Anda di halaman 1dari 54

PERSIAPAN TEST

CALON HAKIM AD HOC PHI

OLEH
SAHALA ARITONANG, S.H., AM.PD.

1
INFO
 Naskah Akademik Ujian Calon Hakim Ad Hoc PHI disusun
oleh Mahkamah Agung, sedangkan Kemenaker hanya
melakukan seleksi Administrasi saja.

 Sehubungan dengan hal tersebut, maka materi yang sudah


dishare banyak tambahan dalam materi ini.

2
PERSIAPAN MENGHADAPI TEST

1. Jaga Kesehatan.
2. Jangan Gugup.
3. Santai, Tenang dan Rilex.
4. Jangan Ambisi, Tapi Tetap Serius.
5. Sementara Waktu Hilangkan Semua Masalah.
6. Sediakan Air Mineral, Kopiko dan Vitacimin
Saat Ujian.
7. Sediakan Obat Sakit Kepala dan Obat Sakit
Perut Saat Ujian.
8. Siapkan kalkulator dan alat tulis seperti Pensil, 3

Pulpen dan penghapus.


PENDAHULUAN
 Materi
ini, hanya sekedar untuk mengingatkan
kembali yang sudah lupa.

 Materi
ini belum lengkap, dan bukan Naskah
Akademik.

 Materi
ini diharapkan dapat memacu kawan-kawan
untuk mendalami lagi ketentuan ketenagakerjaan.

4
Peraturan Perundangan
Yang Perlu di Pelajari

1. UU No. 13 Tahun 2003 ttg Ketenagakerjaan;


2. UU No. 11 Tahun 2020 ttg Cipta Kerja;
3. PERPPU No. 2 Tahun 2022 Perppu Cipta Kerja;
4. UU No. 6 Tahun 2023 ttg Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2022 ttg
Cipta Kerja Menjadi UU;
5. PP No. 34, PP No. 35, PP No. 36 dan PP No. 37;
6. UU No. 2 Tahun 2004 ttg PPHI;
7. UU No. 21 Tahun 2000 ttg SP/SB
8. SEMA ttg Putusan Kamar PHI
9. Hal-Hal Umum Permenaker dan Kepmenaker
5
10. Peraturan ttg BPJS Ketenagakerjaan
11. KUHPerdata khususnya yang berkaitan dengan perjanjian
Pengetahuan Umum
Setiap Peraturan Perundangan

 Bahwa setiap peraturan atau undang-undang


terdapat roh pengetahuan umumnya.

 Hal
ini dituangkan pada PENJELASAN Bagian
I.UMUM

6
PP Terbaru Yang Sangat Penting

 PP No. 34 Tahun 2021 ttg Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

 PP No. 35 Tahun 2021 ttg PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja


dan Waktu Istirahat dan PHK.

 PP No. 36 Tahun 2021 ttg Pengupahan

 PP No. 37 Tahun 2021 ttg Penyelenggaraan Program Jaminan


Kehilangan Pekerjaan.

