Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengetahuan berasal dari kata “tahu”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2008) kata tahu memiliki arti antara lain mengerti sesudah melihat (menyaksikan,
mengalami, dan sebagainya), mengenal dan mengerti.

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui berdasarkan


pengalaman manusia itu sendiri dan pengetahuan akan bertambah sesuai dengan
proses pengalaman yang dialaminya (Mubarak 2011).

Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan
terjadi melalui pancaindera manusia yakni, indera pendengaran, penglihatan,
penciuman, perasaan dan perabaan. Sebagian pengetahuan manusia didapat melalui
mata dan telinga.

Pengetahuan yang dimiliki seseorang pada dasarnya berupa konsep-konsep.


Konsep-konsep ini diproleh individu sebagai hasil berinteraksi dengan
lingkungan. Dengan konsep-konsep dapat disusun suatu prinsip, yang dapat
digunakan sebagai landasan dalam berpikir. Konsep didefinisikan oleh beberapa
ahli sebagai berikut. Menurut Good (1973: 124).

Pengetahuan yaitu segala sesuatu yang diketahui berdasarkan pengalaman itu


sendiri. Terdapat 6 tingkatan pengetahuan yaitu : tahu (know) , memahami
(comprehension), aplikasi (application), anlisis (analysis), sintesi (synthesis), evaluasi
(evaluation). Sebagai makhluk hidup pada dasarnya selalu ingin tahu. Untuk
memenuhi rasa ingin tahu, sejak zaman dahulu manusia telah berusaha
mengumpulkan pengetahuan. Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari fakta dan teori
yang memungkinkan seseorang dapat memecahkan masalah yang akan dihadapi.

Penyakit infeksi merupakan salah satu permasalahan dalam bidang kesehatan


yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Kenyataan menunjukkan bahwa di
negara-negara yang sedang berkembang urutan penyakit-penyakit utama nasional
masih ditempati oleh berbagai penyakit infeksi (Nelwan, 2006). . Infeksi masih
merupakan penyakit utama dan penyebab kematian nomor satu. Oleh karena itu,
penggunaan antibakteri atau antiinfeksi masih paling dominan dalam pelayanan
kesehatan (Priyanto, 2008). Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang
terus berkembang di Indonesia. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan
dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke manusia (Gibson, 1996).

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang Kesehatan yang
dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat
ditularkan dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke manusia (Putri, 2010).
Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh mikroorganisme patogen, seperti bakteri,
virus, parasit atau jamur (WHO, 2014).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit infeksi atau penyakit


menular adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen, seperti
virus, bakteri, jamur, atau parasit. Penyakit ini bisa menyebar secara langsung
maupun tidak langsung dari satu orang ke orang lainnya. Gejala yang disebabkan oleh
masing-masing penyakit infeksi dan langkah pengobatannya pun berbeda-beda
tergantung mikroorganisme apa yang menjadi pemicunya.

Penyebab timbulnya penyakit infeksi di Indonesia yang dipengaruhi oleh iklim


juga didukung oleh beberapa faktor lain, misalnya kesadaran masyarakat akan
kebersihan yang kurang, jumlah penduduk yang padat, kurangnya pengetahuan dan
implementasi dari sebagian besar masyarakat mengenai dasar infeksi, prosedur yang
tidak aman (penggunaan antibiotik yang dipergunakan tidak tepat), serta kurangnya
pedoman dan juga kebijakan dari pemerintah mengenai pengunaan antibiotik
(Nursidika et al, 2014).

Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit


terbanyak. Prevalensi penyakit infeksi belum menunjukkan penurunan dari tahun ke
tahun. Bakteri merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit infeksi (Soleha et
al., 2009).

Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit


terbanyak. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu penyebab kematian dirumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Langkah pencegahan infeksi bakteri
dengan menggunakan antibiotik. Antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam
penyaki infeksi. Antibiotik bekerja dengan cara membunuh dan menghentikan bakteri
yang berkembang biak dalam tubuh seseorang. akan tetapi penggunaan yang
berlebihan dapat menyebabkan resistensi terhadap antibiotik, sehingga manfaatnya
akan berkurang. Infeksi oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik sulit
disembuhkan.

