Anda di halaman 1dari 7

Pendapat Prof Suteki :

1. Benarkah Uang pesangon akan dihilangkan?


Faktanya : Uang pesangon tetap ada
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 156 Ayat 1
UU 13 Tahun 2003: Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib
membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja.
KOMENTAR SUTEKI:
Persoalannya, pesangon yang mana saja? Ada beberapa pesangon yang dihapuskan oleh
UUOL CK, yaitu:
(1) Menghapuskan uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena surat peringatan.
Padahal dalam UU Ketenagakerjaan pasal 161 menyebutkan pekerja/buruh yang di PHK
karena mendapat surat peringatan memiliki hak mendapatkan pesangon.
(2) Menghapuskan uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena peleburan,
pergantian status kepemilikan perusahaan. Pekerja/buruh yang di PHK karena pergantian
status kepemilikan perusahaan tidak akan diberi pesangon lagi oleh perusahaan awal, sebab
hal ini sudah dihapus dalam UU OL Cipta Kerja.
(3) Menghapuskan uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena perusahaan
merugi 2 tahun dan pailit. Pemerintah telah menghapus UU Ketenagakerjaan pasal 164 dan
165 di dalam Cipta Kerja. Jadi nantinya pekerja/buruh yang di PHK karena perusahaan
mengalami kerugian dan pailit tidak mendapatkan pesangon.
(4) Menghapuskan uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena akan memasuki
usia pensiun. Pemerintah telah menghapus Pasal 167 UUK yang isinya mengatur pesangon
bagi pekerja/buruh yang di PHK karena memasuki usia pensiun.

2. Benarkah UMP, UMK, UMSP dihapus?


Faktanya: Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 88C UU
13 Tahun 2003: (Ayat 1) Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman.
(Ayat 2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum
provinsi.
KOMENTAR SUTEKI:
Persoalannya, tidak cukup ditentukan hanya dengan UMR Provinsi.
UU OL CK ternyata: Meniadakan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMK), upah
minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK), sehingga penentuan upah hanya berdasarkan
Upah Minimum Provinsi (UMP).

3. Benarkah Upah buruh dihitung per jam?


Faktanya: Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung
berdasarkan waktu atau berdasarkan hasil.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 88B UU 13
Tahun 2003: Upah ditetapkan berdasarkan:
a. satuan waktu; dan/atau
b. satuan hasil.
KOMENTAR SUTEKI:
Persoalannya, di UUK tidak diatur tentang perhitungan upah kerja berdasar satuan waktu dan
satuan hasil.
UU OL CK mengatur adanya upah satuan hasil dan waktu.
Upah satuan hasil adalah upah yang ditetapkan berdasarkan satu waktu seperti harian,
mingguan atau bulanan. Sementara upah satuan hasil adalah upah yang ditetapkan
berdasarkan hasil dari pekerjaan yang telah disepakati.
Potensi upah per jam (berdasarkan satuan waktu), juga terlihat dari revisi Pasal 92 yang
dalam Ayat (2) menjadi seperti ini:
Struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman
untuk penetapan upah berdasarkan satuan waktu. Meskipun di dalam Cipta Kerja tidak secara
tegas dikatakan upah per jam, namun perangkat hukum yang kelak akan digunakan sebagai
upah per jam boleh jadi sudah disiapkan. Jika ini diberlakukan, buruh akan benar-benar
cilaka karena take home pay nya bisa jauh dari UMR.

4. Benarkah Semua hak cuti (cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti
kematian, cuti melahirkan) hilang dan tidak ada kompensasi?

Faktanya: Hak cuti tetap ada.


BAB IV: KETENAGAKERJAAN – – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 79 UU 13
Tahun 2003: (Ayat 1) Pengusaha wajib memberi:
a. waktu istirahat; dan
b. cuti.
(Ayat 3) Cuti yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, palingsedikit 12
(dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas)
bulan secara terus menerus.
(Ayat 5) Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat di atas, perusahaan
dapat memberikan cuti panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama.
KOMENTAR SUTEKI:
Persoalannya, banyak hak cuti buruh yang ditiadakan.
(1) UU Cipta Kerja ini menyerahkan regulasi terkait hak cuti panjang kepada perusahaan.
(2) UU Cipta Kerja tidak mencantumkan hak cuti panjang selama 2 bulan bagi pekerja/ buruh
yang sudah bekerja selama 6 tahun secara terus menerus dan menyerahkan aturan itu kepada
perusahaan atau perjanjian kerja sama yang disepakati.
(3) UU Cipta Kerja tidak mencantumkan hak cuti haid bagi perempuan. RUU Cipta Kerja
tidak menuliskan hak cuti haid di hari pertama dan kedua masa menstruasi yang sebelumnya
diatur dalam UUK.
(4) UU Cipta Kerja tidak mencantumkan pembahasan, perubahan atau status penghapusan
pasal tentang Cuti hamil dan melahirkan (Pasal 82 UUK), Hak menyusui (Pasal 83 UUK),
cuti menjalankan perintah wajib agama (Pasal 80 UUK).

5. Benarkah Outsourcing diganti dengan kontrak seumur hidup?


Faktanya: Outsourcing ke perusahaan alih daya tetap dimungkinan. Pekerja menjadi
karyawan dari perusahaan alih daya.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 66 Ayat 1
UU 13 Tahun 2003: Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang
dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu
tidak tertentu.
KOMENTAR SUTEKI:
Persoalannya adalah ketika tidak ada batas waktu berapa lama seorang pekerja menjadi
pegawai alih daya.
(1) Pasal 59 UUK mengatur Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) terhadap pekerja itu
maksimal dilakukan selama 2 tahun, lalu
boleh diperpanjang kembali dalam waktu 1 tahun.
UU OL CK menghapus Pasal 59 UUK yang mengatur tentang syarat pekerja waktu tertentu
atau pekerja kontrak. Dengan penghapusan pasal ini, maka tidak ada batasan aturan seseorang
pekerja bisa dikontrak, akibatnya bisa saja pekerja tersebut menjadi pekerja kontrak seumur
hidup.
(2) Aturan UUK penggunaan outsourcing dibatasi dan hanya untuk tenaga kerja di luar usaha
pokok.
UU Cipta Kerja akan membuka kemungkinan bagi lembaga outsourcing untuk
mempekerjakan pekerja untuk berbagai tugas, termasuk pekerja lepas dan pekerja penuh
waktu. Hal ini akan membuat penggunaan tenaga alih daya semakin bebas.

6. Benarkah tidak akan ada status karyawan tetap?


Faktanya: Status karyawan tetap masih ada
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 56 UU 13
Tahun 2003: (1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
KOMENTAR SUTEKI:
Pasal 59 UUK mengatur Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) terhadap pekerja itu
maksimal dilakukan selama 2 tahun, lalu
boleh diperpanjang kembali dalam waktu 1 tahun.
UU OL CK menghapus Pasal 59 UUK yang mengatur tentang syarat pekerja waktu tertentu
atau pekerja kontrak. Dengan penghapusan pasal ini, maka tidak ada batasan aturan seseorang
pekerja bisa dikontrak, akibatnya bisa saja pekerja tersebut menjadi pekerja kontrak seumur
hidup.

7. Apakah Perusahaan bisa memPHK kapanpun secara sepihak?


Faktanya: Perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 90 Tentang perubahan terhadap Pasal 151 UU 13
Tahun 2003:
(Ayat 1) Pemutusan hubungan kerja dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha
dengan pekerja/buruh
(Ayat 2) Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai,
penyelesaian pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui prosedur penyelesaian
perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
KOMENTAR SUTEKI:
Persoalannya adalah, selain 9 alasan PHK, di UUOL CK ada tambahan alasan perusahaan
mem-PHK buruh.
(1) Melihat pada UU Ketenagakerjaan, ada 9 alasan perusahaan boleh melakukan PHK
seperti:
1. Perusahaan bangkrut
2. Perusahaan tutup karena merugi
3. Perubahan status perusahaan
4. Pekerja/buruh melanggar perjanjian kerja
5. Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat
6. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun
7. Pekerja/buruh mengundurkan diri
8. Pekerja/buruh meninggal dunia
9. Pekerja/buruh mangkir
UU Cipta Kerja menambah 5 poin lagi alasan perusahaan boleh melakukan PHK, di
antaranya meliputi:
1. Perusahaan melakukan efisiensi.
2. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan
perusahaan.
3. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang
4. Perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/buruh
5. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan
tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan.
Memang benar, Pasal 56 Ayat (3), Omnibus Law RUU Cipta Kerja mengatur jika jangka
waktu atau selesainya suatu pekerjaan ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak.
Namun, Omnibus Law RUU Cipta Kerja juga menghapuskan ketentuan Pasal 59 UU
Ketenagakerjaan mengenai aturan pembatasan jenis pekerjaan dan jangka waktu yang bisa
diikat dalam kontrak kerja.
Ketentuan tentang perjanjian kerja PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu) dapat berakhir
saat pekerjaan selesai juga membuat pekerja rentan dilakukan pemutusan hubungan kerja
karena perusahaan dapat menentukan sepihak pekerjaan berakhir.

8. Benarkah Jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang?


Faktanya: Jaminan sosial tetap ada.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 18 UU 40
Tahun 2004: Jenis program jaminan sosial meliputi:
a. jaminan kesehatan;
b. jaminan kecelakaan kerja;
c. jaminan hari tua;
d. jaminan pensiun;
e. jaminan kematian;
f. jaminan kehilangan pekerjaan.
KOMENTAR SUTEKI:
Pasal 167 ayat (5) UUK menyatakan: Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan
pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program
pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2
(dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
UU OL CK menghapus sanksi pidana bagi perusahaan yang tidak mengikutsertakan
pekerja/buruh dalam program jaminan pensiun.
UU OL CK menghapus Pasal 184 UU Ketenagakerjaan yang menyatakan “Barang siapa
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (5), dikenakan sanksi
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda
paling sedikit Rp100.000.000.00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000.00
(lima ratus juta rupiah)”
Jadi, ada hak pekerja yang hilang, yakni jaminan pensiun. Apakah itu dianggap tidak berarti
bagi pekerja?

9. Benarkah Semua karyawan berstatus tenaga kerja harian?


Faktanya: Status karyawan tetap masih ada
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 56 Ayat 1
UU 13 Tahun 2003: Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak
tertentu.
KOMENTAR SUTEKI:
Pasal 59 UUK mengatur Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) terhadap pekerja itu
maksimal dilakukan selama 2 tahun, lalu
boleh diperpanjang kembali dalam waktu 1 tahun.
UUOL CK menghapus Pasal 59 UUK yang mengatur tentang syarat pekerja waktu tertentu
atau pekerja kontrak. Dengan penghapusan pasal ini, maka tidak ada batasan aturan seseorang
pekerja bisa dikontrak, akibatnya bisa saja pekerja tersebut menjadi pekerja kontrak seumur
hidup. Memang betul akan tetap ada pegawai tetap, tetapi pegawai baru lainnya akan sulit
menjadi pegawai tetap perusahaan jika tidak ada pembatasan waktu menjadi pegawai
kontrak.

10. Benarkah Tenaga kerja asing bebas masuk?


Faktanya: Tenaga kerja asing tidak bebas masuk, harus memenuhi syarat dan peraturan.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 42 Ayat 1
UU 13 Tahun 2003: Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib
memiliki pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing dari Pemerintah Pusat.
KOMENTAR SUTEKI:
(1) Pasal 42 ayat 1 UUK menyatakan: Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga
kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Ketentuan ini diperlunak dalam RUU Cipta Kerja, izin tertulis TKA diganti dengan
pengesahan rencana penggunaan TKA.
(2) Pasal 43 ayat 1 UUK berbunyi Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus
memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk.
Pasal 43 mengenai rencana penggunaan TKA dari pemberi kerja sebagai syarat mendapat izin
kerja dimana dalam RUU Cipta kerja, informasi terkait periode penugasan ekspatriat,
penunjukan tenaga kerja menjadi warga negara Indonesia sebagai mitra kerja ekspatriat
dalam rencana penugasan ekspatriat dihapuskan.
(2) Pasal 44 ayat 1 UUK menegaskan bahwa Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati
ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku.
Oleh UU OL CK Pasal 44 mengenai kewajiban menaati ketentuan mengenai jabatan dan
kompetensi TKA dihapus.
“Apakah hal ini tidak berarti ada indikasi bahwa TKA lebih leluasa dan bebas masuk,”
komentar Suteki menutup analisisnya.

Anda mungkin juga menyukai