7
Pasal-Pasal Yang Dihapus Dan Diubah
1. Pasal 13 UU Ketenagakerjaan (Diubah)
2. Pasal 14 UU Ketenagakerjaan (Diubah)
3. Pasal 37 UU Ketenagakerjaan (Diubah)
4. Pasal 42 UU Ketenagakerjaan (Diubah)
5. Pasal 43 UU Ketenagakerjaan (Dihapus)
6. Pasal 44 UU Ketenagakerjaan (Dihapus)
7. Pasal 45 UU Ketenagakerjaan (Diubah)
8. Pasal 46 UU Ketenagakerjaan (Dihapus)
9. Pasal 47 UU Ketenagakerjaan (Diubah)
10. Pasal 48 UU Ketenagakerjaan (Dihapus)
11. Pasal 49 UU Ketenagakerjaan (Diubah)
12. Pasal 56 UU Ketenagakerjaan (Diubah)
13. Pasal 57 UU Ketenagakerjaan (Diubah)
14. Pasal 58 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
15. Pasal 59 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
16. Pasal 61 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
17. Pasal 64 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
18. Pasal 65 UU Ketenagakerjaa (Dihapus) 8
19. Pasal 66 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
20. Pasal 77 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
21. Pasal 78 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
22. Pasal 79 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
23. Pasal 88 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
24. Pasal 89 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
25. Pasal 90 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
26. Pasal 91 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
27. Pasal 92 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
28. Pasal 94 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
29. Pasal 95 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
30. Pasal 96 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
31. Pasal 97 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
32. Pasal 98 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
33. Pasal 151 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
34. Pasal 152 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
35. Pasal 153 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
36. Pasal 154 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
37. Pasal 155 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
38. Pasal 156 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
39. Pasal 157 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
40. Pasal 158 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
9
41. Pasal 159 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
42. Pasal 160 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
43. Pasal 161 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
44. Pasal 162 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
45. Pasal 163 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
46. Pasal 164 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
47. Pasal 165 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
48. Pasal 166 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
48. Pasal 167 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
49. Pasal 168 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
50. Pasal 169 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
51. Pasal 170 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
52. Pasal 171 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
53. Pasal 172 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
54. Pasal 184 UU Ketenagakerjaa (Dihapus)
55. Pasal 185 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
56. Pasal 186 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
57. Pasal 187 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
58. Pasal 188 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
59. Pasal 190 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
10
60. Pasal 191 UU Ketenagakerjaa (Diubah)
Hal-Hal Umum
Dalam UU No. 13 Tahun 2003
Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja
 Hubungan Kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan
pekerja/buruh.
 Perjanjian Kerja dibuat secara tertulis atau lisan.
 Perjanjian Kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dikenal dengan PKWT atau Kontrak.
 Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu dikenal dengan PKWTT atau Tetap.
 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak dapat mensyaratkan masa percobaan.
 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu
yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam
waktu tertentu.
 Apabila salah satu pihak mengakhiri Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT), maka pihak yang mengakhiri tersebut diwajibkan membayar ganti 11
rugi sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya perjanjian
kerja.
 Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan
lainnya yang dikenal dengan Alih Daya.
 Perusahaan alih daya harus berbadan hukum dan wajib memenuhi
perijinan berusaha.
 Jenis , Sifat atau Kegiatan yang bersentuhan dengan produk tidak boleh
dalam bentuk PKWTT.
 PKWT hanya boleh dilakukan maksimal 3 (tiga) tahun, jika lebih berubah
menjadi PKWTT.
 Dalam PP No. 35/2021 diubah menjadi 5 (lima) tahun, padahal tidak ada
dalam UU Cipta Kerja.
 Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu dapat mensyaratkan masa
percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.
 Perjanjian Kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau
beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan atau
hibah.
 Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan, maka hak-hak pekerja/buruh
menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam 12
perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.
Waktu Kerja
 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu
untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu
untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Waktu Kerja Lembur


 Paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam
dalam 1 (satu) minggu. (UU Ketenagakerjaan).
 Paling banyak 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas)
jam dalam 1 (satu) minggu. (UU Cipta Kerja)

Komponen Upah
Dalam hal komponen upah terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap,
besarnya upah pokok paling sedikit 75 % dari jumlah upah pokok dan
tunjangan tetap. 13
Hubungan Industrial
Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana:
 Serikat Pekerja/Serikat Buruh
 Lembaga Kerja Sama Bipartit
 Lembaga Kerja Sama Tripartit
 Peraturan Perusahaan
 Perjanjian Kerja Bersama
 Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan, dan
 Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Hal-hal tersebut diatas, supaya dipelajari Pasal 103 s/d 149 UU Ketenagakerjaan.

Perjanjian Kerja dibuat dan ditanda tangani oleh Pekerja/Buruh dengan


Pengusaha.

Peraturan Perusahaan dibuat oleh Pengusaha dengan meminta masukan dari


Pekerja/Buruh

Perjanjian Kerja Bersama dibuat dan ditandatangani oleh Pengurus Serikat 14


Pekerja/Serikat Buruh dengan Pengusaha
Apabila Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian
Kerja Bersama lebih rendah kualitas dan kwantitasnya dari
ketentuan peraturan perundang-undangan, maka batal demi
hukum dan yang berlaku adalah ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 191 UU Ketenagakerjaan:


Semua peraturan pelaksana yang mengatur ketenagakerjaan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan
yang baru berdasarkan undang-undang ini.

Bandingkan dengan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata:


Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi yang membuatnya.
15
Tenaga Kerja Asing
 Pemberi Kerja wajib memiliki rencana penggunaan tenaga
kerja asing yang disahkan pemerintah pusat.
 Tenaga kerja asing yang tidak perlu direncanakan, antara
lain:
a. direksi atau komisaris ata pemegang saham.
b. pegawai diplomatik, komisaris dan konseler pada
kantor perwakilan negara asing.
c. tenaga kerja asing yang dibutuhkan karena
keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan,
kunjungan bisnis dan penelitian.
 Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang
mengurusi personalia.
16
 Untuk lebih mendalami pelajari PP No. 34 Tahun 2021.
Tenaga Kerja Anak
 Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.
 Dikecualikan berumur 13 – 15 tahun untuk pekerjaan ringan.

 Syarat mempekerjakan pekerjaan ringan:

a. ijin tertulis dari orang tua atau wali


b. perjanjian kerja orang tua denga pengusaha
c. kerja maksimum 3 jam
d. dilakukan siang hari dan tidak mengganggu
sekolah.
e. keselamatan dan kesehatan kerja
f. adanya hubungan kerja yang jelas
g. menerima upah sesuai ketentuan yang berlaku
17
Pekerja/Buruh Perempuan
 Umur kurang 18 tahun dilarang kerja antara Pkl 23.00 –
07.00.
 Perempuan hamil dilarang kerja antara Pkl 23.00 – 07.00.
 Bekerja antara Pkl 23.00 – 07.00 wajib diberikan makanan
dan minuman bergizi dan menjaga kesusilaan dan
keselamatan.
 Wajib menyediakan angkutan antar jemput yang bekerja
antara Pkl 23.00 – 07.00.

18
Organisasi Pengusaha
 Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi
pengusaha.

Lembaga Kerja Sama Bipartit


 Perusahaan mempekerjakan 50 orang atau lebih wajib membentuk LKS
Bipartit
 Susunan terdiri dari unsur pengusaha dan unsur SP/SB.

Lembaga Kerja Sama Tripartit


 LKS Tripartit Nasional, Provinsi dan Kab/Kota
 LKS Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi dan Kab/Kota
 Keanggotaan terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha dan
organisasi SP/SB.

19
Peraturan Perusahaan
 Mempekerjakan minimal 10 orang wajib membuat peraturan perusahaan.
 Tidak berlaku jika sudah ada PKB.
 PP menjadi tanggung jawab perusahaan.
 PP disusun dengan memperhatikan saran dari wakil Pekerja/Buruh.
 Apabila sudah ada organisasi SP/SB, maka wakil pekerja/buruh adalah
pengurus SP/SB.
 Apabila belum ada SP/SB, maka pekerja/buruh memilih wakilnya..

Perjanjian Kerja Bersama


 PKB dibuat oleh SP/SB atau gabungan SP/SB yang telah tercatat di
Disnaker dengan pengusaha atau beberapa pengusaha
 PKB harus dibuat dalam Bahasa Indonesia, jika tidak menggunakan
Bahasa Indonesia harus diterjemahkan oleh penterjemah tersumpah.
 Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat 1 PKB.
 Masa berlaku PKB paling lama 2 (dua) tahun, dan dapat diperpanjang 20
paling lama 1 (satu) tahun
Mogok Kerja
 Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan SP/SB
dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat
gagalnya perundingan.
 Sekurang-kurangnya 7 hari kerja sebelum mogok kerja, wajib
memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan
Disnaker setempat.
 Apabila mogok kerja tidak memnuhi syarat, maka pengusaha
dapat melarang yang mogok kerja di lokasi produksi atau di
lokasi perusahaan.
 Mogok kerja yang tidak memenuhi ketentuan adalah mogok
kerja tidak sah.
 Siapapun tidak dapat menghalang-halangi hak mogok kerja
yang dilakukan secara sah, tertib dan damai. 21
Penutupan Perusahaan
 Penutupan perusahaan (lock out) merupakan hak dasar
pengusaha untuk menolak pekerja/buruh sebagian atau
seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan sebagai akibat
gagalnya perundingan.
 Penutupan perusahaan tidak dibenarkan sebagai tindakan
balasan terhadap tuntutan normatif pekerja/buruh.
 Penutupan perusahaan dilarang dilakukan pada perusahaan
yang melayani kepentingan umum dan/atau jenis kegiatan yang
membahayakan keselamatan jiwa manusia, meliputi rumah
sakit, pelayanan jaringan air bersih, pusat pengendalian
telekomunikasi, pusat penyedia tenaga listrik, pengolahan
minyak dan gas bumu, serta kereta api.
22
Pengawasan
 Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pengawas
ketenagakerjaan.
 Pegawai pengawas ketenagakerjaan ditetapkan oleh Menteri
atau pejabat yang ditunjuk.
 Pengawas berada di pemerintah pusat, pemerintah provinsi
dan pemerintah Kab/Kota.
 Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan wajib merahasiakan
segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan, dan
tidak menyalahgunakan kewenangannya.

Penyidikan
 Selain penyidik pejabat kepolisian, juga pegawai pengawas
ketenagakerjaan dapat diberi wewenang khusus sebagai PPNS.
 Untuk kewenangan PPNS dapat dipelajari Pasal 182 UU 23
Ketenagakerjaan.
Pemutusan Hubungan Kerja

 Mengenai pemutusan hubungan kerja supaya dipelajari Pasal 150 s/d


Pasal 172 UU Ketenagakerjaan.

 Perlu ditelaah bahwa Pasal 150 s/d Pasal 172 UU Ketenagakerjaan banyak
yang diubah dan atau dihapus dalam UU Cipta Kerja.

 Perhitungan Hak-Hak Pekerja/Buruh jika dilakukan Pemutusan Hubungan


Kerja diatur dalam PP No. 35 Tahun 2021.

 Sebaiknya dibuatkan kolom perbedaan yang diubah tersebut, supaya lebih


mudah mempelajarinya.

24
Pelajari dan Dalami Pasal 156 UU Ketenagakerjaan juncto UU Cipta
Kerja

Jika di PHK:
 Uang Pesangon

 Uang Penghargaan Masa Kerja

 Uang Penggantian Hak

 Uang Pesangon: Rumusnya interval 1 (satu)


 Uang Penghargaan Masa Kerja: Rumusnya interval 3 (tiga)
 Uang Penggantian Hak: Dalam UU Cipta Kerja yang 15 % dihapus.

Catatan:
Pelajari lebih mendalam PP Nomor 35 Tahun 2021, khususnya
mengenai perhitungan pesangon: Buatkan tabelnya mana yang 0,5
kali ketentuan, mana yang 1 kali ketentuan dan mana yang 1,5 kali 25
ketentuan
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL

Jenis- Jenis Perselisihan HI:


1. Perselisihan Hak
2. Perselisihan Kepentingan
3. Perselisihan PHK
4. Perselisihan Antar SP/SB hanya dalam satu perusahaan

Pengertian:
5. Perselisihan Hak: Mengenai hak-hak yang belum dibayar atau kurang dibayar.
(Belum di PHK)
6. Perselisihan Kepentingan: Syarat-syarat atau peraturan dalam hubungan kerja
(Belum di PHK)
7. Perselisihan PHK: dipecat atau mengundurkan diri.
8. Perselisihan Antar SP/SB hanya dalam satu perusahaan: Mengenai
keanggotaan, atau yang mewakili pembuatan PKB.
26
Untuk pengertian bahasa hukumnya supaya membuka Pasal 1 UU No. 2 Tahun 2004
tentang PPHI.
Lembaga Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial:
 Perundingan Bipartit
 Mediasi
 Konsiliasi
 Arbitrase
 Pengadilan Hubungan Industrial
 Mahkamah Agung

Catatan:
 Tidak Ada Banding ke Tingkat Pengadilan Tinggi

 Langsung Kasasi ke Mahkamah Agung

27
Pengertian:
 Perundingan Bipartit: Perundingan antara Pekerja/Buruh atau SP/SB
dengan Pengusaha.
 Mediasi: Penyelesaian hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah
yang ditengahi Mediator.
 Konsiliasi: Penyelesaian hanya dalam satu perusahaan melalui
musyawarah yang ditengahi Konsiliator.
 Arbitrase: Melalui kesepakatan tertulis melalui Arbiter.
 Pengadilan Hubungan Industrial: adalah Pengadilan Khusus pada
Pengadilan Negeri.
 Mahkamah Agung: Hakim Kasasi pada Mahkamah Agung

Untuk pengertian bahasa hukumnya supaya membuka Pasal 1 UU No. 2


Tahun 2004 tentang PPHI.

28
Jangka Waktu:
 Perundingan Bipartit: 30 hari kerja sejak dimulainya
perundingan.
 Mediasi: 30 hari kerja sejak menerima pelimpahan
perselisihan.
 Konsiliasi: 30 hari kerja sejak menerima permintaan
penyelesaian perselisihan.
 Arbitrase: 30 hari kerja sejak penandatanganan surat
perjanjian penunjukan arbiter.
 Pengadilan Hubungan Industrial: 50 hari kerja sejak sidang
pertama.
 Mahkamah Agung: 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan
permohonan kasasi.
29
Kewenangan
 Perundingan Bipartit:
1. Perselisihan Hak
2. Perselisihan Kepentingan
3. Perselisihan PHK
4. Perselisihan Antar SP/SB hanya dalam satu perusahaan

 Mediasi:
1. Perselisihan Hak
2. Perselisihan Kepentingan
3. Perselisihan PHK
4. Perselisihan Antar SP/SB hanya dalam satu perusahaan

 Konsiliasi:
1. Perselisihan Kepentingan
30
2. Perselisihan PHK
3. Perselisihan Antar SP/SB hanya dalam satu perusahaan
 Arbitrase:
1. Perselisihan Kepentingan
2. Perselisihan Antar SP/SB hanya dalam satu perusahaan

 Pengadilan Hubungan Industrial:


1. Perselisihan Hak
2. Perselisihan Kepentingan
3. Perselisihan PHK
4. Perselisihan Antar SP/SB hanya dalam satu perusahaan

 Mahkamah Agung:
1. Perselisihan Hak
2. Perselisihan PHK

Catatan:
31
Untuk Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan Antar SP/SB tidak boleh Kasasi,
sehingga inckrah di tingkat Pengadilan Hubungan Industrial (Tingkat Pertama)
 Apabila Perundingan Bipartit gagal, maka dicatatkan kepada Dinas
Tenaga Kerja setempat.
 Dinas Tenaga Kerja setempat akan memberikan penawaran apakah
diselesaikan dengan Mediator atau Konsiliator.
 Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak memilih
Konsiliator, maka penyelesaian akan dilimpahkan kepada Mediator.
 Apabila Perundingan Bipartit atau Mediasi atau Konsiliasi mencapai
kesepakatan, maka dibuatkan Perjanjian Bersama.
 Perjanjian Bersama didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial
setempat.
 Pengadilan Hubungan Industrial akan menerbitkan Akta Perjanjian
Bersama.
 Akta Perjanjian Bersama memiliki kekuatan hukum tetap dan tidak
dapat diajukan gugatan.
 Apabila penyelesaian Mediasi atau Konsiliasi tidak mencapai
kesepakatan atau gagal, maka dapat mengajukan gugatan kepada 32
Pengadilan Hubungan Industrial di tempat pekerja/buruh bekerja.
ARBITRASE
 Putusan Arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan
tetap.
 Putusan Arbitrase didaftarkan di PHI pada PN di wilayah
arbiter menetapkan putusan.
 Terhadap Putusan Arbiter, dapat diajukan permohonan
pembatalan kepada Mahkamah Agung paling lambat 30 hari
kerja sejak ditetapkannya putusan Arbiter.

33
Pengadilan Hubungan Industrial
Dasar Hukum:
UU No. 2 Tahun 2004 ttg Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial

Pasal 55
Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang
berada pada lingkungan peradilan umum.

Pasal 57:
Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah
Hukum Acara Perdata pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undang ini.

Pasal 58:
Dalam proses beracara di PHI tidak dikenakan biaya termasuk biaya 34
eksekusi yang nilai gugatannya di bawah Rp 150 Juta.
 Pasal 81: Gugatan diajukan Kepada Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pekerja/buruh
bekerja.
 Pasal 82: Gugatan PHK sebagaimana dimaksud Pasal 159
dan Pasal 171 UU No. 13/2003 dapat diajukan dalam
tenggang waktu 1 (satu) tahun.
 Pasal 83: Gugatan wajib melampirkan Risalah dari Mediasi
atau Konsiliasi.
 Pasal 87: SP/SB dan Organisasi Pengusaha dapat bertindak
sebagai kuasa hukum untuk beracara di PHI untuk mewakili
anggotanya.
 Penjelasan Pasal 87: Yang dimaksud dengan SP/SB meliputi
pengurus pada tingkat perusahaan, tingkat kabupaten/kota,
tingkat propinsi dan pusat baik SP/SB, anggota federasi35
maupun konfederasi.
Pasal 88:
Susunan Majelis Hakim:
1. Hakim Karier sebagai Ketua

2. Hakim Ad Hoc dari unsur SP/SB

3. Hakim Ah Hoc dari Unsur pengusaha

Pasal 92:
Sidang sah apabila dilakukan oleh Majelis Hakim sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1).

Untuk Pemeriksaan Dengan Acara Biasa, Cepat dan


pengambilan putusan supaya mempelajari Pasal 89 s/d 112.

36
Pengadilan Hubungan Industrial
berwenang:

1. Ditingkat pertama mengenai perselisihan hak


2. Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
kepentingan.
3. Ditingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan
hubungan kerja
4. Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
antar SP/SB dalam satu perusahaan

Catatan:
 Nomor 2 dan 4 tidak boleh Kasasi. Karena inckrah di PHI
atau tingkat pertama.
 Berdasarkan SEMA Nomor 3 Tahun 2018 Perkara PHI tidak 37
ada upaya hukum Peninjauan Kembali.
Beberapa Hal Dalam Persidangan
 Gugatan yang tidak dilampiri Risalah Penyelesaian, Hakim
wajib mengembalikan gugatan.

 Hakim wajib memeriksa gugatan, apabila ada kekurangan,


Hakim meminta Penggugat untuk menyempurnakan
gugatannya.

 Gugatan yang melibatkan lebih dari satu Penggugat dapat


diajukan secara kolektif.

 Gugatan dapat dicabut sebelum Tergugat memberi jawaban.


38
 ApabilaTergugat sudah memberi jawaban, harus
ada persetujuan dari Tergugat.

 Apabila perselisihan hak dan atau perselisihan


kepentingan diikuti PHK, maka wajib memutus
terlebih dahulu perselisihan hak dan atau
kepentingan.

 Mengenai Pemeriksaan Dengan Acara Biasa


maupun Acara Cepat supaya mempelajari Pasal 89
s/d Pasal 99 UU No. 2 Tahun 2004.

39
Pengambilan Putusan
Pasal 100 UU No. 2 Tahun 2004;
 Dalam mengambil putusan, Majelis Hakim
mempertimbangkan hukum, perjanjian yang ada, kebiasaan
dan keadilan.

Bandingkan dengan:

Buku II Mahkamah Agung


 Hakim dalam menjatuhkan putusan harus
mempertimbangkan hukum yang berlaku, doktrin tetap,
yurisprudensi, kronologis, dan keyakinan hakim.

40
HAL-HAL PENTING
DALAM HUKUM ACARA PHI

 Pelajari SEMA-SEMA Putusan Kamar Perdata Khusus PHI

 Pelajari Hukum Acara Perdata Umum

 Pelajari Template Susunan Putusan Pengadilan Hubungan


Industrial.

41
Hal-Hal Penting
Dalam SEMA Putusan Kamar PHI
SEMA No. 07 Tahun 2012
 Kadaluarsa umum diatur dalam Pasal 96 UU No. 13/2003 selama 2
tahun.
 Kadaluarsa khusus diatur dalam Pasal 82 UU No. 2/2004 Jo Pasal 171
UU No. 13 Tahun 2003 .
 Agen bukan pekerja karena tidak menerima upah, sedangkan sopir
termasuk lingkup PHI.
 Permohonan kasasi diajukan dalam waktu 14 hari kerja, Memori kasasi
diajukan bersama-sama dengan permohonan kasasi.
 Pengajuan perlawanan Eksekusi perkara PHI diajukan kepada Pengadilan
Negeri.
 Untuk melaksanakan putusan serta merta (uit voerbaar bij vooraad),
Ketua Pengadilan Hubungan Industrial harus mendapat persetujuan
42
Mahkamah Agung.
SEMA No. 04 Tahun 2014
 Apabila gugatan tidak dapat diterima (NO), maka gugatan
pertama mengakibatkan daluwarsa tercegah, oleh karenanya
tenggang waktu daluwarsa dihitunt sejak gugatan pertama
berkekuatan hukum tetap.

SEMA No. 03 Tahun 2015


 PHK dapat dilakukan tanpa harus menunggu putusan pidana
berkekuatan hukum tetap/
 Upah proses diberikan selama 6 (enam) bulan.

43
SEMA No. 4 Tahun 2016
 PHI berwenang mengadili PHK dengan perwakilan negara asing, oleh karenanya
perjanjian kerja harus sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003.

SEMA No. 1 Tahun 2017


 TKA dapat dipekerjakan di Indonesia hanya untuk jabatan tertentu dan waktu
tertentu dengan PKWT.
 TKA yang dilindungi hanya yang memiliki Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja
Asing.
 TKA yang IMTA-nya telah berakhir, namun PKWT masih berlaku, sisa PKWT
tidak lagi mendapat perlindungan hukum.

SEMA No. 3 Tahun 2018


 Dalam hal terjadi perubahan PKWT menjadi PKWTT, pekerja tidak berhak atas
Upah Proses apabila terjadi PHK.
 Tidak ada Upaya Hukum Peninjauan Kembali.

44
SEMA No. 5 Tahun 2021
 Apabila sudah mendapat hak pensiun, tapi melanjutkan
pekerjaan di perusahaan yang sama, jika di PHK berhak atas
uang penghargaan masa kerja sejak dipekerjakan kembali.
 Gugatan PHI yang diajukan sebelum keluar PP dari UU Cipta
kerja, maka berlaku ketentuan UU No. 13 Tahun 2003.

SEMA No. 1 Tahun 2022


Pekerja/Buruh yang diangkat menjadi Direksi melalui RUPS,
maka hubungan kerjanya berakhir terhitung sejak diangkat
menjadi Direksi. Dan Pekerja/Buruh tersebut berhak
memperoleh uang kompensasi PHK, dengan ketentuan masa
kerjanya dihitung sejak adanya hubunga kerja dan upah terakhir
adalah upah sebelum diangkat menjadui Direksi.
45
TAHAPAN PERSIDANGAN DI PENGADILAN PHI

Sidang Pertama : Pembacaan Gugatan dan Identitas


Sidang Kedua : Jawaban Tergugat
Sidang Ketiga : Replik dari Penggugat
Sidang Keempat : Duplik dari Tergugat
Sidang Kelima : Alat bukti tertulis dari Penggugat
Sidang Keenam : Alat bukti tertulis dari Tergugat
Sidang Ketujuh : Saksi/Saksi Ahli dari Penggugat
Sidang Kedelapan : Saksi/Saksi Ahli dari Tergugat
Sidang Kesembilan : Kesimpulan kedua belah pihak
Sidang Kesepuluh : Putusan Majelis Hakim

Catatan :
1. Jika lancar maka persidangan selama 10 kali sidang
2. Satu kali sidang berselang selama satu minggu. 46
3. Berart persidangan saja selama 10 minggu.
PUTUSAN SELA
 Apabila ada Eksepsi Kewenangan Mengadili, maka wajib
terlebih dahulu menjatuhkan Putusan Sela.
 Kewenangan mengadili ada dua jenis, yaitu Kewenangan
Absolut dan Kewenangan Relatif.
 Apabila Eksepsi sudah memasuki pokok perkara, maka akan
diputus bersama-sama dengan putusan akhir.
 Sehingga yang dapat dieksepsi hanya mengenai kewenangan
mengadili saja untuk dijatuhkan Putusan Sela.
 Apabila ada Eksepsi kewenangan, namun hakim tidak
menjatuhkan Putusan Sela, maka putusan tersebut dapat
dibatalkan.

47
Kewenangan Absolut:

 Wewenang absolut atau wewenang mutlak adalah


menyangkut pembagian kekuasaan (wewenang) mengadili
antar peradilan.
 Eksepsi mengenai kekuasaan absolut dapat diajukan setiap
waktu selama proses pemeriksaan berlangsung.
 Hakim karena jabatannya harus menyatakan dirinya tidak
berwenang meskipun tidak ada eksepsi dari Tergugat.

48
Kewenangan Relatif

Pasal 118 HIR/Pasal 142 RBg, pengadilan negeri berwenang memeriksa


gugatan yang daerah hukumnya meliputi:
 Tempat tinggal Tergugat

 Tempat tinggal salah satu Tergugat

 Tergugat Utama bertempat tinggal

 Tempat tinggal Penggugat atau salah satu Penggugat apabila Tergugat


tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak diketahui dimana ia berada.
 Tergugat tidak dikenal

 Apabila Tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya, sedangkan objek


gugatan adalah tanah, maka gugatan diajukan di tempat lokasi tanah
tersebut.
 Jika ada pilihan domisili yang tertulis dalam akta, maka gugatan diajukan
di tempat domisili yang dipilih itu.
 Apabila Tergugat tidak mengajukan eksepsi kewenangan mengadili secara
49
relatif, maka Pengadilan Negeri tidak boleh menyatakan dirinya tidak
berwenang.
Jenis-Jenis Putusan PHI
Yang Memiliki Template Putusan

1. Putusan Kabul
2. Putusan Tolak
3. Putusan Gugur
4. Putusan Verstek
5. Putusan Verzet Kabul
6. Putusan Verzet Tolak
7. Putusan Kewenangan Absolut (eksepsi kabul)
8. Putusan Kewenangan Absolut (eksepsi tolak)
9. Putusan Kewenangan Absolut Karena Jabatannya
10. Putusan Kewenanga Relatif (kabul)
11. Putusan Kewenanga Relatif (tolak) 50

12. Putusan Konvensi & Rekonvensi Dipekerjakan Kembali.


 Putusan Kabul
1. Mengabulkan Untuk Seluruhnya.
2. Mengabulkan Untuk Sebagian.

 Putusan Tolak
1. Menolak Gugatan Untuk Seluruhnya.
2. Tidak Dapat Diterima (Niet Ontvankelijke
Verklaard)

 Putusan Gugur: Karena Penggugat Tidak Hadir


 Putusan Verstek: Karena Tergugat Tidak Hadir

 Putusan Verzet: Putusan Perlawanan Terhadap Verstek

51
Urutan Putusan Pengadilan
 Judul dan Nomor Putusan
 Irah-Irah
 Identitas Para Pihak
 Tentang Duduk Perkara
- Surat Gugatan Penggugat
- Hakim mengupayakan perdamaian
- Surat Jawaban Tergugat
 Tentang Pertimbangan Hukum
- Pasal 163 HIR/283 RBg: Kewajiban membuktikan
- Daftar Alat Bukti Penggugat dan Tergugat
- Keterangan Saksi dan Ahli
 Pendapat Hukum Majelis Hakim
 Amar Putusan
52
 Penutup Putusan
 Tanda tangan Majelis Hakim dan Panitera Pengganti
Hal-Hal Lain
Untuk hal-hal yang belum dituangkan dalam materi ini supaya dipelajari Hukum
Acara Perdata maupun ketentuan peraturan perundang-undangan terkait
ketenagakerjaan dan Pengadilan Hubungan Industrial, seperti:
 Apa yang dimaksud Dwangsoom
 Apa yang dimaksud dengan Putusan Serta Merta
 Bagaimana cara panggilan siding jika pindah atau Alamat tidak dikenal.
 Pelajari Tata Letak Ruang Sidang.

53
SEMOGA BERMANFAAT
TIDAK ADA GADING YANG TIDAK RETAK

SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH

54

Anda mungkin juga menyukai