Kuman – kuman yang sudah resisten terhadap antibiotik telah menjadi


masalah kesehatan yang serius. Infeksi oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik
akan menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian sehingga
diperlukan antibiotik pilihan kedua atau ketiga, yang efektivitasnya lebih kecil dan
mungkin mempunyai efek samping elbih banyak serta biaya yang lebih mahal
dibandingkan biaya pengobatan standar. Berdasarkan hasi Riset Kesehatan Dasar
(2013) perkembangan penyakit infeksi di Indonesia dapat dilihat dari beberapa data
penyakit infeksi seperti Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) memiliki angka prevalensi
25 %, pneumonia memiliki insiden 1,8 % dan prevalensi 4,5 %, hepatitis memiliki
angka prevalensi dua kali lebih tinggi pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun
2007 yakni 1,2 %.

Resistensi bakteri terhadap antibiotik telah menjadi masalah global yang


serius. Setiap tahunnya ditemukan sekitar 440 ribu kasus baru TB-MDR
(Tuberculosis-Multi Drug Resistance) dan menyebabkan 150 ribu kematian di seluruh
dunia.2 Diperkirakan 25 ribu orang di Eropa meninggal akibat infeksi yang
disebabkan bakteri yang multiresisten. Sekitar 2 juta orang di Amerika Serikat
terinfeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik setiap tahunnya dan paling
sedikit 23.000 orang meninggal tiap tahunnya akibat infeksi tersebut. Hasil Penelitian
Antimicrobial Resistance in Indonesia, Prevalence and Prevention (AMRIN Study)
yang merupakan penelitian kolaborasi Indonesia dan Belanda di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya dan RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2001-2005 menunjukkan
terdapat bakteri multi-resisten, seperti MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus
aureus) dan bakteri penghasil ESBL (Extended Spectrum Beta Lactamases).

Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik
digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya
tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik di
berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak didasarkan
pada indikasi (Hadi, 2009) Pengobatan infeksi yang paling umum dilakukan adalah
dengan terapi antibiotik. Antibiotik adalah suatu substansi kimia yang diperoleh atau
dibentuk dan dihasilkan oleh mikroorganisme. Zat atau substansi tersebut dalam
jumlah yang sedikitpun masih mempunyai daya hambat terhadap kegiatan
mikroorganisme lainnya (Waluyo, 2004).

Penggunaan antibiotik yang tinggi di setiap wilayah Indonesia menyebabkan


tingginya kemungkinan terjadi penggunaan berlebihan. Ketidakrasionalan
penggunaan antibiotik berdampak terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas,
resistensi, dan beban biaya. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan
penyakit dengan prevalensi yang tinggi.

Berdasarkan edu masda journal penggunaan antibiotik pada pasien anak


Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) non pneumoni di RSUD Kota Tangerang
Selatan. Berdasarkan data yang terdapat di jurnal sudah ada dan tertulis dalam
catatan medis pasien. Pada Tahun 2016 terdapat 130 pasien anak yang termasuk
dalam kriteria penelitian. Hasil penelitian menunjukan penggunaan antibiotik yang
sudah rasional sebanyak 63 pasien (49,2%), tidak tepat dosis 54 pasien (40,8%),
pemberian antibiotik terlalu lama 8 pasien (6,2%), dan terdapat antibiotik yang lebih
efektif 5 pasien (3,8%).

Secara umum penyakit infeksi dapat disembuhkan dengan mengkonsumsi


antibiotik. Lebih dari separuh pasien di rumah sakit menerima antibiotik sebagai
pengobatan atau profilaksis. Sekitar 80% konsumsi antibiotik dipakai untuk
kepentingan manusia dan sedikitnya 40% berdasar indikasi yang kurang tepat,
misalnya infeksi virus seperti influenza, hepatitis, ataupun demam berdarah dengue
(Permenkes, 2011; Utami, 2012).

Penggunaan antibiotik yang relatif tinggi merupakan permasalahan dan suatu


ancaman besar terhadap lingkungan secara global. Permasalahan ini terutama terkait
dengan resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan
mortalitas, juga berdampak negatif pada kesenjangan ekonomi dan sosial. Resistensi
dapat terjadi di rumah sakit ataupun pada masyarakat secara luas. Beberapa bakteri
yang telah banyak ditemukan resisten yakni Streptococcus pneumoniae (SP),
Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli (Permenkes, 2011).
Hasil review yang dilakukan oleh Lestari et al (2012) menemukan bahwa di
Indonesia bakteri Escherichia coli resisten terhadap beberapa antibiotik seperti
cefepim (3%), ceftazidime (10 %), ceftriaxon (3%), dan piperacilin (7%) dari
beberapa sampel klinis. Selain antibiotik tersebut ada juga antibiotik lain seperti
ampicillin, siprofloksasin, kloramfenikol, dan trimethoprim sulfametoksazol (Radji
et al, 2011). Oleh karena itu perlu adanya inovasi baru serta penelitianpenelitian baru
untuk menghindari semakin banyaknya resistensi antibiotik.

Pada permulaan abad ke-20, obat-obat kimia sintesis sudah mulai tampak
kemajuannya. Ditemukannya obatobat termashur, salah satunya aspirin sebagai
pelopor, yang kemudian disusul oleh beberapa obat lain. Sejak tahun 1945, ilmu
kimia, fisika, dan kedokteran berkembang pesat dan hal ini sangat menguntungkan
bagi penelitian pengembangan obat-obat baru (Tjay dan Rahardja, 2008).

Pengobatan sendiri dengan antibiotika yang semakin luas telah menjadi


masalah yang penting disejarah dunia. Salah satunya adalah terjadinya peningkatan
resistensi kumam terhadap antibiotik. Hal ini mengakibatkan pengobatan menjadi
tidak efektif, karena peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien serta
meningkatnya biaya kesehatan pasien. Dampak tersebut harus ditanggulangi secara
efektif sehingga perlu diperhatikan prinsip penggunaan antibiotika harus sesuai
indikasi penyakit, dosis, cara pemberian dengan interval waktu, lama pemberian,
keefektifan, mutu, keamanan, dan harga yang terjangkau (Refdanita, 2004).

Hasil penelitian oleh Manan (2014) mengenai tingkat pengetahuan masyarakat


tentang penggunaan antibiotik di Desa Daenaa, Kecamatan Limboto Barat,
kabupaten Gorontalo, diperoleh data yang dikelompokan berdasarkan tingkat
pengetahuan tentang penggunaan antibiotik dan resistensi antibiotik. Berdasarkan
tingkat pengetahuan tentang penggunaan antibiotik yang memiliki pengetahuan baik
sebanyak 31 orang (39,75%), pengetahuan cukup 35 orang (44,87%), dan
pengetahuan kurang 12 orang (15,38%). Berdasarkan pengetahuan masyarakat
tentang resistensi antibiotik adalah sebanyak 30 orang (38,46%) yang memiliki
penegetahuan baik, sebanyak 40 orang (51,28%) berpengetahuan cukup, dan 8 orang
(10,26%) berpengetahuan kurang.

Kelurahan benda baru merupakan daerah yang dekat dengan sarana pelayanan
Kesehatan seperti puskesmas, apotek dan klinik. Jumlah penduduknya padat oleh
karena itu penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian karena ingin mengetahui
bagaimana pengetahuan masyarakat terhadap obat antibiotik. Penelitian yang
berjudul “GAMBARAN PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RT 03 RW 015 KELURAHAN BENDA BARU
KECAMATAN PAMULANG KOTA TANGERANG SELATAN”

B. Rumusan Masalah
Pencegahan infeksi bakteri dengan menggunakan antibiotik. Antibiotik
merupakan pengobatan yang utama dalam penyaki infeksi. Antibiotik bekerja dengan
cara membunuh dan menghentikan bakteri yang berkembang biak dalam tubuh
seseorang. akan tetapi penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan resistensi
terhadap antibiotik, sehingga manfaatnya akan berkurang. Penggunaan antibiotik yang
relative tinggi merupakan masalah yang fatal dan suatu ancaman besar terhadap
lingkungan secara global. Untuk itu peneliti merumuskan masalah dalam penelitian
ini : “Bagaimana gambaran pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik di
RT 03 RW 015 Kelurahan Benda baru Kecamatan Pamulang Kota Tangerang
selatan?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperoleh Gambaran Pengetahuan Masyarakat Tentang Penggunaan Antibiotik
Di RT 03 RW 015 Kelurahan Benda Baru Kecamatan Pamulang.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan,
tingkat Pendidikan responden atau masyarakat mengenai penggunaan
antibiotik.
b. Mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Peneliti
Peneliti dapat memberikan informasi serta edukasi yang tepat untuk masyarakat
2. Bagi Masyarakat
Untuk memberikan informasi serta memperoleh wawasan masyarakat mengenai
penggunaan antibiotik secara tepat.

3. Bagi Akademik
Merupakan bahan pustaka untuk menambah rujukan penelitian – penelitian
sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai