahan status,
penggabungan, atau peleburan RS
b. RS melakukan efisiensi.
c. Permohonan pemutusan hubungan kerja bagi Karyawan disetujui oleh lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial karena RS melakukan perbuatan,
sebagai berikut:
1. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam Karyawan.
2. membujuk dan/atau menyuruh Karyawan lain untuk melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan.
3. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada Karyawan.
4. memerintahkan Karyawan untuk melaksanakan Pekerjaan diluar yang
diperjanjikan, atau
5. memberikan Pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan
dan kesusilaan Karyawan sedangkan Karyawan tersebut tidak dicantumkan
pada perjanjian kerja.
(5) Pemutusan hubungan kerja dengan mendapat uang pesangon 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 36, uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 37,
dan uang penggantian hak 1 (satu) kali ketentuan Pasal 38 sesuai Peraturan RS ini
atau Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, dapat diberikan kepada
Karyawan jika:
a. Karyawan kembali melakukan pelanggaran yang termasuk dalam kategori sanksi
SP ke-1 (SP I), ke-2 (SP II) dan/atau ke-3/terakhir (SP III/terakhir) dalam masa
berlakunya SP III/Terakhir.
b. Terjadi penutupan RS yang disebabkan RS mengalami kerugian terus menerus
selama 2 (dua) tahun terakhir, atau keadaan memaksa (force majeure).
c. RS mengalami pailit.
d. Terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan
kepemilikan RS dan Karyawan tidak bersedia untuk melanjutkan hubungan
kerjanya.
(6) Karyawan melakukan pelanggaran hukum atau menimbulkan kerugian terhadap RS
atau melakukan perbuatan dalam kategori Larangan Keras pada Pasal 9 ayat (3)
sehingga menyebabkan keadaan mendesak, maka Karyawan yang bersangkutan
akan dikenakan sanksi Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan mendesak dan
dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Karyawan yang melakukan perbuatan dalam kategori larangan keras tidak
berhak atas Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja , kompensasi
pemutusan hubungan kerja karena melakukan perbuatan kategori larangan keras ini
mengacu pada Surat Keputusan Direktur.
(7) Pemutusan hubungan kerja dengan mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan
Pasal 36, uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan Pasal 37 dan uang
penggantian 1 (satu) kali ketentuan Pasal 38 sesuai Peraturan RS ini dapat diberikan
kepada Karyawan yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat
kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas
12 (dua belas) bulan.
Pasal 35
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA HUKUM
a. Hubungan kerja yang diadakan untuk suatu waktu tertentu putus karena hukum,
dengan berakhirnya waktu yang disepakati bersama.
b. Dengan meninggalnya Karyawan, hubungan kerja tersebut tidak diperlukan
adanya suatu persyaratan pengakhiran.
Pasal 36
UANG PESANGON
Pasal 37
a. Masa kerja 5 th atau lebih tetapi kurang dari 10 th…….2 bulan Gaji Pokok
b. Masa kerja 10 th atau lebih tetapi kurang dari 15 th…….3 bulan Gaji Pokok
c. Masa kerja 15 th atau lebih tetapi kurang dari 20 th …..4 bulan Gaji Pokok
d. Masa kerja 202 th atau lebih tetapi kurang dari 25 th….5 bulan Gaji Pokok
e. Masa kerja 25 th atau lebih tetapi kurang dari 30 th….6 bulan Gaji Pokok
f. Masa kerja 30 tahun atau lebih ……... ………...……10 bulan Gaji Pokok
Pasal 38
BAB X
Pasal 39
UMUM
Sudah menjadi keinginan dan tekad bersama bahwa antara RS dan Karyawan atau
sebaliknya, senantiasa harus dipelihara dan dikembangkan suasana hubungan yang
lebih baik, serasi, selaras, dan seimbang serta komunikasi yang baik.Sehubungan
dengan itu, segala kesalah-pahaman, perlakuan yang dirasakan tidak wajar atau
tidak adil dan/atau bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan atau
Peraturan RS harus dihindarkan dan bilamana terjadi harus segera diselesaikan
dengan sebaik-baiknya secara kekeluargaan.
Pasal 40
(1) Setiap keluhan dan pengaduan seorang Karyawan, pertama-tama harus dibicarakan
dan diselesaikan dengan atasannya langsung.
(2) Bilamana penyelesaian belum memuaskan, maka dengan sepengetahuan atasannya
langsung, Karyawan tersebut dapat meneruskannya ke tingkat atasannya yang lebih
tinggi.
(3) Bilamana prosedur tersebut telah ditempuh tanpa memberikan hasil yang
memuaskan, maka persoalannya dapat diajukan ke Manajer Adm Umum & IT
dimana sebelumnya telah dibicarakan dengan kepala Instalasi.
(4) Dalam hal penyelesaian tahap ketiga belum juga dapat diterima oleh Karyawan,
maka akan diproses sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 41
BAB XI
Pasal 42
PENUTUP
(1) Persyaratan kerja yang perlu dan belum diatur dalam Peraturan RS ini tunduk pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Jika ada pasal-pasal dari persyaratan kerja yang tercantum di dalam Peraturan RS
ini kurang atau bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku,
maka pasal tersebut batal demi hukum dan yang diberlakukan adalah yang sudah
diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Peraturan RS ini mulai berlaku setelah disahkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan
RI dan berlaku untuk 5 (lima) tahun.
(4) Buku Peraturan RS ini dibagikan kepada masing-masing Karyawan untuk diketahui,
ditaati, dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
RS Penawar Medika
Direktur,