Anda di halaman 1dari 22

PROBLEM HUKUM

KETENAGAKERJAA
N DITENGAH
PANDEMI COVID-19
Afkar Jauhara Albar,SH
Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya
Bidang Hubungan Industrial dan
Syarat Kerja
PENGANTAR
• Virus corona membawa dampak yang sangat signifikan dalam
dunia usaha. Penyebaran Virus Covid – 19 di Indonesia
merupakan hal serius yang tidak bisa diremehkan.
• Pemerintah Indonesia telah menetapkan status penyebaran virus
corona sebagai bencana nasional sejak 15 Maret 2020. Implikasi
dari merebaknya pandemi Covid – 19 pada bidang
ketenagakerjaan sangat dirasakan buruh/pekerja antara lain :
Upah para buruh hanya dihitung per jam, bekerja hanya 15 (lima
belas) hari dalam sebulan, pemberian cuti tidak berbayar hingga
pemutusan hubungan kerja.
LANJUTAN...
•  Tindakan sepihak yang dilakukan oleh perusahaan kepada pekerja dapat
menimbulkan permasalahan hukum baru, dimana buruh/pekerja seringkali
menjadi pihak yang dirugikan.
• Pekerja harian, pekerja kontrak dan pekerja outsourcing yang posisi tawarnya
lemah dan mudah diberhentikan.
UPAH
• Sistem pengupahan telah diatur dalam Pasal 90 UU No.13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) menyebutkan bahwa
“pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah
minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89”. para
pengusaha dilarang membayar upah buruh dibawah upah
minimum selama belum ada penangguhan upah dan tetap
membayar upah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-
undangan yang berlaku.
LANJUTAN...
• Larangan Pengusaha Membayar Upah di Bawah Upah Minimum
Sesuai 
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
 (“UU Ketenagakerjaan”), pengusaha dilarang membayar upah lebih
rendah dari upah minimum Pasal 90 ayat (1) UU
Ketenagakerjaan. Pemerintah menetapkan upah minimum ini
berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Pasal 88 ayat (4) UU
Ketenagakerjaan

• Upah minimum dapat terdiri atas: (Pasal 89 ayat (1) UU


Ketenagakerjaan)
a) upah minimum berdasarkan wilayah provinsi (UMP) atau
kabupaten/kota (UMK);
b) upah minimum berdasarkan sektor (“UMS”) pada wilayah provinsi
atau kabupaten/kota.
DAMPAK HUKUM MEMBAYAR
UPAH DIBAWAH UPAH MINIMUM
• dampak hukumnya apabila perusahaan membayar upah karyawan
di bawah upah minimum? Menurut UU Ketenagakerjaan,
melanggar ketentuan upah minimum merupakan tindak pidana
kejahatan dan pengusaha diancam sanksi pidana penjara paling
singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta, ketentuan
Pasal 185 ayat (1).
PEMUTUSAN HUBUNGAN
KERJA
“Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak-hak
dan kewajiban (prestasi dan kontra-prestasi) antara
pekerja/buruh dengan pengusaha”

Bila segala upaya telah dilakukan (secara bipartit), dan PHK tidak dapat dihindari, maksud
PHK tersebut wajib dirundingkan (membahas mengenai hak-hak atas PHK) oleh pengusaha
dengan serikat pekerja/buruh yang bersangkutan (apabila tidak menjadi anggota serikat
pekerja/serikat buruh atau tidak ada Serikat Pekerja di perusahaan tersebut.).
Setelah perundingan benar-benar tidak menghasilkan Persetujuan Bersama (PB), pengusaha
hanya dapat memutuskan hubungan kerja (PHK) setelah memperoleh penetapan (izin) dari
lembaga PPHI. Dengan kata lain, PHK yang tidak terdapat alasan dan normanya dalam UUK,
dapat dilakukan dengan besaran hak-haknya harus disepakati melalui perundingan (dituangkan
dalam PB)
PHK dengan
penetapan
PPHI
Pada prinsipnya PHK hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari
lembaga PPHI karena PHK tanpa penetapan dari Lembaga PPHI adalah batal demi
hukum (null and void) dengan kriteria menurut ketentuan pasal 170 UU 13/2003. Namun
terdapat beberapa macam PHK yang tidak memerlukan penetapan dimaksud, antara
lain:
1. PHK bagi pekerja yang masih dalam masa percobaan bilamana  (terlebih
dahulu) telah dipersyaratkan adanya masa percobaan tersebut secara
tertulis;
2. PHK bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri  (tertulis) atas kemauan sendiri
tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi;
3. Pekerja/buruh mangkir yang dikualifikasikan sebagai mengundurkan diri (Pasal 168
ayat (1) jo Pasal 162 ayat (4) UUK)
4. Berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan PKWT (dalam hal perjanjian-kerjanya
untuk waktu tertentu);
5. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketentuan (batas usia pensiun)
dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan /Perjanjian Kerja Bersama
(PK/PP/PKB) atau peraturan perundang-undangan yang berlaku;
LANJUTAN…

