Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

PEMBERHENTIAN PEGAWAI & PESANGON

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata pelajaran

Kepegawaian Kelas XII OTKP

Disusun Oleh :

Nama : Anggie Dwi Ifdida

Kelas : XII Otomatisasi & Tata Kelola Perkantoran

NIS : 3907652759

KOMPETENSI KEAHLIAN

OTOMATISASI DAN TATA KELOLA PERKANTOTAN

SMK HIDAYATUL ISLAM

Januari 2023
1. Latar belakang

Pemberhentian pegawai merupakan masalah yang paling sensitif

dan perlu mendapat perhatian yang serius dari semua pihak di dalam dunia

ketenagakerjaan maupun perusahaan, karena pada masalah ini akan

memiliki pengaruh pada saat penarikan ataupun pemberhentian pegawai

terhadap dibutuhkannya modal atau dana. Pada saat penarikan pegawai,

pimpinan perusahaan akan mengeluarkan dana yang cukup besar untuk

digunakan sebagai pembayaran kompensasi dan pengembangan pegawai,

sehingga para pegawai dapat mengerahkan tenaganya untuk menciptakan

kepentingan, tujuan dan sasaran perusahaan dan pegawai itu sendiri. Pada

waktu pemberhentian pegawai atau adanya pemutusan hubungan kerja

dengan perusahaan, perusahaan juga akan mengeluarkan dana untuk

pension, pesangon atau tunjangan lain yang berkaitan dengan

pemberhentian, sekaligus dapat memprogramkan kembali penarikan

pegawai baru yang sama halnya seperti dahulu harus mengeluarkan dana

untuk kompensasi dan pengembangan pegawai. Selain berkaitan dalam hal

kebutuhan modal atau dana, hal yang juga perlu diperhatikan adalah sebab

dan akibat karyawan itu berhenti atau diberhentikan. Berbagai sebab atau

alasan karyawan berhenti dikarenakan ada yang didasarkan karena

pemberhentian sendiri, ada juga karena alasan peraturan yang sudah tidak

memungkinkan lagi bagi karyawan untuk meneruskan pekerjaannya.

Sedangkan akibatnya dari pemberhentian pegawai akan memiliki pengaruh

besar terhadap pengusaha maupun karyawan. Karena, dengan


diberhentikannya karyawan dari perusahaan atau berhenti dari pekerjaan,

karyawan tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan secara maksimal

untuk karyawan itu sendiri dan keluarganya. Maka dari itu manajer sumber

daya manusia harus sudah dapat memperhitungkan mengenai jumlah uang

yang seharusnya diterima oleh pegawai yang berhenti atau diberhentikan,

agar pegawai tersebut dapat tetap memenuhi kebutuhannya.

2. Landasan Hukum

Pertama, Pasal 55 ayat (1), mengatur pengusaha dapat

melakukan PHK terhadap buruh dengan alasan pekerja/buruh

mengalami sakit berkepanjangan atau akibat kecelakaan kerja dan tidak

dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan.

Kedua, Pasal 55 ayat (2) memberi peluang bagi buruh untuk

mengajukan PHK kepada pengusaha karena alasan mengalami sakit

berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja, serta tidak dapat

melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan.

Buruh yang mengalami PHK berdasarkan Pasal 55 ayat (1) dan (2) PP

PKWT-PHK itu berhak mendapat kompensasi berupa uang pesangon

sebesar 2 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2); uang penghargaan masa kerja

sebesar 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan uang penggantian hak

sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4). Mengacu ketentuan itu, berarti

pengusaha tidak bisa melakukan PHK secara langsung dengan alasan

buruh mengalami sakit berkepanjangan atau kecelakaan kerja. Sebab,

Pasal 55 ayat (1) dan (2) PP PKWT-PHK memberi kesempatan PHK


dengan syarat setelah buruh yang mengalami sakit berkepanjangan tidak

dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan.

3. Bagaimana tindakan perusahaan terhadap PHKnya rani

Perusahaan tetap diwajibkan membayar upah pekerja yang cuti

sakit dan masih terikat kontrak dengan catatan surat keterangan dokter.

Adapun aturan pengupahan karyawan cuti sakit berdasarkan UU

ketenagakerjaan adalah sebagai berikut.

1. 4 bulan pertama sakit, upah yang dibayarkan sebesar 100% dari

upah.

2. Memasuki 4 bulan kedua, upah yang dibayarkan sebesar 75% dari

upah.

3. 4 bulan berikutnya, upah yang dibayarkan sebesar 50% dari upah.

4. Untuk bulan selanjutnya sebelum pemutusan hubungan kerja,

perusahaan membayar 25% dari upahnya.

Bagi perusahaan yang mengabaikan poin-poin di atas terutama tidak

membayarkan hak karyawan sakit berkepanjangan. Maka akan

dijerat sanksi pidana penjara paling singkat 1 bulan. Serta paling

lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.10.000.000,.

Kemudian untuk denda dan sebanyak-banyaknya Rp.400.000.000,-

sesuai dengan UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 186.

Negara tidak menghendaki adanya praktik perbudakan yang dilakukan

oleh siapapun. Oleh sebab itu, PHK tidak boleh dilakukan secara
sepihak dan harus dilakukan melalui perundingan terlebih dahulu.

4. Tindakan apa yang bisa dilakukan agar rani tidak dirugikan dan

perusahaan tidak rugi.

1. Memberikan pesangon sesuai UU ketenagakerjaan.

2. Memberikan surat resmi PHK. (dengan catatan lebih dari 12 bulan)

Anda mungkin juga menyukai