Disusun Oleh:
Poin 2
Keberadaan pasal yang dimaksud dalam poin pertama tersebut tidak serta merta
membuat UU Cipta Kerja ini tanpa masalah. Terbukti dengan adanya pasal terkait
penggunaan Tenaga Kerja Asing. Di dalam pasal Undang-Undang Ketenagakerjaan,
terdapat ketentuan bahwa seluruh Tenaga Kerja Asing harus memiliki izin tertulis dari
Menteri atau pejabat yang berwenang. Hal tersebut sesuai dengan apa yang tercantum
sesuai dengan Pasal 42 ayat (1) yang berbunyi :
“Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki
izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.”
Hal tersebut bertolak belakang dengan apa yang telah tercantum di dalam UU
Cipta Kerja pada Pasal 42 ayat (1) yang berbunyi :
“Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki
rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Pemerintah
Pusat.”
Pasal ini akan mengamandemen Pasal 42 UU Ketenagakerjaan Nomor 13
Tahun 2003, dimana seluruh Tenaga Kerja Asing harus mendapatkan ijin tertulis dari
Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Jika mengacu pada Perpres Nomor 20 Tahun
2018, bahwa Tenaga Kerja Asing harus mendapatkan ijin seperti Rencana Penggunaan
Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Ijin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (Imta) atau
Vitas. Pengesahan Omnibus Law akan mempernudah perizinan TKA karena
perusahaan yang menggunakan TKA hanya perlu RPTKA saja.
Pasal ini bisa mengancam eksistensi tenaga kerja lokal karena sudah tidak ada
lagi screening terhadap mereka. Dikhawatirkan nantinya, semua sektor bisa dimasuki
Tenaga Kerja Asing. Padahal idealnya berdasarkan UU Ketenagakerjaan, TKA hanya
bisa diisi untuk bidang tertentu sebagai tenaga ahli sebagai bagian dari sebuah
transformasi teknologi.
Poin 3