6. Pekerja/buruh meninggal dunia (Pasal 154 UUK);


7. PHK bagi pekerja/buruh yang mengajukan kepada
lembaga PPHI dalam hal pengusaha melakukan kesalahan,
namun tidak terbukti adanya kesalahan tersebut (Pasal 169
ayat 3 UUK);
8. Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (Pasal 171 jo 158
ayat 1 UUK);
9. Pekerja/buruh melakukan tindak pidana di luar perusahaan
setelah ditahan 6 bulan/lebih (Pasal 171 jo Pasal 160 ayat (3)
UUK)
LARANGAN PHK
a.P/B sakit (sesuai surat keterangan dokter) selama (dalam waktu) 12 bulan
secara terus terus menerus; (Pasal 93 ayat (2) huruf a UUK)
b.P/B menjalankan tugas negara (lihat penjelasan Pasal 6 PP No. 8 Tahun 1981
jo Pasal 93 ayat (2) huruf d UUK)
c.P/B menjalankan ibadah (tanpa pembatasan pelaksanaan ibadah yang
keberapa, (biasanya ibadah yang pertama upah dibayar penuh), lihat Pasal
93 ayat (2) huruf e UUKK
d.P/B menikah (Pasal 93 ayat 2 UUK)
e.P/B (perempuan) hamil, melahirkan, gugur kandung, atau menyusui bayinya
(lihat Pasal 93 ayat (2) huruf c jo Pasal 82 dan Pasal 83)
f.P/B mengadukan pengusaha (kepada yang berwajib) yang melaporkan
mengenai suatu perbuatan tindak pidana kejahatan
g.Adanya perbedaan faham , agama, aliran politik, suku, warna kulit,
golongan, jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan (sp)
h.P/B cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja/hubungan kerja yang menurut
keterangan dokter jangka waktu penyembuhannya tidak dapat ditentukan
LANJUTAN...
• Pasal 151 ayat (1) UUK menyebutkan bahwa “pengusaha, pekerja/buruh,
serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus
mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK)”.
• Segala upaya yang dilakukan Perusahaan menghadapi Pandemi Covid-19
sedapat mungkin menghindari PHK.
PHK DALAM KEADAAN
MEMAKSA (FORCE MAJEUR)

Kepres 12/2020 jo.PP 21/2010 Dapat Dipersamakan Sebagai Force


Majeure Dalam Melakukan PHK Sebagaimana Pasal 164 ayat (1)
UU 13/2003?
Pasal 164 (1), Pengusaha dapat melakukan PHK thd P/B krn
perusahaan tutup (lock out) yg disebabkan perusahaan mengalami
kerugian secara terus menerus selama 2 thn, atau keadaan
memaksa (force majeur), dan p/b berhak atas UP sebesar 1
kali,UPMK sebesar 1 kali,dan UPH,masing2 sesuai ket. Ps 156
ayat (2), ayat (3) dan ayat (4).
LANJUTAN..
Apakah Pandemi Covid -19 ini termasuk dalam bencana ? Menurut Undang-
Undang no.24/2007 ttg penanggulangan bencana pasal 1 ada 3 jenis bencana
diantaranya:
• Bencana alam
• Bencana non alam
• Bencana social

Dan unsur-unsur kategori Force Majeur antara lain :


• Tidak bisa dicegah, dihambat atau ditunda (tergantung pada persyaratan
klausul) dari melakukan kontrak karena peristiwa yang relevan.
• Ketidakmampuan untuk melakukannya berada di luar kendali
• Tidak ada langkah wajar yang bisa diambil salah satu pihak untuk
menghindari peristiwa atau konsekuensinya.
3 problem ketenagakerjaan di tengah Pandemi Covid-19
PENUNDAAN DALAM
PEMBERIAN THR
KEAGAMAAN

Menurut Kepres 12/2020 dan PP 21 Tahun 2020 Pandemi Covid merupakan


bencana nasional yang dapat dipersamakan dengan keadaan memaksa (force
majeur).bahwa dalam hal ini terkait THR keagamaan dalam mekanisme
pemberian THR mengacu pada Surat Edaran Kemenaker nomor
M/6/HI.00.01/V/2020 tentang pelaksanaan pemberian THR Tahun 2020
dalam masa pandemi.
LANJUTAN…
Merujuk Pada Surat Edaran Kemenaker nomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang
pelaksanaan pemberian THR Tahun 2020 dalam masa pandemi point 2
bahwa :

Tapi apabila diantara Pekerja dengan Perusahaan tidak menyepakati SE tsb


maka berlakulah Permenaker 6/2016.
ISTILAH
KEBIJAKAN
DIRUMAHKAN

• Istilah dirumahkan, tidak dikenal di UU Ketenagakerjaan. Istilah itu ada


di Butir f Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Kepada Pimpinan
Perusahaan di Seluruh Indonesia No.
SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan
Hubungan Kerja Massal (“SE Menaker 907/2004”) yang
menggolongkan “meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara
bergilir untuk sementara waktu” sebagai salah satu upaya yang dapat
dilakukan sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja. Dan juga
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-05/M/BW/1998 Tahun
1998 tentang Upah Pekerja yang Dirumahkan Bukan Ke Arah
Pemutusan Hubungan Kerja (“SE Menaker 5/1998”).. Tapi kalau
dikaji di UU Ketenagakerjaan, maka bisa dilihat di pasal 93 ayat 2 huruf f
UUK, pekerja tidak bekerja bukan karena keinginan/salahnya pekerja dan
tetap harus diupah
LANJUTAN….
berdasarkan SE Menaker 907/2004 dan SE Menaker 5/1998 tersebut, maksud dari pengusaha
merumahkan pekerjanya bisa mengarah ke dua hal, yakni: mengarah ke terjadinya Pemutusan Hubungan
Kerja (“PHK”) atau bukan mengarah ke terjadinya PHK.
Dalam hal tindakan pengusaha merumahkan pekerja bukan mengarah pada terjadinya PHK, merujuk
pada SE Menaker 5/1998:
1. pengusaha tetap membayar upah secara penuh yaitu berupa upah pokok dan tunjangan tetap
selama pekerja dirumahkan, kecuali telah diatur lain dalam Perjanjian Kerja peraturan perusahaan
atau Kesepakatan Kerja Bersama
2. Apabila pengusaha akan membayar upah pekerja tidak secara penuh agar dirundingkan dengan
pihak serikat pekerja dan atau para pekerja mengenai besarnya upah selama dirumahkan dan
lamanya dirumahkan.
dalam hal tindakan pengusaha merumahkan pekerja sebagai tindakan pencegahan PHK, kita merujuk
pada SE Menaker 907/2004 dan UU Ketenagakerjaan. Menurut SE tersebut, meliburkan atau
merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu merupakan salah satu upaya yang
dilakukan sebelum adanya PHK.
PEMOTONGAN UPAH
(TIDAK DIBAWAH /
DIBAWAH
UMK/UMSK)

• Tergantung kesepakatan antara pekerja dg pengusaha. Asal bukan


kesepakatan dibawah minimum atau upah lembur
LANGKAH2 YANG DAPAT DITEMPUH
PENGUSAHA DAN DALAM MASA PANDEMI
MENURUT MENTERI KETENAGAKERJAAN

1. Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas (manager, direktur)


2. Mengurangi shift
3. Membatasi / menghapus kerja lembur
4. Mengurangi jam kerja
5. Mengurangi hari kerja
6. Meliburkan / merumahkan pekerjaburuh secara bergilir untuk sementara waktu
7. Tidak / memperpanjang kontrak bagi pekerja yg sudah habis masa kontraknya
LANJUTAN…

Sedangkan Pekerja/buruh merujuk pada Surat Edaran Kemenaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 point 2
nomor 4 ttg perlindungan P/b dan kelansungan usaha dalam rangka pencegahan dan penanggulangan covid-
19 yang menyatakan :

apabila tidak dapat bersepakat dalam berunding bisa mengajukan permohonan perselisihan di kantor dinas
tenaga kerja kota/kabupaten setempat..
TERIMA KASIH
Afkar Jauhara Albar
081234098562
afkarjauhara98@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai